Setiap tanggal 8 September, dunia memperingati Hari Literasi Sedunia atau International Literacy Day yang digagas oleh UNESCO sejak tahun 1967. Peringatan ini lahir dari kesadaran bahwa literasi adalah hak dasar manusia yang perlu dipenuhi dan kunci penting dari peningkatan kualitas hidup. Tanpa kemampuan literasi, mustahil seseorang dapat berpartisipasi penuh dalam masyarakat modern yang serba terhubung.
Hari Literasi Sedunia ditetapkan UNESCO pada Konferensi Menteri Pendidikan Dunia di Teheran tahun 1965, kemudian secara resmi diperingati dua tahun setelahnya. Tujuan dari adanya peringatan ini jelas, untuk mengingatkan pembuat kebijakan, praktisi, dan masyarakat akan pentingnya literasi dan membangun masyarakat yang lebih terpelajar, bijaksana, mampu berpikir kritis guna menghadapi tantangan zaman.
Tema Hari Literasi Tahun 2025
Setiap tahun, UNESCO mengangkat tema berbeda untuk Hari Literasi Sedunia. Tema yang diangkat biasanya berhubungan dan menyoroti isu global terkini, mulai dari pendidikan berkelanjutan, ketimpangan akses teknologi, hingga literasi digital. Tahun ini, tema yang diangkat adalah “Mempromosikan Literasi di Era Digital”.
Tema ini menekankan pentingnya kemampuan memahami, mengolah, dan memanfaatkan informasi di tengah derasnya perkembangan teknologi. Di era yang serba digital ini, literasi akan menjadi sarana untuk berpikir kritis dan membedakan mana informasi yang kredibel dan mana yang hoaks atau manipulatif.
Siti, Sarwi, dan Sudarmin dalam penelitiannya tahun 2024 yang berjudul “Dampak Literasi pada Kemampuan Berkomunikasi: Tinjauan Literatur Keterampilan Membaca Bahasa Indonesia” menyatakan bahwa kemampuan komunikasi siswa dapat dioptimalkan melalui penguasaan literasi berupa literasi bahasa dan literasi digital. Seseorang dengan minat literasi yang tinggi, tidak akan kesulitan dalam mencari informasi yang valid karena terbiasa dengan memilah-milah informasi.
Literasi Dunia dan Indonesia
Hingga tahun 2025, data UNESCO menunjukkan bahwa lebih dari 739 juta orang dewasa di dunia belum bisa membaca dan menulis, dan dua pertiganya adalah perempuan. Bila dibandingkan, secara global memang sudah ada kemajuan karena tingkat melek huruf dunia sekarang di atas 89%, jauh lebih tinggi dibanding puluhan tahun lalu.
Indonesia sendiri, berdasarkan data dari BPS tahun 2025 menunjukkan bahwa 96,67% penduduk Indonesia (usia ≥15 tahun) sudah melek huruf. Namun, itu bukan angka yang sedikit. Ada sekitar 9,41 juta orang masih buta huruf atau senilai 3,33% dari populasi.
Masalahnya bukan lagi pada soalan “bisa membaca atau tidak”, melainkan minat baca pada setiap individu. Beberapa survei mengungkapkan, masyarakat Indonesia rata-rata menghabiskan lebih dari tiga jam per hari di media sosial. Meskipun kemampuan membaca secara teknis tinggi, tantangan literasi justru muncul dalam bentuk rendahnya budaya membaca yang mendalam, di tengah derasnya arus digital yang mendominasi layar dan notifikasi.
Meski begitu, berbagai upaya telah dilakukan untuk memperkuat literasi di tanah air. Pemerintah meluncurkan Gerakan Literasi Nasional yang melibatkan sekolah, keluarga, hingga masyarakat. Selain itu, tumbuh pula gerakan akar rumput, seperti taman bacaan masyarakat, perpustakaan keliling, dan komunitas literasi di berbagai daerah. Kehadiran inisiatif-inisiatif ini menjadi bukti bahwa kesadaran literasi di Indonesia terus berkembang, meskipun jalannya masih panjang.
Andil Monumen Pers Nasional dalam Menumbuhkan Literasi
Monumen Pers Nasional turut andil dalam upaya meningkatkan semangat baca dengan menyediakan fasilitas baca dan belajar untuk masyarakat secara luas. Ini merupakan bentuk dedikasi penuh yang akan terus dilakukan oleh Monumen Pers Nasional.
Monumen Pers Nasional bukan sekadar gedung bersejarah, tapi juga merupakan gedung pengetahuan. Sebagai perpanjangan tangan dari Kementrian Komunikasi dan Digital, Monumen Pers Nasional memiliki beberapa fasilitas yang mampu menunjang literasi masyarakat di era digital ini.
Fasilitas tersebut diantaranya perpustakaan dan ruang baca media cetak/digital.
Perpustakaan Monumen Pers Nasional menjadi salah satu layanan yang disediakan dan dibuka untuk umum. Perpustakaan ini menyediakan lebih dari 20.000 eksemplar buku yang terbagi ke dalam beberapa macam koleksi. Diantaranya buku tentang pers, komunikasi, sejarah, bahasa, psikologi, novel/sastra, dan berbagai koleksi lainnya.
Para pengunjung dapat merasakan kenyamanan selama berada di Perpustakaan Monumen Pers Nasional. Hal ini dikarenakan Monumen Pers Nasional menyediakan fasilitas ruang baca yang nyaman dan tenang, serta didukung dengan pendingin ruangan, akses Wi-fi gratis, dan ketersediaan air mineral gratis untuk pengunjung.
Ruang baca media cetak/digital (E-Paper) di Monumen Pers Nasional menyediakan layanan baca koran dari seluruh media yang ada di Indonesia secara digital. Koleksi di ruangan ini merupakan hasil digitalisasi koran yang menjadi koleksi Monumen Pers Nasional.
Pengunjung yang datang memiliki akses terhadap media digital melalui komputer yang disediakan. Jadi, pengunjung bisa memilih mau membaca versi fisik atau mengakses bahan bacaan digital.
Pengunjung yang menginginkan salinan berkas dari koran yang dibaca, bisa mengajukan permintaan di situs https://mpn.komdigi.go.id/arsip/.
Selain itu, guna menumbuhkan budaya literasi, Monumen Pers Nasional menyediakan majalah dinding dan teras baca yang dapat diakses secara umum oleh masyarakat. Majalah dinding ini berisi koran harian yang diperbarui setiap hari. Ini menjadi sarana alternatif penyaluran informasi secara luas. Teras baca disediakan supaya pengunjung merasa nyaman ketika membaca.
(Artikel ditulis Fauziah Luluk Fitriani, mahasiswa magang program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta)
