Tipe: Koran
Tanggal: 1997-11-03
Halaman: 06
Konten
Senin, 3 Nopember 1997 Penerbit Pemimpin Umum/Pendiri Wakil Pemimpin Umum Pemimpin Redaksi/ Penanggung Jawab Wakil Pemimpin Perusahaan Managing Editor Sekretaris Redaksi Redaktur Anggota Redaksi Terbit Tarip Iklan Alamat Telepon Perwakilan Jakarta Perwakilan Banda Aceh SIUPP Dicetak Oleh : : : : : : : : : H. War Djamil. : H. Amir Siregar, H. Kaharudin, H. Bahari Effendy, H. Naswan Effendi, Usman Alie, H. War Djamil, Mulyadi Franseda, H. Ismail Lubis, H. Basyir Ahzar, Buoy Harjo, Agus Salim, H. Azmi Majid (foto). M. Hatta Lubis, Mac. Reyadi MS, A. Rivai Siregar, Hasan Basri Ns, Timbul O. Simarmata, Johan Jambak, Ismugiman, Idris Pasaribu, M. Sulaiman, Ali Sati Nasu- tion, Samil Chandra, M. Nur, Hermansyah, Aswadi, Faisal Fardede, Kwa Tjen Siung. Hendar Tusmin, Anthony Limtan. : Seminggu 7 kali. : : : 2 Yayasan SIKAP PRESS. Harta Susanto. Supandi Kusuma. H. Soffyan. H. Ali Soekardi. analisa Joeli Salim. Paulus M. Tjukrono. Rp. 4.500,- per mm/kolom (umum). Rp. 3.000,- per mm/kolom (keluarga). Jalan Jend. A. Yani No. 35-43 Medan. Kotak Pos: 1481. Telex No. : 51326 ANALIS IA. Fax: (061)- 514031, Telegram: ANALISA MDN. Redaksi: 556655 (2 saluran)/511256. Tata Usaha: 554711 (3 saluran)/513554. Frans Tandun, Jln. K.H. Hasyim Ashari. No. 43-A Jak. Pusat Tel. 3446609/3844339/3453912 Fax.: (021)-363388. H. Harun Keuchik Leumiek Jalan Tgk. Cik Ditiro 106 Tel. (0651) - 23839. Fax: (0651) 23839. SK. Menpen No. 023/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1985. Tanggal 24 Desember 1985. P.T. KUMANGO Medan (Isi di luar tanggung jawab pencetak)., Tajukrencana Pak Try Berjalan Kaki ADA peristiwa langka tapi menarik. Wakil Presiden Try Sutrisno Rabu pekan lalu, berjalan kaki dari tempat kedia- mannya ke kantor Menteri Negara Perencanaan Pemba- ngunan Nasional/Ketua Bappenas Ir.Drs.Ginandjar Kar- tasasmita. Kedua tempat ini sama-sama berada di Jalan Di- ponegoro dengan jarak sekitar 500 meter. Tanpa pengawa- lan yang ketat Pak Try dengan didampingi Menpan T.B.Si- lalahi bersama sejumlah staf datang ke gedung Bappenas menghadiri rapat seluruh jajaran Bappenas, termasuk Bap- pedal. "Mudah-mudahan cara ini bisa terus kita terapkan untuk menggalakkan gerakan hemat energi", ujar Wapres. Ini memang hanya sebuah peristiwa kecil yang luput dari perhatian banyak orang. Tetapi jika disimak dan dire- nungkan, peristiwa kecil ini mempunyai arti dan mengan- dung makna yang besar. Berjalan kaki ke suatu tempat un- tuk melaksanakan tugas dan kewajiban, dalam jarak yang wajar, jelas menunjukkan sifat kesederhanaan, hemat, dan efisien. Misalnya untuk menghadiri suatu upacara di sua- tu tempat, gedung yang bersebelahan umpamanya, me- ngapa harus memakai mobil. Mobil memerlukan BBM, so- pir, tempat parkir, bukan mustahil akan mengalami kema- catan, dsb. Padahal jarak yang begitu dekat dapat ditem- puh dengan berjalan kaki dalam waktu yang jauh lebih singkat. Hal seperti ini dulu pernah juga dilakukan oleh EWP Tambunan, sewaktu menjabat sebagai Gubsu (1978-1983). Untuk menghadiri peringatan Hari Keuangan di Gedung Keuangan yang letaknya kebetulan bersebelahan dengan ge- dung Kantor Gubsu, Tambunan berjalan kaki sambil mem- bawa map berisi pidato yang akan diucapkannya. Ketika itu apa yang dilakukannya itu dinilai orang sebagai "mengada- ada". Padahal bukan demikian maksudnya. Dia hanya ingin menunjukkan cara bekerja yang efisien, cepat dan hemat. Sekali lagi, ini memang peristiwa kecil. Tetapi peristi- wa kecil seperti ini, apalagi yang telah ditunjukkan oleh Wapres Try Sutrisno dijadikan kebiasaan yang baik, tentu akan memberi manfaat dan hasil yang baik pula. Apalagi di tengah-tengah kesulitan ekonomi yang sedang dialami, berkali-kali selalu dihimbau "perketat ikat pinggang", la- kukan penghematan, hindarkan pemborosan, maka peristiwa-peristiwa yang kecil yang nampaknya tidak berarti itu perlu dikembangkan dan dibiasakan. Dan tentu saja tan- pa sampai melanggar aturan protokoler. Melakukan penghematan, menghindari pemborosan, bahkan selalu melaksanakan tugas secara efi tentunya bukan dimaksud hanya menyangkut masalah jalan kaki sa- ja. Ini hanya sebuah contoh kecil. Tapi banyak hal yang da- pat dilakukan, yang selama ini juga sudah dihimbau. Mi- salnya, mengurangi perjalanan yang tidak perlu, apalagi ke- luar negeri, terlalu banyak mengadakan rapat, seminar, lo- kakarya, penataran, dan lain sebagainya yang kurang mem- beri manfaat atau hasil yang nyata. Mengurangi resepsi atau pesta yang serba wah tapi tidak sinkron dengan semangat hidup berhemat. Semua itu hendaknya dapat dikurangi se- minimal mungkin. Sebab himbauan hidup hemat hanya akan berhasil jika dilaksanakan dengan benar, dan tidak se- kedar ucapan. Surat Pembaca Gara-gara Guru Sekolah Ditutup, Kok Bisa. Dari Redaksi PARA penyumbang tulisan/artikel dimintakan perhatiannya sebagai beri kut: 1. Panjang tulisan/artikel minimal empat dan mak simal tujuh halaman/folio diketik dengan spasi rang kap dan tidak timbal balik. 2. Bukan tindasan, serta bukan fotokopi. 3. Tidak atau belum dikirim kan ke media massa lain nya. 4. Pada akhir/ujung tulisan sebutkan identitas, profesi penulis serta alumnus dari mana. Nama dan alamat harus jelas Sertakan Fotokopi KTP 5. Sertakan alamat terbaru yang jelas, dan jangan lupa sertakan fotokopi KTP yang masih berlaku. alasan bagi para guru untuk tidak mengajar. Pihak BP3 sekolah ber sangkutan sudah juga meminta agar para guru menempati rumah yang disediakan, namun tak ada yang kelihatannya mau. Di tengah kita berupaya mem banteras buta huruf dan sekaligus mencerdaskan bangsa, ternyata masih ada guru-guru yang melalai kan tugasnya dan menelantarkan para murid yang sangat memerlu kan pendidikan. Namun bagaimanapun, mening katkan saja tugas yang sudah diembannya sebagai guru sungguh perbuatan yang tidak terpuji dan sekaligus brarti juga mendukung program pemerintah dalam men cerdaskan bangsa, bahkan seba liknya menambah anak-anak yang bodoh. Tidakkah demikian? B.M. SINAGA JI. HM. Joni Medan Budaya Mundur, Mungkinkah? apabila ia membiarkan kekuatan nya menguap dengan mengejar ke pentingan-kepentingan egoisnya. Prinsip-prinsip etika Jawa sangat dominan mewarnai sistem pemerintahan Indonesia, terlihat dengan penghormatan yang ber lebihan kepada atasan yang ter kadang melampaui batas-batas ra- sionalitas. Melakukan kritik pada atasan merupakan hal yang tabu, bisa mengkritik tetapi harus dengan bahasa eufimisme yang benar-benar halus agar atasannya tidak tersinggung. MEMANDANG sistem peme rintahan Indonesia, tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh sistem tersebut. Seperti permasalahan budaya korupsi, kolusi, serta nepotisme, dimana terbentuk jaringan pri badi bersifat patron client yang yang sering mckenisme pengam bilan keputusan melewati pe ngambilan keputusan formal. Tak habis-habisnya permasalahan ini dibicarakan karena sampai saat ini sulit menghapuskan praktek Abuse of Power ini. 00000 Permasalahan lain yang santer dalam pemberitaan akhir-akhir ini adalah mengenai upaya mengatasi kegagalan-kegagalan pelaksana an tugas yang diemban oleh pe- jabat pemerintahan sebagai pelaksana tugas-tugas negara, ter utama dalam hal pengambilan ke bijakan pembangunan untuk masyarakat luas. Permasalahan yang terakhir, menimbulkan reaksi dari berbagai pihak terutama dari kalangan aka demis seperti Ryas Rasyid yang menyatakan "Bila pemimpin gagal maka harus mundur". Me rupakan suatu ketidak laziman dalam tata pemerintahan In- donesia ketika menyelesaikan suatu masalah. Sebelum melihat secara jelas tentang etika yang mempengaruhi sistem pemerin- tahan Indonesia ada baiknya kita memperjelas tentang sebuah peme rintahan tipikal yang menjunjung tinggi populisme. PEMERINTAHAN YANG IDEAL Pada kenyataannya sangat sulit untuk merumuskan pemerintahan yang ideal, karena hal tersebut bergantung pada situasi politik, sosial, budaya serta dinamika masyarakat yang secara langsung mempengaruhi opini masyarakat tentang administrasi pemerin- tahan yang ideal. Walaupun demikian terdapat landasan pemikiran yang dari sebagian masyarakat dunia ten- tang sistem pemerintahan ini. Dengan dilakukan simplikasi ter- dapat beberapa point tentang azaz pemerintahan ideal tersebut yaitu; adanya prinsip demokrasi, keadil an sosial dan pemerataan serta mengusahakan kesejahteraan umum. SEBUAH Sekolah Dasar Negeri di Desa Sitabo-tabo ter- paksa ditutup karena tidak ada guru yang mau mengajar di sana. Sekolah Negeri ini sudah lama, namun para guru tidak aktif, bahkan tidak muncul-muncul un- tuk mengajar anak-anak. Sung- guh kabar yang menyedihkan dan memperihatinkan bagi dunia pendidikan. Padahal Pemerintah sudah ber susah membangun gedung seko lah dengan biaya yang tidak sedikit demi kemajuan pendidik Asap Beca dan an di desa. Tapi Akibatnya tentu saja anak-anak yang bertugas tidak menunaikan kewajibannya sebagaimana mesti yang jumlahnya sekitar tujuh puluhan orang mencari sekolah di lain desa di Kecamatan Sibo rong- borong tersebut. Jelas saja jaraknya berrkilometer dari rumah mereka. Dengan prinsip tersebut peme rintahan sebagai pengambil kebi- jakan merupakan pilar utama un- tuk mewujudkan sistem yang ideal. Dalam mengambil kebi- jakan publik pejabat pemerin tahan mempunyai kewajiban agar senantiasa merujuk kepada nilai- nilai judisial yang berlaku. Ini nya. Perlu dicarikan jalan keluarnya, agar para guru tersebut dapat kembali mengajar di sana dan kepada pihak Dinas P dan K. JUMLAH kenderaan di Medan tiap hari bertambah terus, baik angkutan umum maupun kende Padahal gedung SD ini lengkap setempat tentunya berkewajiban pula mengatasinya. Apa alasan sebenarnya sehing dengan enam lokal belajar, dan perumahan untuk para guru juga sudah tersedia. ga para guru enggan mengajar di SD desa Sitabotabo, Kecamatan Si borong-borong Taput itu ? raan pribadi. Akibatnya bukan sa- ja jalan-jalan sering macat, tetapi lingkungan pun jadi sangat ter ganggu dengan asap yang keluar Jadi sebenarnya tidak ada dari knalpot kenderaan. Yang paling mencemarkan ling ditempatkan di desa, mereka perlu kungan adalah asap yang keluar Jika alasan karena tak mau diberikan sanksi. Sebab ketika dari knalpot beca bermesin dan melamar menjadi guru kan sudah mobil, taksi pengguna minyak ada ketentuan bersedia ditempat sampai-sampai mengganggu pe solar. Asapnya hitam tebal kan di mana saja. Tetapi bila ada alasan lain, mungkin menyangkut mandangan orang yang ada di be masalah gaji yang tersendat da lakangnya. tangnya masih bisa dicarikan so lusinya. an ini ditulis, kasus pelecehan be- rupa pemukulan ini tengah dipro- ses lebih lanjut oleh Polsek Me- dan Baru. Dan bagaimana pun, peristi- wa ini jelas-jelas merupakan to- kohan berikutnya pada dunia hu- kum Indonesia. Terlepas dari apa asal musabab terjadinya pemu- kulan tersebut, perlakuan kekera- san yang dilakukan oleh aparat Panitera Hukum PT Sumut itu JUM'AT 24 Oktober 1997 la- lu, pengacara Syahruzal Yusuf, SH menjadi korban pengero- yokan dua orang staf Panitera Sumatera Utara, berinisial Bm dan Su. Hukum Pengadilan Tinggi (PT) adalah tidak etis. Tak pelak, ak- si solidaritas dan protes terhadap kasus pemukulan itu bermun- culan dari kalangan pengacara muda di Medan. Mereka mena- makan dirinya dengan "Kelom pok 61". Kejadiannya, saat itu penga- cara muda ini sedang mengurus izin untuk memfoto copy surat yang dikeluarkan oleh salah se- orang Oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan sehubu- ngan dengan kasus agraria yang sedang ditanganinya. Bahkan Ketua Ikatan Advo- kat Indonesia (IKADIN) Medan, Fauzi Yusuf, SH ikut pula me- nyesalkan kasus pemukulan itu. Menurutnya, perbuatan pemu- kulan itu bukan hanya sekadar Di sana, Syahruzal Yusuf, SH berjumpa dan berurusan dengan perbuatan melawan hukum, me- Bm dan Su lalu terlibat dalam per cakapan yang kemudian berujung pada pemukulan terhadap diri Syahruzal Yusuf, SH. Saat tulis lainkan juga mencoreng wibawa peradilan. Dalam wawancaranya dengan pers, Fauzi Yusuf, SH menegaskan bahwa tidak ada ala- san bagi Ketua PT untuk meli-- dungi perbuatan anak buahnya. Proses penegakan hukum pidana dan administratif hendaknya se- gera dilakukan (kompas, 27/10) BUKAN BARU Mobil Solar Sangat Mengganggu Lingkungan Oleh: Jaenal Abidin mengindikasikan bahwa dalam mengambil keputusan tidak hanya menekankan kepada hukum-hukum formal atau sistem perundang- undangan yang berlaku melain kan ketatanegaraan dan ke masyarakatan. Nilai-nilai judisial menurut Wahyudi Kumorotomo adalah penguasaan urusan publik yang mewajibkan pejabat publik beker- ja sesuai dengan keinginan publik. Peraturan-peraturan institusi peme rintah terhadap pelaksanaan urusan-urusan publik harus berakar pada hukum, pejabat- pejabat publik harus menyadari bahwa tidak semua kasus kongkrit termuat dalam pasal hukum. Dan yang terakhir merupakan hal yang imperatif adalah pejabat publik harus bertanggung jawab terha dap keputusan-keputusan yang berdasarkan prefensi dan wawas annya. Dalam hal ini tanggung jawab menyangkut prefensi untuk melaksanakan sesuatu (action) atau tidak melakukan (inaction). Namun biar setebal dan se hitam apapun asap yang keluar dari knalpot kenderaan-kende raan itu, tak pernah ada tindakan dan perhatian dari pihak terkait. Sehingga orang semakin tak per duli lagi dengan kelestarian ling kungan. Kurang diketahui apa sebabnya kurangnya perhatian terhadap pen cemaran tersebut. Padahal Peme rintah lewat Menteri Lingkungan Hidup tak hentinya menyarankan menjaga lingkungan hidup. Biar pun sudah ada undang-undang terhadap pelanggar/pencemar Ketika hal-hal tersebut di atas dilanggar atau malah tidak dilak sanakan maka akan memberikan effect (efek samping) bagi pem bangunan. Kesalahan-kesalahan yang sekecil apapun akan dapat membuat development disaster (bencana pembangunan) yang dapat berakibat fatal bagi ber langsungnya sebuah pemerin- tahan dan sebuah negara. Oleh karena itu responsibility dari pejabat pemerintah benar- benar diharapkan untuk meng hindari development disaster. Per- tanggung jawaban tersebut dapat didasarkan kepada regulasi yang berlaku di sebuah negara ataupun berdasarkan tanaman moral yang berlaku dalam masyarakat. Budaya Mundur adalah salah satu pertanggung jawaban yang ditunjukan berdasarkan tatanan moral yang ada. Budaya ini dimulai ketika seorang pejabat pemerintah telah melakukan ke salahan dan kegagalan dalam melaksanakan tugasnya, maka akan memunculkan perasaan "malu" terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan, yang kemu- dian dilanjutkan dengan usaha untuk memberikan kesempatan dan peluang kepada orang lai un-- tuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam jabatan pada sata itu, yang memungkinkan adanya inspirasi-inspirasi baru maupun cara yang lebih efektif dalam me nyelesaikan permasalahan yang ada. Budaya mundur merupakan Terjadinya kasus pelecehan kepada profesi pengacara, sebe- narnya bukan baru sekal ini saja muncul. Dalam wajahnya yang lain, kasus senada juga pernah ungkungan hidup, namun tidak pernah ada tindakan bagi pelang garnya. Buktinya mana pernah kita dengar ada pengendara yang asapnya tebal dihukum. wahannya. Keadaan. stagnasi tanpa dina mika merupakan hal yang wajar apabila dalam suatu institusi tidak terdapat kritik yang membangun serta lkoreksi terhadap penyalah gunaan maupun kegagalan pe mimpin dalam melaksanakan tu gasnya. Malah dengan berpegang an pada prinsip etika Jawa tersebut kritik dan protes di abaikan oleh seorang pemimpin. Apabila ia menganggap dirinya masih mampu untuk melaksana kan tugasnya, boleh dikatakan kritik merupakan "bunga-bunga" yang dapat diacuhkan dengan Kenapa Pengacara Dilecehkan? (Belajar dari Kasus Syahruzal Yusuf, SH) Semestinya kenderaan-kende raan yang mencemarkan lingkung an seperti beca bermesin dan mobil solar yang mengeluarkan asap tebal dan hitam ditindak sesuai dengan hukum yang sudah ada. Jika tidak dari sekarang dilaku kan, dikhawatirkan beberapa tahun mendatang, Medan akan menjadi salah satu kota terkotor udaranya. Kalau sudah begitu jadi nya jangan harapkan para turis mancanegara akan mau berkun- jung ke kota Medan. ANALISA Kita tahu, bahwa para turis asing paling menjaga masalah kebersihan lingkungan dan ke sehatan. Dan mereka berpergian ke negara-negara lain pun hanya karena ingin mencari suasana dan udara/lingkungan yang nyaman. Karena itu, beca-beca bermesin yang ada sekarang andaikan ingin dipertahankan karena "khas" nya, sewajarnya kenderaan ber mesin penarik becanya harus yang memenuhi syarat yaitu tidak me ngeluarkan asap banyak dan tebal seperti sekarang ini. A. RAHMAN ALWI JI. Sampali Medan upaya melakukan instrospeksi terhadap diri pejabat yang seka ligus menyadari keterbatasannya sebagai abdi masyarakat. Kebiasaan mundur dalam peme rintahan terutama pada masa orde baru hampir tidak pernah dilaku kan. Hal ini berkaitan dengan kultur yang dominan dalam sistem pemerintahan Indonesia. ETIKA JAWA Budaya Jawa sangat mempenga ruhi budaya sistem pemerintahan dengan prinsip-prinsip yang meng utamakan keharmonisan. Menu rut Hildred Geertz ada dua kaidah yang paling menentukan pola per gaulan dalam masyarakat Jawa, prinsip tersebut adalah : Pertama: Prinsip kerukunan, bertujuan untuk mempertahan kan masyarakat dalam keadaan harmonis, rukun tanpa perselisih an dan pertentangan, bersatu dalam maksud untuk saling mem bantu, sebagai cara bertindak kerukunan menuntut agar indivi du bersedia untuk menomordua kan bahkan kalau perlu untuk me lepaskan kepentingan-kepen tingan pribadi. Kedua: Prinsip hormat yang menyatakan bahwa setiap orang dalam cara bicara dan membawa diri harus selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan ke dudukannya. Prinsip hormat ini berdasarkan pendapat, bahwa semua hubungan dalam masyara kat teratur secara hierarkis. Mereka yang berkedudukan lebih tinggi harus diberi hormat, sedangkan sikap yang tepat terhadap mereka yang berkedudukan lebih rendah adalah sikap kebapakan atau ke- ibuan dan rasa tanggungjawab. Prinsip lain yang menarik dari budaya Jawa adalah mengenai penguasa yang menyimpang. Se orang yang melakukan kesalahan dengan menggunakan kekuasaan nya dengan menuruti hawa nafsu, mengumpulkan kekayaan dan mencari hidup yang nikmat dengan menindas grass root level dengan berlaku sewenang-wenang menurut etika Jawa akan menga lami keruntuhannya sendiri, bahaya terbesar bagi kedudukan penguasa tidak datang dari luar melainkan dari batin penguasa sendiri. Kekuatan-kekuatan dari luar tidak dapat melakukan apa-apa selama penguasa tersebut dapat memusatkan segala energi kosmis dalam dirinya sendiri, tetapi ia akan kehilangan kemampuannya Oleh Emil W. Aulia ada. Masih segar dalam ingatan kita tentang penangkapan penga- cara Muhammad Amin JAR di pertengahan Juni 1997 lalu usai memenangkan gugatan pra-per- adilan melawan Polda Metro Jaya di Pengadilan Negeri Jakar- ta Selatan. Saat itu sejumlah pe- ngacara muda di Jakarta mem- bentuk wadah advokasi dan memprotes keras perlakuan apa- rat keamanan terhadap rekan se- profesi mereka itu dengan men- datangi Komnas HAM. Aksi solidaritas dan protes yang bermunculan terhadap ka- sus-kasus pelecehan pada pe- ngacara itu tentunya beralasan. Sebagai sebuah negara hukum, di Indonesia ini setiap perbuatan anggota masyarakatnya harus berdasarkan hukum. Kaidah untuk selalu memen tingkan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi mem punyai konotasi negatif, sering hak-hak perorangan dilanggar tanpa dapat membela haknya ter sebut. Konflik diusahakan agar tidak berlangsung dalam sebuah instansi, sehingga akan tercapai keharmonisan. Prinsip-prinsip tersebut secara sadar atau tidak sadar telah terpatri dalam diri seorang pejabat pemerintah. Adalah suatu hal yang hampir mustahil untuk menggunakan budaya mundur apabila melihat prinsip-prinsip etika Jawa an sich. Budaya mundur memerlukan ke kuatan eksternal untuk memberi kan dorongan yang bersifat koreksi dari bawahan atau grass root level, disamping perlu adanya kekuatah internal berupa kesa daran pribadi. Apabila prinsip wait and see yang ada pada etika Jawa diprak tekan, dimana keruntuhan atau jatuhnya seseorang dari jabatan nya akibat hilangnya kekuatan batinnya, prinsip ini tidak men- dorong dapatnya atasan dikritik dan protes, malah memiliki kecen derungan untuk mempertahankan jabatannya dan terus melakukan abuse of power. Sehingga perka- taan "mundur" tidak terdapat dalam kamus prinsip ini, atau dengan kata lain "mundur" adalah suatu pekerjaan yang hina yang tidak menggambarkan pe mimpin yang bisa mengayomi dan bertanggung jawab terhadap ba BELUM MENYELURUH Pendapat penulis tentang hal diatas didasarkan pada pencerma- tan bahwa bila menyimak perha- tian hukum yang diberikan nega- ra pada profesi pengacara dian- tara profesi penegak hukum lain- nya, terasa ada tumbuh gejala "anak tiri dan anak kandung". Dalam kata lain, dibandingkan dengan keberadaan Polisi, Hakim dan Jaksa, keberadaan Pengaca- ra belumlah mendapat perlindu- ngan hukum yang menyeluruh (komprehensif). Untuk tiga jenis profesi yang disebut pertama, kehadiran mere- ka dalam dunia hukum Indone- sia telah diatur dalam undang- undang. Sementara. eksistensi pengacara sebagai salah satu pi- lar penegakan hukum di tengah- tengah masyarakat hanya diatur melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman RI yang dibuat berdasarkan pasal 36 dari UU No. 14 Tahun 1985. Disana (hanya) disebutkan tentang peri- hal pengawasan atas Penasehat Hukum (pengacara) dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Peme rintah. Situasi dan status hukum yang demikian jelas belum maksimal. Perlindungan hukum yang dibe- rikan kepada profesi pengacara belum cukup. Persoalannya, bi- la kita merujuk pada Pasal 1 bu- tir 3 dari UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHP, dikatakan "Se- orang Penasehat Hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh undang- undang untuk memberikan ban- tuan hukum". Secara yuridis formal, ini me- rupakan konsekwensi logis dari Pasal 27 UUD 1945 yang menye- but bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum. Bila ada orang yang ber- hukum maka ia wajib dihukum. salah atau melanggar ketentuan Tidak ada seorang pun di Indo- nesia ini yang kebal hukum. Indikasi lain, derasnya keca- man dari rekan-rekan seprofesi Syahruzal Yusuf, SH atau pada kasus Muhammad Amin JAR ter- sebut menunjukkan pula bahwa dalam wacana "Catur Wangsa" yang kita punya, belum berada dalam wilayah komunikasi yang sehat. Keberadaan Pengacara ber- sama Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim berikut pegawai maupun pejabat lainnya dijajaran peradilanjutnya juga dipersulit lagi de- lan yang secara bersama-sama memanggul tugas penegakan hu- kum dan keadilan di masyarakat, Situasi hukum yang mengatur keberadaan profesi Pengacara se- belum berada dalam lalu lintas komunikasi profesi yang bersifat partnership. ngan masuknya "intervensi ke- kuasaan" yang tidak luwes. Seba- gai contoh, seorang pengacara yang telah dilantik oleh Menteri Kehakiman (Menkeh), bila ingin berpraktek di pengadilan harus- lah mendapat surat izin yang di- keluarkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi (PT). Ada muncul kesan, seolah-olah posisi dan kedudukan Ketua PT lebih tinggi dari kedu- dukan Menkeh. Dan adalah menjadi amat iro- nis tentunya bila "status" dari profesi pengacara hanya diatur sedemikian saja. Padahal, secara tersirat, dari UU di atas, keber- adaan Pengacara (Penasehat Hu- kum) perlu secara transparan di- deskripsikan dalam sebuah wadah perundang-undangan yang me- ngatur kehadiran mereka secara lebih rinci dan jelas. Akibat dari situasi seperti ini, batasan menge- nai hak, kewajiban, kedudukan pengacara dan hal-hal lainnya menjadi tidak jelas. Masih kabur.. KEADAAN SAYA SEDANG PAYAH.. BISA BANTU SAYA PINJAMI UANG, BANG? Perbedaan terminologi anta- ra pengacara (advokat) dengan pengacara praktek juga tidak be- rada dalam definisi operasional yang jelas. Perbedaan ini terlihat dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI No.8 Tahun 1987 yang menyebutkan, "Penga- cara (advokat) diangkat oleh Menteri Kehakiman dan atas da- sar itu memperoleh izin melaku- kan kegiatan praktek hukum di- mana pun". Kenyataan di lapangan, pe- begitu saja tanpa harus di tang- gapi secara serius, sehingga mengakibatkan kekuatan ekster- nal diabaikan, yang merupakan syarat mutlak bagi terlaksananya budaya mundur. * KODE ETIK Walaupun Budaya Mundur tidak tergambar secara eksplisit maupun implisit dalam pemerin- tahan kita yang notabene diwarnai oleh etika Jawa, akan tetapi budaya mundur tersebut tidak hanya berada pada pelataran moral sa- ja, melainkan dapat di konkret kan melalui regulasi pada suatu negara. Terutama bila di lihat dari kode etik yang mengatur pejabat pemerintahan, hal ini bisa men- jadi sarana untuk mendukung tu- juan organisasi dengan memberi kan batasan-batasan tertentu kepada orang-orang yang berada dalam sebuah organisasi, sehing ga akan memunculkan aktifitas dan prilaku yang baik. Dengan adanya kode etik yang merupakan batasan hak dan ke ngacara praktek diangkat oleh Ketua Pengadilan Tinggi setem- pat dan atas dasar itu mempero- leh izin melakukan praktek dalam wilayah/daerah hukum Pengadil- an Tinggi Tersebut. Kembali pada kasus pemu- kulan atas diri pengacara Syahru- zal Yusuf, SH yang dikedepankan dalam tulisan ini, kiranya kasus ini menjadi bahan renungan bagi insan-insan penegak hukum un- tuk senantiasa mampu mengenda- ?) likan diri dan saling menghargai profesi. Peneguhan kembali nilai- nilai yang dikandung dalam kon- sep "Catur Wangsa" tentunya menjadi parameter bersama yang representatif bagi mereka dalam bersikap dan bertata laku. Kehadiran Jaksa, Polisi, Ha- kim dan Pengacara berikut elemen-elemen peradilan lainnya seperti jajaran Panitera, Juru Sita, atau pegawai dan pejabat di bi- dang hukum dan peradilan lain- nya hendaknya saling berada da- lam pemahaman bahwa keduduk- 'GAK TERBALIK NIH ? ⒸWIWID -97. wajiban pejabat pemerintahan, maka apabila dilanggar harus di berikan sanksi yang memberat kan kepada yang bersalah. Memang di Indonesia kode etik pegawai negeri yang termaktub dalam Sapta Prasetya Korps, hanya memberikan sanksi moral kepada pelanggarnya. Ada baiknya kode etik tersebut disem buah regulasi sebagai perangkat purnakan dengan membuat se operasionalnya yang salah satu pointnya adalah kewajiban "mun- dur" bagi seorang pejabat pemerintah yang telah gagal dalam melaksanakan tugasnya. Suatu hal yang simultan ketika regulasi yang dibuat harus dibarengi juga dengan kesadaran pribadi yang mempunyai prinsip "budaya malu" apabila menga lami kegagalan dan mengembang kan "budaya kritik", yang salah satu alternatif dari tanggapan terhadap kritik tersebut adalah mundur dari jabatan yang didu dukinya. Tanpa kesadaran yang Artinya, beratnya beban mo- ral profesi yang ditangani yakni berupa menegakkan hukum dan keadilan di tengah masyarakat, semestinya mampu bergerak sa- ling bahu membahu dalam meka- nisme kerja yang sinergis, sportif, terbuka, apresiatif dan akomoda- tif. Ada korelasi yang amat kuat dan serentak bila sinergi kerja yang tertata baik dan harmonis antara masing-masing profesi ini utuk mendukung akselarasi pene- gakan amanat pentingnya pene- gakan hukum dan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Hal ini berlaku di tingkat mobilitas mana saja. 0 0 0 PENGAMAT ekonomi Anuge rah Pekerti PhD mengatakan, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi ke senjangan sosial adalah melaku kan pemerataan peluang belajar yang bermutu bagi seluruh masyarakat. 11 Pernyataan itu dikemukakan Anugerah yang juga salah satu pengajar di LPPM pada dialog nasional tentang Pri-Nonpri dalam perspektif integrasi sosial dan pemerataan pembangunan, di Jakarta, Selasa (28/10). Menurut dia, dengan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang tinggi secara merata, kesen- jangan sosial yang hingga kini masih dirasakan (pri dan nonpri), lambat laun akan berkurang kare na semua orang, baik nonpri maupun pri, mempunyai kemam- puan yang sama untuk berkompe tisi. - an atau profesi yang berbeda ter-Hal ini per sebut hendaknya dilihat dan dipa- hami dalam kerangka mitra atau partner dalam menegakkan idea- lita kebenaran dan keadilan di masyarakat. Bukan malahan me- lihat kehadiran profesi lainnya se- bagai saingan apalagi ancaman. Halaman 4 dibangun seperti ini maka akan muspralah regulasi yang dibuat. PENUTUP Abad ke-21 sudah didepan mata, pemerintah mempunyai peranan yang penting dalam menentukan arah dan langkah In donesia dalam menempuh abad itu dengan langkah pasti. Sehing ga untuk memainkan peran terse but harus terbentuk pemerintahan yang ideal yang mementingkan ke efisienan dan keefektifan dalam melakukan pekerjaannya, serta menumbuhkan transparansi da lam melakukan aktifitasnya. Tak kalah pentingnya pejabat pemerintah harus dapat diayomi oleh masyarakat luas dengan selalu menumbuhkembangkan bu daya-budaya yang positif dalam kelangsungan pemerintahan negara tercinta ini. Tanpa budaya positif dalam tubuh pemerin- tahan, merupakan sebuah "mis- sion impossible" membentuk ne gar yang survive dengan arus era globalisasi. TIDAK KOMPAK Di luar perhatian hukum yang diberikan negara pada pengacara yang termasuk minim tersebut hingga membuat posisi pengaca- ra menjadi sulit, kendala berikut- nya juga muncul dari dalam diri pengacara itu sendiri. Kita meli- hat, institusi profesi yang meng- organisir para pengacara kita ti- dak berada dalam satu payung in- duk organisasi. Para pengacara kita tersebar dan terpecah-pecah dalam pelbagai wadah seperti Ika- tan Advokat Indonesia (IKA- DIN), Asosiasi Advokat Indone- Bias lain, utamanya mengenai pentingnya perlindungan yang le- bih menyeluruh bagi profesi pe- ngacara, penting pula kiranya kum Indonesia (IPHI), dan Per- satuan Advokat Indonesia (PERADIN) Hal ini tentunya bisa bermak- na negatif. Satu siratan, para pe- ngacara kita secara institusional bisa dikatakan belum kompak. Akibatnya, tentu situasi ini tidak kondusif bagi mereka. Dalam hal membuat suatu keputusan bersa- ma misalnya, nada yang muncul sia (AAI), Ikatan Penasehat Hu- pembahasan mengenai pemben- tukan Undang-Undang Kepenga- caraan mendesak untuk dilaksa- nakan. Ada harapan yang digan- tungkan pada pemerintah untuk menelurkan political will-nya de- ngan mengagendakan isu penting- nya perlindungan hukum bagi pengacara disusun dalam satu ta- ta hukum (undang-undang) yang jelas dan kuat. bisa jadi saling berbeda dan sulit Peluang Belajar dapat Atasi menemukan kata sepakat. Maka- nya, tidaklah heran kalau kita Kesenjangan Sosial masih ingat "kasus Horison" be- berapa tahun yang lalu saat ma- na para pengacara kita saling ba- ku hantam dengan sesamanya. Benar adanya bahwa konsti- tusi mensahkan setiap warganya untuk menggalang diri atau ber organisasi. Namun demikian adalah lebih baik tentunya bila menyangkut profesi kepengaca- raan, para pengacara berada da- lam satu panji induk profesi. MITRA BAGI PROFESI LAINNYA Hal ini penting, karena ada- nya hukum yang dengan jelas mengatur tentang eksistensi para pengacara dihadapan profesi- profesi lain (khususnya pada pro- fesi di bidang hukum), akan me- nguatkan profesi pengacara terse- but untuk mampu lebih maksimal memainkan peran dan fungsinya di tengah-tengah masyarakat yang memakai jasa mereka untuk mencari keadilan. Harapan berikutnya dituju- kan pula kepada organisasi- organisasi yang menghimpun "warga" pengacara untuk senan- tiasa memiliki solidaritas profesi yang militan yang ditampilkan dengan menguatkan aksi membe- ri masukan (in-put) kepada lembaga-lembaga terkait dengan diri mereka serta saluran-saluran opini yang ada untuk membela "marwah profesi". Hal ini hanya bisa ada apabila para pengacara secara bersama-sama bergerak dalam kesatuan langkah yang se- rentak dan kompak melakukan langkah pembelaan terhadap kasus-kasus pelecehan yang me- nimpa rekan-rekan seprofesinya. Kita berharap, kasus "Jum'at Kelabu" yang berupa pelecehan terhadap profesi pengacara itu ti- dak lagi terjadi lain hari. Disam- ping itu, tindak lanjut dari pele- cehan yang dilakukan oleh ok- num Panitera Hukum PT Sumut, menjadi mendesak pula untuk di- selesaikan menurut ketentuan hu- kum kita yang berlaku. *** telekomunikasi, kemungkinan un- tuk menawarkan kesempatan bela jar bermutu yang terjangkau rakyat banyak bisa diwujudkan," katanya. Tentang integrasi sosial (antara nonpri dan pri) yang telah terjalin saat ini, Anugerah menyatakan, hal itu sangat terkait dengan adanya kekuatan penyatu yang dimiliki bangsa Indonesia. Kekuatan yang menyatukan itu, yakni Sumpah Pemuda yang berisi tentang komitmen untuk hidup sebagai satu bangsa. Sum- pah Pemuda punya makna yang luar biasa bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Tekad yang telah diucapkan 69 tahun yang lalu itu, telah menjadi panduan perjuang an. jadi kesadaran kolektif yang Sumpah Pemuda telah men- implisit sebagai pemersatu dalam kehidupan berbangsa dan bernega ra, tegasnya. Dalam makalahnya berjudul "Orang Indonesia Keturunan Selain itu, kekuatan penyatu Cina dan Persatuan Bangsa" yang yang utama adalah Pancasila. disampaikan pada dialog tersebut, Filsafat negara ini mampu ber- Anugerah menatakan, integrasi tahan dalam kancah perang sosial akan terpacu kalau ada cita- idiologi besar di dunia selama cita dan visi transenden yang bisa masa perang dingin. dihayati bersama, dan kaum yang tertinggal diberi kesempatan bela- jar untuk mengubah nasibnya. "Pancasila telah terbukti men- jadi landasan pemersatu bagi orang yang beragam agama, budaya dan latar belakang ketu runannya," kata Anugerah. (Ant) "Sekarang ini dengan kema- juan teknologi informasi dan
