Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Suara Karya
Tipe: Koran
Tanggal: 1980-01-12
Halaman: 04

Konten


SUARA KARYA - HALAMAN IV Pinjam tanpa permisi NAMANYA Tasman. la anak paling besar di kelas enam. Tapi paling bodoh. Kesukaannya mengganggu a- nak-anak perempuan. Ada kalanya mengambil pensil atau stip. Acapkali anak perempuan mengalami kesu- litan kalau hendak menulis, karena tiba-tiba saja pensilnya hilang. Ketika itu pelajaran dikte, Pak guru mulai mengucapkan kata-kata yang harus ditulis oleh anak anak. "Sebentar. Tunggu dulu, pak "terdengar seorang anak perempuan berteriak, "Kenapa Susi?" tegur pak guru kurang senang. "Pensil saya hilang, pak". "Tadi kau taruh di mana?" tanya pak guru lagi. "Di tas, pak". "Kok bisa hilang?. Musta- hil". "Mungkin ketinggalan di rumah, Sus "kata anak yang lain, "Tidak. Saya ingat betul. Tadi pagi memeriksa tas saya. Tadi juga saya pakai waktu mencatat pelajaran ilmu ha- yat", jawab Susi, "Pasti ada yang mencuri, "kata anak yang lain lagi. Tiba-tiba semua mata tertuju pada Tasman. Anak paling besar itu tenang-tenang saja. Tersenyum-senyum. Kejadian itu samasekali tak menarik perhatiannya. Pak guru heran. "Mengapa kalian melihat Tasman?" tanyanya. "Tasman pernah mencuri stip saya, pak "jawab Nuri. "Pena saya juga pernah dipinjamnya tanpa permisi, pak "kata Narti pula. Pak guru tersenyum. "Ah, pinjam tanpa permisi sama dengan mencuri bu- kan?" tanyanya. "Tidak, pak" Tasman menyanggah, "Apa bedanya?" tanya pak guru pula. "Pinjam, meskipun tanpa permisi tapi dikembalikan lagi. Tapi kalau mencuri untuk dimiliki sendiri", Tas- man menjelaskan, Kembali pak guru terse- nyum, Tapi matanya dengan tajam menatap Tasman. Kata- nya: "Sekarang pensil Susi hilang. Semua anak menuduh- mu. Apa jawabmu seka- rang?" No Tasman terdiam sebentar. la ragu-ragu. "Kalau saya yang mencuri bagaimana, pak?"tanyanya. Pak guru jadi gemas. Tapi tetap sabar, "Mana pensilnya?" tanya- nya lagi. "Tapi saya jangan dihu- kum ya, pak?". Pak guru melotot. "Mana pensilnya?" tanya- nya dengan suara keras. la ketakutan. Tasman segera menundukkan kepala- nya, "Saya tidak mencuri pen- sil itu, pak "katanya dengan suara gemetar. "Bohong, "pak guru men- desak. "Demi Allah. Saya tidak mencurinya. Saya ....... "Aku tidak percaya, "pak guru memotong" hayo ke- luarkan tasmu. Biar kuperik- sa". Oleh: Jubaidi Pribadi Tasman makin ketakutan, Ia memegangi tasnya kuat- kuat. "Saya ...... saya cuma meminjamnya, pak "katanya. Hampir saja isi kelas itu meledak oleh suara tawa. Anak-anak jadi geli melihat sikap Tasman. Tapi mereka menahan diri sekuat tenaga. Takut kalau-kalau dimarahi pak guru. "Keluarkan pensilnya, Ha- yo kembalikan kepada yang berhak", pak guru menghar- dik. Tasman segera mengeluar- kannya. Dengan tangan geme- tar ia menyerahkan pensil itu kepada pak guru, "Betulkah ini pensilmu, Susi?" tanya pak guru sambil menatap Susi. "Benar, pak. Itulah pensil saya", jawab Susi dengan girang. "Nih, ambillah". Susi menerima pensil itu. Pak guru menatap Tasman dengan tajamnya. "Alangkah enaknya jadi pencuri kalau bisa berdalih pinjam jika ketahuan, "kata- nya. "Bagaimanapun mak- sudnya, seseorang yang pin- jam tanpa permisi dapat digolongkan sebagai pencuri. Jangan sekali-sekali lagi kau melakukan perbuatan, Tas- man". "Tapi, pak, saya cuma meminjamnya. Dan saya su- dah mengembalikannya", Tasman membantah, "Tidak, Kalau tidak di- paksa, kau pasti tidak me- ngembalikannya". "Saya berani sumpah pak. Saya cuma main-main". "Mana bisa?" INDONESIA DENGAN TA NAH YANG TERBENTANG LUAS MENGHAMPAR, "Benar, pak. Saya me- mang sering melakukan hal itu. Tapi cuma bergurau. Kalau saya sudah puas, maka saya kembalikan lagi. Tanya- kan saja kepada Narti dan Nuri". Pak guru menggeleng-ge- lengkan kepala. WIJI WIDAYAT (ASAL MULA PADIJ ALANGKAH BAHAGIA NYA KITA PAK: 86 KARANG KITA TIDAK PERNAH KELAPARAN LAGI SETELAH ADA POHON YANG KITA DAPAT DARI DEVA, AKAN KAU NAMAKAN APA POHON ITU PAK? DISANA-SINI TERLIHAT TANAMAN PADI YANG SUBUR TUMBUH DENGAN SUBURNYA. ITULAH SALAH SATU LOGENDE TENTANG ASAL USUL MULA PADI, SENIAN "Lama-lama kau ingin memilikinya. Ingat, perbuat- an itu pada mulanya hanya bergurau. Tapi nanti kau punya anggapan lain, Dan kau senang melakukannya, Kau harus dihukum, "katanya. "Jangan, pak". "Tidak, Kemari kau. Ber- diri di situ, "kata pak guru dengan tegas. Telunjuknya AGAKNYA Pia Ratnawati mempunyai hobi lain dari anak anak lainnya seusia dia. Demikianpun cita-citanya. Ketika masih berumur 6 tahun dia sudah menyatakan ingin meneruskan studi nanti- nya di bagian arkeologi (ilmu purbakala) dan sekarang ini senang mengumpulkan batu- batuan, pecahan keramik dan benda purbakala lainnya. PIA RATNAWATI, kela- hiran Gladbeck (Jerman) 14 tahun yang lalu, kini telah duduk di kelas 2 SMP Tarakanita II Pluit Jakarta Utara. Dia memiliki koleksi ratus an pecahan keramik/batu- batuan yang dikumpulkan sejak dua tahun terakhir ini dari berbagai tempat berse- jarah/rekreasi lainnya di da- erah Jawa dan Bali. Benda itu disimpan rapi dalam lemari bajunya dan mencatat pula sedikit kete- rangan tentang benda ter- sebut. Sebagai contoh: pecah- an porselin dari Jakarta Utara, di halaman Museum Bahari tgl. 16 April 1979, dinasti Ming abad 17 dengan membuat juga gambar dari benda tersebut dan seterus- nya. Atas pertanyaan "Suara Karya", Pia menjelaskan keterangan tentang benda ini ditanyakan pada Pak Abu Ridhoi, Kurator keramik di Museum Pusat. Apa yang menyebabkan Pia senang dan tertarik akan arkeologi ini, secara spontan dijawab: "sayang sekali kalau peninggalan sejarah ini rusak, maka harus dipelihara". Dia mengetahuinya, ka- rena banyak membaca buku tentang benda tersebut, di samping ibunya sendiri ahli Pia Ratnawati punya hobi mengoleksi benda purbakala GUBAHAN: ceritera rakyat banyumas Gotri s DARI HARI-KEHARI TUMBUH AN MENJADI BESAR. BAH KAN BERBUAH. LAMA KE LAMAAN BUAHNYA MG- NGUNING AKHIRNYA DIPETIKNYA - LAH BUAH ITU OLEH PAK TANI. menunjuk satu arah. Di pojok sebelah kanan ruangan itu. Di sela-sela meja tulis pak guru. Dengan kecewa, Tasman akhirnya menurut. Hatinya mengumpat umpat. Tak di- sangkanya bahwa perbuatan itu akan berakibat seperti ini. Tapi ia tak menyalahkan siapa-siapa. MM..YA! SEBAIKNYA KITA NAMAI SAJA POHON ITU DENGAN NAMA POHON PADI. "Kalau kau melakukannya dua kali lagi, kau akan dikeluarkan dari sekolah ini, "kata pak guru lagi. "Ingat, SPORTS (foto: SK/SD). PIA RATNAWATI di rumahnya. arkeologi/permuseuman. Bu- ku yang banyak dibaca terutama tentang benda pur- bakala Mesir Kuno, sehingga dia sudah kenal betul. Namun dia menilai hasil kebudayaan di sini (Indonesia) juga bagus ketika pernah menemukan benda keramik di Pantai Jepara. Kalau ibunya menyelidiki benda purbakala Pia sering ikut seperti di Pulau Seribu dan bertemu besi tua, lalau dibawa pulang untuk dipela- jari lebih lanjut. Dia juga telah mengunjungi museum- museum dan tempat berse- jarah lainnya seperti Museum Bahari, Balai Seni Rupa, Museum Wayang, Museum ACARA untuk anak-anak SANDIWARA "BAROK" INGIN JADI RAJA" Grup teater anak-anak "PANDAWA" akan memen- taskan sandiwara anak-anak "BAROK INGIN JADI RA- JA" Sabtu ini pk. 5 sore dan Mingu 13 Januari 1980 pk. 10.00 di Teater Tertutup. Sandiwara ini disutradarai oleh Lena Simanjuntak de- Setelah semuanya makan pagi, Tirtani pun minta pamit pada kakeknya. Mata kakek seperti tidak mengijinkan ke- pergiannya. Tati Tirtani tetap saja mengharap. "Kau tidak pernah pergi jauh jauh selama ini. Andaika- ta engkau tersesat, siapa yang akan menolongmu didalam hutan yang sepi ini?..." kata .Kakek. Kekhawatiran kakek sangat beralasan. Ia sebenarnya tidak tega melepaskan Tirtani ber- jalan-jalan jauh. "Saya tak akan jauh-jauh pergi, Kek. Lagi pula aku ditemani burung merpati ini. Ia akan menunjukkan jalan kalau saya tersesat, kek.. " "Baiklah, kakek mengijinkan- mu pergi. Hati-hatilah dijalan. Jangan engkau terlalu jauh meninggalkan hutan ini. "ka- ta kakek. Lalu merogoh isi kantung yang terselip diping- gangnya. Tirtani terbelalak matanya ketika melihat apa. yang keluar dari dalam kan- tung itu, Kakek mengeluar- kan sebuah gelang perak yang bagus sekali. "Apa itu, kek?" tanya Tirta- ni. << "Ini adalah gelang perakmu. Pakailah ini. Barangkali eng- kau akan membutuhkan ba- rang ini di jalan. Pakailah. kakek menarik tangan kiri Tirtani untuk memakaikan gelang perak itu. Pas dengan tangannya. Dan indah sekali. Ada gambar bunga bunga dan burung dalam ukiran di ge- lang itu. kau tak boleh mengulanginya lagi". "Bagus sekali, kek. Terima kasih, kek. ." kata Tirtani sambil terus memperhatikan benda indah yang melingkar dipergelangan tangannya. "Pergilah bersama doa kakek. Semoga engkau selamat di jalan..." kata kakek sambil mencium ubun-ubun gadis itu Gadis itu memeluknya de- ngan sayang sekali. Ia seperti sedih. Lalu tak Sadar Tirtani menangis. Ia terharu. Seakan ia tak akan berjumpa lagi Tasman mengangguk. Ka- kinya mulai kesemutan. "Sampai tua...." terde. ngar seorang anak berteriak, "Cihuuuuy sampai pagi ***** Tasman memaki-maki da- lam hati. Pak guru mengangkat tangannya. Pelajaran diterus- kan. ***** Mandala, Museum Pusat, Museum Monas demikian juga sewaktu kecil pernah ke Museum Konggo di Brusel. Menurut keterangan ibu Pia, Ny. Anne Handoyo, dari kecil Pia senang mengorek batu-batuan, mencari benda di pasir putih dan sangat senang bermain di alam bebas. Waktu kecil tinggal di Brusel dan Jerman Pia sering ngeluyur dengan sepeda ka- dang-kadang bersama anjing ke rumah-rumah tetangga dan sore baru pulang. Sewaktu dibawa jalan- jalan ke Candi Prambanan, bukan candinya yang dilihat, tetapi mengamati reruntuhan batu-batu candi yang ada di sekitar tempat tersebut. Dia bertanya "mama kenapa batu ini belah, ada garisnya, kenapa warnanya begini dan sebagainya?". Memang sejak umur 5 tahun, Pia sudah tertarik pada fosil", tambah Ny. Anne. PIAGAM PENGHARGAAN. Disamping hobi mengolek- si benda keramik, Pia senang melukis dan kini belajar pada pelukis ABDUL RACHMAN yang datang sekali seminggu di rumah Pia, Jl. Putra Kencana No. 39 Pluit. Baru-baru ini dalam lomba lukis anak anak yang diada- kan oleh PUTRI (Perhimpun- an Taman Rekreasi Indo- ngan penata musik Franki Raden dan para pemain antara lain Budi, Lany, Dwi, Opi, Dessy, Fitra, Dina, Yanti, Rika, Nina, Unggul dan Sakur. Dalam cita-citanya ingin jadi raja, Barok belajar bersilat, tetapi kekuatan itu saja belum cukup. Dia juga memiliki ilmu pengetahuan, juga belum cukup untuk jadi raja. Demikian juga kekayaan belum cukup syarat untuk jadi raja, sebab Barok harus bisa lagi menaklukkan gempa bumi yang melanda negeri- nya. (S.8). MERCON INI PASTI KERAS BUNYINYA eska kecil llllllllllllllllll eeeeeeeeeeeeeeeee nesia) dalam perayaan Tahun Internasional Anak anak 1979, Pia mengikut sertakan 3 lukisannya. Dari 3000 peserta dengan 5000 karya yang masuk, Pia mendapat juara Harapan untuk tingkat SLP. Waktu kecil semasih di TK di Brusel, Pia pernah menang dalam lomba gambar. Selain itu Pia kini berlatih tari Bali pada I MADE PERSUA dari sanggar Maya- sari yang seminggu sekali datang ke tempatnya. Pia Ratnawati yang sudah mene- tap di Indonesia sejak 7 tahun yang lalu sangat tertarik sekali dengan tari tradisional terutama tari Bali dan bukan tari modern seperti balet. Tirtani masih menangis ke- tika kakek menyuruhnya per- gi pada pagi itu juga. Putih diam saja. Jambul perlahan- lahan menyanyi. Tompel, kan cil yang periang itu sudah mendahului menangis. Si Ku- mis dan si Coklat membun- tuti dibelakang Tirtani. Lang- kahnya perlahan lahan me. ninggalkan gubuk yang ter- pencil di tengah-tengah hu- tan. Yang telah ia diami selama sepuluh tahun itu. Sampai ia akan membelok di sebuah tikungan belukar, ma sih tampak kakek berdiri di depan pintu. Lalu melambai- kan tangannya yang kurus. Tirtani melambaikan tangan. nya pula. Binatang-binatang peliharaannya yang lain mem- buntuti dari kejauhan. "Pulanglah kalian semua. Te- mani kakekku itu...!" teriak Tirtani pada binatang bina- tang itu. Ular, kambing, babi musang dan lain-lainnya sege- ra berlari kembali ke rumah. Tak berapa lama mereka berjalan, sudah nampak mata- hari diatas pucuk pohon ran- du hutan. Sebangsa kapuk yang pohonnya tinggi dan besar sekali. Tirtani mulai merasa penat kakinya. Sedang kan teman temannya masih segar bugar sekali. Terutama si Tompel, kancil itu. Tompel berlari mendahului langkah kaki yang lainnya. Sampai si Kumis selalu marah-marah saja kalau merasa tertinggal. "Kau memang pemalas. Un- tuk berlari begini saja tidak mau. Ayo kita adu cepat. Siapa yang menang dia yang Alasan yang dikemuka- kan, karena menari lebih tinggi nilainya dari pada balet, apalagi tari tradisional. Kalau balet sifatnya Inter- nasional dan setiap orang bisa mempelajarinya, lain dengan tari tradisional. "Siapa lagi yang mau belajar tari tradisio- nal, kalau tidak orang Indonesia sendiri, kata Pia erdarah yang campuran, ayah Indonesia, ibu Jerman. Para peserta terdiri dari murid-murid SD/SMP yang tiap grup berjumlah sekitar 20-40 orang, me- mainkan instrumen de- ngan lagu wajib Melati Suci, Ibu Pertiwi, Tanah Airku, Desaku dan Bu- rung Berkicau, sedang untuk instrumen & vocal mereka bebas milih dari lagu daerah masing-ma- sing. Lihat halaman VII kol.3 CERITA BERSAMBUNG dapat hadiah.. menggoda. "Aku ikut, ya? Kita bertiga adu cepat lari. Pasti kalian kalah semua. Coklat menyombongkan diri. Mereka pun bersiap siap akan melom- pat. Setelah si Jambul me- nyemprit, barulah mereka sa- ling tubruk berlari. GELANG PERAK dengan kakeknya yang se-- menjak kecil merawat diri- nya. Ia tahu, ia adalah anak tak berayah dan beribu. Ha- nya kakeklah yang merawat- nya semenjak ia mengenal hidup ini. Putih terkekeh-kekeh me- lihat pemandangan itu. Jam- bul bersiul terus. Tirtani ha- nya tersenyum saja. "Sebentar lagi kita akan sam- pai perbatasan desa. "bisik Putih memberitahu. "Sudah cepat sekali kita berjalan. Coba kau tengok sebentar, Putih. Dimana kira kira sang Raja akan berburu. Apakah ia akan berburu pada cuaca begini?" kata Tirtani. "Baik, Tirtani. Tapi Lihatlah.....mereka sudah kembali. Kenapa mereka kem bali lagi?.." seru Putih. "Mungkin mereka telah ber- temu sang Raja, . "teriak Jambul Keriangan, sambil meloncat loncat diatas bahu kanan Tirtani. причик Tompel paling dulu sampai ke tempat mereka. Lalu disu- sul Coklat, baru Kumis me- nyusulnya. Napas mereka na- ik turun dengan cepat sekali. Tompel belum bisa melapor- kan sesuatu. Coklat apalagi. Napasnya mendengus de- ngus. Namun si Kumis de- ngan tenang mendekati Tirta- ni. Ia mengeong sebentar. Tirtani tahu apa maksudnya. "Sang Raja sedang berburu menuju kemari. Tirtani. Akan kita mulai sekarang atau nan- ti?..." tanya Kumis. "Bagaimana, Putih? Ini adalah recana yang akan kau lakukan. Aku tak tahu mak. mmmm Dia anak yang tertua dari 3 bersaudara. Selanjutnya Pia menambahkan "Siapa tahu kemungkinan bisa dikirim ke luar negeri". Kegiatan Pia nampaknya rutin, baik di sekolah maupun (2) муч DOR Oleh: Gusti Noor ." Tompel sudmu, sebenarnya..." sahut Tirtani. Putih tersenyum saja. "Baik,... Akan kukatakan apa yang telah kurencanakan. Begini..." kata Putih sambil terbang mendekati Tirtani. Tomp el, Coklat, Kumis dan Jambul mendengarkan de- ngan seksama. (foto: SK/SD). "Suasana Kota 11," karya Pia Ratnawati yang pernah memenangkan juara harapan lomba lukis dalam rangka Tahun Internasional Anak-anak 1979. di luar sekolah, seperti pramuka, olahraga renang dan juga mengikuti latihan pada grup renang di Senayan di bawah pimpinan Ibu DEWI. Hobbi yang lain juga mengarang, menterjemahkan JUARA PEKAN ANSAMBEL ANAK-ANAK DAN REMAJA BINA MUSIKA PEKAN ANSAMBEL MUSIK ANAK-ANAK DAN REMAJA BINA MUSIKA Tingkat Nasio- nal III tahun 1979, telah berlangsung tgl. 8 & 9 Januari 1980 di Istora Senayan, Jakarta. Acara ini diikuti oleh 25 propinsi se-Indonesia ke- cuali Timor Timur dan Irian Jaya. ma "Aku juga telah bermimpi, suatu malam aku bermimpi melihat Tirtani berjalan bersa- dua orang lelaki dan perempuan. Yang kumaksud adalah ayah dan ibunya. Dan ayah dan ibumu itu adalah Sang Raja dan Permaisurinya. Raja Parang Tritis adalah ayahmu, dan ibumu adalah permaisurinya. Nah, sekarang, aku akan mencoba melihat kebenarannya. Apakah mimpi ku ini menjadi kenyataan kita lihat saja sebentar lagi..." kata Putih. "Wah, kalau begitu seben- tar lagi kita akan bertemu sama Sang Raja, ayahmu itu. Dan kita akan ikut masuk istana ya?" teriak Tompel kegirangan. "Kau maunya enak terus. Kita belum selesai dan belum mulai rencana, kita.." tegur Coklat. "Sudah, sudah. Aku cuma ingin bertemu Sang Raja. Kalau begitu ini adalah tugas Tompel untuk menarik Raja kedaerah ini. Aku tak mau para pengawal melihat- ku. Aku cuma ingin bertemu dengan Raja. Apakah wajahnya sama dengan yang pernah kulihat dalam mimpi. ." kata Tirtani. "Kalau begitu Aku harus memancingnya supaya mere- ka datang kemari?" tanya Tompel. karangan dari bahasa Jerman, dan juga menulis sajak koresponden dengan sahabat "Yah, engkau pergilah sen- dirian Usahakan supaya Sang baik pena di Indonesia maupun di Luar Negeri. Malahan dari seorang sahabat SABTU, 12 JANUARI 1980 pena di Korea baru baru ini menghadiahkan sebuah karya seni ciri khas dari sana untuk Pia. Meskipun asyik dengan hobbi, namun pelajaran di sekolah selalu diutamakan, raja tertarik untuk mengejar- u kemari. Nanti aku akan mencegatnya di sini, sementa- ra itu para pengawal masih jauh dari sang Raja. . ." kata Tirtani. Tanpa diminta sekali lagi, Tompel sudah melesat jauh sekali. Ia rupanya ikut tidak sabar untuk berjumpa dengan Sang Raja. Larinya begitu cepat sekali. Sampai tibalah ia mendekati rombongan Sang Raja yang sedang berburu itu. Nampak Sang Raja di atas Kudanya. Dikelilingi oleh pa- ra pengawalnya yang siap dengan senjata di tangan masing-masing. Melihat wajah wajah yang cukup seram itu, Tompel agak merinding seka- rang. Apalagi ketika ada se- orang diantara mereka meli- hatnya. Dan berteriak kepada temannya. "Lihat! Ada buruan. Se- ekor kancil yang gemuk!" kata seorang pengawal. "Biarlah ia mendekat. Ki- ta berbuat seolah-olah tidak melihatnya. Aku akan menco- ba panah ini" ucap Sang Raja. Tompel tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Sang Raja dan pengawalnya. Ia berdiri cukup jauh dari mere- ka. Hanya bisa dipandang saja. Untuk di panah, ia masih sulit. Karena telinganya cu- kup tajam bila mendengar angin mendesing mendekati tubuhnya. Lagi pula harus orang orang yang paling ma- hir menggunakan senjata pa- nah atau tombak yang mam- pu memanah dalam jarak yang begitu jauhnya. Tompel hanya melihat, bahwa Sang Raja perlahan-lahan berjalan mendekat ke arahnya. Perla- han pula Tompel berlari-lari kecil menjauhinya. "Sungguh kurang ajar binatang itu. Ia seperti mengetahui kalau aku akan membunuhnya. gumam Sang Raja. " Tompel kini berlari men- jauh. Hal ini membuat Sang Raja penasaran. Buruan yang sudah didepan mata menjauh sedikit demi sedikit, Sementa- PLOK wowni morze. misal saja dalam belajar di rumah menurut keterangan adiknya Miryam yang duduk di kelas IV SD "kalau Pia belajar selalu minta ditest lisan oleh adiknya si Patrix (kelas VI SD) atau sama papa". Tahun 1977 y.l. ketika duduk di kelas VI Pia menerima PIAGAM PENG- HARGAAN" dari SD Taraka- nita IV Pluit sebagai peme. nang ke II dalam rangka pemilihan Bintang Pelajar di sekolahnya. Sampai duduk di bangku SMP, dia tetap merebut juara pertama namun sekarang ini sulit di pertahankan, karena sekelas dengan Bintang Pela- jar pemenang I. "Ini betul- betul saingan yang cukup berat, kata Pia. Ketika ditanya cita-cita- nya kelak, nampaknya masih bingung. Karena cita-citanya waktu kecil untuk arkelogi itu kurang disetujui ayahnya yang menganjurkan arkeologi itu boleh sebagai hobi saja. * ** Susianna Darmawi ra itu, tanpa disadari Sang Raja sudah menjauhi para pengawalnya. Hanya enam orang pengawalnya. Mereka berenam asik dengan kesena- ngannya masing-masing. Kini Raja sem kin jauh mengejar Tompel. Para Peng- awalnya sudah tak melihat- nya lagi. Sebab seekor anjing dan seekor kucing berbulu indah sedang berkelahi. Ku- cing tubuhnya lebih kecil dari pada anjing coklat itu. Na- mun kucing belang tiga itu seperti mempermainkan an- jing. Perkelahian itu seperti bercanda saja nampaknya. Pa- ra pengawal Raja menonton- nya, karena perkelahian itu cukup menarik perhatian. Tanpa mereka sadari, bahwa tugas mereka adalah mengawal sang Raja. Coklat kini mengejar si Kumis. Kumis berlari dengan ekornya melengkung dan bu- lunya berdiri semuanya. Se- bentar sebentar Kumis ber- henti, tapi Coklatpun ikut berhenti. Tangan Kumis se- perti menggapai akan menca- kar Coklat, Coklat menerima- nya seakan akan salaman saja. Para pengawal Raja tertawa melihat tontonan itu. *** nas sud th Sang Raja telah kehilangan jejak kancil. Beliau menengok ke kiri ke kanan. Barulah kini Tapi sadar. Para pengawalnya tak ada satupun yang ada di sana. Sebaliknya, tiba tiba seorang gadis kecil menuntun kancil telah berdiri di hadapannya. Mata sang Raja hampir tak berkedip melihat Tirtani. Ga- dis itu cantik sekali. kenapa gadis secantik itu berada di tengah hutan sendiri an? Hanya ditemani oleh binatang itu? Seekor merpati di bahunya dan seekor burung kutilang di atas tangannya. Sang Raja jadi terpesona menatap Tirta- ni, gadis hutan itu. "Hai, siapakah engkau? Hantu atau- kah manusia?" tanya sang Raja. (bersambung) PARO F A IT n Р k b B k 1377 K b ROT S b se EXAD I $3200 UN dya din Kot nya dari mer izin ken usal seje mer mer lah Uju Sela izin akan kan dibu usal dita i jang usal cinils dike cenc ka Tjen E mad Ersa Sela: hadi Panc dep Ujur kand migr kand dan mud Tjen bebe kung mad