Tipe: Koran
Tanggal: 2005-07-24
Halaman: 06
Konten
4cm 6 24 JULI 2005 MINGGU Siti Akbari Menguak Kesadaran Pribadi wilayah kekuasaanya sehingga musuh begitu mudahnya datang dan melakukan penyerbuan adalah menandakan jiwanya bukan jiwa pemerintah yang baik me- lainkan hanya simbol kosong dan mum- pung berkuasa bisa begitu santai tanpa mampu dekat perasaannya dengan rak- yatnya. Merancang kemakmuran yang merupakan salah satu strategi penguasa jarang ditonjolkan karena kemakmuran dipandang sebagai hak milik pribadi dimana perekonomian berjalan sebagai mana mestinya tanpa ada perasaan ke- cemasan bagaimana jikalau pihak kera- jaan membutuhkan dana yang banyak untuk menjalankan roda pemerintahan. Oleh: Koko Hendri Lubis SEBELUM dimulainya penerbitan buku-buku sastra dan budaya yang pada zaman penjajahan Belanda disebut Volks Lectuur (bacaan rakyat) sudah ada kegiatan penerbitan buku yang dilakukan oleh keturunan Tionghoa, Indo-Belanda dan orang Indonesia sendiri. Buku yang diterbitkan adalah syair, serat, roman, dan buku cerita untuk anak yang hampir semuanya memakai bahasa Melayu Pasar (umum). Secara historis terbitan yang pernah menggunakan bahasa Melayu Pasar itu pernah populer dikalangan penduduk karena ceritanya kadang berisi nasehat dan seringkali ditambahi perkataan (Supaya menarik) bahwa cerita ini nyata dan betul sudah ada kejadian... (lihat misalnya: sub judul Roman Nji Paina, karangan H.Kommer, Batavia, 1900). Pada tahun 1884 terbitlah satu buku Sjair terdiri dari 4 Jilid yang berjudul Siti Akbari dan di karang oleh Lie Kim Hok. Buku tersebut mengalami cetak ulang untuk kedua kalinya pada tahun 1913. Menurut Claudine Salmon (Indonesianis asal Prancis) Keberadaan buku Siti Akbari mendapat perhatian luas dari publik yang melek huruf zaman itu karena isi sjairnya yang sentimental menggugah pembaca. Syair Siti Akbari juga sering diadaptasi keatas pentas untuk dimainkan oleh Komedi Stambul Bangsawan maupun oleh perkumpulan Tonil Tionghoa sebagai trend tontonan yang tumbuh subur di masa lalu. Ringkasan Syair Siti Akbari Di Negeri Barbari seorang Saudagar mengalami keributan dengan seorang Pedagang dari Hindustan yang menjual barang lalu kemudian rusak padanya. Karena tidak terima penipuan itu Sau- dagar lalu dibawa menghadap kepada Sultan Aidid. Atas titah Sultan, Saudagar yang malang itu ditahan dan kemudian meninggal dunia secara menyakitkan di dalam Penjara. Kemanakan Saudagar itu ternyata seorang Sultan Hindustan yang merasa murka atas meninggalnya sang paman didalam Penjara tapi karena merasa ke- kuatannya belum seimbang untuk meng- hadapi Sultan Aidid ia pun mencoba menahan diri. Tak lama setelah itu Sultan Aidid pun Oleh: Prof. H. Ahmad Samin Siregar UMUMNYA, karya sastra Indonesia selalu kental dengan nuansa politik karena kar-ya sastra itu mengandung nilai-nilai kehidupan masyarakat. Jadi, boleh dikata- kan bahwa semua aspek kehidupan ma- syarakat selalu dibalut, diisi, dipengaruhi, bahkan ditentukan oleh politik. Sudah tentu, pengertian politik di sini menyang- kut pengertian yang lebih lu-as. Memang karya sastra Indonesia, seba- gai hasil daya cipta manusia-manusia Indonesia, yang menggambarkan kehidu- pan masyarakat Indonesia dari berbagai macam aspek, pastilah mencakup masalah politik secara umum maupun secara prak- tis. Permasalahan bangsa Indonesia dalam masa pembangunan ini, yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinam- bungan, tentulah dipengaruhi oleh politik. Hal itu terjadi karena untuk membangun bangsa Indonesia ini selalu diperlukan politik yang ditata dengan perjuangan yang belakangan ini melalui masa refor- masi untuk pembangunan bangsa Indone- sia seutuhnya. Oleh karena itulah, politik tidak dapat sama sekali dilepaskan dari berbagai aspek kehidupan manusia Indo- nesia pada masa sekarang ini yang penuh dengan tantangan dan pergulatan hidup menuju masyarakat madani yang lebih sejahtera lahir maupun batin. Menurut Kanus Besar Bahasa Indone- sia (1995) istilah politik mengandung tiga pengertian yaitu: 1) (pengetahuan) me- ngenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan); 2) segala urusan dan tinda- kan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau ter- hadap negara lain; 3) cara bertindak (dalam menghadapi ataupun menangani suatu masalah); kebijaksanaan. Sedangkan me- nurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (1994) istilah politik mengandung tiga pengertian yaitu: 1)= ilmu politik ilmu pengetahuan berkenaan dengan cara pemerintahan (dasar- dasar pemerintahan, dan lain-lain), ilmu siasah, ilmu kenegaraan; 2) segala sesuatu berkenaan dengan pemerintahan sebuah negara atau hubungannya dengan negara lain; 3) kelicikan, muslihat, tipu muslihat. Dari kedua pendapat ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan politik itu adalah setiap tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan kebi- jaksanaan serta dipergunakan untuk memperoleh kekuasaan, baik berupa pe- merintahan, lembaga tertentu, maupun masyarakat. Jadi, politik selalu berhubu- ngan dengan sikap dan tingkah laku ma- syarakat secara umum dan menyeluruh. Sastra dan Politik Sastra dan politik adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dalam kelangsung- an perjuangan manusia di muka bumi ini. Di antara keduanya saling memerlu- kan dan lengkap-melengkapi untuk men- jadikan hidup ini lebih berarti, berkualitas, dan bertamadun setara dengan bangsa- bangsa lain di dunia ini. Politik adalah perjuangan yang serba mungkin, menan- meninggal dunia dan ia digantikan oleh putranya yang memakai gelar Sultan Abdul Mukari. Kejadian demi kejadian terus berlang- sung di mana Sultan Abdul Mukari telah memperistri Siti Akbari anak Sultan Ban yang terkenal karena kecantikannya wa- laupun sebelumnya Sultan Abdul Mukari telah mempunyai seorang Istri yang bernama Putri Bida Undara hal tersebut tidak mempunyai masalah yang berarti di antara mereka. Sultan Hindustan yang dulu mem- punyai perasaan dendam terhadap Sultan Abdul Mukari memutuskan telah tiba saatnya untuk membuat perhitungan dan sesudah melalui pertimbangan yang matang Istana Barbari diserang tanpa ampun. Sesudah penyerangan tersebut Sultan Hindustan berhasil membawa Sultan Abdul Mukari menjadi tawanan beserta Putri Bida Undara dan... aneh bin ajaib Siti Akbari menghilang tak tentu rim- banya. Siti Akbari memutuskan untuk lari ke Hutan dan kemudian ia pun bertemu dengan Shaih Chidmatulah yang kemu- dian membekalinya pelajaran segala macam ilmu bela diri. Setelah dirasa perbekalan ilmunya cukup ia pun minta diri untuk melaksana- kan tugas suci (membebaskan suami beri- kut istri tuanya!) yang telah lama menanti. Dengan menyamar sebagai seorang laki-laki serta dibantu oleh Prajurit dari kerajaan Ban yang masih setia ia pun berhasil membebaskan suaminya dan Putri Bida Undara dari cengkraman Sultan Hindustan. Telaah Sosial Membaca Syair Siti Akbari kita diha- dapkan pada drama nestapa yang dilalui Perempuan malang itu. Suami tercintanya ditawan oleh penguasa yang jahat demi balas dendam yang bukan timbul atas perbuatannya sendiri. Teori Filsafat Paul Ricoueur yang mengatakan bahwa sentral permasalahan di bidang politik adalah kehendak' nam- pak jelas disaat rasa kalap dan marah Sultan Hindustan atas penolakan cinta dirinya oleh Putri Bida Undara, hal mana nantinya makin membuat perangai Sultan itu hampir tak terkendalikan dalam memperlakukan tawanan perang. Faktor personal yang cukup subjektif adalah begitu lalainya Sultan Abdul Mu- kari dalam mengurus pengoranisiran di Individu-individu yang berjuang dalam arus dunia politik umumnya berjuang untuk menuju ke puncak kekuasaan di samping untuk tujuan-tujuan lain yang kononnya untuk membela kepentingan negara, nusa, dan bangsa. Sebenarnya seorang elit ataupun tokoh politik yang berbakat dan mempunyai jiwa seni sastra seharusnyalah mempunyai usaha dan daya upaya untuk menulis karya sastra. Tokoh politik itu dapat menuliskan penga- laman hidup mereka. Pengalaman bernilai yang mereka miliki itu wajar sekali diolah dan dimanfaatkan sebagai hasil karya sastra yang boleh dijadikan renungan, sumber pemikiran bangsa, dan kajian bagi generasi masa kini dan juga generasi masa yang akan datang. Sastra dan sastrawan mencoba mere- kam atau mengangkat peristiwa-peristiwa politik yang terjadi di dalam masyarakat sehari-hari baik di dalam maupun di luar negeri. Umpamanya, pertarungan dan kekuasaan politik Indonesia yang begitu parah pada masa kini. Para elit politik bangsa Indonesia sudah semakin hilang semangat kesatuan, rasa persatuan, dan rasa kena- sionalisannya. Mereka lebih banyak mem- bicarakan kepentingan sen-diri, golongan, atau partai. Mereka lebih banyak mem- persoalkan kedudukan dan kekuasaan. Begitu jugalah dengan berbagai masa- lah politik bangsa Indonesia sekarang ini seperti politik uang, politik jatuh- menjatuhkan sesama elit politik, tuntut- menuntut di mahkamah dalam usaha mencari penyelesaian kemelut politik, dan politik Islam atau politik non-Is-lam, tentu dapat dijadikan bahan penulisan karya sastra yang berguna untuk memper- tajam pemikiran anak bangsa dan rakyat jelata. Sudah sewajarnyalah isu-isu sema- cam ini boleh menjadi bahan penulisan yang cukup baik serta merupakan bahan yang cukup ampuh bagi kalangan sastra- wan yang peka dan sensitif untuk me- nuangkan semula, menafsirkan, lalu men- cernakan krisis politik di Indonesia masa kini dalam karya sastra tersebut. Namun, para sastrawan sekarang ini lebih banyak yang berdiam diri melihat permasalahan bangsa Indonesia ini. Umumnya, mereka lebih suka mengejar tarikan kebendaan, keduniaan, dan menyertai sayembara atau perlombaan yang menjanjikan berbagai hadiah uang. Mereka lebih bersikap konsumtif dan "bermegah-megahan". Sudah tentu hal ini semuanya akan mem- buat mereka lupa dan lalai terhadap persoalan bangsanya yang dalam keadaan sangat memprihatinkan, menyedihkan, bahkan mengenaskan. Pelaku bisnis ditampilkan secara tradisional saja, di mana mereka asyik memikirkan keuntungan sehingga penci- traan indrawi terhadap mereka miskin secara harafiah. Dunia kesusasteraan Indonesia sebe- narnya kekurangan karya sastra politik dewasa ini. Apa penyebab sastrawan Indo- nesia semakin kurang berminat untuk membicarakan persoalan-persoalan politik semasa seperti yang dilakukan para sastrawan Indonesia pada masa Angkatan 45, umpamanya, adalah sesuatu yang Cerminan sakitnya sebuah sistem kelihatan pada waktu penahanan Sau- dagar (Paman Sultan Hindustan) oleh Sultan Aidid, di mana jika pihak yang lemah beraudensi dengan pihak penguasa, cukup dengan alasan tidak senang si penguasa, pihak yang teraniaya itu bisa langsung dijebloskan kedalam Penjara. Sastra Dan Politik tang, dan penuh dengan pertaruhan yang boleh mencetuskan berbagai kemungki- nan di kalangan individu yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam dunia politik. menarik untuk dijadikan sumber pe- mikiran dan renungan. Tampaknya sastrawan Indonesia masa kini semakin kurang sensitif, tumpul daya imajinatif, serta tidak peka dengan isu-isu dan perma- salahan politik hari ini. Sikap Hedonistik yang bisa merusak tatanan kesopanan ditunjukkan oleh sikap Sultan Hindustan dan Sultan Abdul Mukari walaupun cara pelaksanaanya berbeda namun gejala dan akibat yang ditimbulkan bisa sama yaitu membawa petaka bagi diri masing-masing. Dengan perbuatan dan tindakan Siti Akbari kita dapati Pengarangnya bersikap mengkritik secara kultural terhadap ke- kuasaan yang begitu gampangnya meng- acuhkan peran Perempuan Secara keselu- ruhan hanya Siti Akbari yang mempunyai sifat mulia, dibalik apa yang kelihatan ia justru tabah menerima takdirnya yang berada pada ambang batas toleransi ketidak pastian yang ditimbulkan oleh budaya Paternalistik. Peranan Syair sekarang ini Di masa sekarang ini dimana dalam kehidupan yang kita jalani penuh dengan kekuatan mekanisme kekuasaan dan pengetahuan dimana konflik antar ras dan agama sering terjadi ada baiknya jika kita kembali menekuni pembacaan Syair. Syair dapat mengatasi kerinduan orang akan hal kisah yang menyentuh hati. Dalam Syair kita bisa mengklarifikasi titik perbedaan yang kian meruncing Hal itu menimbulkan pertanyaan, apakah mereka sanggup "berpangku tangan" membiarkan pergolakan politik yang melanda bangsa Indonesia masa kini tanpa melakukan apa-apa yang wajar mengenai persoalan tersebut dalam karya sastra mereka? Padahal dunia sastra Indo- nesia sekarang ini begitu dipenuhi dengan karya pop, silat, dan juga horor yang tentunya tidak mungkin membangun dan tidak mungkin memantapkan pemikiran umat manusia pembacanya. Siapa pun yang membaca "karya murahan" seperti itu tidak mungkin menjadi seorang intelek- tual dan biasanya hanya memubazirkan waktu saja. Karya-karya sastra seperti itu tidak akan pernah dapat memberikan apa-apa pengalaman dan juga tafsiran mengenai nasib bangsa Indonesia sebagai pribumi di negara tercinta ini. Sehubungan dengan masalah ini sudah tibalah masanya para sastrawan Indonesia menggarap tema dan persoalan politik semasa yang sedang melanda bang- sa Indonesia dengan lebih efektif. Para sastrawan Indonesia wajarlah mengung- kapkan masalah-masalah dan tantangan- tantangan yang sedang melanda bangsa Indonesia dalam karya sastra mereka untuk dapat dijadikan renungan dan pemi- kiran masyarakat. Masyarakat Indonesia yang semakin maju dan modern, tetapi heterogen, wajarlah dibangunkan dari tidur yang panjang agar bangkit dan ber- juang membebaskan bangsa Indonesia dari himpitan belenggu masalah yang tidak putus-putusnya dan berantai-rantai datangnya. Para sastrawan Indonesia mempunyai saham dan peranan tersendiri yang sangat penting untuk menyela- matkan bangsa Indonesia dari tepi jurang kehancuran yang parah. Banyak perbua- tan yang tidak terpuji dan banyak menim- bulkan dampak yang "sangat menyakit- kan" sekarang ini di dalam dunia perpoli- tikan di Indonesia. Gambaran itu, umpa- manya, tampak dengan jelas pada puisi "Dongeng dari Kerajaan Sembako" karya Acep Zamzami Noor berikut ini. 1. Ada seorang pria Budaya Hobinya jadi presiden 2. Ada seorang penyanyi dangdut Iseng-iseng jadi gubernur 3. Ada seorang walikota Berkelahi dengan pemain sepakbola Rumahnya habis dibakar rakyat 4. Ada seorang wakil rakyat Menampar sopir bis kota Serta merontokkan gigi Satpam toserba 5. Ada seorang menteri Bersaing dengan rakyatnya sendiri Memperebutkan penyanyi Asal Sukabumi 6. Ada pesawat terbang Ditukar dengan ketan 7. Setiap penguasa Anaknya pasti pengusaha 8. Semua orang ingin menjadi penguasa SIBI AKBARI TERKARANG LID KIM HOR I THTAKAN KA-DOEWA KALIJA autant SLANG IN KIOK 1913. dalam hidup. Peralihan sifat manusia yang terbentuk melalui budaya pluralis ter- perikan oleh bait didalam Syair. Syair yang baik bertugas memberikan kekuatan didalam kata-kata dan liriknya untuk memberikan representasi pemi- kiran dalam arti pengertian yang sangat ketat, yaitu pemikiran yang universal. Putusnya hubungan dengan kebenaran disebabkan terlalu lamanya manusia me- ninggalkan nilai hikmah yang tersem- bunyi dalam rasio kemurnian Syair. Syair yang menyentuh, meskipun ber- kaitan dengan sentimen moral lazimnya tidak menggurui dan merecoki. Ia sekedar bercerita tentang kehidupan, membiarkan cerita menjadi kepalang penuntun dalam etika dan kebenaran. Seperti termaktub dalam Syair Siti Akbari: "Omong jang manis boleh antjoerkan hatinya oerang Bitjara jang kasar boleh terbitkan roesoeh dan perang Kesabaran hati, itu adalah soeatoe barang Jang besar harganya dari doeloe sampe sekarang" Zaman memang telah berubah, tapi Syair Siti Akbari tetap abadi sebagai Mutiara budi pekerti yang sulit untuk ditandingi. Penulis adalah Pemerhati Sosial Budaya Karena sekaligus akan jadi pengusaha 9. Ada banyak penguasa dan pengusaha Yang kerjanya korupsi dan kolusi Karena hutangnya akan ditanggung rakyat 10. Semua orang ingin jadi konglomerat Sekarang ramai ramai berteriak "Hidup reformasi" 11. Wakil wakil rakyat adalah: Ayah, ibu, anak, adik, mantu, keponakan, paman, Bibi, pacar gelap, teman, anaknya teman dan seterusnya 12. Ada sebuah novel remaja Yang berjudul Gita Cinta dari SMA Diganti oleh seorang menteri yang lugu Menjadi Gita Cinta dari SMU 13. Ada seorang gubernur Maniak warna kuning Hingga rakyatnya sendiri Dilarang gosok gigi Puisi ini telah menggambarkan 13 episode kejadian (sesuai dengan peno- morannya) yang menyangkut perilaku para pejabat negara dan pejabat peme- rintahan yang tidak bermoral dan "sangat menyakitkan" karena melakukan tindakan tidak terpuji berupa Ko-rupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Perbuatan dan tindakan pejabat-pejabat negara itu, mulai dari presiden, menteri, gubernur, walikota, wakil rakyat (anggota DPR), sampai dengan pengusaha, telah menim- bulkan protes dan demonstrasi dari rakyat terhadap ketidakadilan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa di Indonesia sekarang ini. Semua ini muncul karena "dunia politik" itu sangat kotor, penuh intrik pribadi, dan "menyakitkan". Umumnya setiap orang yang ingin meraih kekuasaan selalu memperguna- kan politik. Oleh sebab itu, masalah politik sangat erat hubungannya dengan ideologi, kekerasan, dan kekuasaan. Intrik, licik, munafik, tertutup, dan penuh dengan ke- bohongan merupakan gambaran para pe- laku politik (politikus) yang "haus akan kekuasaan". Sudah tentulah hal yang seperti ini tidak boleh terjadi di negara Republik Indonesia ini. Kekuasaan harus diperoleh siapa pun dengan jalan yang halal". Gambaran bahwa "politik itu kotor" dan juga "menghalalkan segala cara" untuk memperoleh kekuasaan dapat dili- hat dari tingkah laku dan perbuatan para politikus. Lagi pula kekuasaan dapat men- jadikan manusia serakah, penuh tipu daya, dan egois. Yang penting adalah kepenti- ngan diri sendiri, bukan untuk kepenting- an masyarakat. Sebaiknya, sikap seperti ini tidak pantas ditiru orang Indone-sia apalagi pada masa keadaan bangsa yang sangat memprihatinkan seperti sekarang ini. Oleh karena itu, para penyair Indonesia telah menulis dan menggambarkan puisi- puisi Indonesia dengan pusat perhatian pada dunia politik yang bersih" dan "tanpa kekerasan" dan juga telah menulis dan menggambarkan dengan jelas akibat dan dampak yang jelek dari "dunia politik yang kotor". Semuanya ini sangatlah berguna untuk menjadi pelajaran, arahan, ajakan, dan tuntunan bagi para pembaca puisi- puisi Indonesia itu nantinya. Abrakadabra Puisi Adi Mujabir Katakan Nurani (Aum Sang Harimau)* Katakan! Apa yang harus dilakukan Ketika desa telah menjadi kota Ketika pohon-pohon tumbang Dan berubah menjadi gedung pencakar langit Katakakan! Dimana aku Ketika gunung lebur Berubah menjadi tumpukan sampah Ketika laut kering keruh Berubah jadi lautan serakah Muara airmata rakyat Katakan! Dimana aku Dimana kau Ketika petani tak lagi punya tanah Ketika penduduk tak lagi punya rumah Para pencuri bermobil mewah Para pembual berdesakan di rumah megah Kota adalah tumpuan menumpah Menjadi rimba liar Katakan! Dimana aku Dimana kau Ketika alam murka Tanah retak menggelegar Air laut julang menumpah Satu generasi kaum telah mati Katakan! Dimana kita Ketika para penipu ikut menari Di tengah para pengungsi yang lapar dan sekarat Kakatan! Dimana kita Ketika anak-anak pengungsi diculik Dan seorang Martunis menggetar hiba kesebelasan Portugal Dan para orang kaya di negeri ini Masih banyak Menutup pintunya rapat-rapat Membangun pagar rumahnya tinggi-tinggi Katakan! Dimana aku Dimana kau Ketika para demonstran menyala api Asapnya tak sampai ke langit Perubahan tak juga kunjung datang Katakan! Siapa kau Siapa aku Ketika para aktivis LSM rajin berdiskusi Mengkritisi berbagai kebijakan Turun ke jalan untuk menangkan kemanusian Sembari menggandeng kemiskinanan dan penderitaan Sembari meniup terompet Terompet kemanusian Terompet nada negara pesanan Ha...haha Hi..hihi Sambil bersuara sambil juga ikut korupsi Rakyat yang dibela tetap jadi teri Para aktivis makmur sendiri Siapa kau Siapa aku Ketika ada ulama kehilangan pesona Lebih memilih bisnis dan partai ketimbang tasbih Lebih mendamba benda antik dan harta karun Lebih piawai memburu hantu Ketimbang menabur akhlak Senang menghapal Ha...haha KEMATIAN yang sangat menyedihkan bagi seorang istri dalam kehidupan masyarakat Batak Toba adalah, ketika suami dalam usia muda meninggal dunia. Upacara kematian ini dikenal dengan tradisi Maponggol Ulu atau putus kepala. Dalam hal ini, istri yang menjadi janda muda dianggap kehilangan kepala rumah tangga sama seperti hilangnya kepala sendiri. Selanjutnya akan tidak punya harga dan fungsi di dalam masyarakatnya. Oleh Junita Batubara, tradisi kematian Maponggol Ulu ini kemudian diubah bentuknya ke dalam seni pertunjukan opera monolog berjudul VIO, akan dipentaskan pada 30 Juli 2005, pukul 20.00 WIB, di Taman Budaya Sumatera Utara. Ia sekaligus bertindak sebagai kompuser dan sutradara, didukung oleh Yanti Riani Situmorang (aktris yang memerankan VIO) serta Deasy Olivia Tobing (konduktor) Peristiwa Maponggol Ulu dalam tradisi masyarakat Batak Toba, berisikan nyanyian seorang istri sambil meratapi kematian suaminya. Nyanyian yang disampaikan berupa kata yang berisikan pantun tentang kebaikan dan kesedihan menghadapi kehidupan tanpa suami. Dalam bahasa Batak Toba dinamakan Andung (ratapan). Sebagaimana lazimnya, apabila seorang suami meninggal di usia muda dan keturunannya masih kecil, maka Andung yang penuh dengan ratapan dan tangisan kesedihan ini, tidak diiringi musik (gondang) sebagai pertanda perpisahan. Namun sebagai sebuah realitas dalam seni pertunjukan, apalagi dengan garapan opera monolog VIO, musik termasuk bagian yang menentukan dan sama dominannya dengan teks drama. Setidaknya, konsep yang ditawarkan Junita Batubara mencoba menggabungkan kedua unsur yang terdapat dalam upacara tradisi tersebut. Andung merepresentasikan ratapan kesedihan, sementara musik menciptakan irama membangkitkan suasana kesedihan. Drama musikal dalam bentuk monolog VIO Hi..hihi Orang-orang kampung jual sawah naik haji Tega-teganya dikorupsi Oh, hutan keteduhan yang hilang Aum nurani yang terkubur Katakanlah... SIARAN MINGGU WASPADA Sesungguhnya kau hilang Seperti aku kehilangan teduh dan belukar Sesungguhnya kau langka Dari kelangkaanku yang senantiasa mengaum Dari lariku yang terbirit-birit Dikejar para pemburu Tapi aku bisa sembunyi Seperti kau sembunyi dari bayangmu Seperti kau terserabut dari nuranimu Seperti jiwamu yang lepas dari tubuhmu Kosong! Pengecut! Terkalahkan! Tapi aku ada Seperti secuil hatimu yang mendamba Tentang sesuatu yang langka Agar bisa meraja di belantara sendiri Agar bisa berkata di mulut dan lidah nurani Agar bernaung di rumah sendiri Agar berdiri di tanah sendiri Agar terasuh dan mengabdi pada ibu sendiri Agar bisa mengaum Mengaum untuk harkat yang harus dibela Mengaum untuk kehidupan yang mepesona Mengaum untuk hadirkan cinta sesama Akulah sang harimau yang lagka Hidup di sela hutan yang cabik dan gundul Seperti halnya kau Tersesat pada belatara kemajuan Namun tersentak tunduk dan ingin kembali Dan, Katakanlah! Kita mendengar suara-suara yang sama Kita melihat gerak-gerak yang sama Merasa angin Angin menggoyang-goyang Katakanlah! Ini tanah kita! Ini laut kita! Ini gunung kita! Ini sungai kita! Ini hutan kita! Katakanlah! Ini tubuh kita! Ini darah kita! Ini lidah dan mulut kita! Mengaumlah Pada setiap waktu yang memaksa Pada setiap bisik dan rayu yang menyesatkan Pada setiap gerak yang membunuh Akulah sang harimau! Berlari dan sembunyi dari para pemburu Mengaum dari belukar yang akan dibakar Seperti halnya kau Mengaumlah ! Katakan! Nurani! Juli 2005 Opera monolog "VIO" Tradisi Maponggol Ulu Di Batak Toba *Salah satu puisi yang akan dibacakan dalam pementasan Demo Puisi Instalasi Adi Mujabir, September mendatang. (Maponggol Ulu) dengan menampilkan seorang pemain bersamaan dengan menghadirkan komposisi musik oleh pemain yang banyak dalam satu pentas, menjadi alternatif pengembangan seni teater. Pentas semacam ini belum pernah dihadirkan sebelumnya. Fungsi musik sama pentingnya dengan kehadiran seorang pemain. Suasana yang sangat sedih direperesentasikan pula dengan bunyi-bunyian gondang, flute, clarinet, sulim, oboe, bass clarinet. Kemudian dikolaborasikan dengan alat musik gesek seperti violin, biola, cello, contra bass, serta alat musik petik yaitu gitar akustik, gitar bass, harpa dan alat musik perkusi gondang, cowbell, triangle, timpani dan piano. Adapun ruang lingkup karya cipta monolog ini meli- puti seni peran, musik, rupa dan teater dengan menon- jolkan unsur-unsur seni sastra, falsafah dan agama. Garapannya akan diramu dalam bentuk musik klasik yang berangkat dari latar tradisi ratapan (Andung). Wanita Batak Toba dalam Mapongg Ulu menjadi lambang diskriminasi perempuan yang berhadapan dengan tradisi masyarakat sekitarnya. Kehidupan yang penuh tantangan, ketegangan, konflik serta perjuangan yang keras. Meski perannya dalam keluarga merupakan tulang punggung, namun di tengah masyarakatnya, mereka tidak punya andil yang kuat dan tidak memiliki peran aktif dalam mengambil kebijakan dan keputusan. Junita Batubara seorang komponis wanita, alumni Fakultas Bahasa dan Seni Universitas HKBP Nommensen Medan. Memperdalam ilmu komposisi musik dengan Ben M Pasaribu. Beberapa kali mengadakan pertunjukan musik antara lain konser tunggal Ombas (1995) di Medan dan Festival Gamelan International (1996) di Yogyakarta. Pernah belajar si AILM Philipina berguru dengan Ramon P Santos, PH.D. Sedangkan VIO (Maponggol Ulu) sebuah gagasan kreatif konser musik sekaligus drama opera monolog yang akan ditampilkan secara bersamaan dalam satu pentas. Edi Siswanto Color Rendition Chart KMS SEH MASUK SERIKAT PENERBIT SURAT KORAN Re An Ja BIAR ka bakal santer di kelihatan w kaum remaj mengikuti aja ra Sekilas geliat seperti audisi ca umumnya yang televisi, semisal sian Idol dan lai dibuktikan deng untuk lomba itu Tapi para pes senang dengan a Apalagi panitia orang Medan ser ajang lomba sepe oleh entertaimer Pesertapun, men MOS D Gelar Lebal MENGAWAL baru, yang sebelu semeseter 2 ming suasana hening k seluruh sekolah, siswa/i baru. Masuknya sis ditandai dengan (masa orientasi si OSIS SMA dan O 3 Medan. MOS yang me kepada adik-adik diwujudkan lewat organisasi sekolah tata krama sekola motivasi belajar. MOS yang dige hari dan berakhir, diikuti 60 siswa ba 82 siswa dari SMF Peserta MOS SM Iptek Lebah Madu S Cerpen Re Sampai kering ter dengan prasangkany gambar hidup yang du
