Tipe: Koran
Tanggal: 1995-04-27
Halaman: 04
Konten
Kamis, 27 April 1995. Penerbit Pemimpin Umum/Pendiri Wakil Pemimpin Umum Pemimpin Redaksi/ Penanggung Jawab Wakil Managing Editor Pemimpin Perusahaan Sekretaris Redaksi Redaktur Anggota Redaksi Terbit Tarip Iklan Alamat Telepon Perwakilan Jakarta Perwakilan Banda Aceh SIUPP Dicetak Oleh analisa Yayasan SIKAP PRESS. Harta Susanto. Supandi Kusuma. H. Soffyan. H. Ali Soekardi. Paulus M. Tjukrono. Joeli Salim. H. War Djamil. H. Amir Siregar, H. Kaharudin, H. Bahari Effendy, H. Naswan Effendi, Usman Alie, H. War Djamil, Mulyadi Franseda, Asril Rais, H. Ismail Lubis, H. Basyir Ahzar, H. Azmi Majid (foto). H. Marzuki Markiman, M. Hatta Lubis, Mac. Reyadi MS, Budiman Tanjat, Buoy Harjo, Umar Said, A. Rivai Timbul O. Simarmata, Johan Siregar, Hasan Basri Jambak, Ismugiman, Idris Pasaribu, Agus Salim, Rismansyah Siregar, M. Sulaiman, Ali Sati Nasution, Michael Ronny, Samil Chandra, M. Nur, Hermansyah. Seminggu 7 kali. Rp. 3.500,- per mm/kolom (umum). Rp. 2.500,- per mm/kolom (keluarga). Jalan Jend. A. Yani No. 35-43 Medan. Kotak Pos : 1481. Telex No. : 51326 ANALIS IA. Fax: (061)-514031, Telegram: ANALISA MDN. Redaksi: 556655 (2 saluran)/511256. Tata Usaha: 554711 (3 saluran)/513554. Frans Tandun, Jln. K.H. Hasyim Ashari. No. 43-A Jak. Pusat Tel. 3446609/3844339/3453912 Fax.: (021)- 363388. H. Harun Keuchik Leumiek Jalan Tek. Cik Ditiro 106 Tel. (0651)- 23839. Fax: (0651) 23839. SK. Menpen No. 023/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1985, Tanggal 24 Desember 1985. P.T. KUMANGO Medan (Isi di luar tanggung jawab pencetak). Tajukrencana Otonomi Daerah PRESIDEN Soeharto Selasa lalu mencanangkan dimulainya Pemantapan Daerah Percontohan Otonomi dengan titik berat Daerah Tingkat II. Otonomi daerah sudah diatur dalam Un- dang Undang Tahun 1974 tetapi baru kali ini mulai dilaksa- nakan. Dati II yang menjadi daerah otonomi itu baru meliputi 26 kabupaten yang menjadi proyek percontohan. Pelaksanaan otonomi disana itu akan disimak sebaik baiknya oleh Dati II lainnya dan oleh pemerintah pusat sehingga bila ada hal hal yang kurang lancar dalam pelaksanaannya tentu akan diusa- hakan mengatasi rintangan yang bisa menjadi kendala itu. Dengan pemberian otonomi itu, pemerintah daerah tingkat II dapat mengurus rumah tangganya dengan lebih efektif agar dapat memberi pelayanan terbaik kepada masyarakat sebab ber- bagai jawatan yang sebelumnya dipegang oleh Pemerintah Pusat kini diserahkan kepada pemerintah kabupaten. Dipilihnya 26 Dati II ini, yaitu satu kabupaten dari setiap propinsi sebagai proyek percontohan daerah otonomi kiranya ialah karena prestasi daerah itu cukup baik sehingga dinilai pa- ling siap untuk pelaksanaan otonomi itu. Tetapi disamping itu terdapat pula kesan basis perekonomian di daerah daerah ber- sangkutan saling berbeda. Presiden mengutarakan sasaran penyelenggaraan otonomi daerah itu bukanlah keseragaman. Hal tersebut berarti dalam pelaksanaannya otonomi itu harus tetap membuka peluang bagi variasi dan perbedaan. Yaitu bahwa Dati II yang bersifat agraris, usaha yang diutamakan ialah peningkatan bidang pertanian dan Dati II di mana sebagian besar masyarakatnya hidup dari hasil laut dan pelayaran usaha utama ialah di sektor maritim. Tetapi hal ini tentu tidak berarti sektor sektor lain tidak dikembangkan namun harus ditingkatkan pula sehingga tim- bul diversifikasi yang mantap dalam perekonomian masyarakat yang akan membuat kesejahteraan rakyat akan meningkat secara keseluruhan. Dengan diserahkannya sebagian urusan pemerintahan ke- pada Dati II yang sebelum ini dipegang Pemerintah Pusat tentu ke-26 pemerintah Dati II itu sudah siap menampung dengan sebaik baiknya. Mungkin di sana sini akan dapat timbul sedikit kekurangan dalam mengemban tugas baru itu. Namun hal ter- sebut adalah wajar karena otnomi ini baru kali ini kita laksanakan. Umpamanya kurangnya tenaga terampil yang di- perlukan walau ini rasanya tidak akan menjadi problem seberkepanjangan karena sebagaimana dikemukakan Presiden bahwa penyerahan yang berkenaan dengan urusan pemerin- tahan bukan hanya berupa penyerahan tugas dan tanggung jawab namun penyerahan itu juga diliputi personil, peralatan dan anggaran yang mendukungnya. Maka pemerintah daerah otonomi itu rasanya tidak akan kekurangan baik tenaga teram- pil, peralatan dan dana yang diperlukan yang mendukungnya untuk meningkatkan efektivitas daya guna dan hasil gunanya. Peningkatan efektivitas, daya dan hasil guna pemerintah Dati II merupakan dasar utama bagi peningkatan kesejahteraan rakyat yang melalui pemberian otonomi itu langsung ditangani pemerintah daerah tingkat II bersangkutan. Sebab otonomi merupakan strategi untuk menciptakan jem- batan yang langsung antara kebijaksanaan pemerintah daerah dengan aspirasi rakyat. Dalam pembangunan jembatan itu bisa saja terdapat kesulitan. Tetapi kesulitan itu harus tidak dilihat sebagai penghambat yang mengurangi kemampuan pemerin- tah Datí II. Sebaliknya ianya justru harus dijadikan sebagai tan- tangan untuk menerobosnya bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat yang lebih baik di daerah masing masing. * Langkah Bijaksana yang Kian Demokratis JIKA kita menyimak dan mencermati jalannya sejarah, khususnya sejarah politik, di negeri kita terutama pada masa dasawarsa terakhir ini, maka harus diakui bahwa langkah-lang- kah demokratisasi dan keterbukaan yang kini kian berkembang justru datangnya dari pihak ABRI. Tidaklah berlebih-lebihan jika dikatakan bahwa demokratisasi dan keterbukaan tersebut justru dimulai oleh Fraksi ABRI (FABRI) di DPR. Kemudian berkembang sedemikian rupa di dalam masyarakat sebagai "angin segar" yang selalu didambakan oleh setiap pihak. Dan langkah demokratisasi dimaksud lebih transparan lagi setelah ada kebijakan Pemerintah yang akan mengurangi jum- lah anggota Fraksi ABRI di DPR yang sekarang berjumlah 100 orang akan menjadi 75 orang. Senin (24/4) lalu tiga orang pe- jabat tinggi penting yakni Mendagri Yogie SM, Mensesneg Moerdiono, dan Pangab jenderal Feisal Tanjung telah berkon- sultasi dengan Ketua MPR/DPR Wahono. Dalam konsultasi itu telah dibahas rencana Pemerintah yang akan mengajukan rancangan undang-undang (RUU) tentang pengurangan jum- lah anggota ABRI di DPR yang sekarang 100 orang, kelak akan menjadi 75 orang. Dalam hal ini Pangab Jenderal TNI Feisal Tanjung mene- gaskan, bahwa jumlah 75 orang anggota FABRI di DPR itu sudah cukup. Dan pengurangan dimaksud, yang diharapkan sudah bisa dimulai dalam Pemilu 1997 mendatang, tidak akan menimbulkan perasaan tidak puas bagi jajaran ABRI. Hanya saja pengurangan jumlah anggota FABRI di DPR itu tidak perlu diperlebar dengan merembetkannya ke masalah-masalah lain. Misalnya dengan meminta agar Pemerintah meninjau undang-undang yang lain. Itu, No! ABRI menyerahkan soal jumlah wakilnya di lembaga legislatif itu kepada undang- undang yang akan segera dibahas. Hal ini juga membuktikan, bahwa kembali ABRI melaku- kan langkah bijaksana dan demokratisasi secara nyata. Sebab jumlah 25 orang (atau kursi kosong yang ditinggalkan ABRI tersebut) akan diisi oleh ketiga orsospol yang ada melalui Pemilu. Dan kebijakan ini pun telah disambut antusias oleh ketiga orsospol. Baik Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serentak mendukung kebijakan pengurangan anggota. ABRI di DPR tersebut. Tetapi di sisi lain kebijakan tersebut juga disebabkan adanya perkembangan yang lebih mantap dan menggembirakan. Seper- ti yang diungkapkan oleh Mensesneg Moerdiono, bahwa pe- ngurangan jumlah FABRI di DPR tersebut sangat erat kaitan- nya dengan perkembangan demokrasi di Tanah Air. Menurut sejarahnya, dulu sepertiga dari anggota DPR adalah dari ABRI yang diangkat. Tujuannya untuk mengamankan Pancasila dan UUD 45. Tetapi kini setelah ideologi Pancasila itu mantap dan stabil, maka kehadiran ABRI di DPR sebagai salahsatu benteng penjaga Pancasila dan UUD 45 dinilai sudah bisa untuk direvisi. Dalam kata lain, bahwa dengan semakin berkembangnya demokratisasi dan keterbukaan serta semakin berkurangnya an- caman konflik yang bersumber dari pertentangan ideologi, telah membuktikan kian dewasa dan dinamisnya kehidupan de- mokrasi Pancasila. Dan bagi ABRI sendiri masalah jumlah ti- daklah begitu dipersoalkan, justru sejak dulu ABRI selalu ber- upaya yang terpenting adalah kualitas dan bukan sekedar kuan- titas. Kesempatan ini sesungguhnya juga harus difahami dan diikuti oleh orsospol yang ada untuk tampil dengan lebih ber- kualitas, agar lebih mampu dan jeli menangkap keinginan rakyat banyak, dan menjadikan DPR lebih berwibawa. * Mengukur Keberhasilan Polisi Oleh: Mangandar Sianipar bahan sikap dan perilaku sese- orang. Perubahan sikap ini me- ngakibatkan ada sementara per- sonel polisi yang tidak secara se- ngaja menyalahi norma-norma hukum, SOSIOLOG Inggris yang juga pakar kepolisian Scotland Yard, Barbara Wotton pernah mengata- kan bahwa keberhasilan polisi da- lam menanggulangi berbagai ke- jahatan, bukan saja ditentukan oleh upaya-upaya penegakan hu- kum (law emforcement) semata, melainkan juga dipengaruhi oleh sejauh mana kemampuan polisi dalam menata masyarakatnya, baik dari segi kehidupan berma- syarakat maupun bernegara. Pendapat tersebut agaknya ti- dak terlalu berlebihan mengingat tugas-tugas polisi yang begitu kompleks, menyangkut semua ak- tivitas dan bidang kehidupan ma- nusia. Tugas-tugas kepolisian me- miliki kaitan yang besar terhadap setiap warna dan corak perilaku atau perbuatan masyarakat. Se- hingga tidak begitu mengheran- kan kalau Barbara Wotton meni- lai keberhasilan polisi dari ke- mampuannya menata stabilitas keamanan dan kehidupan sosial kemasyarakatan. ANALISA TREND KASUS Polisi adalah payung masyara- kat. Sebagai payung, ia harus ber- hadapan dengan panas terik ma- tahari atau menapis dinginnya cuaca untuk melindungi masyara- kat yang bernaung di bawahnya. Dengan demikian, polisi berhada- pan dengan dua iklim yang kon- traversial. Kondisi ini menuntut personel polisi harus benar-benar memiliki force di segala hal. Ke- gagalan mereka menapis panas te- rik mentari atau dinginnya rintik hujan akan membuat insan yang berlindung di bawahnya menjadi resah dan gelisah. Biarpun begitu, mengukur ke- berhasilan polisi adalah hal yang sulit. Sampai saat ini belum ada kriteria yang baku untuk meng- ukur keberhasilan polisi. Bagi suatu kelompok masyarakat, ke- mampuan polisi menyelesaikan li- ma dari sepuluh kasus kejahatan bisa saja diategorikan sebagai ke- berhasilan. Namun bagi kelom- pok masyarakat lain, sembilan dari sepuluh kasus pun belum ten- tu dapat diterima sebagai suatu keberhasilan. Dan berapapun kadar dan in- tensitas polisi dalam menyelesai- kan kasus-kasus kejahatan, sam- pai saat ini belum pernah ada pengakuan yang tulus dari ma- syarakat dunia yang menyatakan bahwa polisi di negerinya sudah sempurna, mapan dan tangguh dalam menyelesaikan tugas tugas- nya. Bahkan kenyataan yang ter- dengar justru sering hal yang se- Kondisi stabilitas nasional da- pat dikatakan mantap dan terken- dali, apabila seluruh aspek kehi- dupan nasional terutama kondisi sosial yang meliputi idiologi, po- litik sosial budaya dan hankam (IPOLEKSOSBUDHANKAM), dalam kondisi stabil. Pembinaan dan pemantapan terhadap kondisi sosial, semakin diperlukan dalam pembangunan nasional di era PJP-II mengingat tingkat ancam- an dan tantangan semakin besar dan beragam. PJP-II sebagai era kebangkitan nasional kedua, ada- lah suatu tahap kehidupan nasio- nal bangsa Indonesia yang mam- pu tumbuh dan berkembang, un- tuk melanjutkan pembangunan de ngan kekuatan sendiri demi terwu judnya masyarakat adil dan mak- mur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. *** PADA hakekatnya era kebang- kitan nasional kedua, adalah ta- hap kemandirian nasional. Ber- arti, pembangunan nasional ber- tumpu pada kemampuan dan ke- kuatan sendiri dengan meman- faatkan peluang yang ada sebaik- baiknya. Pada tahap kemandirian ini diharapkan seluruh perangkat kehidupan nasional, (baik supra- struktur maupun infrastruktur) harus berfungsi secara efektif dan efisien, dengan produktivitas yang tinggi. Untuk itu pula pada tahap ini, kondisi sosial sebagai tolok ukur dari keadaan stabilitas nasio- baliknya, yakni hinaan, ejekan, bahkan makian. Dalam mengukur keberhasil- an polisi, ada orang yang melihat- nya dari banyaknya pujian dan makin berkurangnya kritik mau- pun ejekan terhadap polisi di me- dia massa. Persepsi seperti ini me- mang tidak dapat disalahkan, te- tapi juga tidak dapat diterima se- luruhnya. Sebab bukan tidak mungkin banyak masyarakat yang takut untuk mengkritik pihak ke- polisian. Dan jangankan mengkri- tik, menjadi saksi pun masyara- kat sering sungkan. SEPANJANG sejarah peradab an manusia - posisi wanita senan- tiasa berada di bawah pria. De- ngan kata lain, secara sosial mau- pun teologis peran wanita diang- gap nomor dua dibanding peran pría. Tidak banyak yang menyi- mak sebenarnya tidak ada peran yang paling berat kecuali peran wanita. Di luar itu, ada kelompok ma- syarakat yang menilai keberhasi- lan polisi dari crime clearence (pengungkapan kasus-kasus keja- hatan) dibandingkan dengan cri- me total (jumlah kasus kejahatan) setiap tahunnya. Memang, peni- laian seperti ini dapat diterima. Cuma bila dikaitkan dengan pen- dapat Barbara Wotton tadi, peni- laian seperti ini relatif lemah. Ketika masyarakat masih ber- ada dalam fase tradisional pe- ranan wanita sudah demikian be- sar. Wanita dianggap bertanggung jawab tidak hanya dalam urusan rumah tangga (domestik) namun juga menyangkut masalah pendi- dikan informal bagi anak-anak serta menjaga harkat dan marta- bat keluarga secara umum. Pandangan terhadap wanita dalam posisinya seperti itu - mes- ki pada masyarakat modern - ter- nyata tidak berubah, malah cen- drung pada standarisasi. Bak ka- ta pepatah, tidak lapuk diguyur hujan, tidak lekang diterpa panas. Suatu kenyataan yang selalu ter- jadi ukuran peran wanita hanya melengkapi kepentingan pria. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan pria selalu tidak sepenuhnya memungkinkan wani- ta berada di pucuk pimpinan atau pusat kekuasaan. Ironisnya wanita yang direkrut organisasi biasanya lebih bersifat melengkapi, bahkan sebagai alat mencapai tujuan yang telah diputuskan pria. Bila dihubungkan dengan pen- dapat Wotton, rasanya lebih tepat mengukur keberhasilan polisi de- ngan menggunakan Analisa Trend Kasus (ATK). Model ini meng- ukur keberhasilan polisi dengan membandingkan total kasus keja- hatan setiap tahunnya dihubung- kan dengan upaya-upaya preven- tif yang dilakukan oleh polisi. Me- mang, kemampuan polisi bertin- dak sebagai tokoh protagonis un- tuk meningkatkan kesadaran ma- syarakat akan arti penting stabi- litas keamanan merupakan salah satu simbol keberhasilan polisi di mata masyarakat. Berkaitan de- ngan masalah ini, sosiolog Max Weber pernah bilang dalam teori Hidden and Latent Emforcement System-nya, bahwa rakyat adalah kekuatan yang maha dahsyat. Sejak lama pimpinan kepoli- sian kita sudah menyadari hal ter- sebut. Dan jauh hari, untuk me- ningkatkan stabilitas keamanan bersama partisipasi masyarakat, pihak kepolisian telah melakukan berbagai terobosan untuk mema- syarakatkan polisi dan memolisi- kan masyarakat. Hal itu terlihat dari program Polisi Sahabat. Anak, Polisi Masuk Sekolah, Po- lisi Masuk Kampus, Babinkamtib- des, Satuan Pengamanan, dan yang lainnya. Alasannya wanita lebih luwes dalam pelayanan termasuk ala- san berdasar keriteria seksual - agar menarik minat konsumen, se tidaknya meletakkan kepercayaan pada putusan pria nota bene or- SUTRADARA SOSIAL Myers (1983) mengatakan bah- wa perilaku manusia banyak di- pengaruhi oleh lingkungan. Demi- Kondisi Sosial sebagai Ukuran Nasional Kemantapan Stabilitas STABILITAS nasional bersi- Oleh Mu'tamar fat inheren (melekat dengan sen- dirinya), dan merupakan bagian integral dari pembangunan nasio- nal. Pembangunan nasional akan dapat berjalan dengan baik dan lancar, jika didukung oleh kondisi stabilitas yang sehat, mantap dan kondusif bagi kelangsungan pem- bangunan, sebaliknya hasil pem- bangunan nasional akan dapat mendukung terciptanya stabilitas nasional yang mantap. nal - harus sudah berkembang le- bih mantap diharapkan kondisi so sial pada PJP-II sebagai berikut : ANALISA kian pula sikap yang diekspresi- kan (expressed attitudes) juga me- rupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Sikap yang diekspresikan tak lain ada- lah perilaku. Orang tidak dapat mengukur sikap secara langsung, sehingga yang diukur adalah si- kap yang menampak, alias peri- laku. Walau demikian, sikap dan perilaku saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Sebagai penegak hukum jalan an, masyarakat selalu melakukan penilaian terhadap perilaku poli- si di lapangan. Bagi mereka, pe- rilaku inilah salah satu wujud dari keberhasilan polisi dalam melaku- kan tugas-tugasnya. Masyarakat tidak mau tahu akan program ker- ja dan sasaran-sasaran yang dite- tapkan oleh pihak kepolisian da- lam menciptakan stabilitas keamanan. Idiologi: Berada dalam kon- disi yang mantap sehingga mam- pu menangkal pengaruh-penga- ruh negatif idiologi bangsa/nega- ra lain yang tidak seirama dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Sehingga betapapun mulianya program dan rencana pihak kepo- lisian dalam menegakkan ke- amanan dan keadilan, tidak akan dicap masyarakat sebagai suatu yang pantas dihargai bila polisi yang bertugas melayani masyara- kat tidak menunjukkan sikap atau perilaku yang simpatik sesuai de- ngan yang tertuang di atas kertas tadi. Menata kehidupan bermasya- rakat memang sangatlah sulit. Dan nyaris mirip dengan pem- buatan sebuah film. Kesalahan se- dikit saja dilakukan oleh sang su- tradara, akan berakibat fatal ter- hadap selera penontonnya. Dan kesalahan ini otomatis akan men- jadi bahan diskusi yang menarik bagi kritikus-kritikus film, atau minimal mengundang ejekan dari penonton yang jeli. Polisi memang tidak berbeda jauh dari sutradara. Kalau sutra- dara menangani film, maka poli- si sutradara khusus menangani ta- ta tertib masyarakat. Jadi, tugas polisi sutradara jauh lebih luas. dan kompleks. Karena itu, polisi memang layak menyandang gelar "SUTRADARA SOSIAL". OBYEKTIF DAN PROPORSIONAL Sekali lagi ditekankan, bahwa mengukur keberhasilan polisi bu- kanlah pekerjaan yang gampang. Apalagi senantiasa tugas-tugas polisi berkembang terus seirama dengan perubahan peradaban umat manusia. Berubahnya mem- bership group atau reference group dapat melahirkan peru- Politik Berada dalam suatu kondisi yang mampu mendukung pelaksanaannya pembangunan se- cara konstruktif, dijiwai semangat persatuan dan kesatuan berdasar- kan Pancasila dan Undang-un- dang Dasar 1945. Ekonomi: Berada pada kon- disi yang mampu mendukung ter- laksananya pembangunan nasio- nal dengan kekuatan/kemampuan sendiri, sehingga tidak tergantung dari bantuan luar negeri. Sosbud: Berada dalam kondi si yang mampu menghasilkan sum berdaya manusia yang berkuali- tas, cinta tanah air, bangsa dan ne- gara agar mampu tampil sebagai katalisator terhadap setiap per- ubahan yang disebabkan globali- sasi. Secara singkat dapat disebut- kan mampu bersikap responsif, adaftif dan proaktif. Hankam: Berada dalam kondi si yang memberikan kemungkinan terlaksananya pembangunan dan mampu mengamankan hasil-hasil pembangunan. Kondisi sosial tersebut diatas merupakan tolok ukur stabilitas nasional yang diharapkan mam- pu menunjang terlaksananya pem bangunan nasional. Kondisi terse- but mengandung dimensi kemam- puan sebagai berikut : Pertama: Dimensi Pembentuk an, yaitu kemampuan yang mam- pu melaksanakan pembangunan disegala bidang, secara konsepsio- nal, terpadu, terencana dan ter- arah berdasarkan Pancasila dan Wanita dalam Era UUD 1945 untuk mencapai tu- juan nasional. Kedua Dimensi Pemelihara an yaitu kemampuan mengaman- kan, mempertahankan dan meme- lihara (melestarikan) apa yang di- miliki dan dihasilkan. Ketiga Dimensi Pengem- bangan, yaitu kemampuan nasio- nal untuk meningkatkan, mendo- rong dan mengembangkan hasil yang telah dicapai agar lebih ma- ju dalam rangka pencapaian tu- juan nasional. Dilihat dari kondisi IPOLEKSOSBUD, yang diharap- kan dapat melahirkan dimensi ke- mampuan diatas, maka faktor ma nusia menjadi dominan dalam upaya menciptakan stabilitas na- sional. Apabila kita mampu me- nyiapkan manusia Indonesia seca- ra sadar ikut aktif menciptakan kondisi IPOLEKSOSBUD, akan memberikan kemungkinan pemba ngunan dapat terlaksana dan ber- hasil baik, sehingga memungkin- kan tercapainya cita-cita per- juangan bangsa. Industrialisasi Oleh Sutedjo N. Rahayu ganisasi tadi. PERAN YANG KOMPLEKS Dalam era industrialisasi de- wasa ini wanita dituntut untuk ti- dak melulu berperan dalam urus- an domestik saja. Lagi pula un- tuk urusan nondomestik bagi wa- nita memang terbuka lebar. Satu kenyataan, sekarang wanita lebih bebas bergerak baik demi tun- tutan ekonomi keluarga maupun sekedar apresiasi diri. Bahkan wa- nita dituntut berperanan lebih ak- tif dan progresif. Sebaliknya wa- nita yang melulu berperan meng- urusi urusan domestik dipandang kolot, tidak kreatif, malah dika- takan ketinggalan zaman. *** MEMAHAMI istilah stabili- tas di dalamnya mengandung pe- ngertian, suatu situasi yang perlu diciptakan untuk mendukung sua- tu sistem agar dapat berjalan. Sta- bilitas nasional bersifat dinamis, karena terbuka bagi perubahan- perubahan yang berlangsung da- lam skala nasional. Untuk itu per- lu dijaga sifat dinamis ini secara terarah, konstruktif-kreatif dan senantiasa mampu menjaga serta memelihara keseimbangan, kese- larasan dan keserasian tata kehi- dupan nasional. Adanya pengaruh globalisasi dalam aspek kehidupan masyara- kat, maka kondisi sosial bergerak semakin dinamis. Gerak dinamis ini harus dikendalikan agar tidak menyimpang dari kepribadian bangsa dan tidak menimbulkan konflik. Apabila terjadi konflik, (Bersambung ke Hal 11) menurut jenis pekerjaan - apakah pantas dikerjakan wanita atau se- mestinya dikerjakan pria. Bahkan tidak jarang terjadi, apa yang di- kerjakan wanita lebih berat diban- ding yang dikerjakan pria. Sungguh tidak adil jika pada gilirannya wanita harus berperan sebagai istri mengacu pada fungsi- nya memenuhi kebutuhan pria (suami) sekaligus menjadi pelayan dalam segala hal, dan sebagai ibu yang senantiasa dituntut bertang- gungjawab dalam urusan domes- tik sekaligus menyangkut tugas pendidikan informal bagi anak- anak serta menjaga harkat dan martabat keluarga secara umum. Sementara secara pisik tenaga telah terkuras ketika berperan se- bagai tenaga kerja demi tuntutan ekonomi keluarga. Di lain pihak kaum pria tetap berpegang pada dogmatis yang memandang wani- ta sebagai makhluk marjinal da- lam percaturan hidup, sehingga tetap berpijak pada posisi atas. Menganggap wanita tetap di ba- wah kekuasaannya yang bisa di- perlakukan sesuka hati. Namun sadarkah kita pada saat yang sama secara tidak lang sung telah mendudukkan wanita lebih terpuruk ke dalam peran yang kompleks, yang meskipun kaum pria belum tentu sanggup melaksanakannya ? Pada posisi- nya, wanita tidak lagi berperan se- bagai istri dan ibu rumah tangga (dwi fungsi) melainkan sudah menjadi tri fungsi, yakni sebagai istri, ibu rumah tangga plus tena- ga kerja dengan segala kategori. Oleh karena satu hal yang ti- PERGESERAN NILAI Dalam kondisinya semacam itu tidak mengherankan jika tim- bul pergeseran nilai baik peradab- an maupun kehidupan rumah dak dapat dimungkiri peta pereko tangga/keluarga. Ikatan keluarga nomian masyarakat kita menun- terkikis, harapan wanita sebagai jukkan adanya gep sehingga tun- ibu rumah tangga pupus. Sebalik- tutan ekonomi mendominasi kehi nya bagi wanita itu sendiri peran keibuannya "sempal", tercabik-ca- dupan masyarakat, mau tidak mau ketika wanita berperan seba- bik oleh situasi yang kontroversi gai tenaga kerja seolah kehilangan dengan kodrat alami kewanitaan- gender jenis kelamin). nya. Tidak pelak lagi penyakit (Bersambung ke hal 11 ) Tidak bisa lagi dibedakan- Oleh masyarakat, kesalahan yang sedikit ini segera diprokla- mirkan sebagai patokan untuk menunjukkan sikap kepolisian se- cara keseluruhan. Dengan kata lain, masyarakat segera mengge- nalisir sikap dan perilaku yang sa- lah dari segelintir oknum polisi dengan sudut pandang yang sem- pit dan subyektif. Jarang ada ma- syarakat yang mampu melihat dan menilai polisi itu dengan mata ha- ti atau secara obyektif. Melihat dan menilai dengan mata hati bukan berarti kita me- ngabaikan tindakan-tindakan po- lisi yang menyalahi aturan dan cenderung memfokuskan perha- tian pada prestasi-prestasi dan ke- berhasilan yang mereka peroleh. Melihat dengan mata hati adalah menilai dengan jernih suatu per- masalahan beserta akar penyebab- nya. Artinya, keberhasilan dan ke- gagalan yang mereka alami harus kita lihat dari kaca mata yang obyektif dan proporsional. Di sinilah diharapkan kemam- puan masyarakat untuk memaha- mi kompleksitas dan ambivalensi tugas-tugas polisi. Sebab polisi berhadapan dengan berbagai norma-norma yang kemungkinan SATU peristiwa pembunuhan terjadi di Ujungpandang. Ahma dy dan isterinya Ciselia serta pem- bantu rumahtangga mereka, Ped- di, berikut tiga anak Ahmady dibantai secara bengis dan sadis tanpa rasa kasihan oleh pem- bunuh. Kasus berdarah yang berlangsung awal Maret itu, pada akhirnya menemukan titik terang juga berkat kerja keras polisi. Dan, harian Kompas (22/3) menulis antara lain sebagai berikut : "Kunci keberhasilan polisi mengungkap kasus ini terletak pada seorang polisi berpakaian preman yang saat itu ikut "non- ton" bersama ratusan orang ketika polisi memeriksa tempat kejadian perkara (TKP) Minggu (19/3) sore di Jalan Karunrung, Kecamatan Tamalate. Di antara "penonton," terdapat NS yang langsung dicurigai karena banyak bicara. Ia sempat ngomong antara lain, bahwa ia lebih berhak atas rumah itu daripada Ahmady. Perlunya Petugas Sementara banyak manusia bersimpati terhadap keluarga Ahmady atas musibah itu, NS malah tidak menunjukkan rasa belas kasihan samasekali. Si polisi preman mengajaknya berdialog, seolah-olah sependapat dengan NS. Malah ketika sang polisi mengajaknya ke restoran, NS menurut. Sepulang dari restoran Topazz, dengan berbaik hati polisi membonceng NS pulang ke ru- mahnya di Kabupaten Gowa. Kecurigaan pertama polisi preman ialah kenapa NS nonton di situ, sementara rumahnya di luar Ujungpandang. Dalam per- jalanan dari restoran Gowa, polisi membelokkan sepeda motor nya ke markas Polda Sulselra, per- buatan mana sejak dari TKP sudah diikuti oleh polisi-polisi berpakaian preman lainnya. Karena itulah pemeriksaan per- tama NS lolos dari perhatian pers, sebab para wartawan memusatkan perhatian ke markas Poltabes Ujungpandang!" besar berlainan di antara suatu ke- lompok masyarakat dengan ke- lompok masyarakat lainnya. Ke- lompok masyarakat petani di de- sa misalnya, memiliki norma- norma sosial tertentu yang sudah jelas nuansanya cukup kentara dengan norma-norma sosial ma- syarakat yang hidup di perkotaan. Demikian juga para entrepreneur, norma hidupnya akan berbeda dengan kaum gurem yang hidup di kaki lima atau emperan toko. BERUBAHNYA NORMA HUKUM Berpindahnya suatu kelompok masyarakat ke kelompok masya- rakat lain, semisal kelompok pe- tani di pedesaan menjadi kelom- pok buruh di perkotaan, otoma- tis akan memaksa kelompok pe- tani tadi mengikuti norma-norma yang berlaku bagi kelompok bu- ruh di perkotaan. Sebab bila tidak, mereka bisa dianggap menyalahi aturan norma kelompoknya. Dengan begitu, berpindahnya suatu kelompok masyarakat ke kelompok masya- rakat lain, akan mengubah sikap dan perilaku pendatang baru (new comer) tadi. Hal itu menunjuk- kan, bahwa bila membershipnya berubah, akan berubah pulalah si- kap dan perilakunya. Pengembangan dan Lokasi PRSU Dipindahkan, Mungkinkah? Norma-norma dalam kelom- pok masyarakat ini memberi an- dil besar bagi keberhasilan polisi mengemban tugasnya. Sebab se- tiap memasuki suatu kelompok masyarakat, ia harus lebih dahu- lu beradaptasi dan mencaritahu Berpakaian Preman PRSU atau Pekan Raya Suma- tera Utara ke-24 atau istilah po- puler di masyarakat Medan Fair kini sedang berlangsung. Sambut an masyarakat kota ini cukup lu- mayan, maklumlah karena kota Medan kekurangan tempat-tem pat hiburan. Memang sekarang sudah ada beberapa perobahan, tetapi masih terlalu kecil. Belum begitu terasa. Hiburan yang tersaji masih belum kaya variasi. Memang benar kata Ketua Ya yasan PRSU H. Agus Salim Rang kuti, mantan Walikota Medan, bahwa mengubah PRSU bukan pe kerjaan mudah. Tidak segampang membalikkan tapak tangan. Betul sekali, namun masyara- kat selalu menuntut perobahan- perobahan yang benar-benar baik. Apa salahnya jika untuk membe- rikan hiburan kepada asyarakat dengan mendatangkan tim-tim hi- buran terkenal atau artis beken dari Ibukota, atau dari luarnegeri. Memang ongkosnya gede, te- tapi yakinlah, pasti pengunjung- nya pun akan bertambah banyak, dan PRSU pasti untung.. Satu hal lagi, melihat perkem- bangan kota Medan, rasanya lo- Oleh Baraka Chan apa norma-norma yang mereka pergunakan secara umum. Bila gagal, maka polisi pun akan ga- gal dalam melakukan tugasnya. Sehingga yang namanya partisipa- si, barangkali, akan mirip dengan mencari kuku dalam ijuk. Di sinilah diuji kearifan se- orang personil polisi. Polisi yang arif adalah yang mampu membe- dakan perlakuan dan sikapnya terhadap masyarakat dan pelaku kejahatan, serta mampu beradap- tasi dengan segala suasana. Se- orang petugas polisi pernah ber- tanya pada seorang warga ma- syarakat dengan cara membetank. Padahal, sebenarnya, sang po- lisi tadi ingin mencari alamat ter- sangka pelaku kejahatan. Penulis yang melihat kejadian itu yakin bahwa warga tadi mengetahui je- las alamat tersangka yang tengah dilacak. Tetapi karena cara polisi yang kurang simpatik tadi, ma- syarakat yang ditanya pun menja- wab sekenanya, "tidak tahu". Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan polisi tidaklah semata-mata tercermin dari keber- hasilan dan ketrampilan teknis, melainkan jauh lebih dari itu, po- lisi harus mampu beradaptasi de- ngan lingkungan masyarakat. Polisi harus mampu menjadi motorik yang menggerakkan se- mangat di kalangan masyarakat untuk menciptakan keamanan dan ketertiban. Mereka pun harus sanggup menciptakan suasana yang kondunsif dalam menegak- kan keadilan di lingkungan ma- dan Petugas dan Aparat yang bukan uniform dinas, pakaian yang bukan berupa pakaian resmi acara dan upacara, seperti mengenakan jas plus rom- pi dan dasi. Pakaian preman adalah pakaian bebas, boleh jadi T-Shirt dengan kombinasi Jean, atau jaket dan kemeja. Galibnya, dengan menge- nakan pakaian preman seseorang itu berkemungkinan lebih leluasa bergerak, terutama dalam kaitan- nya dengan aktivitas riset peneli- tian, penyidikan sesuatu perkara, penyelidikan mengenai banyak hal, pengumpulan data dan fakta, menghimpun bukti-bukti otentik, berwawancara serta berkomunika si secara intens. PAKAIAN PREMAN BUKAN UNIFORM DINAS Persoalan kini preman memang lagi menghangat dan jadi topik gencar yang diperbin- cangkan di mana-mana serta diulas tulisan banyak media. Pekan-pekan ini saja kalau jeli menghitung, koran Analisa saja telah memuatkan berita maupun tulisan mengena sepakterjang preman, upaya pemberantasan preman dan pengamatan tentang kepremanan serta premanisme, lebih dari 100 buah banyaknya. Hanya penting juga diingat dan digarisbawahi, apabila seseorang itu bukan tampil dengan pakaian dinas (uniform) melainkan dengan baju preman, Namun, pakaian preman sikap, perilaku, tatacara tidak ada hubungannya sedikit berkomunikasi dan tindakan ser- pun dengan preman. Lantaran ta gaya perbuatannya jangan pula yang dimaksudkan dengan sampai over-akting. Bila perlu, pakaian preman adalah pakaian janganlah sampai ada yang tahu Berpakaian preman selalu di- lakukan kalangan intel, reserse, detektif, spion, wartawan, infor- man, pengacara bahkan jaksa dan hakim sekali pun, demi untuk kelengkapan bahan-bahan yang relevan dengan tugas kewajiban mereka. Gaya penyamaran sema- cam itu tidak dilarang oleh Undang-Undang serta tidak ber- tentangan dengan tertib hukum. Bahkan, adakalanya justeru dian- jurkan sekali. Umpamanya saja bagi kalangan pemungut pajak, yang merasa curiga bahwa telah terdapat indikasi adanya tindak menipulasi pengisian jumlah pajak. Nah, si pemungut pajak akan berperan aktif dengan baju premannya guna melacak pembe naran pembuktian atas kecurigaan dimaksud ! Atau sebaliknya, seorang Pejabat yang merasa kurang puas dengan hasil laporan bawahannya yang mengandung kesan "laporan rekayasa, nah, si Pejabat sah saja mengenakan ba- ju preman kemudian berusaha mengusut "laporan rekayasa" tadi baik-baik. Memang, secara psikologis akan ada perbedaan dalam sikap, perilaku, komunikasi dan layanan anggota masyarakat terhadap mereka yang mengenakan uni- form resmi dibanding dengan sikap, perilaku, komunikasi dan layanan mereka terhadap orang- orang yang hanya tampil dengan baju preman. Tak jarang dian- taranya sikap, perilaku, komuni kasi dan layanan itu justeru bertolak-belakang. Pada kasus ditangkapnya ter- sangka NS di Ujungpandang oleh polisi berbaju preman di atas, setidak tidaknya bisa dijadikan sebentuk bukti yang akurat. kasi PRSU ini sudah harus dipi- kirkan untuk mencari lokasi ba- ru yang lebih sesuai. Artinya, su- paya keramaian di kota Medan ini merata, tidak terpusat di satu tem- pat saja seperti sekarang. Lihat saja di kawasan Medan Timur, kini masih tetap sunyi se- pi, kecuali ada Buana Plaza di Pa- sar Aksara, yang sedikit banyak dapat juga dijadikan obyek hi- buran masyarakat sekitarnya. Sebaiknya harus dipikirkan juga pemerataan letak tempat- tempat hiburan rakyat dimaksud. Jika di wilayah Barat seperti Ja- lan Gatot Subroto sudah ada Ta- man Ria, apa salahnya PRSU ini dipindahkan ke kawasan Medan Timur, ke lokasi yang lebih tepat, lebih lapang dan tidak menggang- Dapat dikatakan hiburan di kota Medan ini begitu minim, khususnya hiburan untuk rakyat banyak yang murah meriah. Ma- ka jika sedang dilaksanakan gu arus lalulintas seperti sekarang. PRSU, warga kota pun tumplek ke sana memadatinya. ini. Surat Pembaca Cantumkan nama dan alamat yang jelas, tandatangani, dan sertakan fotokopi KTP yang masih berlaku Memang benar, ini pekerjaan yang juga tidak gampang. Tetapi jika dipikirkan sejak sekarang, apalagi karena PRSU juga meru- pakan ajang promosi dagang, apa salahnya para pengusaha/indus triawan dilibatkan dan "diberi kewajiban". Dan PRSU juga berkembang bukan saja tingkat nasional, tetapi yang internasional pun sudah tu- rut serta (Malaysia, Jepang, Tai- wan), dan bukan mustahil akan terus berkembang, akan lebih baik jika lokasi PRSU ini berdekatan dengan bandar udara. Dan karena bandar udara di masa datang terletak di Kuala Na- mu, maka tepatlah jika PRSU ber ada di kawasan Medan' Timur. Ba- gaimana Pak Rangkuti ? RUDY SANTOSO Jalan Willem Iskander Medan 00000 dia itu sebenarnya adalah orang berbaju dinas, akan tetapi melak sanakan penyamaran dengan ba- ju preman. Itu lebih bijaksana. Apabila misalnya dia seorang polisí dan kebetulan berpakaian preman untuk melacak sesuatu kasus, lantas belum apa-apa dia langsung saja mengacungkan pistol ke orang lain, tindakan demikian itu sungguh keliru. Lebih baiklah dia itu tampil saja dengan pakaian dinasnya yang resmi. Sebab, memang rasa hor- mat masyarakat akan terasa jauh lebih besar kalau dia tampil dengan uniform resmi polisi. Dan berarti pula, si polisi tadi tak siap mental! Halaman 4 syarakat, sehingga suasana aman dapat terjamin dalam tata kehi- dupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berdasarkan hal itu, saya se- pendapat dengan pakar kepolisian kita, Satjipto Rahardjo, yang me- nyatakan bahwa tanpa kehadiran polisi tidak bisa dibayangkan apa yang bakal terjadi di dalam ma- syarakat. Polisi adalah pelindung masyarakat. Ia merupakan hu- kum yang nyata, yang mencari pe- laku kejahatan dan memenjara- kan sikapnya yang brutal. Namun, untuk mengukur ka- dar keberhasilannya, lalu menye- diakan data yang berhubungan dengan kadar keberhasilan itu, tampaknya adalah keutopisan be laka. Sebab kadar keberhasilan itu adalah hal yang abstrak. Sehing- ga kita hanya mampu menilainya berdasarkan naluri atau perasaan tentang seberapa besar beban mental yang mereka timbulkan yang menjadi kegagalannya, dan seberapa besar kemampuan poli- si mengungkapkan kasus-kasus kejahatan dan menciptakan stabi- litas keamanan nasional yang mantap dan dinamis. UNTUK MENGKAJI FAKTA Wibawa seseorang itu yang tampil dengan pakaian resmi alias baju dinas, memang jauh lebih tinggi ketimbang dia tampil hanya dengan baju preman. Logis pula kalau rasa hormat dan sanjungan anggota masyarakat terhadapnya sangat istimewa. Celakanya, lan- taran itu pula acapkali yang dikemukakan cuma ikhwal-ikhwal mulus belaka, sehingga terkesan perekayasaan. Umpamanya saja kalau se- orang pejabat Depdikbud berkun- jung ke sebuah sekolah dengan berpakaian safari mahal yang resmi serta dikawal sejumlah pegawai Depdikbud pula, maka si Kepala Sekolah pastilah akan melaporkan, kondisi sekolah itu hebat, siswanya jempolan semua, para guru handal berkualitas, per- pustakaan sekolah koleksi bukunya lengkap, tak dimiliki kekurangan, tak ada pungli dan sebagainya yang muluk-muluk. Padahal yang fakta sejati adalah, gedung sekolah itu bobrok, murid-muridnya bedogol, guru jarang masuk mengajar, asalkan ada kegiatan persekolahan murid- murid kena pungli, dan banyak lagi. Bahkan, di sekolah itu jangankan koleksi buku, pustaka pun tak ada ! Maka, sesungguhnyalah kalau kita juga memerlukan petugas dan aparat berikut pejabat yang "hobi berpakaian preman, dan berkenan meninjau serta meng- amati potret kehidupan warga masyarakat secara langsung" Tapi ingat, identitas musti disem- bunyikan baik-baik, supaya pembenaran mau pun pembukti- kan data dan fakta itu tercapai. Tak sekadar poles-polesan belaka! Tinggal lagi persoalannya ialah, tak semua orang berbaju dinas dan seragam resmi itu mampu tampil dengan pakaian preman. Konon pula untuk berbaur de- ngan warga masyarakat yang heterogen. Pekerjaan itu sungguh sulit. Bahkan, dalam konteks penga ISU adanya galon minyak (SPBU yang selalu "nakal" dan merugikan konsumen di Medan, memang harus atau perlu diwas padai. Ternyata isu ini memang ada benarnya. Bukan saja misal- nya isu tentang adanya premium yang dicampur dengan minyak ta- nah, tetapi yang lebih sering ter- jadi adalah manipulasi (istilah pa- sarnya "penipuan") ukuran. Saya mengalami hal ini pada hari Senin (24/4) pagi di sebuah galon BBM di Jalan Yos Sudarso. Pagi itu saya hendak mengisi BBM di mobil saya sebanyak 30 liter. Hal ini saya katakan kepada petugas galon tersebut, yang me- mang segera bertugas untuk me- menuhi permintaan saya itu. Tapi sebelum dia mengisi BBM ke tangki mobil saya, saya melihat di alat ukur sudah me- nunjukkan angka 10, berarti sebe- lum saya sudah ada orang lain. yang mengisi minyak kenderaan- nya 10 liter. Kemampuan inilah yang men- jadi ukuran keberhasilan mereka. Dan konsekwensi keberhasilan ini tak lain hanyalah pujian atau par- tisipasi dari masyarakat. Semen- tara jika yang disumbangkan po- lisi adalah kegagalan, maka siap siaplah mereka dicaci. *** Hanya anehnya, ketika oknum petugas menghidupkan pompanya dan mengisi ke tangki mobil saya, dia tidak mengembalikan angka 10 ke angka 0 (nol atau kosong), tetapi meneruskannya saja. Dan sialnya, ketika angka pada ukuran tersebut menunjukkan 30 petugas itu berhenti, dan mengatakan "sudah". Penulis adalah pemerhati masalah sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup Tentu saja saya menjadi kaget dan sekaligus palak, karena itu berarti minyak yang diisikannya belum cukup 30 liter, tetapi hanya wasan-melekat (Waskat) yang diprogramkan pemerintah, upaya tampil dengan pakaian-preman ini semakin lebih relevan. Seorang Walikota yang mencium adanya. berbagai kejanggalan proyek pem bangunan harus berani tampil secara baju preman guna mem- buktikannya langsung. Seorang Gubernur wajib pula mengemukakan dengan baju pre- man guna mencari tahu, kok bawahan di kantornya bisa beli rumah mewah plus mobil mahal beberapa unit, padahal gajinya cuma Rp 150 ribu sebulan. Seorang Hakim sebelum memutus kan suatu perkara persidangan, tidak cukup hanya dengan berdo'a minta petunjuk pada Tuhan, me lainkan dia juga perlu menceking dengan pakaian preman kejernih- an kasusnya agar adil dalam memvonis. Seorang anggota DPR yang mendengarkan berbagai keluhan masyarakat tentang limbah lingkungan, pengrusakan hutan lindung, penggusuran tanah rakyat, kesulitan memperoleh jasa pelayanan masyarakat dari aparat, isyu tentang korupsi dan kolusi serta banyak permasalahan lain- nya, pun wajib mengenakan baju preman kemudian melakukan pencermatan secara informal. Dan seterusnya lagi. Namun, sebagaimana disebut kan di atas tadi, tak setiap orang berbaju dinas atau seragam resmi itu mampu tampil secara pakaian preman. Andainya mampu, mung kin pula mereka tak berbakat. An- dainya mampu dan berbakat, barang kali mereka tidak siap secara mental, moral dan psikolo gis, tapi gegabah. Dan tentu saja hal ini wajar jadi tema pemikiran kita bersama. Semoga. Hati-hati dan 20 liter, sebab sebelumnya sudah angka 10. tersebut ingin Waspada Mengisi BBM membantah. Tetapi setelah saya di Galon berkeras dan mempersoal- kan masalah itu lebih lanjut, ba- rulah petugas tersebut mengaku telah berbuat salah. Dari Redaksi PARA penyumbang tulisan/artikel dimintakan perhatiannya sebagai beri kut: 1. Panjang tulisan/artikel minimal empat dan mak simal tujuh halaman/folio diketik dengan spasi rang kap dan tidak timbal balik. 2. Bukan tindasan, serta bukan fotokopi. 3. Tidak atau belum dikirim kan ke media massa lain nya. 4. Pada akhir/ujung tulisan sebutkan identitas, profesi penulis serta alumnus dari mana. 5. Sertakan alamat terbaru yang jelas, dan jangan lupa sertakan fotokopi KTP yang masih berlaku. Pelajaran apa yang bisa diam- bil dari kasus ini ? Jika kita ingin mengisi minyak di galon atau SPBU itu haruslah hati-hati, dan jeli mata memandang ke pesawat ukuran. Sebelum minyak diisikan haruslah menunjukkan angka nol/kosong. Sebab jika kita lalai, bisa saja kita dirugikan oleh para petugas tersebut. Apakah ini kelalaian, atau memang disengaja, entahlah! Tetapi saya menduga, atau seti dak-tidaknya merasa, bahwa per- buatan itu seperti "disengaja". Yang saya harapkan sebagai konsumen, hendaknya pihak Per- tamina selalu memperingatkan para pengusaha SPBU (galon mi- nyak) di mana pun berada, ja- nganlah berbuat "nakal". Karena "kenakalan" itu merugikan konsu men. Boleh saja mencari untung se cara tepat, tetapi caranya dengan jujur dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada setiap konsumen. Jika hal ini yang dila- kukan pelayanan yang baik, ju- jur, dan cepat - percayalah lang- ganannya akan bertambah ba nyak. Dengan banyaknya langga- nan, tentu omzetnya besar. Dan ji- ka omzet besar, berarti keuntu- ngannya pun besar pula. Jelasnya janganlah berbuat curang ! HAMDANI NASUTION Jalan Bhayangkara Medan 00000 Kamis, 27 April 1995. DAERA Sepeda Samba Pematang Siantar, (Ar Empat orang pengu atraksi ketangkasan bers besar" (tong setan) di l san Dusun V Desa Bang malungun menderita ce la. Ini akibat disambar luar arena, Senin (24/- Keempat korban itu, gadis Ri- rin (20) penduduk Pasar baru De- sa Syahkuda, Elfan Silalahi (27) penduduk Perdagangan, Adi (11 penduduk afdeling IV Bah. Jam. bi, dan Misdi (23) penduduk De sa Bandar Siantar Simalungun Kesemuanya sampai kini dirawa di Rumkit 022/PT Pematan Siantar. Menurut keterangan para kos ban dan seorang oknum Polri S malungun Koptu Manurung, Se nin sekitar pukul 21.00 Wib saa acara atraksi sepeda motor di ar na tong setan yang dilakukan p- ngendaranya, secara tiba tiba s peda motornya melesat keluar ar na bersama pengenderanya. Sebelum sepeda motor ters but jatuh ke bawah dari ketin gian lebih kurang 5 meter, m nyambar penonton yang berada Ketua Dha Kartini Karc dari Adat Kabanjahe, (Analisa). Cita-cita dan harapan Kam ni bagi kaumnya sejak 50 tah terakhir ini, tepatnya setelah pr klamasi kemerdekaan Repub Indonesia terwujud sama dan jajar dalam setiap kegiatan d perjuangan kaum pria. Wanita Indonesia umumny "Kartini Kartini Karo" khus nya, tidak dapat melepaskan dratnya sebagai wanita meskip zaman telah maju, karena k mempunyai budaya yang tid dari adat dan keluarga. Hal ini dikatakan Ketua DE ma Wanita Karo, Ny. D.D. Sim lingga selaku ketua umum pe ngatan hari Kartini ke-116 tah 1995 daerah tingkat II Ka Jumat (21/4) dalam sambutann memperingati hari "pendel kaum wanita" Indonesia itu. Gedung Serba Guna Kabanja Dalam kesempatan yang ma, dra Suriani beru Ginting ya sejak 12 April lalu resmi mer bat Ketua Dharma Wanita/Ke Tim Penggerak PKK Tanah ro Simalem, tidak lupa mengu kan terima kasih atas peran se Kartini Kartini Karo untuk m peroleh sertifikat Adipura k Kabanjahe. Untuk memperoleh Adip tahun 1995 ini seluruh warga ro, istimewa Kartini Kartini ya berdomisili di ibukota kabupa ini, sangat diharapkan peran ta aktifnya meningkatkan d memelihara kebersihan serta indahan, kata Ny. D.D. Sinulin ga menambahkan. BERGUNA BAGI KELUARG Bupati Karo, Kol. Inf. d D.D. Sinulingga, dalam samb annya mengharapkan penggun an uang hasil jerih paya, mela pertimbangan matang bersan keluarga. Saya merasa bahagia mene ngar dari pihak berkompeten b wa tingkat kehidupan ekonc masyarakat Karo rata-rata di a kabupaten lainnya di Sumat Utara. Hal itu mungkin karena ala BANTUAN PKK: dra. Sur anggota, PKK Kutajulu usai me Karo. PKK Kabupa PKK Des Kabanjahe, (Analisa). Serangkaian dengan peringat an "hari Kartini" ke-116, Ketu Tim Penggerak PKK Kabupaten Karo Ny. D.D. Sinulingga didam pingi Ny. Aman Ginting selaku ketua panitia hari Kartini tingka II Karo menyerahkan bantuan se buah kompor, sejumlah piring dan gelas kepada PKK Desa Ku- tajulu salah satu penerima dans IDT di Kecamatan Tigapanah, Kamis (20/4). Wajah lingkungan desa men- cerminkan suatu pemikiran dam kepribadian warga yang menem- patinya. Khususnya para warga PKK sebagai motivator dalam bi- dang kesehatan dan kebersihan lingkungan. Bingkisan yang kami serah- kan tadi merupakan sarana penun jang kesehatan dan kebersihan, yang dapat digunakan untuk ke- pentingan PKK desa kita ini, ka- ta dra Suriani beru Ginting yang juga ketua Dharma Wanita Ta- nah Karo Simalem itu. Camat Tigapanah, drs. Salo- mo Ginting, sebelumnya mela- porkan Desa Kutajulu dihuni 32 KK dengan 131 jiwa dipimpin Ka- desnya Mimpin Pandia, merupa- kan satu di antara empat desa ter- tinggal di Kecamatan Tigapanah. MAJU Berkat dana IDT tahun lalu desa ini mulai bergerak maju. Da-
