Tipe: Koran
Tanggal: 1997-09-30
Halaman: 04
Konten
Selasa, 30 September 1997 Penerbit Pemimpin Umum/Pendiri Wakil Pemimpin Umum Pemimpin Redaksi/ Penanggung Jawab Wakil Pemimpin Perusahaan Managing Editor Sekretaris Redaksi Redaktur Anggota Redaksi Terbit Tarip Iklan Alamat Telepon Perwakilan Jakarta Perwakilan Banda Aceh SIUPP Dicetak Oleh : : : : Yayasan SIKAP PRESS. Harta Susanto. Supandi Kusuma. H. Soffyan. H. Ali Soekardi. analisa Joeli Salim. Paulus M. Tjukrono. H. War Djamil. H. Amir Siregar, H. Kaharudin, H. Bahari Effendy, H. Naswan Effendi, Usman Alie, H. War Djamil, Mulyadi Franseda, H. Ismail Lubis, H. Basyir Ahzar, Buoy Harjo, Agus Salim, H. Azmi Majid (foto). M. Hatta Lubis, Mac. Reyadi MS, A. Rivai Siregar, Hasan Basri Ns, Timbul O. Simarmata, Johan Jambak, Ismugiman, Idris Pasaribu, M. Sulaiman, Ali Sati Nasu- tion, Samil Chandra, M. Nur, Hermansyah, Aswadi, Faisal Fardede, Kwa Tjen Siung. Hendar Tusmin, Anthony Limtan. Seminggu 7 kali. Rp. 4.500,- per mm/kolom (umum). Rp. 3.000,- per mm/kolom (keluarga). Jalan Jend. A. Yani No. 35-43 Medan. Kotak Pos : 1481. Telex No.: 51326 ANALIS IA. Fax: (061)-514031, Telegram: ANALISA MDN. Redaksi: 556655 (2 saluran)/511256. Tata Usaha: 554711 (3 saluran)/513554. Frans Tandun, Jln. K.H. Hasyim Ashari. No. 43-A Jak. Pusat Tel. 3446609/3844339/3453912 Fax.: (021)- 363388. H. Harun Keuchik Leumiek Jalan Tgk. Cik Ditiro 106 Tel. (0651) - 23839. Fax: (0651) 23839. SK. Menpen No. 023/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1985. Tanggal 24 Desember 1985. P.T. KUMANGO Medan (Isi di luar tanggung jawab pencetak). Tajukrencana Prestasi Yayuk Basuki BUKAN hanya Yayuk Basuki yang gembira, tetapi bangsa Indonesia juga ikut bangga atas prestasi yang dicapai, memasuki peringkat 20 petenis wanita dunia. Bukan main. Pantas ber- syukur dan tentu saja hasil kerja keras dengan semangat tinggi berencana. Sejalan dengan ini ada dan melalui program yang tiga sisi yang dicatat dari prestasi yang dicapai itu. Pertama, menempatkan olahragawan Indonesia dalam deretan peringkat dunia. Hal ini pula yang menambah koleksi prestasi skala dunia, selain cabang bulutangkis. Meski ada beberapa cabang lain yang juga pernah mengharumkan nama bangsa/negara Indonesia seumpama dalam cabang atletik, panahan, tinju, brigde dan lain-lain. Kedua, prestasi tersebut justru memacu bibit-bibit dan olahragawan nasional di tanah air, teristimewa putri untuk terus meningkatkan kemampuan dalam mencapai hasil yang terbaik. Bukan mustahil, kalau program latihan dilakukan secara teratur, peluang bertanding dalam menambah pengalaman melalui event-event dunia, ditopang semangat dan kemauan yang tinggi,tentu prestasi itu dapat diperoleh. Ketiga, apa yang dicapai Yayuk Basuki ini menghapus segala anggapan negatif terhadap dirinya oleh berbagai pihak, terutama di Jakarta tentang ketidakikutsertaan Yayuk memperkuat kontingen SEA Games bulan Oktober mendatang. Artinya, ia memang sudah punya program dan harus memilih diantara prioritas yang ada. tidak Kini, dengan pencapaian peringkat 20 dunia itu hal terpen- ting bagi Yayuk adalah mempertahankan posisi itu agar t melorot. Kunci untuk itu tiada lain, mengikuti sejumlah per- tandingan dengan hasil yang memuaskan. Sebaliknya, kalau prestasi mengendur, bukan mustahil peringkat itu akan turun dan digantikan oleh petenis yang berada di posisi 21. Dalam menghadapi SEA Games mendatang, kiranya olahragawan terbaik Indonesia akan memperlihatkan kualitas yang terbaik. Dari arena ini diharapkan akan lahir olahragawan dengan prestasi dunia. Pada tahap berikutnya, olahragawan tersebut dibina guna menjadi olahragawan yang mampu memasuki deretan atlet dunia. Untuk mencapai hal ini memang tidak mudah. Diperlukan dana dan kemauan keras dari olahragawan. Keberhasilan beberapa olahragawan Indonesia mencapai prestasi dunia melalui berbagai cabang olahraga hendaknya memotivasi generasi muda yang berbakat. Selain itu, perha- tian dan dukungan semua pihak juga diperlukan sehingga organisasi induk olahraga dapat menjalankan fungsinya dengan mantap. Khusus menyangkut pendanaan, diperlukan suatu keter- bukaan dalam pengelolaannya sehingga para donatur dan masyarakat mengetahui pemasukan dan penggunaan dana itu secara garis besar. Sebab, ketertutupan dalam pengelolaan dana justru mengurangi minat masyarakat/pengusaha dalam berpar tisipasi. Semoga prestasi Yayuk Basuki itu akan melahirkan petenis putri "Yayuk-Yayuk" lainnya dari tanah air tercinta ini. Selamat bagi Yayuk Basuki. Semoga tetap sukses dalam target berikutnya. Surat Pembaca. Jalan yang Masih Baik Diperbagus yang Parah Dibiarkan TERKADANG kita yang masyarakat bawah ini tidak habis pikir, melihat perbaikan jalan di kota Medan yang tidak seimbang. Di satu pihak kita lihat jalan jalan yang masih dalam kondisi baik, sudah dilapisi lagi dengan hot mix yang baru sehingga semakin licin. Tapi di pihak lain kita juga melihat banyak jalan- jalan yang sudah lama dalam ke- adaan rusak namun tak kunjung diperbaiki. Contoh paling jelas, seperti Jalan Masdulhak, Jalan Sei Batanghari yang meskipun kon- disinya masih baik, sudah diper- baiki atau dilapisi lagi sehingga jalan itu benar benar semakin mulus. Tapi sebaliknya coba lihat Jalan Kapten Muslim sejak Simpang Gaperta hingga Asrama Zipur Helvetia Medan, sudah lebih setahun dalam keadaan rusak parah seperti kubangan kerbau bila musim hujan sekarang ini. Namun sebegitu jauh dibiarkan saja sehingga semakin hari ber- tambah parah, tanpa ada perha- tian dari pihak Dinas PU Kodya Medan. Entah apa alasan Pemda Medan membeda-bedakan per- baikan jalan bagi warganya yang sama-sama membayar pajak. Mengingat setiap harinya yang lewat di Jalan Kapten Muslim ini ribuan kenderaan baik angkutan Nama dan alamat harus jelas Sertakan Fotokopi KTP umum, pribadi maupun sepeda motor. Maunya bila Pemda Medan memang tidak memperbaikinya diberitahukan atau diumumkan saja apa sebabnya sehingga masyarakat mengetahuinya. Tidak seperti selama ini, sepanjang tahun tidak ada kepedulian, seolah-olah Jalan Kapten Muslim ini di luar kota Medan saja. Tolong Pak, diperhatikan masyarakat seperti kami yang tinggal di kawasan ini. M.S. HARAHAP Jl. Kapten Muslim Medan Dari Redaksi PARA penyumbang tulisan/artikel dimintakan perhatiannya sebagai beri kut: 1. Panjang tulisan/artikel minimal empat dan mak simal tujuh halaman/folio diketik dengan spasi rang kap dan tidak timbal balik. 2. Bukan tindasan, serta bukan fotokopi. 3. Tidak atau belum dikirim kan ke media massa lain nya. 4. Pada akhir/ujung tulisan sebutkan identitas, profesi penulis serta alumnus dari mana. 5. Sertakan alamat terbaru yang jelas, dan jangan lupa sertakan fotokopi KTP yang masih berlaku. Gejolak Massa, Perilaku Destruktif dan Fenomena Kesenjangan agar energi sosial itu bisa diserap dan dikelola menjadi sebuah ke kuatan yang konstruktif. Jika tidak, akibatnya akan merugikan dan mendatangkan malapetaka. Salah satu cara un- tuk menyalurkan energi sosial tersebut adalah dengan mem- fungsikan pranata-pranata sosial yang ada. sosial tidak pernah diperhitung kan. Mereka baru diperhitungkan setelah timbul dampak negatif. Sering political will lebih pada condong pada pengusaha besar, akibatnya perekonomian terpusat hanya pada beberapa orang saja. Faktor yang membuat kesenja AKHIR-akhir ini sering terjadi fenomena faktual baik berlatar belakang sosial/politik maupun ekonomi di tengah masyarakat yang bisa mengancam keten- traman dan keamanan serta menimbulkan rasa takut terhadap maraknya tindak kriminal (fear of crime). Misalnya, kasus unjuk rasa buruh di Medan (14 April 1994): kerusuhan di Situbondo (10 Oktober 1996), Tasikmalaya (25 Desember 1996. Sanggau Ledo Kalbar (kerusuhan pertama 30 Desember 1996 dan meletus lagi pada 8-9 Pebruari 1997), Tanah Abang (27 Januari 1997), Rengas dengklok (30 Pebruari 1997), kasus demonstrasi karyawan Kahatex, kasus di Sumedang Jabar, di Dili Timtim, kasus PT Freeport di Irian Jaya, kasus kerusuhan di Pekalongan, dan terakhir pertengahan September 1997 di Ujungpandang. Menggarisbawahi kejadian pa ling akhir, menurut Sekjen Kom- nas HAM, kerusuhan di Ujung pandang tidak semata dipicu oleh terbunuhnya Ani (9), warga pribumi oleh Benny Tara (23), WNI keturunan yang akhirnya tewas dikeroyok massa. Dari diskusi Komnas dengan tokoh rakyat Ujungpandang, pengusaha dan mahasiswa, terungkap ada nya kesenjangan ekonomi antara antara lain, masih menguatnya tatanan sosial dan budaya masyarakat akan ikatan tradi- sional dan primordialisme. Lemahnya solidaritasa sosial an- masyarakat pribumi dan nonpri tarkelompok dalam masyarakat bumi. Jika kita tarik dalam rentang yang lebih luas, tidak hanya masalah ekonomi semata yang bisa menyebabkan gejolak massa tetapi juga aspek aspek lain yang terkait dengan kompleksitas kehidupan masyarakat pluralistik ini. Tulisan ini secara singkat mencoba menguak bagaimana kita memahami masalah tersebut. INDONESIA, yang masyarakatnya majemuk tentu menyimpan energi sosial yang amat besar dan beragama. Energi itu meliputi seluruh elemen sosial, potensi kreatif masyarakat, prakarsa serta gagasan, yang se- muanya bisa digalang menjadi kekuatan pembangunan. Pemerin tah perlu memberikan saluran terpuji. Justru disinilah pentingnya mawas diri bagi insan-insan lain agar tidak mudah rendong masuk ke dalam kelompok itu. Justru pula apara-aparat keamanan harus lebih tanggap mencegah serta mendeteksi jangan sampai gejala-gejala itu mencuat menjadi suatu kenyataan, walaupun me- mang sudah terjadi.. SIFAT masa bodoh yang ta kebesaran Bangsa Indonesia, melekat pada diri sementara orang orang - sadar maupun tidak - merupakan salah satu pengham- bat produktivitas baginya di dalam penempuh kehidupan seha- ri-hari dan tanpa memiliki kon- sepsi hidup lebih mantap. yang memiliki cita-cita kemerde- kaan jauh daripada sifat-sifat penindasan manusia atas manusia exploitation de l'homme par l'homme- justru hidup di dalam penataan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Pada awalnya sifat-sifat seperti itu hanya sebagai gejala biasa- biasa saja. Namun apabila di- RE biarkan terus-menerus berkepan- jangan maka akan melahirkan momentum-momentum yang da- pat merugikan orang banyak, bahkan bisa saja sampai mengor- bankan jiwa. Gejala-gejala masa bodoh yang demikian dapat dikatego- rikan kepada gejala "anomali", yang akan mampu menyerap 70 persen kehidupan manusia ke arah perbuatan-perbuatan tidak Fungsionalisasi pranata- pranata sosial ini penting untuk menjembatani berbagai kepen- tingan masyarakat agar tidak sa ling berbenturan antara satu dengan yang lain. Fungsi inilah yang disebut sebagai mediating structures, yakni menjadikan institusi-intitusi atau pranata- pranata sosial berperan melaku kan proses penjembatanan, penya luran dan penyerasian berbagai kepentingan. Karena dalam ma syarakat yang pluralisitik ini, se ringkali muncul perbedaan pen- dapat, gesekan antara berbagai kelompok, benturan kepentingan dan bahkan konflik-konflik sosial. Di satu sisi, negara-negara berkembang seringkali mengha dapi kendala-kendala sosial yang menyebabkan tidak optimalnya pembangunan. Kendala tersebut Dua tahun lalu - tepatnya pada Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 1995- Presiden Soeharto telah mencanangkan apa yang dinamakan Gerakan Disiplin Na- sional (GDN) bagi seluruh masyarakat Indonesia, tanpa kecuali. Mengapa diambil oleh Kepala Negara pencanangan GDN itu tepat pada Hari Kebangkitan Na- sional, tidak lain karena untuk menyadarkan kembali jati diri ser- karena masuknya faktor individu ke dalam ikatan sosial yang baru tidak selalu serasi akibat ba nyaknya kesenjangan. Di sisi lain, birokrasi kurang memahami keterkaitan antara proses pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial sehingga memberikan kesan acuh tak acuh, dan sikap kurang berpihak dan kurang memperhatikan masalah sosial, terutama menyangkut rakyat kecil. Harus disadari bahwa saat ini etika birokrasi di negara kita belum ditegakkan dengan baik. Masalah penegakan etika birokrasi ini terkait dengan sikap mental budaya masyarakat, Salah satu upayanya adalah me ningkatkan sikap-sikap profe sional. Dalam profesionalisme ini C Waktu itu, memang tak ada reaksi. Ia memang dikemas baru, terutama pada nuansa dan mo mentum yang memang menarik. Atau, menurut segolongan orang, tepat, karena menjelang sidang umum MPR. Siapapun tahu bahwa pada sidang tersebut, salah satu agendanya adalah memilih presiden dan wakil presiden. Pa dahal pendapat ini berkaitan dengan masalah kualitas, kapa sitas, serta kesiapan calon pemim- pin nasional maupun wakilnya Tak heran, kalau pendapat Juwono Sudarsono, Wakil Guber- nur Lemhanas, merebak dengan berbagai tanggapan. Termasuk Agus Salim Ujung. 4 DISIPLIN MASYARAKAT MASIH RENDAH Oleh karenanya kita sangat terkesan apa yang diutarakan oleh Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Wiranto, bahwa tingkat kedisiplinan masyarakat masih sangat memprihatinkan. Gerakan Disiplin Nasional (GDN), yang dicanangkan dua tahun lalu - 20 Mei 1995 - hasilnya belum seperti yang diharapkan. Sejalan dengan itu pula Pang- dam Jaya Mayjen TNI Sutiyoso mengemukakan Gerakan Di- siplin Nasional bukanlah main- main. Disiplin adalah masalah strategi bangsa, disiplin masyarakat Indonesia masih amat rendah. Kalau disiplin rendah, manusianya pun pasti tidak produktif. ANALISA Pangdam Jaya memberikan contoh di Singapura, orang-orang berjalan ke luar dari lorong ke lorong 'subway' dengan langkah tegap, tidak ada yang 'klemar- klemer'. Di Jepang kalau ada seorang suami pulang kantor kurang dari jam 16.00 sore, maka si isteri jadi muram wajahnya, karena ia mengira suaminya nggak kepakai di kantor. Oleh Kuncara Yuniadi komitmen menjadi amat esensial dan merupakan unsur penting yang menentukan kualitas out- put. Komitmen adalah suatu sikap pribadi dan sikap moral yang ditandai oleh kesetiaan, loyalitas, dan pertanggung- terhadap jawaban pekerjaan. suatu Berbeda di Indonesia. Orang Indonesia (isteri) kalau suaminya pulang jam 12.00 siang, lalu bilang pak kalau bisa pulang jam 10.00 atau jam 11.00 biar *** GBHN 1993 telah menegaskan bahwa tujuan pembangunan na- sional dalam PJP II adalah pem- bangunan bangsa yang maju, mandiri, sejahtera dan ber keadilan, yang semuanya bisa diartikan sebagai bangsa yang mempunyai keberdayaan yang kuat. Setidaknya ada tiga sisi pemberdayaan masyarakat. Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Kedua, memperkuat (empowering) potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Dan ketiga, melindungi kelompok lemah agar tidak terlindas oleh kelompok kuat dan mencegah ter- jadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Dalam perspektif seperti itu, maka pembangunan melalui stra tegi pemberdayaan bukan hanya berkaitan dengan persoalan ekonomi semata, melainkan me- nyentuh aspek sosial, budaya dan politik sekaligus. Pemberdayaan tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga milai tambah sosial dan nilai tambah budaya (dan politik). Karena itulah, pendekatan yang digunakan ha ruslah pendekatan partisipatif yakni melibatkan dan mengikut sertakan rakyat, sebagai bene. ficiary, secara langsung dalam proses pembangunan, hubungan mereka menjadi dekat. Sebenarnya pemerintah sudah melakukan upaya-upaya untuk mengurangi timbulnya kesen- jangan sosial/ekonomi itu. Dan yang sekarang kita butuhkan adalah langkah-langkah yang lebih konkrit di bidang ekonomi. Oleh karenanya, justru jiwa, kewirausahaan tentrepreneurship) yang harus ditumbuhkembang kan, meningkatkan sikap saling percaya dan dipercaya, mening- Memang jika kita amati, kesen- Misalnya, bagaimana menumbuh galkan model perdagangan de ngan cara-cara tradisional, pasif- statis menuju cara berdagang atau melakukan kegiatan usaha usaha yang maju, proaktif dinamis. jangan ekonomi/sosial bisa seba gai salah satu penyebab utama timbulnya kerusuhan. Ingat, ke senjangan ekonomi/ sosial itu hanya salah satu faktor saja. Dan jika kita lacak dalam dataran yang lebih luas, pola kerusuhan yang terjadi di pelbagai daerah akhir-akhir ini sebetulnya eskalasi atau puncak dari gunung es dari suatu pengerahan massa bagai meletup dari suatu bara api yang kan pusat-pusat pertumbuhan di luar Jawa, kemudian melibatkan pribumi setempat di dalam pro yek-proyek pembangunan, kemu- dian bagaimana menumbuhkan kemitraan antara orang kaya dengan orang yang miskin, anta ra pengusaha kuat dengan pe ngusaha kecil, memberdayakan ekonomi masyarakat pribumi nonpribumi secara adil dan transparan, dan semacam nya. Di sisi lain, sudah saatnya kini perlu ada suatu program untuk mengintegrasikan bagaimana agar antaretnis saling bersatu, tidak secara artifisial tetapi men- cakup psikologis, ekonomi dan sosiokultural. *** Menyadarkan Kembali Gerakan Disiplin Nasional Dengan demikian, pember- dayaan masyarakat merupakan unsur pokok dalam setiap upaya pembangunan. Dan biasanya di negara berkembang kurang mem perhatikan masalah ini. Sering se- jak perencanaan pembangunan, masyarakat sebagai sumber daya momong anak. Bangga banget kalau suaminya suka bolos. Hal itu dikemukakan oleh Pangdam Jaya Mayjen TNI Suti yoso, ketika membuka Penataran P-4 Pola 45 jam bagi para mahasiswa Mpu Tan- ngan ini adalah kolusi antara pengusaha tertentu dengan ke kuasaan. Ini yang menyebabkan terjadinya konsentrasi perkem- bangan ekonomi. Mereka dengan akses pada kekuasaan, men- caplok, makin lama makin besar, 8 September 1997 lalu. Sudah tentu apa yang dike- mukakan Pangdam Jaya tersebut, ada benarnya, dan itu merupakan suatu gambaran yang khas bagi kebanyakan suami di Indonesia, yang sama sekali tidak memiliki disiplin. Jika kita ambil suatu kesim- pulan apa yang dikemukakan oleh Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Wiranto maupun oleh Pangdam Jaya Mayjen TNI Sutiyoso, bahwa disiplin itu merupakan suatu tatanan hidup yang multikompleks serta membentuk kepribadian meman- tapkan jati diri sebagai bangsa yang besar penuh bertanggung jawab. PENDAPATNYA diawali de ngan kata 'kendati', yang pada pokoknya meragukan 'kapasitas' Dikatakan demikian, karena dari Prof. Juwono untuk menge pendapat semacam itu lazimnya mukakan pendapatnya yang ter muncul dari seorang politisi, kait dengan masalah politik, bukan cendekiawan. Soalnya Bukan 'kualitas' memang, akan dalam pernyataan itu lebih ber tetapi kompetensi. Hal ini lebih titik tolak pada realitas politik tegas dengan catatannya kemu saat ini. Karenanya pendapat ter dian yang menyebutkan, 'karena sebut kurang kuat dari segi aka nya pendapat tersebut kurang demis, sebab hanya berdimensi jangka pendek. kuat dari segi akademis, sebab hanya berdimensi jangka pendek. Lazimnya pemikiran seorang Rupanya, hanya karena 'hanya ber cendekiawan lebih kental ber dimensi jangka pendek, maka nuansa jangka panjang dan ber pendapat menjadi kurang kuat sifat universal. Artinya ke sim- dari segi akademis. Korelasi yang pulan seorang akademisi (intelek agak diragukan relevansinya. tual) tidak cuma bersifat legi Namun, dalam hal ini Agus timatif melainkan harus bersifat Salim Ujung memang konsisten netral dan menyentuh kepentingan dengan pendapatnya. Buktinya, ia umum tak saja dalam jangka mempertentangkan - setidak-tidak pendek tetapi juga jangka pan- nya membandingkan - antara ke- jang. Sosok cendekiawan sejati kurang kuat (an) bagi akademis Banyak nasehatnya yang saya nya dalam mengemukakan pen pada 'pendapat yang berjangka terima dengan mengangguk- dapat tidak berpihak kepada in- pendek dan yang berjangka pan angguk. Walaupun, untuk se dividu atau golongan tertentu. jang. Malah dikaitkan pula masa bagian, ada juga yang geleng- Cendekiawan hendaknya tetap ber lah jangka panjang' ini dengan geleng kepala. Betapa tidak. pihak kepada sesuatu yang per sifat universal'. Wah, repot juga manen dan tak dapat ditawar-tawar Padahal, salah satu penyebab Bagian dari tulisannya ternyata Oleh R. Prihatin SALAH satu cara untuk menanggulangi masalah ini adalah memperbaiki kembali sistem orientasi nilai yang kita miliki. Konsep ekonomi ekonomi kerakyatan juga harus akses pada kekuasaan dan pejabat harus punya simpati besar pada eko nomi kerakyatan. Di samping upaya-upaya yang bersifat legalitas formal seperti perlunya UU antitrust. UU antikorupsi, UU antimonopoli, UU yang me- nyangkut etika bisnis, dan lain lain. Belajar dari pengalaman Tasik malaya, misalnya yang harus diupayakan adalah bagaimana sistem perdagangan tradisional dan modern dapat diselaraskan sehingga mendorong kehidupan ekonomi masyarakat. Atau bela- jar dari pengalaman di Kaliman- tan Barat, bagaimana dua suku Dayak dan Madura yang mem- punyai temperamen yang berbeda dapat berinteraksi dan hidup ber- dampingan secara serasi sekaligus belajar dari kelebihan atau hal-hal yang baik satu dari yang lain. Jika benar apa yang menjadi kesimpulan Komnas HAM, bah wa penyebab pokok kerusuhan itu adalah kesenjangan ekonomi, sementara perasaan ketidakadil an itu meledak, waktu mengeta nesia. KITA sadar, bahwa kesen- jangan ekonomi/sosial di mana pun dan kapanpun pasti tetap ada. Hanya proporsinya yang berlainan. Yang penting asal tidak didramatisasi. Di setiap Namun bagaimanapun juga, barangkali kita sependapat bahwa alasan kesenjangan sosial-eko menggurita dan terjadi konglome orang-orang yang punya akses terhadap kekuasaan yang bisa mengembangkan. Sementara yang jauh dari kekuasaan tidak punya kesempatan dan tidak bisa berbuat apa apa. rat berkembang pesat dan hanya nomi, tidak bisa dijadikan masyarakat baik itu masyarakat yang sudah maju, masyarakat yang sedang berkembang maupun yang masih terbelakang, kesen- jang sosial pasti ada. Di Amerika Serikat misalnya, sebagai salah satu contoh di negara maju, hingga kini masih disibukkan oleh permasalahan antara negro dan orang kulit putih. Apalagi di negara yang masih disibukkan dengan upaya- upaya untuk meningkatkan pem- bangunan. Hanya perbedaannya terletak pada nuansanya. Di Indonesia kompensitas kesenjangan sosial/ekonomi itu bisa diidentifikasikan menjadi kesenjangan pembangunan di pusat-pusat pertumbuhan antara Jawa dan luar Jawa, Indonesia bagian Barat dan Indonesia bagian Timur, WNI pribumi dengan WNI keturunan bahkan kesenjangan sosial antaretnis dan sebagainya. lintas jalan. Sedangkan bibik tukang jamu maupun penduduk yang masih buta aksara, mereka itu karena sudah terbiasa untuk mengingat peraturan, tetap ber- jalan disebelah kiri. Itu sudah merupakan unsur- Nasional. Namun demikian masih banyak pejalan kaki yang tidak ber- disiplin, meskipun sudah diba- ngun jembatan penyeberangan dan zebra cross, seenaknya saja melintas ditempat lain. KARENA MENGEJAR TRAYEK Gerakan Disiplin Nasional adalah membentuk tata hidup kebersamaan, tanpa membedakan antara si miskin dan si kaya, an- tara rakyat dengan pejabat. Justru pula bagi pejabat dituntut disiplin yang tanpa pamrih, untuk men- jadi teladan bagi masyarakat. Sekarang ini yang paling banyak disorot adalah rendahnya Gerakan Disiplin Nasional di kalangan para pengemudi bus penumpang umum jarak jauh ter- masuk supir taksi. Tidak hanya terbatas diberitakan di media cetak (suratkabar) dan media elektronik (TV dan siaran radio) saja, malah hampir disetiap warung-warung kopi terjadi dialog-dialog yang nadanya menyalahkan para supir. hui ada warga pribumi terbunuh oleh penduduk nonpribumi, ma ka akar masalah inilah yang barangkali harus segera dicari pemecahannya. Terutama bagi pihak dan instansi terkait yang berkompeten. Dengan demikian, kemajuan dan kemajemukan bangsa Indonesia merupakan kekuatan dan bukan menjadi kelemahan yang rentan bagi terpecahbelahnya bangsa Indo justifikasi untuk melakukan per- buatan negatif-destruktif. Karena tak jarang, pihak lain yang tak tahu duduk persoalannya ikut jadi kurban kebrutalan amuk massa. Bayangkan, akibat ulah seorang Benny Tarra, yang di sinyalir menderita kelainan jiwa dan membunuh Ani, anak kecil, akibatnya tragedi ini bisa memicu kerusuhan di Ujungpandang. Jika Disiplin Nasional itu belum disadari oleh masyarakat awam, ini wajar. Akan tetapi apabila Disiplin Nasional itu tidak melekat pada diri kaum terpela- jar, orang-orang yang hidupnya serba mampu, tokoh-tokoh dan pimpinan masyarakat serta oknum-oknum pejabat tertentu dan lain-lain sungguh sangat memprihatinkan sekali. Anak-anak SD yang berjalan Jika diikuti melalui berita- kaki menuju dan pulang dari berita media cetak maupun media sekolah menyadari, bahwa jalur elektronik, bahwa kecelakaan lalu yang harus dijalaninya adalah lintas bisa terjadi hampir disebelah kiri trotoir dan itu diseluruh wilayah Propinsi sudah merupakan peraturan lalu seluruh Indonesia. Tidak hanya di Antara Visi dan Konstatasi KARENA kebetulan sama- sama 'jurutulis' di harian ini, maka tentu saja tulisan Agus Oleh Subanindyo Hadiluwih Salim Ujung yang bertajuk 'Sipil- mencermati perilaku cendekia yakni kebenaran (hati nurani). ABRI Sama-sama Aset Bangsa', ja. Kendati materi kuno itu tak saya biarkan berlalu begitu sa- menurut hemat saya sudah di tampilkan oleh terlalu banyak pakar, tentu saja dengan berbagai ragam sudut pandang atau visi nya. Tentu tak perlu berkecil hati kalau saya memakai istilah kuno karena sesungguhnya hal ini saya kutip dari pendapat Dr. Salim Said, yang mengemukakan bahwa pendapat Juwono pernah dike mukakan beberapa tahun yang lalu. wan. Justru konstatasi pada sisi pandangannya perihal perilaku cendekiawan inilah yang tak sepe nuhnya bisa saya sepakati. Bagian tersebut dikutip seutuhnya sebagai berikut. Kendati Prof. Juwono di kenal sebagai seorang cendekia wan yang cukup bersih dan jujur, namun jika dicermati kembali secara seksama, pernyataannya yang memancing polemik terse but, agaknya tak terlepas dari dimensi politis. Dalam mengemukakan pemikir annya, sosok cendekiawan sejati juga tidak akan mendasarkan pandangannya sesuai dengan ke- inginan atau pesan-pesan sponsor. Bagi seorang cendekiawan, betapa pun berat risiko yang akan di hadapi akan maju terus, demi memperjuangkan kebenaran ha kiki (Analisa, 23.09.97). mendudukkan Prof. Juwono di lembaga yang kental bobot mili ternya itu justru untuk mem perluas wawasan politik bagi para pesertanya. Maklum, para pemim pin yang belajar di Lemhanas 'kan harus tahu - bahkan mahir - juga berpolitik. Dan Doctor Ilmu Po litik lulusan universitas prestisius yang disegani di Inggris itu memang kompeten untuk ber- bicara di bidangnya. Mungkin akan lebih mengasyik kan kalau kita mencoba mema hami kalimatnya yang menyebut kan bahwa 'lazimnya pemikiran se orang cendekiawan lebih kental bernuansa jangka panjang dan bersifat universal. Dikabarkan selain menewaskan 6 orang, sekitar 588 orang yang ditangkap, 115 akan diproses sesuai hukum, juga terjadi tindak pencurian, perusakan, peram- pokan serta pusat pusat per- tokoan, puluhan ruko dan ba ngunan lainnya serta mobil rusak dan dibakar massa. Kerugian ma teriil ditaksir Rp. 17,5 milyar ...! Agar tidak menjadi preseden di kemudian hari, menurut hemat saya, tindak pidana tetap tindak pidana, yang harus diberi sanksi. Tidak ada alasan pembenar, kecuali yang dibenarkan Undang- Undang, misalnya dalam keadaan daya paksa, membela diri secara darurat, menjalankan perintah jabatan, dan sebagainya. sudah memanas. Orang boleh tak sependapat terhadap isu tentang dalang, atau pihak yang bertindak sebagai pemanas situasi. Tetapi common pulau Jawa bahkan di Sumatera pun sering terjadi. Diperkirakan tiap tahunnya tidak kurang dari 10.000 jiwa meninggal dunia disebabkan kecelakaan itu. Belum lagi terhitung yang cacat ataupun kehilangan sebagian anggota tubuhnya (kaki, tangan, telinga, buta). Seperti pada penutup tahun 1996 (bulan Desember 1996), Bus PMH BK 7183 masuk jurang se- dalam 10 meter. Sejumlah 13 orang tewas seketika itu juga dan 17 penumpang luka ringan dan kritis. Bus tersebut berangkat dari Kerinci Jambi menuju Medan via Pekanbaru. Sesampainya di daerah Dusun Perbaungan, Keca- matan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Sumatera Utara, pada sebuah tikungan yang mematah tiba-tiba slip ke arah jalan sebelah kanan dan tanpa diduga-duga langsung masuk jurang. tidak lazim. Lebih jauh lagi, bahkan dengan demikian ia men- jadi tidak lazim juga dikemu kakan oleh cendekiawan lainnya. Cendekiawan pada umumnya. Wa laupun seandainya - ia berbicara di bidangnya sekalipun. Buktinya, ia kemudian menye butkan bahwa 'sosok cendekiawan sejatinya dalam mengemukakan pendapat tidak berpihak kepada individu atau golongan tertentu. Cendekiawan hendaknya tetap ber pihak kepada sesuatu yang per manen dan tak dapat ditawar- tawar yakni kebenaran (hati nurani)'. Izinkan saya untuk Perkara kita tak sependapat dengannya, tentu boleh-boleh sa- ja. Repotnya, Agus Salim Ujung geleng-geleng kepala. Terima kasih. mencoba menarik konsekuensi logis dari pendapatnya dengan alasan pendapat semacam itu lazimnya muncul dari seorang politisi, bukan cendekiawan. Ar- tinya, karena yang mengemuka kan pendapat adalah orang yang tak lazim, maka pendapatnya menjadi kurang kuat. Lagi-lagi, penarikan kesimpulan yang agak vulgar. Diduga bahwa pengemudinya agak ngantuk justru pula kecepatan yang mendekati 90 KM per-jam itu tidak mampu dikua- sainya, apalagi keadaan jalan basah karena hujan dan ketika itu menjelang dini hari. Jika dihitung secara krono- logis, bahwa kecelakaan lalu-lintas di daerah Sumatera Utara masih banyak lagi. Tidak hanya masuk jurang, lebih sering terjadi tubrukan antar kenderaan saling ingin cepat menyalip bus lainnya dengan tancap gas. Kalau di Jakarta hampir tidak terbilang lagi. Tubrukan antar bus di jalan umum biasa apalagi di Jalan Tol sering terjadi. Halaman 4 Mengapa ada yang maju dan yang mundur, ada yang berun- tung bahkan ada yang tetap ber- jalan di tempat? Karena, ini yang menjadi salah satu masalah sense kita jelas mengisyaratkan pokok, yakni karakteristik setiap bahwa pihak pengompor, sebut etnis memang berbeda-beda. Ada lah demikian, tentulah pasti ada. etnis yang memiliki ciri pekerja keras, ulet rajin, efisien, dan pro- Dengan kata lain, pemicu pasti ada. Tetapi karena sudah tercam- duktif. Sebaliknya, ada yang lam- pur massa, memang sulit ter ban, pemalas, suka menggantung ungkap pemicu tersebut. Keru kan hidup pada orang lain dan konsumtif. Jika yang satu ber munan massa itu bisa negatif- destruktif, bisa pula positif hasil dalam usahanya maka konstruktif jelas tergantung pada lainnya cemburu. Seolah jurang orang orang di dalamnya. kecemburuan sosial sudah me nganga lebar dan tak tertutupi Bukan berusaha belajar bagai mana meniru konsep mereka yang hidup efisien dan produktif, Tetapi kadang-kadang perbedaan itu diperbesar, di dramatisir seolah-olah akan terjadi pen desakan etnis tertentu terhadap lahan orang-orang pribumi dan orang orang pribumi menjadi tersingkir. lagi. Secara sistemik, disadari memang tidak ada satu sistem masyarakat atau sistem pemerin- tahan yang membenarkan adanya kesenjangan ekonomi/sosial. Masalahnya, mungkin ada ok num-oknum pemegang dan pe nentu kebijakan yang dirasakan yang dirasakan terlalu meman- jakan sekelompok manusia itu. Sebenarnya, tiap orang diberi kesempatan yang sama. Tetapi karena tak pandai memelihara nya, tak pandai bergaul dan tak cekatan, maka ada orang yang ditinggalkan, sebaliknya ada yang terus membina, memupuk dan me ngembangkan hubungan itu. Akibatnya ada oknum yang memanfaatkan situasi ini dan ADA beberapa masalah men dasar terkait dengan masalah ini. Tugas seorang akademisi, antara lain justru memberikan masukan, tanggapan, komentar, pendapat atas dasar pemikiran yang kritis analisis terhadap sesuatu yang ter jadi di masyarakat, yang muncul ke permukaan oleh karena diang gap 'tidak biasa'. Bahwa dalam mengemukakan pendapatnya, ada yang tak setu- ju, sepanjang etika akademik di patuhi, disiplin ilmu ditaati, di lengkapi dengan argumentasi yang logik rasional, tak masalah. Dia boleh berada pada dimensi Terus terang, saya tak cukup waktu yang berjangka pendek paham dengan koneksitas kata maupun berjangka panjang. Yang antara nuansa jangka panjang justru harus disadari, semakin dan 'universal'. Namun, dari ke berjangka panjang, ia menjadi laziman-kelaziman yang disaran semakin tidak akurat, karena kan oleh Agus Salim Ujung, ber mungkin saja akan muncul penda makna bahwa apa yang diperbuat pat baru yang dilahirkan atas da oleh Prof. Juwono, sesuatu yang sar pola pikir yang juga krisis ana ** Pada dekade 1997 ini kece lakaan termasuk besar terjadi pada bulan September 1997, yang menelan 36 penumpang tewas. Kecepatan melampaui 100 KM per-jam dan sudah berkali-kali di- ingatkan oleh penumpang agar mengurangi kecepatannya, namun sang supir tidak mengindahkan. Dan menurut informasi lalu lin- tas dikawasan Cilincing itu memang rawan kecelakaan. Apa- lagi sesuai dengan visum et reper- tum dokter, bahwa pada mulut supir tercium aroma minuman keras kadar tinggi. MANTAPKAN GDN, PATUHI UU NO. 14/92 Sebenarnya Disiplin Nasional itu bukan hanya terbatas kepada para supir bus maupun taksi dan kenderaan lainnya saja, tapi bers skop menyeluruh bagi semua ma syarakat. Baik dari mulai ecelon pen- duduk biasa, para pelajar, para pegawai kantor, pedagang, pene- gak hukum, pejabat-pejabat dan lain-lain. Karena GDN merupa kan kepentingan hidup bersama. Walaupun pola disiplinnya berbe pada Memang kadang-kadang ter- jadi pro dan kontra terhadap para pengemudi bus trayek antar wilayah maupun taksi. Faktor kelengahan pengemudi banyak disebabkan kendala-kendala semacam penekanan dari pihak pengusaha bus. Misalnya tentang "setoran" yang sudah ditetapkan sesuai dengan target. Justru pendapatan yang diperoleh supir tergantung pula dari target "storan". Maka lisis baru. 'Ilmu pengetahuan justru harus terbuka terhadap kemungkinan perubahan. Dengan kata lain ia tidak mentolerir establishment. Kemapanan, apalagi permanen, kurang memberikan peluang un- tuk pemikiran-pemikiran baru. Sulit mengakomodasi perubahan. Padahal, sesuatu yang tradisio nal sekalipun, akan mengalami perubahan juga. Pemikiran mana terkadang diciptakan oleh kon disi-kondisi beraneka, yang mungkin mempunyai 'share' un- tuk mendukung perubahan. Banyak cendekiawan, kalau tak boleh dibilang semua, justru ber- sikap sama seperti sikap yang di ambil oleh Prof. Juwono. Yang saya maksud bersikap sama bukan berarti sependapat, atau sama pendapat, akan tetapi justru berperi laku akademis sedemi kian. Membatasi diri hanya di lingkungan pakar ilmu politik, dalam hal ini mungkin dapat di kemukakan nama-nama berikut, Dr. Affan Gafar, Dr. Amir San- tosa, Dr. Salim Said, Dr. Adnan Buyung Nasution, Dr. Yusril Ihza Mahendra, Dr. Burhan Magenda, J.B. Mangunwijaya, Prof. Drs. Dawam Rahardjo dan banyak lain nya. Tentu saja dalam hal ini perlu ditegaskan pula lebih awal, bahwa pakar maupun cendekiawan tak mesti harus punya gelar akade misi secara formal. Padahal di luar mereka masih banyak pula yang berkomentar. Misalnya Ab- durrahman Wahid, Ismail Hasan Metareum, Prof. Ginanjar Karta sasmita dan last but not least, Megawati. Merekalah yang antara lain juga mengomentari pen- dapat Prof. Juwono. Macam dan yang Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan kriminalitas sang supir pun harus mengejar trayek mempercepat laju kendera- annya sehingga tidak ingat lagi keselamatan penumpangnya. Mungkin apabila pendapatan supir melalui sistem gaji perbulan- nya, kecelakaan akan berkurang, karena sang supir tidak perlu lagi harus bersusah payah men- dapatkan upah. Namun ada juga sebagian supir yang tidak mau sistem gaji, karena melalui sistem "setoran" dimungkinkan mereka akan men- dapatkan pendapatan lebih. Kendala lainnya (untuk daerah Jakarta) masih adanya pungutan- pungutan liar yang tidak menen- tu untuk dana apa. Sehingga secara total mengurangi pen- dapatan supir. Maka tidak heranlah jika terjadi unjuk rasa dari ratusan supir-supir bus untuk meminta perlindungan dari yang berwewenang. Justru pula sering terjadinya penodongan diiringi dengan pembunuhan terhadap supir. Memang, jika hanya dilihat dari sepintas lalu saja, maka para pengemudi banyak yang tidak "berdisiplin" apalagi mematuhi UU No.14 Tahun 1992 tentang LLAJ dan kendala-kendala lain- nya sehingga terjadi kecelakaan- kecelakaan yang tidak diiringi. Akan tetapi apapun kendala yang harus dihadapi oleh tiap pengemudi bus dan taksi, harus diingat dan bertanggung jawab atas keselamatan penumpang. Mematuhi peraturan lalu-lintas, mentaati UU No.14 Tahun 1992 tanpa kecuali. Karena itulah Gerakan Di- siplin Nasional perlu diman- tapkan dan dihayati, karena kepentingan GDN tersebut bukan hanya demi pribadi-pribadi, tetapi demi kepentingan bangsa. jenis pendapatnya tak saya ko *** mentari. Begitupun kiranya, kalau boleh, saya punya kecenderungan untuk melihat pendapat berdasarkan apa yang dikemukakannya dan bukan siapa yang mengemuka kannya. Memahami pendapat ber dasarkan siapa penyaji pendapat ini, akan menumbuhkan kemung kinan yang subyektif. Nama yang besar, mungkin justru akan membius kita untuk bersikap menyepakatinya. Tanpa mencoba mengkaji hakekat permasalahan nya. ✰✰✰ IA berbicara tentang manusra dan bukan berbicara tentang substansinya. Hal ini berkaitan pula dengan pendapat Agus Salim Ujung, yang sebagian saya sepa kati, yaitu, 'cendekiawan hendak nya tetap berpihak kepada sesuatu yang permanen dan tak dapat di tawar-tawar yakni kebenaran (hati nurani). Dalam mengemukakan pemikir annya, sosok cendekiawaan sejati juga tidak akan mendasarkan pan dangannya sesuai dengan keingin an atau pesan-pesan sponsor. Bagi seorang cendekiawan, betapapun. berat risiko yang akan dihadapi akan maju terus, demi memper juangkan kebenaran hakiki'. Ke cuali yang berkaitan dengan istilah permanen. Tapi, mungkin kah? Sebab, memang, seperti yang dikemukakan juga oleh Agus Salim Ujung, adakalanya integri tas akademik lumer karena sikap yang kompromistis. Tentu banyak penyebabnya. Sulit, lho memper juangkan kebenaran yang hakiki. Apalagi, kendati benar juga betul, tapi kebenaran jelas bukan kebe tulan. (ninsep '97).
