Tipe: Koran
Tanggal: 1997-07-14
Halaman: 04
Konten
Senin, 14 Juli 1997 Penerbit Pemimpin Umum/Pendiri Wakil Pemimpin Umum Pemimpin Redaksi/ Penanggung Jawab Wakil Pemimpin Perusahaan Managing Editor Sekretaris Redaksi Redaktur Anggota Redaksi Terbit Tarip Iklan Alamat Telepon Perwakilan Jakarta Perwakilan Banda Aceh SIUPP Dicetak Oleh analisa Yayasan SIKAP PRESS. Harta Susanto. Supandi Kusuma. H. Soffyan. H. Ali Soekardi. Joeli Salim. Paulus M. Tjukrono. H. War Djamil. H. Amir Siregar, H. Kaharudin, H. Bahari Effendy, H. Naswan Effendi, Usman Alie, H. War Djamil, Mulyadi Franseda. H. Ismail Lubis, H. Basyir Ahzar, Buoy Harjo, Agus Salim, H. Azmi Majid (foto). M. Hatta Lubis, Mac. Reyadi MS, Budiman Tanjat. A. Rivai Siregar, Hasan Basri Ns, Timbul O. Simarmata, Johan Jambak, Ismugiman, Idris Pasaribu, M. Sulaiman, Ali Sati Nasution, Samil Chandra, M. Nur, Hermansyah, Aswadi, Faisal Fardede, Kwa Tjen Siung. Hendar Tusmin, Anthony Limtan. Seminggu 7 kali. Rp. 4.500, per mm/kolom (umum). Rp. 3.000,- per mm/kolom (keluarga). 43 Medan. Jalan Jend. A. Yani No. 35 51326 ANALIS IA. Kotak Pos: 1481. Telex No. Fax: (061)-514031, Telegram: ANALISA MDN. Redaksi: 556655 (2 saluran)/511256. Tata Usaha: 554711 (3 saluran)/513554. Frans Tandun, Jln. K.H. Hasyim Ashari. No. 43-A Jak. Pusat Tel. 3446609/3844339/3453912 Fax.: (021) 363388. H. Harun Keuchik Leumiek Jalan Tgk. Cik Ditiro 106 Tel. (0651)-23839. Fax: (0651) 23839. SK. Menpen No. 023/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1985. Tanggal 24 Desember 1985. P.T. KUMANGO Medan (Isi di luar tanggung jawab pencetak). Tajukrencana Mampukah Koperasi Menghadapi Era Perdagangan Bebas? ADA suatu pertanyaan: Bagaimana perkembangan atau kema- juan koperasi di negeri kita, pada saat koperasi merayakan ulang- tahun emas, 50 tahun (12/7/97). Terus terang masyarakat masih merasakan, bahwa perkembangan dan kemajuan koperasi berjalan lambat. Jauh berbeda dengan dua unsur ekonomi/perdagangan lain- nya, yaitu terutama unsur swasta dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Banyak yang menyangsikan, bagaimana kelak kehidupan koperasi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas pada abad XXI. Padahal waktunya sudah dekat, hanya tinggal beberapa ta- hun lagi. Namun menurut Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Subiakto Tjakrawer daja, koperasi di negeri kita kemajuan- nya sudah cukup menggembirakan, jika dibandingkan dengan ke- adaan koperasi sekitar 25 tahun yang lalu. Untuk ini harus ada per- sepsi yang sama dalam kita melihat koperasi. Terutama KUD (Ko- perasi Unit Desa) jumlahnya sudah jauh cukup besar, dan telah menjadi lembaga ekonomi yang profesional serta modern. Sudah hampir seluruh koperasi dikelola oleh tenaga sarjana, dan sudah banyak KUD yang kini mulai computerized, yang dapat on line dengan pusatnya. Keterangan menteri tersebut memang dapat menggembirakan. Namun demikian, masih ada ganjalan yang dirasakan jika kopera- si harus tumbuh seperti yang diinginkan, yaitu sejajar dengan pe- laku ekonomi lainnya seperti swasta dan BUMN. Dilema yang di- hadapi, jika koperasi ingin tumbuh menjadi besar, jelas selalu mem- butuhkan dana/modal yang besar pula. Dan hal ini sulit dipero- leh mengingat sebahagian besar anggota koperasi masih terbatas kemampuan ekonominya. Padahal koperasi yang benar dan ideal adalah yang berkembang didasarkan pada potensi ekonomi dari anggotanya. Walaupun memang ada KUD yang sekarang tumbuh dan ber- kembang menjadi besar dengan omsetnya yang milyaran rupiah setiap tahun, atau koperasi angkutan kota di berbagai kota besar, tetapi ini masih merupakan pengecualian. Justru pada umumnya koperasi sangat lambat pertumbuhan dan perkembangannya, meng- ingat kemampuan ekonomi yang terbatas (bahkan lemah) dari ang- gotanya. Misalnya KUD, meskipun secara kuantitas cukup maju. dan banyak jumlahnya, tetapi anggotanya adalah para petani. Pa- dahal koperasi adalah lembaga ekonomi yang anggotanya juga se- harusnya punya potensi ekonomi yang layak. Di samping masalah modal ini, juga sangat terasa koperasi ma- sih mengalami kelemahan dalam hal SDM (sumber daya manusia). Meskipun sekarang sudah banyak sarjana yang turut berkecimpung dalam koperasi, namun tenaga yang betul-betul profesional masih dirasakan kurang. Hal ini berpengaruh terhadap manajerial kope- rasi yang harus menyelaraskan diri dengan perkembangan dan ke- majuan zaman, terutama bisnis modern. Tetapi kelemahan SDM ini bukan hanya dialami oleh koperasi saja, tetapi merupakan ma- salah umum di negeri kita yang harus dihadapi dan diatasi secara bersama secara berkesinambungan dan tanpa jemu. Melihat kenyataan ini memang masih terasa sulit bagi kopera- si memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas. Hal ini juga diakui oleh Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Su- biakto Tjakrawerdaja. Lalu menurutnya, sebaiknya koperasi men- jadi "jago kandang" dulu. Artinya, koperasi harus mampu menang- kap peluang pasar dalam negeri yang cukup besar, baru setelah itu dikuasai dapat dijadikan batu loncatan untuk "go international". Keinginan ini cukup baik, tetapi yang jelas untuk sampai ke sana diperlukan kerja lebih keras mengembangkan koperasi. Dan ini ba- nyak menyangkut berbagai pihak dan masalah, yang seharusnya turut membantu sepenuh hati koperasi sehingga dapat tumbuh se- laku pelaku ekonomi yang dapat diandalkan. Surat Pembach. Pekan Kebudayaan Melayu, pavilyun yang ada seperti dari Jangan Sekedar Pameran Pelaminan Saja ditampilkan dalam pavilyun- pavilyun yang ada seperti Kota Medan, Serdang, Asahan, Tebing Tinggi, Langkat, dan lain- lain seolah-olah didominasi oleh pelaminan ke pelaminan saja. Nama dan alamat harus jelas Sertakan Fotokopi KTP Artinya, jika mungkin setiap tahun temanya berobah secara dinamis, sehingga yang ditam- pilkan lebih bervariasi. Tidak seperti selama ini, sebahagian Hal ini hendaknya diobah dan diganti dengan yang lebih segar. Tentu masih banyak seni budaya Melayu dari berbagai daerah di Sumatera Utara ini yang dapat ditampilkan, yang dapat menarik minat para pengunjung. Selain pameran-pameran, hen- daknya juga diperbanyak pertun- 00000 Bahasa Politik dan Bahasa Hukum SEJAK zaman Yunani Kuno atau bahkan mungkin jauh sebe- lum zaman itu, minat orang telah dibangkitkan oleh banyaknya fungsi yang dimainkan oleh baha- sa. Para filosof Yunani meman- dang bahasa sebagai alat untuk mencari dan mengungkapkan ke- benaran, untuk mengekspresikan hal-hal yang bersifat artistik, dan untuk persuasi. Dalam pandangan hidup orang Athena sekitar abad ke-5 itu, bahasa dijadikan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu, yang konkrit dan praktis. Baha- sa dianggap sebagai senjata am- puh dalam percaturan politik tingkat tinggi. Bahkan William Shakespeare pun menekankan, bahasa berfungsi sebagai wahana untuk menyampaikan kebijaksa- naan, memperoleh penghargaan, dan alat untuk meyakinkan. Un- tuk itu lantas para pakar linguis tik kontemporer melanjutkan ja- lan ini dengan memberikan daf- tar yang lebih rinci mengenai fungsi sosial, fungsi psykologis, dan fungsi politis bahasa. Pada perkembangan berikut- nya, sebagai suatu kebutuhan - makin disadari pula bahwa seba- gai kata yang sangat tua, bahasa hadir bersamaan dengan hadirnya sejarah sosial komunitas-komuni tas, yang dalam pengertian mo- dern disebut masyarakat atau bangsa. Hal itu kemudian menye babkan pemahaman orang menge nai bahasa menjadi hal pokok, bagi setiap upaya penyelaman lautan makna kenyataan hidup masyarakat atau bangsa manusia. Manusia bergelimang dengan dan didalam bahasa. Bahasa kemu- dian menstruktur pengalaman dan pengalaman itu sendiri kemu- dian membentuk bahasa. Bahasa disadari bukan hanya semata-mata alat komunikasi atau sistem kode atau sistem ni- lai yang secara sewenang-wenang menunjuk sesuatu realitas mono- litik. Bahasa adalah suatu kegiat an sosial, yang secara sosial ter- ikat, terkonstruksi, dan terrekons truksi dalam kondisi khusus dan setting sosial tertentu, ketimbang tertata menurut hukum yang di- atur secara ilmiah dan universal. Karenanya, sebagai representasi dari hubungan-hubungan sosial tertentu, bahasa senantiasa mem- bentuk subjek-subjek, strategi- strategi dan tema-tema wacana (diskursus) tertentu pula. para "ahli kolonial" yang diang- kat pemerintah Hindia Belanda. Memang untuk membikin baha- sa ini, panitianya tidak hanya ongkang-ongkang dikamar lalu mengumbar lamunan sebagai mo- dal kerja. Mereka mengadakan studi tur kebeberapa wilayah yang dianggap sebagai sumber ilham (termasuk Sumatera dan Riau). Kehidupan berlegislatif yang dari memiliki nuansa baru setiap lima tahun sekali sesuai dengan me kanisme Pemilu, didambakan juga semakin bercorak baru. Hadirnya lembaga legislatif yang baru -- dalam arti keanggotaan nya yang baru -- layaknya juga memperbaharui keterkaitan (lin kage) lembaga legislatif yang baru itu dengan " rakyatnya". DIDAMBAKAN RAKYAT Dengan adanya keterkaitan yang diperbaharui itu, peran (role) yang dapat dimainkan lem- baga legislatif dalam kehidupan berpemerintahan diobsesikan pula untuk semakin meningkat. Tentunya sejalan dengan tugas pokok dan fungsi yang melekat kepada lembaga legislatif terse but, yang dilandasi oleh sistem pemerintahan kita. Tapi pada akhirnya, bahasa yang mereka pakai adalah ciptaan pa- ra "sinyo kolonial" juga. Bandingkan saja kerja mere- ka dengan kreativitas antropolog kolonial Belanda yang mencipta- kan "hukum adat" dan "kepri- badian khas timur" (harmoni, go- tong royong, kekeluargaan, spi- ritual) yang kini dibangga-bang gakan birokrat Orde Baru seba- gai tameng, menampik tuduhan pelanggaran hak-hak asasi manu- sia dari luar negeri. Atau ban- dingkan dengan kerja antropolog Amerika dalam menciptakan di khotomis "Abangan-Priyayi-San tri" Jawa di zaman Orde Baru. Teritori Pemerintahan Hindia Belanda telah cukup berperan menciptakan "tanah air" Indone- sia. Pendidikan, transportasi, dan media massa kolonial telah pula menciptakan "bangsa" Indone- sia. Sedangkan panitia vanOphuy sen sendiri telah menciptakan bu- tir ketiga: "bahasa" Indonesia, yang kemudian diikrarkan dalam Sumpah Pemuda. Untuk hal ini secara "sinis" Ariel Heryanto bahkan berani menuding bahwa, Bahasa Indonesia pasca-koloni "Indonesia", seperti koloni Hin- dia Belanda, sebenarnya adalah sebuah ciptaan bersama antara "tuan dan kawula kolonial" be- laka (Ariel Heryanto, Bahasa dan Kuasa : Tatapan Posmodernisme dalam Bahasa dan Kekuasaan, ed. Yudi Latif dan kawan-kawan, Penerbit Mizan, 1996). Oleh: Junaidi Teguh PEKAN Kebudayaan Melayu kembali akan dilaksanakan di Medan. Untuk tahun 1997 ini direncanakan akan berlangsung dari tanggal 30 Juli sampai dengan 4 Agustus mendatang, di tempat yang sama setiap tahun yakni di Lapangan Merdeka. Tak dapat disangkal, bahwa jukan kesenian dan permainan, penyelenggaraan Pekan Kebuda khas Melayu. Pertunjukan kese- yaan Melayu yang telah beberapa nian dan permainan akan lebih tahun dilaksanakan berturut- banyak minat pengunjung, sehing turut, sangat memberi arti positif ga dapat memperamai dan menye bagi perkembangan kebudayaan marakkan pameran. dan kesenian daerah dalam hal ini khusus Melayu. Selain itu yang jangan dilu pakan, hendaknya Pekan Budaya Budaya dan kesenian Melayu Melayu ini tidak dimeriahkan merupakan salah satu dari sekian oleh peserta di Sum. Utara ini sa- banyak ragam dan kekayaan buda ja, meskipun mungkin inilah in- ya dan kesenian daerah di seluruh tinya. Tetapi akan lebih menarik tanah-air yang merupakan kekaya dan meriah jika turut serta pula an budaya dan kesenian bangsa dari daerah Riau, Jambi, Beng kulu, Sumatera Selatan dan lain- lain yang juga memiliki seni budaya Melayu. Indonesia. Sekali lagi, penyelenggaraan Pekan Kebudayaan Melayu di Medan (demikian juga pekan kebudayaan/kesenian lainnya di Dan akan lebih bergengsi jika Pekan Budaya Melayu ini juga Sum. Utara) mempunyai dampak diikuti oleh peserta dari luar yang sangat positif, makanya perlu dipertahankan secara berkesinambungan. Dua keterkaitan akan menge depan bilamana keterkaitan an- rakyatnya ditilik agak dalam. tara lembaga legislatif dengan negeri yang mempunyai budaya Melayu seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Pertama, keterkaitan kelem- Hanya saja yang perlu diperha dan lain lain. Mengundang Lebih menjurus kepada bagai bagaan (institutional linkage). tikan, dan ini merupakan harapan dana, tetapi hasilnya akan mem- mereka memang berat, perlu masyarakat warga kota Medan mana lembaga legislatif telah Bestari, agar penyelenggaraan Medan lebih bergengsi, dan lebih balik dengan rakyatnya. Hal yang buat Pekan Budaya Melayu di memiliki keterhubungan timbal Pekan Budaya Melayu ini diting katkan kualitasnya, diperbanyak demikian akan membawa implika corak ragamnya, dan lebih dime si tertentu, kalaulah memang riahkan penampilannya. Artinya, disebutkan adanya keterkaitan tidak monoton dari tahun ke antara lembaga legislatif dengan tahun hanya "itu itu" saja. rakyatnya. banyak menarik para pengunjung. Dan diharapkan peserta dari negeri jiran ini dapat hadir dalam arti yang sebenarnya, artinya tidak sekedar dalam agenda, tetapi kenyataannya tidak. Semoga. ABDUL ABDUH KAMAR Jalan Ismailiah Medan Kedua, keterkaitan individual kepada bagaimana keterhubu (individual linkage). Merujuk ngan yang timbal balik itu telah, akan dan mungkin terjadi dengan rakyatnya. Tentunva di samping Dengan demikian, - menurut Ariel Heryanto lebih jauh - apa yang kini secara resmi disebut se- bagai bahasa Indonesia, bukanlah bahasa yang tadinya bertumbuh dalam kehiudpan makhluk di pla- net bumi ini. Tidak di Nusanta- ra. Tidak juga secara terbatas di- kalangan rakyat kepulauan Riau, seperti yang sering dipropaganda- kan penguasa kolonial dan cendi- kiawan poskolonial. Bahasa In- donesia lahir seperti "Frankens tein atau Zombie": dari labora- torium rekayasa para ahli mo dernis. *** BAHASA takkan pernah le- pas dari politik, betapa phobia pun sebahagian di antara kita akan "Politik" itu. Memilih me- makai bahasa atau kata-kata ter- tentu, menekankan pengertian tertentu atas kata, bahkan mema- kai dialek tertentu, tak lain dari berpolitik juga, dalam maknanya yang paling dalam dan luas. cium juga. Oleh Prof.Busthanul Arifin, SH, (Republika, 23 Mei 1997), di- katakan, bahwa "cita rasa baha- sa kolonial" itu bahkan terasa penggunaannya di dalam naskah UUD negara kita yaitu UUD 1945, misalnya dalam pasal 29 UUD 1945. Dalam bunyi pasal itu ditegaskan bahwa negara menja- min kemerdekaan penduduk un- TIDAK seperti di bidang po- tuk memeluk agamanya masing- penumpulan daya nalar masyara- litik, walaupun telah hampir 52 masing dan beribadat menurut Akibatnya seperti apa yang di- sebut Gunawan Mohammad (1994), dewasa ini timbul gejala kat oleh negara dengan birokrasi- nya lewat bahasa. Birokrasi ke- mudian menciptakan bahasa de- ngan pola-pola akronim tidak se- bagai alat komunikasi, menggu- nakan istilah klise, menempatkan diri dalam kerangka kekuasaan dan "eufemisme". "Yang sedang terjadi adalah 'penghalusan' dan 'pengerasan' bahasa, demikian GM Sidharta karikaturis Harian Kompas menyebut. Barangkali GM Sidharta dalam hal ini ada- lah salah seorang yang telah se- cara tepat menggambarkan pro- ses yang sedang terjadi ini. Lewat coretan-coretan dalam karikatur- nya yang biasanya jenaka dan na- tahun kita merdeka, namun ter- nyata nikmat kemerdekaan itu be- lum banyak menyentuh dibidang bahasa hukum. Kebanyakan, ka- lau kita agak enggan untuk me- ngatakan hampir semuanya, peng gunaan bahasa Indonesia di da- lam sejumlah kitab-kitab hukum dan perundang-undangan yang ada adalah semata-mata menga- dopsir atau mengimitasi saja dari bahasa asli, asal kitab-kitab hu- kum dan perundangan-undangan yang ada di negeri Belanda sana. agama dan kepercayaannya itu. Pengertian kata "kepercayaan" di sini seharusnya terikat kepada kata "agama". Kalau sekian pu- luh tahun kemudian sejak UUD ini dilahirkan, terjadi kontrover- percayaan", hal itu sebenarnya si terhadap penggunaan kata "ke- lebih disebabkan karena UUD 1945 ketika itu disusun dalam alam pikiran tata bahasa Belan- da yang mau tidak mau pasti pu- nya andil/pengaruh, dikarenakan 100% dari para penyusunnya (Anggota PPKI) ketika itu adalah pengguna bahasa Belanda, yang hidup di alam kolonial. ga BAHASA Indonesia adalah bahasa yang dibikin pertama ka- Kita tak mungkin berbicara tanpa memilih posisi atau sikap Kalau selama ini dengan bang ga kita telah menyebut, bahwa ki- ta telah berhasil menghapus, me- niadakan atau bahkan tidak mem li oleh sebuah panitia pimpinan van Ophuysen, beranggotakan tertentu, tanpa menyatakan pekal itu, di Harian Kompas 23 Sep berlakukan ketentuan-ketentuan annya", dalam Bahasa Belanda- Kata "agama dan kepercaya tember 1995 ia menulis dialog an- tara tokoh Om Pasikom-nya (+) dengan tokoh anak kecil (-), se- bagai berikut : rasaan tertentu. Sebab berbicara dilakukan dalam rangka komuni- kasi, berbicara tanpa sikap dan perasaan berarti tak berbicara sa- ma sekali. Berkata-secara lisan atau pun tertulis adalah menyam- paikan pikiran/perasaan. Pi kiran/perasaan secara relatif kon- sisten kita nyatakan atas masalah- masalah penting dalam kehidup nya, menurut Prof.Busthanul la- gi, "berarti adalah 'geloof bely- denis', artinya tidak berbeda de- ngan 'religion conviction' dalam bahasa Inggris". Dengan demi- kian terjemahan yang benar dari kedua hal itu seharusnya adalah "kepercayaan agamanya", dalam bentuk kata tunggal, bukan kata Keterkaitan Berlegislatif ANALISA keterkaitan kelembagaan, keter kaitan individual ini akan sema kin memperdekat jarak antara lembaga legislatif dengan rakyatnya. keterkaitan individual ini, ter- masuk dalam rangka peningkatan peran lembaga legislatif itu sen- diri. Kepuasan rakyat (people satisfaction) dalam kehidupan berpemerintahan juga dimungkin kan muncul dari adanya keter kaitan individual ini. Yang masih mengganjal, mungkinkah keter kaitan individual antara lembaga legislatif dan atau pejabat wakil rakyat dengan rakyatnya dapat diwujudkan sejalan dengan me kanisme dan budaya berlegislatif kita?. an bersama, itulah politik dalam bahasa kita. KETERKAITAN Dapat dipastikan bahwa keterkaitan rakyat dengan lem- baga legislatifnya adalah keterkaitan langsung (direct linkage). Hal ini mudah untuk dimengerti karena bukankah semua pemilih dalam arti rakyat yang memenuhi kriteria tertentu melakukan pencoblosan langsung dalam Pemilu untuk lembaga legislatif di segala tingkatan?. Bukankah pemilih melakukan Karena dalam banyak diskur- tiga kali pemilihan masing- sus, ternyata harapan untuk masingnya untuk lembaga legis semakin berperannya lembaga latif Daerah Tingkat II. Daerah pemikiran banyak pihak. Hal legislatif telah menggelayuti Tingkat I maupun Tingkat Na- yang sama tentunya juga didam- bakan oleh rakyat sebagai pihak yang diwakili oleh wakil-wakilnya di lembaga legislatif. sional walau pada hari yang sama? Karena itulah keterkaitan rakyat dengan lembaga legislatif manapun saja merupakan keter kaitan langsung. Itulah satu spesifiknya keterkaitan lembaga legislatif dengan rakyat yang dipersonifikasi oleh para pemilih setiap kali adanya Pemilu, Keterkaitan langsung ini, pada diskursus tentang keterkaitan gilirannya juga memunculkan rakyat pemilih dengan pejabat wakil rakyat yang duduk di lem- baga legislatif itu sendiri. Dua alternatif tersedia untuk itu yaitu keterkaitan langsung maupun keterkaitan tidak langsung. Evolusi dalam bahasa politik dapat dianggap merefleksikan pergeseran pemikiran dan praktik politik yang berkembang. Jika lambang adalah kata-kata dari pembicaraan politik, maka baha- sa adalah permainan kata dari wacana itu. Wacana politik yang tersedia pada kita membantu membentuk pengharapan kita dan bagaimana kita memandang, me- mikirkan, dan merasakan segala sesuatu menyangkut praksis po- litik. Dengan demikian bahasa ju- ga bisa dianggap sebagai cermin an dari situasi dan kinerja politik suatu bangsa. Dalam wacana membicarakan kaitan antara bahasa dan politik, agaknya para pakar politik Indo- nesia boleh berterimakasih kepa- da Ben Anderson, salah seorang Sarjana Barat yang pertama kali mengkaji "bahasa politik" dalam tulisannya yang dipublikasikan luas berjudul "The Languages of Indonesian Politics" (1966). Pa- dahal jauh sebelumnya bidang linguistik ini adalah merupakan salah satu bidang yang masih be- lum banyak dibuka oleh para pe- neliti komunikasi di Indonesia. SELAMA hampir tiga deka- de terakhir ini, negara terobsesi melakukan pengendalian dan pen disiplinan politik di tingkat ma- syarakat. Negara telah tampil se- bagai penafsir tunggal tidak saja dalam kehidupan politik, melain- kan menyebar ke segala sektor ke- hidupan lainnya. Bahkan dengan penguasaan dan hegemoni atas sa luran informasi, negara tiba-tiba juga tampil sebagai penafsir dan perumus yang sah dari makna ka ta. +Sekarang ini jaman pengha lusan, korupsi dibilang komer- sialisasi jabatan, kongkali- kong dibilang kolusi, keliru di- bilang khilaf, harga naik dibi- suatu acuan yang sukar untuk dipersepsi secara sama oleh banyak pihak. KEHIDUPAN berlegislatif merupakan komponen yang tidak terpisahkan dalam kehidupan berpemerintahan, sejalan dengan sistem pemerintahan yang ingin semakin dikukuhkuatkan. Hadir- nya lembaga legislatif pastilah bukan karena adanya pemisahan kekuasaan pemerintahan, tetapi Hal ini lumrah saja terjadinya, sejalan dengan multimakna rakyat itu sendiri. Kalaulah rakyat dipersepsi sebagai satuan yang menyatu dengan lembaga Keempat, kuat keterkaitan. Kekuatan keterkaitan antara lem- nya kepada calon pejabat wakil rakyatnya, berarti telah merintis keterkaitan langsung antara baga legislatif dengan rakyatnya dan atau sebaliknya merupakan Banyak hal yang dapat di hanyalah sekedar pembagian ke perkembangkan dari adanya dirinya dengan pejabat wakil legislatifnya, maka kepentingan- dambaan demi mengukuh kuat rakyatnya. kuasaan. Itulah semangat dasar yang melandasi kehidupan ber legislatif sebagai komponen pembentuk kekuasaan pemerin rakyat persis sama dengan kepen- tingan yang hidup dan berkem- bang di lembaga legislatifnya sendiri. tahan. Oleh Yohannes Amir sasi Peserta Pemilu semata ? Kalaulah ada yang melakukan pemilihan dengan mendasarkan- Alternatif yang lainnya, keterkaitan rakyat pemilih dengan pejabat wakil rakyat adalah keterkaitan tidak lang sung. Bilamana ini yang di kedepankan, tentunya sukar un- tuk mengharapkan terjadinya relasi dan interaksi total antara pejabat wakil rakyat dengan. rakyatnya. Mungkinkah ini satu lang disesuai kan. Pengerasan juga ada pak Ngri tik dikit dibilang anti. Dalam konteks hubungan an- tara negara dan masyarakat, fe- nomena terjadinya birokratisasi terhadap bahasa ini, tidak terle- pas dari menguatnya negara da- lam berbagai bidang kehidupan. Akibatnya mudah pula diduga, se perti yang diutarakan Taufik Ab- dullah (1994): krisis terbesar yang dialami dalam perkembangan ba- hasa nasional (Indonesia) adalah terjadinya hegemoni pemaknaan dalam pemakaian bahasa Indone- sia. Akar penyebabnya adalah ka- rena semakin kuatnya pemerintah sebagai piranti negara. Boleh jadi memang benar, penggunaan kata-kata yang ber- bau eufemistik seperti yang dise- butkan di atas, efektif untuk men- ciptakan sebuah ketertiban. Hal itu tentu saja menimbul- kan sebuah resiko, resiko itu ha- rus dibayar mahal dengan ber- langsungnya proses pembekuan daya kritis masyarakat. Sebab ba- hasa telah tidak mampu menja- lankan fungsi utamanya yaitu me- wakili sesuatu yang konkret, ma- lah mengalami kekaburan mak- na, serta penuh dengan abstraksi. Bahasa telah tidak mampu menampilkan secara refresentatif tentang realitas sosiologis, me- lainkan justeru menjadi selimut tebal fakta sosial, yang pada gi- lirannya hanya menghasilkan ke bingungan-kebingungan. Proses terjadinya penumpulan daya ber- pikir masyarakat ini oleh Guna- wan Mohammad disebut sebagai proses "Zombienisasi" masyara- kat. Artinya masyarakat telah menjadi semacam "zombie" (ma yat hidup), karena negara (birok rasi) telah mendesakkan alat ber- komunikasi yang cenderung me- ngaburkan makna sesuatu kata yang ditandai oleh bahasa mere- ka sendiri. DIMENSI KETERKAITAN Terlepas dari apakah keterkaitan lembaga legislatif dan atau pejabat wakil rakyat dengan rakyatnya memiliki keterkaitan langsung atau tidak langsung, dimensi keterkaitan tersebut akan melingkupi aneka dimensi. Di mensi keterkaitan itu akan meru- juk bagaimana keterkaitan itu berlangsung dalam suasana yang menyenangkan (favourable). Pertama, arah keterkaitan. Maksudnya yang lebih banyak mengambil inisiatif dalam keterkaitan itu. Arah keterkaitan yang didambakan adalah yang lebih banyak dari lembaga legis latif ke rakyatnya dibandingkan dengan dari rakyat ke lembaga legislatifnya. Bahwa rakyat khususnya pemilih sudah memperlihatkan arah keterkaitan yang tinggi terlihat dari angka kuantitatif terhadap lembaga legislatifnya besarnya pemilih yang memberi kan suaranya pada Pemilu. Sa ngat didambakan arah keterkait an yang tinggi ini juga direspons dengan menunjukkan keterkaitan yang tinggi pula dari lembaga wakil rakyat itu. dan peraturan-peraturan dalam "kitab hukum kita", yang konon telah dikonvergensi dari kitab hu- kum negeri nenek moyang-nya ko lonial tersebut. Akan tetapi kenya taannya dalam banyak contoh- contoh kasus dari sejumlah perun dang-undangan yang ada, bau ko lonial itu sesungguhnya masih ter- Andai menyebutkan keterkai tan rakyat pemilih dengan pejabat Kedua, fokus keterkaitan. Titik wakil rakyat adalah keterkaitan pusat perhatian dalam keterkait langsung, sistem kita masih belum an antara rakyat dengan lembaga konkordans untuk itu. Karena yang mewakilinya selayaknya ber bukankah rakyat pemilih ke mata kepada kepentingan rakyat banyakan hanya mendasarkan itu sendiri. Sayangnya acuan pemilihan tanda gambar Organi kepentingan rakyat, sungguh ABANG TAHU, KENAPA MAKIN BANYAK ORANG YANG MAU MENJUAL DIRI? diarahkan ke besar keterkaitan rakyat terhadap lembaga legis latifnya. Diperlukan sejumlah upaya agar rakyat semakin merasakan bahwa ianya memiliki keterkaitan yang besar dengan lembaga legislatifnya sendiri. Untuk memperbesar keterkait an lembaga legislatif dengan memposisikan lembaga legislatif sebagai lembaga yang semakin terbuka. Maksudnya dengan se makin membuka pintu lembaga legislatif itu di segala tingkatan bagi rakyatnya. Berarti apapun yang disampaikan oleh rakyat dan oleh siapapun layak semakin dijadikan agenda oleh lembaga legislatif. Dengan demikian agen- da kerja lembaga legislatif, merupakan agenda kerja yang terbuka untuk diisi oleh rakyat- nya. Hal itu diperkirakan akan Lain halnya kalau rakyat di posisikan sebagai satuan yang menjadi berbeda dengan lembaga legislatif karena adanya Pemilu -- semakin memapankan keberhar gaan lembaga legislatif di mata rakyatnya sendiri. Kelima, arti keterkaitan. Per- karena melalui Pemilu ada penyisihan antara yang mewakili dengan yang diwakili -- maka kepentingan rakyat tidaklah akan persis sama dengan kepentingan Antara lainnya, memperba nyak dengar pendapat dengan lembaga-lembaga yang mewakili banyak sektor kehidupan ter- di antara banyak korelat yang telah bersaham menghadirkan eksistensi lembaga legislatif di yang hidup di lembaga legislatif- tanyaan mendasar di sekitar ini mengedepan, apakah arti yang diberikan oleh rakyat terhadap masuk lembaga-lembaga swasta. lembaga legislatifnya. Memperha Kalaulah selama ini yang sering tikan kenyataan yang berkem- dapat dilakukan lembaga legis banyak dipersepsi ? Kita dapat kali dilakukan dengan pendapat bang, sekurangnya keberartian dengan mitra kerja legislatif yaitu lembaga legislatif bagi rakyatnya lembaga eksekutif, maka hal ini mengelompok atas beberapa ka perlulah di perbanyak lagi dengan tegori. mata rakyatnya dan peran yang nya. Manakah acuan rakyat yang latif dalam kehidupan berpeme rintahan kita?. menentukan sendiri berdasarkan pengalaman empiris yang telah banyak kita tempuh selama ini. Ketiga, besar keterkaitan. Keterkaitan ntara rakyat sebagai suatu lembaga dengan lembaga legislatif, layaknya merupakan keterkaitan yang sangat besar. Sayangnya masih saja dapat dipertanyakan, kenapa seringkali rakyat juga mengkaitkan dirinya dengan lembaga - lembaga lain selain lembaga legislatif dalam kehidupan berpemerintahannya. Tentunya hal itu akan menjadi bahan renungan, tidak hanya bagi lembaga legislatif tetapi juga bagi rakyat. Bagi rakyat, upaya dan usaha untuk mengkaitkan dirinya dalam masalah kehidupan berpemerin- tahan dengan lembaga lain dapat saja dipicu oleh pengalamannya. Seringkali masalah yang dihan- tarkannya ke lembaga wakilnya belum mendapatkan perhatian dari lembaga itu sendiri. Ataupun karena memang hal itu diluar jangkauan lembaga legislatif itu sendiri. Hal itu memang sering kali pula belum dikenal secara jelas oleh rakyatnya, yang akhir- nya mengkaitkan dirinya dengan lembaga selain lembaga legislatif nya sendiri. kan kehidupan berlegislatif kita. Keterkaitan itu akan semakin membesar bilamana lembaga legis latif semakin memiliki keber hargaan di mata rakyatnya. Un- tuk meningkatkan keberhargaan dimaksud, lembaga legislatif layak untuk menimbang beberapa hal. Medan, (Analisa) Walikota Medan H. Bachtiar Djafar mengatakan adanya hak isiniatif dewan dengan menga- jukan Perda tentang pakaian khas daerah, sebagai upaya pelestarian nilai-nilai budaya di daerah ini agar tidak punah. "Kalau pakaian khas daerah Kotamadya Medan berupa pakaian teluk belanga dan maka diperkirakan tidak lama kebaya itu tidak di Perdakan, lagi bakal punah", ujar Walikota H. Bachtiar Djafar menjawab pertanyaan wartawan berkisar pro kontra penetapan pakain khas, Teluk Belanga dan kebaya itu, Rabu (9/7) usai membuka Rakorbang di gedung dewan. Namun demikian menurut walikota pengajuan pakaian khas kota Medan itu bukan dari pihaknya, tapi datang dari anggota DPRD Medan melalui pengajuan hak inisiatif anggota dewan menjelang usainya masa Terlepas dari itu semua, bila di bandingkan maka besar keterkait an itu lebih besar dari lembaga jabatan mereka. legislatif itu sendiri di bandingkan dengan dari rakyatnya. Itulah asumsi atas dasar pengalaman empiris kita selama ini, yang secara pelan tapi pasti layak BARANGKALI KARENA ITU SATU SATUNYA PERDAGANGAN YANG TIDAK MEMBUTUHKAN KREDIT BANK, DIK...! Ave Tow WIWID-97 kenapa setelah tujuh tahun "Kalau datangnya dari saya, menjadi walikota baru sekarang diajukan, sebab kalau saya mau seharusnya sejak awal menjadi jamak yang berarti "agama dan kepercayaan". Namun, karena para perumus UUD 45 lebih banyak terpenga- ruh tata bahasa Belanda, maka jadilah terjemahannya seperti yang sekarang ini diinterpretasi kan sebagai : "agama dan keper- cayaannya itu". Semestinya lagi, kata "itu" yang mengikuti kata "kepercayaannya", menunjuk ke pada kata "agama", bukan yang lainnya. "Kesalahan-kesalahan kecil" yang dilakukan oleh penyusun UUD 1945 akibat keterpengaruh an alam bahasa hukum kolonial itu, mungkin juga terjadi dalam hal menafsirkan bahasa hukum nya berbunyi sebagai berikut : pasal 7 UUD 1945, yang lengkap- "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya da- pat dipilih kembali". Penjelasan resmi UUD 1945 dari pasal tersebut hanya menye- butkan "sudah jelas". Penafsiran pertama terhadap lama ini, yakni bahwa setelah se- bunyi pasal tersebut ialah sebagai- mana penafsiran yang berlaku se- lesai menjabat selama masa lima tahun pertama, Presiden dan Wa- kil Presiden dapat dipilih kembali untuk masa jabatan lima tahun kedua, ketiga, keempat, kelima dan seterusnya (tidak terbatas). Sedangkan penafsiran kedua, yang juga logis - justeru menya takan bahwa, dengan adanya ke- mendengar pula lembaga yang berkiprah di sektor publik seper- tinya lembaga kemasyarakatan. kepala daerah Perda tersebut sudah diajukan", ujar Bachtiar Djafar ketika disinggung tentang disebut-sebutnya walikota seba- gai pengajuan Perda pakaian khas kota Medan itu. Walikota H. Bachtiar Djafar: Pengajuan Perda Pakaian Daerah Upaya Pelestarian Budaya Menurut walikota adanya upaya pelestarian pakaian khas daerah itu, bukan hanya dila- kukan kota Medan tapi juga dilaksanakan kota Jakarta de- ngan melestarikan budaya Singapura sendiri yang seba- Betawinya. Begitu pula Negara hagian besar warganya terdiri dari etnis China, tetap meles- tarikan budaya yang pernah tumbuh di kota itu. PRO KONTRA Menyinggung adanya pro kontra mengenai Perda dimak- sud, Walikota Bachtiar Djafar menilai hal itu sebagai masalah yang biasa. Sebab sebagai manusia tetap memperten- tangkan, meski nilai-nilai yang ditentang terkadang mengan- dung kebenaran. Halaman 4 Namun yang diherankannya justru komentar itu datang dari pihak luar yang dinilainya kurang mengerti permasalahan sebenarnya. Sementara Drs. H. Zulkar- naian Malik dari FPP DPRD tentuan pasal tersebut sudah me- nunjuk pada pengertian yang je- las, mengenai berapa kali seorang Presiden dan Wakil Presiden da- pat dipilih secara berturut-turut, Yakni tidak boleh lebih dari dua kali masa jabatan. Konon penaf- siran seperti ini timbul karena berpedoman pada kata akhiran "nya" setelah kata "sesudah- nya", yang sebenarnya menunjuk pada pengertian masa jabatan li- ma tahun pertama. Selanjutnya Presiden dan Wakil Presiden da- pat dipilih kembali hanya untuk masa jabatan kedua (Satyo Ari- nanto, Kompas 5 Agustus 1996). Mana yang benar dari kedua penafsiran itu ? Entahlah. Untuk tidak mencoba berasumsi, mu dah-mudahan saja memang, ma- sih banyaknya penafsiran yang berbeda terhadap bahasa hukum kita (terlepas apakah masih di- pengaruhi bahasa kolonial atau ti- dak), hendaknya menyadarkan ke pada kita semua, bahwa kita ter- nyata masih butuh bahasa hukum yang mampu secara efektif mem- bentuk bahasa hukum standard, yaitu sebagai bahasa štandard masyarakat hukum yang bernama bangsa Indonesia. Dan yang ter- penting lagi, hal itu diperlukan untuk mencegah terjadinya pro- ses "zombienisasi" pula dalam bahasa hukum kita. *) Penulis adalah praktisi hukum, pemerhati bu- daya dan bahasa masyarakat. SEAKAN TERPISAH Kategori pertama, lembaga legislatif merupakan lembaga yang bukan dimiliki oleh rakyat- nya dan bertugas untuk melaksa nakan sesuatu yang dibebankan kepadanya. Lembaga legislatif seakan terpisah dari rakyatnya karena bukan dimiliki oleh rakyatnya. Arti lembaga legislatif masih minimal di mata rakyat- nya, dan karenanya keberartian lembaga legislatif di mata rakyat- nya masih minimal. Kategori kedua, lembaga le gislatif merupakan lembaga yang dimiliki oleh rakyat. Berarti lem- baga itu memiliki harga yang maksimal bagi rakyatnya. Lem- baga legislatif menyatu dengan rakyatnya. Tidak ada dinding pemisah itulah yang didambakan dalam keberartian lembaga legis latif bagi rakyatnya. Dengan catatan jangan dikonotasikan dengan yang lainnya, pilihan yang kedua tetap lebih baik di banding yang pertama. Penulis Staf Diklat Wilayah Depdagri Bukittinggi. Medan merasa lucu sendiri mengenai adanya komentar tentang Perda pakaian khas daerah kota Medan itu. Sebab di antaranya dikomentari kaum urban (pendatang) dan kurang memahami sejarah kota Medan. (hers) Dari Redaksi PARA penyumbang tulisan/artikel dimintakan perhatiannya sebagai beri kut: 1. Panjang tulisan/artikel minimal empat dan mak simal tujuh halaman/folio diketik dengan spasi rang kap dan tidak timbal balik. 2. Bukan tindasan, serta bukan fotokopi. 3. Tidak atau belum dikirim kan ke media massa lain nya. 4. Pada akhir/ujung tulisan sebutkan identitas, profesi penulis serta alumnus dari mana. 5. Sertakan alamat terbaru yang jelas, dan jangan lupa sertakan fotokopi KTP yang masih berlaku. IH P P d S li
