Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1991-01-27
Halaman: 05

Konten


7 JANUARI 1991 N lu peli TAS!! STEP engkapan nya telah i reli Asia belakang, IT AMI! ITSUBISHI BADI x 11 81222 C. 182 MINGGU, 27 JANUARI 1991 ima menit sebelum lon- rah dan membalas perlakuan- ku. Liceng sekolah berbunyi aku kan sikapnya yang baik itu sudah memasuki halaman se- kolah. Cepat-cepat kuayunkan kakiku menuju ruang kelas li- ma. Ruang kelas yang berada di sebelah perpustakaan itu ternyata telah ramai oleh suara anak-anak kelas lima. "Jo... Parjo... kamu sudah mengerjakan PR-nya Bu Wati, apa belum?" tanya Sardi pada- ku ketika aku lewat di depan nya. "Kalau aku sudah buat tentu aku tak akan tergesa-gesa be- gini, Sardi !" jawabku dengan kesal. Kuhempaskan tas kain- ku yang kumal setelah sampai sebuah bangku di depan Si Kurus Jodi yang duduk di sana sambil menjadi kaget ka- renanya. "Eh... Kurus, pinjam buku PR Matematikamu sebentar !" kataku sambil menarik sebuah buku tulis tipis dari tasku. "Kamu tidak membuat PR la- gi, Jo ?" tanya Jodi dengan takut-takutan. "Berani nanya lagi, ayo cepat berikan !" bentakku dengan ketus. Tanpa berkata sepatah kata pun, Jodi memberikan bu- ku PR-nya kepadaku. Segera saja kusalin jawaban PR itu de- ngan tergesa-gesa. Dan inilah untuk yang kesekian kalinya Jodi teman sebangkuku mem- bebaskan aku dari hukuman guru karena tidak mengerja- kan PR. Seharusnya aku berterima kasih kepada Jodi, murid ter- pandai di kelas kami itu. Teta- pi entah mengapa aku tidak menyukainya. Aku tidak suka melihat pakaian sekolahnya yang selalu rapi dan licin. Aku tidak suka melihat sepatunya yang selalu hitam mengkilap yang sangat jauh jika dibandi- ngkan dengan sepatuku yang sudah lusuh dan penuh jahit- an di sana sini. Aku tidak membuat aku semakin tidak menyukainya. Hari ini, telah tiga hari Jodi tidak muncul di sekolah. Lewat surat yang dikirimkan orang tuanya ke sekolah, aku tahu bahwa ia sedang sakit. Selama Jodi tidak masuk aku merasa senang, karena tak ada lagi yang membuatku merasa ke- sal. "Parjo...!" panggil Bu Wati ketika aku akan merapikan bukuku setelah Bu Wati meng- akhiri pelajaran siang ini. "Iya, Bu," jawabku segera. "Hm... bagaimana keadaan Jodi, Jo? Apa sudah baikan?" tanya Bu Wati kepadaku. Sebe- narnya aku kesal juga karena yang ditanyakan itu Si Jodi. Tapi mau tak mau akhirnya kujawab juga, "Maaf, Bu. Saya kurang tahu." "Lo... Jodi kan teman se- bangkumu, Jo. Kamu belum menjenguknya ?" tanya Bu Wati lagi. "Belum, Bu," jawabku de- ngan perasaan tidak enak. "Ya, sudahlah, nanti sore te- ngok temanmu itu ya !" kata Bu Wati mengakhiri percakap- an kami. Sore itu aku merasa sangat gelisah. Sebentar-sebentar aku duduk di kursi kayu di ruang depan. Sebentarnya lagi aku berdiri sambil memandang ha- laman rumah kami yang sem- pit. Hatiku risau, mengapa ha- rus aku yang menengok Jodi. Mengapa bukan Si Sardi, Si Linda, Si Nina atau yang lain- nya. Haruskah aku menengok orang yangtidak kusukai. Jika tidak, apa kataku jika Bu Wati menanyakan lagi besok. Piki- ranku terus berkecamuk. Tapi akhirnya dengan hati berat ku- putuskan juga untuk mene- ngok Si Kurus sore itu. Langkahku terhenti di dep- senang mendengar ia dipuji an sebuah pintu gerbang ru- guru-guru karena kepan- mah mewah yang berada di ti- daiannya. Ya, aku tidak me- kungan jalan. Ya inilah rumah nyukai semua yang dimiliki- Pak Narko, ayah Jodi yang ter- nya. Semua yang dimilikinya kenal kaya di kampung kami. melebihi aku kecuali satu hal. Tubuhku yang lebih besar ini- lah yang merupakan kelebi- hanku. Karena tubuhnya yang kecil dan kurus itulah maka aku memanggil anak pendiam itu dengan sebutan "Si Kurus." Meskipun Jodi se- ring aku bentak-bentak, se- ring aku injak sepatunya atau kukotori pakaiannya, tetapi sedikitpun ia tidak pernah ma- Kubuka pintu perlahan-lahan dan kemudian memasuki ha- laman rumah itu. Aih, alang- kah luas halamannya. Berane ka warna bunga nampak terta- ta indah di sela-sela lampu tam- an. Apakah artinya rumahku yang berupa gubuk jika diban- dingkan dengan rumah megah ini, pikirku. Tiba-tiba seorang wanita gemuk yang memakai kain mengagetkan aku yang Kebiasaan Buruk Oleh Kurnia Cerita berjudul "Kebiasa- an Buruk" oleh Kurnia, pada Bali Post Minggu (20/1) yl, mengalami beberapa kesa- lahan cetak sehingga susunan kalimat dan ceritanya agak kacau. Untuk itu, kali ini ceri- ta tersebut dimuat kembali dengan susunannya yang be- nar. Mohon maaf dan terima- kasih, Redaksi ari ini ibu guru member- Hakan PR matematika ba- nyak sekali. Sebagian anak anak di kelas Dita menggeru- tu, tetapi sebagian lagi hanya diam. Mereka tahu, ibu guru memberikan PR itu untuk gambaran mengenai soal-soal yang akan keluar pada ulang- an umum mendatang. Ketika bel sekolah berbunyi dan ibu guru sudah mening- galkan kelas, anak-anak ber- ebut keluar. Dita dan teman- temannya berjalan berkelom- pok. Mereka masih membi- carakan mengenai PR tadi. "Kenapa sih kok ibu guru tega-teganya ngasih tugas se- 93 rumahku ada penghuni baru, sebaya denganku. Dia masih saudara sepupuku, ayah mengambilnya karena kasih- an melihat keadaan keluarga nya yang terlalu miskin tapi banyak anak," cerita Dita. "Siapa namanya, Dit?" tanya Desi. "Surti, sekarang ayah yang membiayai sekolahnya. Jadi sudah seharusnya dia menu- rut padaku," Dita berkata de- ngan angkuhnya. Teman-temannya hanya mengangkat bahu. Tak terasa mereka sudah sampai di ru- mah masing-masing. Malam harinya, Dita meng- hampiri Surti yang sedang a syik belajar di kamarnya. "Sur, kerjakan dulu soal-soal POS ANAK- ANAK Jodi Sahabatku tengah tertegun. Oleh Diana "Anak mau nyari siapa?" ta- nyanya sambil mendekatiku. "Jodi ada ?" tanyaku sing- kat. Kemudian ia menjawab, "O... Den.. Jodi, ada Den.... ada, "Hm... Aden ini temannya Den Jodi ya ?" tanyanya lagi. Aku hanya menjawab dengan anggukan kecil. "Kalau begitu, mari silahkan masuk dulu!" ajaknya sambil mu. membukakan pintu ruang ta- "O, ya Den, sebaiknya Aden langsung aja ke kamarnya ya! Itu kamarnya Den Jodi yang pintunya bercat biru itu!" "Terima kasih, Bi," sahutku sambil melangkah menuju ka- mar Jodi yang ada di tingkat atas. Sebenarnya dalam hati aku kesal juga karena Jodi tak mau keluar dari kamarnya un- tuk menemuiku. Sesampainya yang dibuatnya sendiri. Dulu, hal seperti itu sudah pernah terjadi, gara-gara ia menolak membuatkan PR Dita. Malam harinya Surti kena omel, Dita mengadukannya pada ayah, Surti dibilang tidak mau bela- jar bersama Dita. Akhirnya Surti mengerjakan PR Dita. Ia tidak mau kena omel lagi. Keesokan harinya membawa PR Dita ke kamar- nya. aku di depan pintu kamar Jodi, lalu kuketuk pintu itu tiga ka- li. Tapi tak terdengar jawaban dari dalam. Kuketuk sekali la- gi lebih keras. Dan kemudian terdengar suara parau dari ba- lik pintu. Bali Post kitnya. "Kaukah itu, Parjo ?" tanya nya seolah tak percaya. "Iya, aku" jawabku. "A... apakah yang bisa ku- bantu?" tanya Jodi lagi dengan takut-takut. Melihat sikap Jodi seperti itu, aku semakin mera- sa kasihan. Alangkah takut nya ia padaku. Setelah duduk di sebuah kursi di pinggir tem- pat tidurnya kemudian aku menjawab dengan suara pelan, "Aku kemari hanya untuk menjengukmu. Bagaimana ke- sehatanmu sekarang Jodi ?" "Benarkah kau kemari ha- nya untuk menjengukku?" ta- nya Jodi masih tak percaya. "Iya, memangnya kenapa Jo ?" aku balik bertanya. "Maafkan aku Parjo. Selama ini aku telah berprasangka bu- ruk padamu." "Kenapa Jodi ?" tanyaku pe- nasaran. "Jo, selama ini aku telah ber- pikiran bahwa engkau benci padaku. Tetapi ternyata eng- kau sangat baik. Engkau ma- sih ingat dan mau menengok- ku yang sedang sakit," kata Jo- di kemudian. Perasaan bersalah hadir dalam hatiku setelah mendengar kata-kata Jodi itu. Ah, Jodi, kau masih bisa berkata seperti itu meski pun aku sering berla- ku kurang baik padamu, bisik- ku dalam hati. Perlahan-lahan kutundukkan kepala sambil berkata, "Jodi, aku malu pada- mu. Seharusnya akulah yang meminta maaf. Sikapku sering kasar kepadamu. Sebenarnya aku tak bermaksud seperti itu. Aku hanya iri melihat semua kelebihanmu. Kau lebih pin- tar, lebih berada dan disayangi guru-guru. Maafkan sikapku itu Jodi." "Jodi tertegun sesaat dan ke- mudian berkata, "Ah... Jo tak sepantasnya kau berkata se- .perti itu. Seharusnya kau tahu bahwa setiap manusia, kau dan juga aku memiliki kelebihan dan kekurangan. " "Tapi Jodi, aku tak melihat suatu kekurangan pada diri- mu dan juga tak melihat kele bihan dalam diriku," sergah- nya. "Ada Jo, ada !" katanya pel- an. "Siapa itu? Masuklah, pintu tidak dikunci !" Dengan per- asaan ragu-ragu kubuka pintu itu perlahan-lahan. Begitu wa- jahku muncul dari balik pintu, tampak olehku sesosok tubuh yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Itulah Jodi. Ia tampak kaget melihat kehadi- ranku. Kulihat keadaan tubuh Jodi yang kurus semakin ku- "Apa itu ?" tanya cepat. Seje- rus saja. Sementara sepasang nak Jodi terdiam sambil mem- matanya yang sayu tampak re- buang pandangannya jauh- dup tak bersinar seperti juga jauh lewat jendela. Kulihat wajahnya yang pucat. Entah matanya berkaca-kaca seperti mengapa, tiba-tiba saja aku menahan suatu kepedihan menjadi iba melihatnya. Ia ten- tu sangat menderita dalam sa- Surti P "Nah... gitu dong seharus- nya. Kamu harus berterima kasih karena kamu masih bisa melanjutkan sekolahmu." Walaupun sudah dibuatkan pekerjaan rumah, Dita sama sekali tidak pernah berterima kasih pada Surti. Bahkan ia se- lalu mengungkit-ungkit jasa ayahnya yang telah nyekolahkan Surti. Begitulah sifat Dita semenjak Surti tinggal bersama de- ngannya. Ia menjadi malas dan selalu tergantung pada Surti. Suatu hari Surti memberi na sihat pada Dita. "Dit... bukannya saya tidak mau membantu mengerjakan - yang amat sangat. Dan ke- mudian ia berkata dengan sua- Dongeng Jaka Linglung ra bergetar, "Berbahagialah engkau sahabat. Karena eng- kau telah diciptakan Tuhan de- ngan tubuh yang sehat dan sempurna. Sementara aku..." tanyaku dengan hati yang "Kenapa denganmu Jodi ?" berdebar-debar setelah melihat Jodi menyeka air mata yang berlinang di pipinya. "Jo, kanker ganas telah ber- sarang di kakiku. Dan tiga ha- ri lagi aku akan kehilangan kaki kiriku itu," kata Jodi di sela isak tangisnya. Aku ter- peranjat mendengar kata- katanya yang terakhir itu. Oh Tuhan, alangkah menderita- nya orang yang sering kubentak-bentak ini. Aku me- nyesal, sungguh-sungguh me- nyesal telah bersikap kasar ke- padanya. Untuk beberapa kebisuan lamanya nyelimuti kami. Lidahku ter- asa kelu untuk berbicara. me- "Sudahlah Jo, kukira ini su- dah menjadi suratanNya," ka- ta Jodi memecah kesunyian ka- mar itu. "Tapi Jodi, masih maukah engkau memaafkanku? Ma... masih maukah engkau menja- di sahabatku?" tanyaku ragu- ragu. Hatiku cemas melihat Jo- di yang hanya terdiam tak memberi jawaban. "Maukah kau memaafkanku Jodi ?" tanyaku lagi. Ia me mandangku sambil berkata, "Seharusnya akulah yang ber- tanya seperti itu padamu Jo. Maukah engkau mempunyai seorang sahabat yang cacat se- perti aku?" "Itu bukan penghalang per- sahabatan kita, Jodi. Aku ber- janji akan menjadi sahabat yang baik untukmu. Aku tak mau mengulangi kesalahan yang pernah kulakukan," kataku meyakinkannya. Wa- laupun wajahnya masih tersi- rat duka tetapi kulihat ada se- nyum lemah menghiasi bibir- nya. Sementara itu senja telah merangkak menuju petang. Dan sinar mentari yang mulai redup menerobos masuk lewat celah-celah jendela kamar. Ku- pandang wajah Jodi yang kemerah-merahan diterpa si- nar itu. Dalam hati kuucapkan doa, semoga Tuhan member- ikan ketabahan padanya dalam menghadapi cobaan ini. Dan semoga persahabatan kami te- tap abadi sepanjang masa. Diana Jln. Bukit Tunggal Denpasar lah mendengar laporan peng- awal maka Aji Saka segera me- nemui ular itu. "Ampun Rama Prabu, hamba datang menghadap," sembah ada jaman dahulu di Pulau untuk menjemput Aji Saka. Aji ular itu dengan hormatnya. Jawa ada sebuah negeri be- Saka dibawa ke istana dan Prabu Aji Saka sangat terkejut sar, bernama Medang Kamul- menghadap sang prabu. Sebe- mendengar sebutan "Rama an. Konon di Medang Kamulan lum dijadikan korban, Aji Saka prabu". Kemudian ia bertanya. pernah berkuasa seorang raja meminta sebidang tanah se- "Hai ular dahsyat, siapakah bernama Dewata Cengkar. Pa- luas serban yang membalut ke- sebenarnya dirimu itu, meng- da suatu hari seorang juru ma- palanya. Terjadi suatu keajaib- apa kau mengaku sebagai sak istana prabu Dewata Ceng- an ketika serban digelarkan di putraku. Aku belum pernah kar telah berbuat sesuatu kesa- atas tanah, serban itu melebar punya istri. Makanya aku di- penderitaan rakyat Medang laut selatan. lahan sehingga menimbulkan tak henti-hentinya sampai ke gelari Prabu Jaka." Setelah menjelaskan asal muasal diri- Kamulan. Juru masak itu be- Prabu memerintahkan kepa- - merasa dipermainkan, kerja di dapur. Tanpa disadari Raja menjadi murka karena nya, dari Aji Saka membuang me- dia memotong kelingkingnya mudian menikam dada sang lar itu. Tapi sebelum Aji Saka ke- air seni hingga menetaskan u- sehingga ikut termakan oleh Aji Saka. Karena kesaktian Aji mengakui ular itu sebagai sang prabu. Baginda terkejut Saka, ia tak terluka sedikit- putranya maka ular itu diber- ketika dilihatnya kelingking manusia ada dalam masakan. pun. Aji Saka menendang sang ikan tugas untuk membunuh Tetapi masakan itu terasa sa- prabu dan jatuhlah prabu dur- buaya putih penjelmaan Dewa- ngat lezat, sehingga mulai saat jana itu di laut selatan. Ia ber- ta Čengkar. Dan untuk lebih itu sang prabu ketagihan da- ubah menjadi buaya putih. Ra- memperjelas lagi, maka ular kyat yang melihat kejadian itu itu harus ke pantai selatan de- ging manusia. langsung mengangkat Sang ngan cara menerobos bumi. Singkat cerita maka sampai- da patihnya agar satu demi sa- Aji Saka sebagai raja mereka. tu tawanan di penjara dikor- dahulu, bahwa ketika Sang Aji Setelah bertarung melawan Seperti telah diceritakan ter- lah ular itu di pantai selatan. bankan untuk masakan raja. Saka membuang air kecil di ru- buaya putih dan menang seba- Setelah semua tawanan di pen- mah Dadap Sari, seekor ayam gai bukti maka kepala buaya jara, maka rakyatlah yang telah menghirup air seninya, putih itu di kulumnya. Ke- menjadi korban. Pada suatu kemudian ayam betina itu ber- mudian ia kembali menerobos ketika datang seorang pemuda telur sebutir. Berbulan-bulan bumi. Berulang kali ia muncul yang bernama Aji Saka. Ia ber- ia mengerami telurnya, na- ke bumi tetapi belum juga sam- dang Kamulan, dengan mena- menetas. Walaupun demikian, lah timbul banyak mata air warkan dirinya menjadi korb- ayam itu tidak mau mening- yang terasa asin. Akhirnya an untuk masakan raja. Ia galkan telurnya. Dengan te- sampailah ular itu di istana. menginap di rumah Dadap Sa- kun telur itu dieraminya. Sete- Karena ular itu berhasil melak- Saka tidur ia buang air kecil di netas, tapi ajaib, yang menetas akuinyalah ular itu sebagai pu- ri, seorang janda. Sebelum Aji lah genap setahun telur itu me- sanakan tugasnya, maka di- PR-mu lagi, saya cuma ingin kamu mau belajar mengerja- kan sendiri. Di samping itu, bukankah ulangan umum su- dah dekat. Jadi alangkah baik- nya bila kamu belajar me- nyelesaikan soal-soal itu sendi- ri, kalau ada kesulitan saya gitu banyaknya. Emangnya matematikaku ini. Besok pagi siap membantumu," kata Sur- maksud menolong rakyat Me- mun telur besar itu belum juga pai di istana. Konon sejak itu- kita ini komputer," gerutu Li- na. harus selesai !" ti. "E..e..e, sudah berani-berani "Tapi, Dit. Besok saya ada u- ngasih nasihat ya...., aku langan," suara Surti kedengar- nggak butuh nasihatmu. Ka- an memelas. lau mu sudah tidak mau "Iya tuh... bayangin aja, ti- uluh soal. Belum lagi men- jabarkannya, bisa-bisa jawa- "Tidak ada tapi-tapian, kalau bannya satu buku penuh," sa- besok pagi tidak beres tahu hut Desi yang paling tidak su- sendiri akibatnya!" ancam Di- ka pada pelajaran matematika. ta sambil berlalu dari kamar "Ah, aku sih tenang-tenang Surti. aja, di rumah sudah ada orang yang akan kusuruh mengerja- kan soal-soal itu," kata Dita. "Lho, bukankah ayah ibumu jarang ada di rumah, Dit. Adik- adikmu masih kecil, lalu siapa yang akan kamu suruh ?" ta- nya Lina. "Oiya... kalian belum pernah aku beri tahu ya, sekarang di Cerita Bersambung membantuku lagi, ya sudah... jangan banyak cingcong!" Di- ta berkata sambil berkacak pinggang. "Jangan salah paham, Dita. Saya tidak bermaksud meng- guruimu, saya cuma ingin a- gar ulanganmu nanti tidak hancur gara-gara tidak bisa mengerjakan soal matemati- Surti hanya menangis sedih. Posisinya sebagai anak asuh benar-benar terjepit. Kalau di- kerjakannya juga PR Dita itu pasti akan menghabiskan wak- tu belajarnya, padahal besok ia ada ulangan. Kalau tidak di- kerjakannya, ia khawatir, Dita tik ini kamu harus pergi dari akan mengadukan Surti pada rumah ini... ayo pergi!" usir ayahnya dengan kata-kata Dita. Bunga-bunga Asrama Oleh Adhi Parniti Ska Nore itu Jihan memperhati- kan Bea dan Yoan yang se- dang di halaman belakang. Rin sedang ditugaskan Suster Ta- rina untuk membeli kembang. Eliza gabung sama gadis-gadis di kamar sebelah. Sok akrab dengan Hepi dan Keke. Di ruang itu cuma ada Jihan seorang diri. Dengan hati berdebar-debar Jihan meng- hampiri lemari pakaian Bea dan memperhatikan jam ta- ngan mungil di atas lemari pa- kaian itu. Perlahan tapi pasti ka..." "Diam kamu... dan mulai de- "Huuu, itu sih baru rasa- rasanya. Pakai rumus model begitu sih nggak bakal ketemu !" celetuk Rin. "Habis cari di mana dong?" Bea setengah gusar. "Yeee, kok marah pada aku?" Rin melotot. Bea terduduk le- mas. Padahal, itu pemberian dekat lumbung padi Dadap Sa- ri. Tiba-tiba datang seekor adalah seekor ular. Mulanya ayam betina kehausan dan hanya kecil saja. Tapi dari menghirup air seni Aji Saka. hari-kehari ular itu tumbuh Esok harinya patih Medang dengan pesat dan menjadi see Kamulan sendiri yang datang kor ular raksasa. Setelah cukup dewasa, segera ia akan mencari ayahnya. Ia pergi ke istana guna menemui Aji Saka yang memang ayah- nya. Selama dalam perjalanan, rakyat yang ditemuinya selalu ketakutan saja. Hingga sam- pailah dia di istana raja. Sete- "Dita...!" tiba-tiba ayah mun- cul di antara mereka, lalu menghampiri Dita yang kaget melihat ayahnya datang. "Dita, apa-apaan kamu ini. (Bersambung ke Hal 11 Kol 3) memperhatikan aku," pikir dang Bea. Dengan gemetar Bea mengambil jam mungil itu dan Jihan. "Begini saja Bea, tak usah menciumnya. kau pikirkan lagi jam itu. Nanti kita kumpulkan uang bersama. Kita beli aja yang ba- ru. Gimana?" tawar Eliza. "A- tau pakai saja tabunganku!" E- liza mengusulkan. "Kau sungguh baik Jihan. Terima kasih sekali!" ungkap Bea terharu. Dipeluknya Jih- an. "Sudahlah, balik ke ruangan yuk! Sejak tadi kau bengong di papa sebelum beliau mening- "Bukan masalah nilainya sini!" ajak Jihan. Bea meng- Bea menunduk sedih. tra prabu Aji Saka. Tapi demi ketentraman rakyat Medang Kamulan, putranya itu diper- intahkan untuk bertapa dihut- an Klampis. Putra Ajisaka itu di beri nama "Jaka Linglung." karena linglung atau bingung ketika mencari jalan ke istana. Diceritakan oleh: Ni Wayan Sri Mulyani SMPNI Denpasar an. Balikin aja, Ha!" kata Eliza kemudian. Jihan mengang- guk dan bergegas keluar. "Wah, Jihan berbakat jadi, penemu barang-barang. Beber apa hari yang lalu jam ta- nganku ditemukan olehnya. Kini, gelangnya si Felly ia temukan juga!" "Hi...hi..., besok kalau san- galkan Bea untuk selama yang aku pikirkan. Kau tahu angguk patuh dan begitu gem- dal jepitku hilang, biar kupak- lamanya. "Maafkan aku pa," sendiri, jam tangan itu hadiah bira. Dalam hatinya Bea begitu sa dia untuk mencarinya!" Rin dari papa...!" mata Bea menyesal telah memperolok- cekikikan. Mendadak Jihan Teman- olok Jihan selama ini. "Ternya- temannya merasa iba. Papa ta Jihan anak yang baik", batin Bea meninggal seminggu sete- Bea penuh sesal. Di dalam kelas Bea tak bisa berkaca-kaca. mengikuti pelajaran. Pikiran- nya terpusat pada jam tangan yang dilapisi emas itu. Syukur tanda waktu pelajaran usai se- gera terdengar. Bergegas Bea keluar. Teman-temannya me- rasa iba. "Coba kau ingat-ingat Bea, (5) ada main kemana saja kema. Jihan mengamou dan me- nyimpan di tasnya. Setelah itu dengan langkah tenang dia du- duk di meja belajar. Menyalin catatan bahasa Inggris-nya Glorina. Dan keesokan pagi- nya, terlihat Bea yang kelim- pungan karena jam tangannya hilang. rin?" Eliza mencoba menjer- nihkan hati Bea. "Cuma di kebun belakang sa- ja!" sahut Bea pendek. "Kebun itu cukup luas. Cari- lah dengan lebih teliti!" sam- bung Yoan. "Kau ini gimana, bukankah kemarin kita berdua sudah mencarinya. Dan kau sendiri memutuskan bahwa jam ta- "Emangnya kau taruh di ma- ngan itu tak mungkin jatuh di na sih?" Eliza menggelengkan sana!" sahut Bea. Dari kejauhan Jihan meman- kepalanya. "Entahlah, rasa-rasanya sih dang mereka. Dengan mata di atas lemari pakaian ini!" sa menyipit. hut Bea yang rada pelupa. "Boleh saja mereka tidak berbalik. "Ada apa?" tanya anak-anak padanya. lah hari ulang tahunnya yang Eliza, Yoan dan Rin meman- "Nomor berapa kamar Fel- ketiga-belas. temannya. dang langkah-langkah Bea ly?" tanyanya memandang ke "Rasanya aku berdosa sekali dan Jihan dengan heran. Tam- arah Eliza dan teman- pada papa, tidak menjaga pem- pak begitu akrab. beriannya....!" kata Bea lirih Tanpa ditanya, Bea mencerita- "Lho masa lupa, tempo hari dan beranjak meninggalkan kan semuanya. Jihan menatap kau kan ada main di sana!" Yaku lan ban Eliza yang terpandangan mata yang bersa- Yoana berkata heran. "Itu lho, dan iba. me- Dan keesokan sorenya Bea begitu terpana ketika Jihan mendatanginya dan nyodorkan jam tangan itu. "Kau temukan di mana Jih- an?" Bea memekik gembira. "Di kebun sekolah. Di habat dari Eliza, Bea, Rin dan di sebelah kamar Glorina. Per- Yoan. Tengah malam ketika sis di belakang koridor menuju anak-anak semua terlelap, Jih- ruang makan!" lanjut Yoan. an terbangun dan duduk di te- Sesaat Jihan terdiam. pi pembaringan. Entah apa "Dimana kau temukan ge- yang dipikirkannya. lang itu?" tanya Rin. "Di jalan dekat sumur!" kata "Adakah diantara kalian Jihan singkat dan melangkah yang memiliki gelang ini?" ta- keluar. Sepeninggal Jihan... "Aku kok jadi punya pikiran lain tentang dia!" desis Yoan. "Apa yo?" Rin tertarik. "Ah, nanti saja kukatakan. jangan kenceng Sebab..., kalian pasti tak per- kenceng gitu, Rin!" sungut E- caya!" Yoanna memicingkan sebelah matanya. (Bersam- nya Jihan serius. "Heii, itu gelang milik Fel- ly!!" seru Rin persis di sebelah telinga Eliza. "Th, tengah-tengah rumput!" sahut Jihan tersenyum. Mungkin ke- marin dalam keadaan kacau kau mencarinya. Tentu saja jam itu luput dari pandangan- liza. mu. Ambillah!" Jihan meman- "Pasti Felly lagi kelimpung bung). BUAH HATĭ RUBRIK "Buah Hati Berhadiah" ini terbuka untuk semua Pembaca Bali Post. Kirimkan foto bayi atau anak-anak Anda ke Redaksi dengan syarat-syarat sbb 1. Bayi atau anak berumur 3 bulan s.d. 15 bulan. 2. Lengkapi dengan data, nama, alamat, umur, dan komentar secukupnya. . 3. Kirim ke Redaksi Bali Post, Jalan Kepun- dung 67A Denpasar 80232. lengkap de- ngan potongan kupon Buah Hati. Yuyun begitulah nama adik manis ini. Nama lengkapnya Ayu Eka Pertiwi Artha. Lahir 27 Juli 1989, dan besar nanti bercita-cita pingin jadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Alamat rumah Br. Samu Desa Mam- bal Kec. Abiansemal, Badung. Putri Made Artha dengan Wayan Sukari ini nitip salam buat semua keluarga di rumah selamat ber- hari Minggu moga-moga sehat adanya. "Hai kawan, kenalan yok!", ajak adik manis ini bernama Luh Gde Gellyna Pravitayani. Nongol pertama di bumi ini 6 Mei 1990. Putri pertama dari pasangan Gelgel dan Sriyani ini besar nanti bercita-cita pingin jadi dok- ter. Alamat rumah Jln. Tukad Melangit No. 8 Panjer Denpasar. Melalui rubrik ini Lyna ni- tip salam buat Mbok Dewi, Bli Made, Yayuk serta keluarga di rumah semoga sejahtra se- lalu. Desy Mayasari, begitulah nama adik manis ini. Lahir 23 November 1989 dan besar nanti bercita-cita pingin jadi dokter spesialis anak- anak. Alamat rumah Kampung Baru Jln. Sultan Hasanudin Gang Jaya I Cakranegara, Lombok. Melalui rubrik ini ia nitip salam buat Bibik dan Paman di Singaraja, Bali sela- mat hari Minggu mudah-mudahan sehat se- lalu. KUPON Halaman 5 4. Bagi mereka yang fotonya dimuat, akan mendapat 1 (satu) paket bubur Promina. Untuk pengirim yang tinggal di Denpa- sar, paket hadiah dapat diambil lang- sung di Kantor Redaksi Bali Post. Se- dangkan untuk yang di luar Denpasar, hadiah akan dikirim. 5. Redaksi juga masih tetap menerima dan memberi kesempatan kepada bayi atau anak-anak Balita. HEART Nama adik cakep ini Evan Prima Virgantara. Lahir 20 September 1989 dan cita-citanya be- sar nanti pingin jadi penyanyi terkenal. Ala- mat rumah Komplek Perum Angkasa Pura I Jln. Waioti No. 29 Tuban, Denpasar. Lewat rubrik ini Evan nitip salam buat Tante, Om, Mbok Citra, Bli Permana dan Bu Luh selamat berhari minggu semoga sejahtra. Ni Putu Silvia Komala Sari, nama adik manis kita ini. Umur baru satu setengah tahun dan besar nanti bercita-cita pingin jadi dokter. Putri pasangan Ketut Sudiawan dengan Husnaini ini beralamat di BTN Bermis No. 24 Praya 83511 Lombok-NTB. Melalui rubrik ini ia nitip salam buat Pekak dan Ninik Par- wata di rumah moga-moga sehat walafiat se- lalu. Richa Rasadis, begitulah nama adik manis ini. Panggilan akrabnya Richa lahir 22 Ma- ret 1990 dan besar nanti bercita-cita pingin jadi astronot. Alamat rumah Jln. Hasanud- din Gang Teratai RT 06 Kelurahan Bugis, Sumbawa Besar. Melalui rubrik ini ia nitip salam buat keluarga di rumah selamat ber- hari Minggu dan sehat-sehat selalu. Tumbuh Sehat Ceria "BUAH HATI Sun. No. 23 MANFAAT GIZI YANG LENGKAP Bubur Susu Penuh Gizi ALLIANCE FRANCAISE LEMBAGA INDONESIA PERANCIS Anda ingin belajar bahasa romantis? Lembaga kami membuka pendaftaran murid baru kursus bahasa Perancis untuk Periode Pebruari Mei 1991. Untuk itu kami, dengan bantuan pengajar profesional Perancis dan Indo- nesia akan memberikan pengajaran yang baik, mudah dan praktis dengan fasilitas sebagai berikut: Kurikulum Umum, Kurikulum Profesional (Pariwisata). Kursus dengan metode komunikatif. Diploma Internasional yang disyahkan oleh Kementerian Pendidikan Perancis (DELF/DALF) diakui di seluruh dunia. Perpustakaan lengkap, aktifitas ekstra kurikuler yang indah (karyawisata, konser musik, ceramah-ceramah, dll). Dibuka juga Play Group untuk anak-anak Indonesia keturunan asing dan anak-anak asing (les enfants expatries) dari umur 2 s/d 5 tahun. Untuk pendaftaran, Sekretariat kami buka setiap hari kerja jam 08.00 s/d 19.00 (WITA). Untuk informasi lebih lanjut, hubungi telp. 88537 atau datang langsung ke Jl. Hang Tuah No.3, Bunderan Renon Denpasar. LEMBAGA INDONESIA PERANCIS KHUSUS UNTUK ANDA 59 Color Rendition Chart 2cm