Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Waspada
Tipe: Koran
Tanggal: 2002-02-09
Halaman: 04

Konten


4cm WASPADA DENI KEBENARAN DAN KEADILAN Harian Umum Nasional WASPADA Terbit sejak 11 Januari 1947 Pendiri: H. MOHAMMAD SAID (17 Agustus 1905 - 26 April 1995) Hj. ANI IDRUS (25 November 1918-9 Januari 1999) Pemimpin Umum: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab: H. Prabudi P. Said Wakil Pemimpin Umum/Wapemred: H. Teruna Jasa Said Pemimpin Perusahaan dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA Redaktur Pelaksana : Azwir Thahir, Sofyan Harahap Dewan Pelaksana Redaksi : T. Junaidi, Hendra DS, Edward Thahir, Muhammad Joni, Sumaharja Ritonga, Nurhalim Tanjung. Akmal AZ, Rudhy Faliskan Alamat Kantor Pusat, Penerbit, Redaksi, Tata Usaha/Periklanan Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel. (061) 4150858 (3 saluran). Faks: (061) 4510025 e-mail :waspada@indosat.net.id Kantor Biro redaksi/Perwakilan Periklanan : (1) Bumi Warta Jaya, Jalan Kebon Sirih Timur Dalam No. 3 Tel. (021) 322216 Faks. (021) 3140817 Jakarta Pusat (2) Perwakilan Waspada Jalan Ratu Syafiatuddin No. 21-C Tel.(0651) 22385 Banda Aceh 23122 (3) Jalan Listrik No. 11 Lhokseumawe Tel. (0645) 44206 (4) Komplek Windsor Square Blok B No. 28 Nagoya, Batam Tel. (0778) 430923 Penerbit PT Penerbitan Harian Waspada Komisaris Utama: Tribuana Said Direktur Utama: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA SIUUP: 065/SK/MENPEN/SIUUP/A 7/1985 tanggal 25 Februari 1988 ISSN 0215-3017 Percetakan Percetakan Web PT Prakarsa Abadi Press, Jalan Letjen. Suprapto/Brigjen Katamso No.1 Medan 20151 Tel.612681 Isi di luar tanggungjawab pencetak Harga iklan tiap mm kolom Rp. 7.000 ukuran 42 mm. Tajuk Rencana Upaya Akbar Menekan Lawan P artai Golkar tak ingin terkubur. Itu bisa dilihat dari gebrakan yang dilakukan Ketua Umum DPP Golkar Akbar Tandjung kemarin malam. Tak kurang 19 pengurus DPP Partai Golkar dinon-aktifkan sementara dengan berbagai alasan seperti perangkapan jabatan dan ketidakaktifkan dalam rapat dan kegiatan partai. Semula kita memprediksi bakal ada korban yang dipecat dari keanggotaan, atau dikenakan sanksi lebih berat ketimbang hanya nonaktif saja. Namun hal itu tidak terbukti. Karena itu, putusan Rapim Partai Golkar di Jakarta yang berlangsung hingga Jumat dinihari itu bisa disebut gertak buat tokoh-tokoh Golkar yang selama ini menjadi la- wannya. Mereka itulah yang sering mendesak diper- cepatnya Munas atau Munaslub. Target Muladi, Baramuli, Muchyar Yara dll ingin mengganti Akbar Tandjung yang terlibat sebagai tersangka kasus dana nonbujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar lebih semasa memangku posisi Mensesneg di era Presiden BJ Habibie. Apakah Baramuli dkk akan kecut dengan ger- takan Akbar itu? Bisa jadi ya, apalagi dalam Rapim Golkar tersebut posisi Akbar Tandjung tak dipersoal kan sehingga dipastikan hingga 2004 nanti dia akan aman bersama partainya dengan target ingin menjadi yang terbaik kembali setelah dalam Pemilu lalu digeser PDI Perjuangan. Golkar memang berpeluang untuk mengambil alih pemerintahan dalam suksesi mendatang, terutama sekali bila PDI Perjuangan dengan ketua umumnya Megawati yang kini menjadi Presiden gagal memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau Mega hanya lips service' tidak mampu mening- katkan kesejahteraan rakyat, gagal memberantas KKN dan tidak mampu menegakkan supremasi hukum dipastikan Golkar akan bangkit kembali. Sudah terlalu lama rakyat menderita. Saat Presiden Soeharto tumbang Mei 1998 Partai Golkar diperkirakan akan hancur. Sebab, dosa yang dibuat Golkar tidak bisa lenyap begitu saja. Sampai-sam- pai tuntutan pembubaran Golkar marak di ka- langan masyarakat, terutama kampus-kampus, namun Golkar tetap bertahan dan pada Pemilu lalu ternyata masih tetap eksis. Terbukti Golkar hanya kalah dari PDI Perjuangan saja. D alam bulan Februari ini perhatian masya- rakat di arahkan kepada dunia pers. Me- ngapa? Justru pada bulan inilah setiap tahun dilaksanakan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang jatuh hari ini, Sabtu 9 Februari 2002, sekaligus HUT ke-56 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Sepanjang perjalanan, pers nasional menga- lami beragam rintangan, cobaan, sorak dan pujian. Pers pun menerima berjenis vonis, tuduhan, bakan penyerbuan/pendudukan dan penganiayaan terha- dap kantor suratkabar dan wartawan, seperti yang baru-baru ini dialami Harian WASPADA. Ironis memang, di era keterbukaan/kebebasan ini, dan di era tamatnya sistem pemberedelan pers oleh penguasa, pers dan wartawan makin tak aman dan tak nyaman dalam menjalankan profesinya. Setiap kali kita-khususnya kalangan pers Indonesia - memperingati HPN, yang selalu menjadi bahan renungan adalah eksistensi pers Indonesia itu sendiri di tengah-tengah masyarakat nya. Kalau kita mau jujur, sebenarnya pers nasional belum sepenuhnya diposisikan sebagai mitra ma- syarakat dan pemerintah. Ini kalau kita cermati munculnya kecenderungan dan gejala yang secara beruntun sejumlah kasus menimpa pers dan wartawan di tanah air. Hemat kita, kasus-kasus tersebut menarik dikaji dari kerangka hubungan pers dengan masyarakat dan pemerintah, lantaran kasus-kasus tersebut melibatkan ketiga unsur itu. Pers Indonesia idealnya merupakan 'kuping' pemerintah sekaligus terompet' masyarakat. Maksudnya, pers Indonesia, selain merupakan wahana pemerintah untuk mengetahui dan mendengarkan aspirasi masyarakatnya, juga merupakan wahana masyarakat menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah sebagai pihak yang dipercaya memegang kekuasaan. Masalahnya, sudahkan pemerintah memanfa- atkan pers untuk membaca, mengetahui dan men- dengarkan aspirasi masyarakat, dan pada akhirnya pekerjaan mendengarkan aspirasi tersebut ditin- daklanjuti dengan kebijakan hidup lebih baik da- lam segala hal? Atau juga, sudakah aspirasi ma- syarakat yang disuarakan melalui pers didengar oleh pemerintah dan selanjutnya ditindaklanjuti dengan baik? dipecah menjadi dua kelompok, di mana kelompok Baramuli dkk membuat partai tandingan dengan Golkar Baru, maka pada Pemilu mendatang PDI Perjuangan tak punya saingan berat lagi. Megawati bisa melenggang untuk periode kedua. PAN bisa menjadi partai alternatif, namun masih kecil kemungkinan bisa menandingi suara Golkar yang tampaknya berusaha keras memperkuat internal partainya. Kalau internal Golkar solid mereka bisa berkibar lagi di era mendatang yang sulit diperkirakan situasinya. Saat ini Golkar termasuk partai yang sedang dikerjai" untuk dipecah sebagaimana terjadil dialami PKB dan PPP. Kalau Golkar berhasil Pers Indonesia Bergulat dengan Dinamikanya Bila idealis pers sebagaimana kita kemukakan itu terwujud dalam kenyataan, secara otomatis sistem Pers Pancasila sudah mulai mantap keber- adaannya. Dalam sistem Pers Pancasila, peme- rintah dan masyarakat bukanlah dua hal atau dua pihak yang berseberangan. Artinya, tidak ada dikhotomi antara pemerintah dan masyarakat, Dalam konteks ini, pemerintah dan masyarakat (rakyat) ada dalam suatu keluarga besar. Pemerin- tah merupakan kumpulan orang-orang (warga masyarakat) yang diberi kepercayaan memegang kekuasaan dan penentu kebijakan. Sedangkan Penonaktifan 19 pengurus DPP Golkar memang bertujuan untuk memperkuat internal partai guna mengimbangi serangan dari eksternal partai. Ancaman internal partai hanya datang dari sebagian pengurus Iramasuka, namun sebagian besar masih percaya pada kepemimpinan Akbar Tandjung. Hal itu dapat dilihat kemarin, tak satu DPD pun yang meminta dilakukannya Munaslub. Menurut hemat kita, pentolan kelompok Irama- suka dari Indonesia timur ingin menggeser posisi Akbar Tandjung. Alasan mereka masuk akal juga karena kasus Akbar dalam konteks dana Bulog bisa melebar dan belum jelas juntrungannya. Kalau Gus Dur saja bisa terlempar tidak tertutup kemung- kinannya nasib Akbar pun sama. Namun Akbar tak bergeming. Kalau dia mundur maka posisinya semakin lemah, mudah digoyang lawannya di partai maupun lawan dari partai lain. PDI Perjuangan misalnya, bakal tak punya sparring partner lagi. Posisi tawar Akbar masih cukup kuat. Opini publik merasa yakin Akbar terlibat kasus Bulog sehingga dapat mengakibatkan menurunnya kepercayaan masyarakat pada partai berlambang pohon beringin itu. Hal inilah yang dijadikan alasan Muladi, Baramuli, Marwah Daud, Muchyar Yara dll untuk mempercepat Munas atau segera menggelar Munaslub. Kalau event itu tercapai peluang Akbar bertahan memang kecil, sehingga penonaktifan 19 pengurus DPP merupakan cara Akbar untuk Iramasuka yang berambisi memimpin Partai Golkar menakut-nakuti menekan lawannya dari kelompok tanpa mau keluar dari Golkar. Harus kita akui kalau Akbar Tandjung adalah politisi yang matang. Status penonaktifan sementara itu putusan tepat sekaligus akan membungkam kelompok Baramuli dkk. Namun segalanya bisa berubah sepulang Akbar dari tanah suci menunaikan ibadah haji, bila statusnya meningkat menjadi terdakwa dalam kasus Bulog yang sarat politik. + masyarakat merupakan pihak yang disejahterakan dan diperbaiki segala sesuatunya. Karena masih dalam lingkup keluarga, maka tidak ada dikhotomi antara keduanya. Kalaupun pers dituntut menyampaikan kritik-kritiknya pada pihak yang diberi mandat untuk memerintah, maka kritik tersebut harus konstruktif dan dalam suasana kekeluargaan. Bahkan pihak yang dikritik akan merasa berterima kasih. Risikonya, pihak yang dikritik seolah-olah tak tahu atau tak merasa mau tahu alias bebal. Bila itu yang terjadi, maka hal tersebut merupa- kan konsekuensi logis dari bentuk budaya kritik yang kita pilih. Dan hal tersebut merupakan bagian dari dinamika kehidupan pers Indonesia saat ini, yang hidup di tengah budaya masyarakatnya yang belum bisa menerima kritik secara langsung atau to the point, terbuka dan blak-blakan. Sangat boleh jadi, bila budaya masyarakat su- dah memungkinkan disampaikan kritik secara terbuka, langsung dan blak-blakan-apalagi keras -pers pun akan melakukan hal seperti itu. Wujud dinamika kehidupan pers Indonesia dewasa ini masih begitu banyak. Kebelumberhasilannya me- nemukan format Pers Pancasila yang pas, keteran- camannya dari tindakan sewenang-wenang pihak tertentu, kegamangannya menyiasati kehadiran media massa elektronika televisi yang 'memakan' kue iklan cukup banyak, merupakan sebagian wujud dinamika kehidupan pers Indonesia saat ini. Permasalahanya bukan hanya mengenai upaya meretas berbagai kendala yang dihadapi agar pers Indonesia bisa bertumbuh dengan baik sebagaimana perr di negara liberal. Dengan kata lain, permasalah- an yang dihadapi tidak bersifat hitam-putih. Untuk membenahi kehidupan pers Indonesia -agar hidup lebih sehat sesehatnya-perlu dila- kukan pula perjuangan di lini lain. Perjuangan menegakkan hukum, perjuangan membenahi aspek hukum (perundang-undangannya), juga perjuangan mewujudkan demokratisasi di segala bidang, me- rupakan perjuangan lain yang juga harus dilakukan oleh institusi pers dan orang-orang pers maupun orang di luar lingkungan pers. Dengan perjuangan di berbagai bidang tersebut, pers yang merupaan lembaga sosial dalam masyara- katnya akan mendapatkan tempat yang baik untuk bertumbuh. Ibarat tanaman, agar bertumbuh dengan baik, pers Indonesia harus hidup di tanah yang subur dan cocok, serta di lingkungan yang iklimnya juga mendukung. Idealisasi pers tak akan bisa diwujudkan dalam kenyataan bila tidak ada lingkungan dan situasi kondisi yang mendukung. Kendati demikian, pers itu sendiri juga dituntut untuk ikut berjuang mewu- judkan kondisi yang lebih baik, yang memungkinkan dirinya hidup dengan aman-nyaman dan berkem- bang.* SUDUT BATUAH Perdana Menteri Australia John Howard menyatakan,penolakan DPR dan MPR bertemu dengannya tidak menjadi masalah bagi dirinya - Dalamnya laut dapat diduga, hati orang siapa yang tau sir! *Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan memboikot kuota ekspor Indonesia, bila tidak mampu menekan aksi pembajakan kaset dan CD - Alamak berulang lagi kasus Bob Geldof - Konflik sih kagak, tapi komentar merebak, he...he...he *Ketua MPR Amien Rais mengatakan,kehadirannya dalam jamuan kenegaraan agar tidak memperuncing konflik berkaitan penolakannya menerima John Howard Wak Doel Dirgahayu Pers Indonesia seorang pengacara Belanda tahun 1830, Ini karena pers dianggapnya mampu mene- rangi semua orang yang berada dalam kegelapan informasi. Dengan kata lain, pers mempunyai fungsi informasi yang dapat menuntun masyarakat menegakkan kebenaran dan keadilan. Membangun daya pikir dan kualitas masyarakat. Karena itu seyogyanya tidaklah pantas jika profesi wartawan diliputi ancaman risiko tinggi. Oleh Mahruzar Efendi SE Pemerhati Masalah Sosial P eringatan Hari Pers Nasional. (HPN) dan HUT ke-56 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tahun ini, masih saja diliputi suasana keprihatinan. Bagaimana tidak, berbagai kasus pelecehan profesi, intimidasi dan penganiayaan ter- hadap sejumlah wartawan kita tanpa ter- hempang acap berlangsung di depan mata. Padahal masyarakat dan pemerintah telah bertekad untuk mengakui dan mewujudkan kebebasan pers nasional, namun dalam. pelaksanaannya banyak dijumpai kasus- kasus yang justru bertentangan dengan iktikad tersebut, termasuk tentunya penga- niayaan terhadap wartawan itu sendiri. Belum hapus dalam ingatan kita, aneka kasus kekerasan dan penyiksaan yang menimpa insan-insan pers. Mulai dari terbunuhnya Fuad Muhammad Syai- fuddin alias Udin (wartawan Bernas Yog- yakarta), tindakan kekerasan yang menim- pa Munawar Mandailing (wartawan kantor berita Antara Medan), sampai kepada Setia Budi Siregar (wartawan Waspada), mem- buat kita semakin menudukkan kepala terhadap nasib wartawan umumnya dan dunia pers khususnya. Ini belum lagi dikaji dengan banyaknya wartawan-wartawan lain yang terbunuh maupun terancam jiwa- nya tatkala meliput tindak kekerasan di Aceh. Karena itu, secara jujur harus diakui, perlindungan kepada wartawan dalam. menjalankan kemandirian dan kebebas- H ari-hari belakangan ini sebagian pers kita tampak murung. Kena- pa? Kemerdekaan pers yang mereka pakai sebagai kendaraan menjalankan tugas jurnalistik ternyata disikapi dengan aksi tak simpati oleh kelompok-kelompok ter- tentu. Aksi itu berupa demonstrasi ke kantor media massa, malahan ada yang disertai dengan usaha-usaha perusakan atau mencederai wartawan. Oleh Nurhalim Tanjung Wartawan Harian Waspada Banyak suratkabar di kota-kota besar di Indonesia "terpaksa" menerima aksi itu, seperti terjadi di Medan, Jakarta, Ban- dung, Surabaya dan sebagainya. Suratkabar seperti Waspada, Jawa Pos, Radar Cirebon, Koran Tempo yang terbit di kota- kota itu pernah menjadi sasaran massa yang anarkis tersebut. Rupanya kemerde- kaan pers yang puluhan tahun direnggut penguasa dan baru 2-3 tahun ini diperoleh kembali-tak selalu menyejukkan buat banyak pihak di masyarakat kita. Padahal dulu, persisnya selama Orde Baru, media massa nasional sangat me- rindukan kemerdekaan pers supaya dapat memaksimalkan fungsi pengabdiannya kepada publik. Penantian itu sempat mem- buat pers ibarat menunggu godot muncul sehingga media massa yang tak sabar mengambil inisiatif sendiri mendobrak kebekuan iklim kemerdekaan dengan liputan-liputan yang berani. Inisiatif berani itu diambil pengelola media massa untuk membuka akses publik terhadap berbagai informasi penting. Hasilnya? Media massa bermutu. seperti Tempo, Editor dan Detik gugur dipukul oleh rezim Orde Baru pada tahun 1994. Sebelumnya beberapa media massa yang terlanjur berani tampil kritis pernah pula diperingati atau diancam bredel. Pengaruh kekuasaan (hegemoni annya sekarang ini nyaris tak ada. Yang ada hanyalah sekadar bangunan Undang- Undang Pokok Pers. Katakanlah misalnya Undang-Undang Pokok Pers No.40/1999 sebagai pengganti Undang-Undang No. 21/1982 tentang pokok-pokok ketentuan pers nasional yang berupa tak lebih dari (maaf) retorika pengharapan untuk membe rikan perlindungan hukum kepada pers nasional. Mengapa penulis berani menga- takan demikian? Tak lain karena sasaran undang-un- dang tersebut belum terakomodasi dalam memberikan perlindungan kepada pers (wartawan), hingga keefektifannya perlu dikaji ulang. Fenomena ini ditambah pula dengan banyaknya kelompok yang alergi, sinis, tertutup dan bahkan menganggap pers sebagai musuh. Dengan demikian kalau mereka disorot, mereka lantas emo- sional dan tidak jarang kemudian melaku- kan tindak penganiayaan, menghakimi sang wartawan. Meskipun begitu, haruskah jajaran pers menjadi takut dan kecut? Di hari jadinya ini, perlu kita ingatkan kembali kepada setiap insan pers agar tidak takut dan gentar mencuatkan segala bentuk penyimpangan, tentunya sepanjang tetap berada dalam koridor Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang-Undang Pokok Pers dalam hal pelaksanaan tugas-tugas ke- wartawanan. Dan tak kalah pentingnya juga kita serukan, bahwa negara ini adalah negara hukum yang berarti jika ada pembe- Begitu banyaknya akibat-akibat yang oleh Ebtanas itu sehingga penghapusannya sangat pantas disambut dengan gembira. Hal ini merupakan titik awal yang baik untuk kembali menyelenggarakan ke- giatan-kegiatan belajar yang benar dan komprehensif. Namun perlu dicatat bahwa penghapusan Ebtanas tidaklah dalam upaya menciutkan makna eva- luasi, tetapi sebaiknya dalam konteks menampilkan evaluasi yang benar, yang dilihat secara menyeluruh, dan berimpli- kasi kepada kesuksesan program dan efisiensi program pendidikan. wartawan. Kita tentu pernah mendengar istilah WTS (wartawan tanpa surat kabar), MTB (muncul tanpa berita), BCN (bisanya cuma Hegemoni Massa Musuh Baru Media penguasa) sangat dominan di masa itu mengakibatkan para wartawan merasa "tak enak" bekerja karena dibayang- bayangi tekanan penguasa. Padahal pers ideal semestinya bebas dari rasa takut memberitakan apa pun. Tetapi setelah menanti cukup lama akhimya Orde Baru berakhir pada per- tengahan 1998, pers pun mulai menikmati kemerdekaan pada era reformasi sebagai orde pengganti. Hegemoni penguasa mulai longgar, dan kemerdekaan pers tersebut semakin mengental hingga kini. Apalagi setelah Departemen Penerangan-yang selama ini menjadi "hantu" bagi kemerde- kaan pers-dihapuskan dari kabinet pe- merintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Sehubungan dengan berita Harian Waspada terbitan Jumat (1 Pebruari 2002) berkaitan de- ngan Pengadilan Agama Lubuk Pakam yang diadukan saudara Abdy Ansori dan Andi Bintang SH, maka bersama ini dapat ka- mi jelaskan hal-hal sebagai beri- kut: Suratkabar-suratkabar baru pun bermunculan karena untuk menerbitkan- nya tak perlu lagi Surat Izin Usaha Pener- bitan Pers (SIUPP), demikian pula media massa elektronik terus bertambah jumlah dan kegiatan jurnalistiknya. Pers mendadak menjadi sangat berani serta sangat kritis, tak kecuali terhadap pemerintah selaku penguasa. Hegemoni penguasa tak lagi menjadi "hantu" yang membayang-ba- yangi kerja para wartawan dan media massa. 1. Bahwa perkara Register Nomor: 276/Pdt.G/2001/PA. LPK, tanggal, 10 Oktober 2001 yang diajukan oleh Dewiyana (penggugat) terhadap suaminya Dedi Syahputra (tergugat) telah diselesaikan 8 November 2001 oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Lubuk Pakam dengan Saking beraninya, seorang aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional Sidney Jones memuji kebe- ranian pers Indonesia tersebut. Dia menge- mukakan kemerdekaan pers di Indonesia Oleh Mutsyuhito Solin Kandidat Doktor Pendidikan, Dosen UNIMED dan Konsultan Nasional Basic Education Proyek (Bagian II-Penutup) Kinerja Siswa dan Pengembangan Kurikulum telah memudahkannya memperoleh ber- bagnformasi yang tajam, padahal dulu informasi-informasi demikian masuk ka- tegori "sangat terlarang". Para reporter di Indonesia, katanya, kini sangat berani meliput sekaligus memberitakan berbagai Dalam penghapusan Ebtanas, maka fokus evaluasi yang harus dilakukan dari sekarang tertumpu kepada dua hal yaitu kinerja belajar siswa dan pengem- bangan kurikulum. Kedua-duanya harus dapat menjawab tentang apa out come pembelajaran yang diinginkan. Dewasa ini, kita sudah mulai melirik out come pembelajaran itu terhadap apa yang sedang diwacanakan yaitu kurikulum lagi. berbasis kemampuan dan broad based education dengan life skill-nya. Kita berharap seperti yang dikata- kan di bagian awal tulisan ini bahwa evaluasi yang baik itu adalah yang dila- kukan secara terus-menerus dan me- rupakan bagian dari program belajar- mengajar. Dalam konteks ini guru meng- evaluasi siswa untuk menentukan ciri- ciri out come belajar-mengajar atau untuk membandingkan pencapaian out come dengan out come yang diharapkan. Informasi yang diperoleh dari ke- giatan itu hendaknyalah dapat membantu para guru itu sendiri tentang ciri-ciri pengajaran atau belajar yang bagaimana yang cocok dan sesuai dengan kebutuh- an anak dan bagaimana hal itu dirumus- kan kembali pada perumusan-perumusa- n tujuan belajar. Kita sudah pernah menetapkan bahwa pendidikan dasar adalah SD enam tahun dan SMP 3 tahun dan hal itu wajib bagi semua warga negara agar mereka memiliki kemampuan dasar baik untuk tujuan bekerja maupun tujuan melanjutkan pembelajarannya. Kepu- tusan itu sebenarnya sudah mengimpli- kasikan bahwa Ebtanas SD tidak perlu ritaan pers tidak benar, silakan ajukan bantahan. Atau jika kurang puas, ajukan gugatan ke pengadilan. Bukan main an- cam, pukul dan emosi yang tidak ketulung- an seperti yang sering terjadi selama ini. Kita sudah pula menetapkan bahwa kemampuan dasar adalah membaca, Risiko Profesi Bagi orang yang memilih profesi sebagai wartawan, tentunya dari awal telah menyadari bahwa profesi tersebut penuh dengan risik. Risiko itu banyak tergantung dari situasi dan kondisi yang berkembang di lapangan. Namun perlu dicatat, untuk profesi wartawan, kasus-kasus yang berupa penganiayaan diri, pelecehan profesi, intimidasi maupun pembunuhan, menurut hemat penulis, tidak terkait dengan kebi- jakan pemerintah, tapi lebih merupakan penyimpangan perbuatan oknum per ok- num di lapangan. Oleh karena itu, berkaca dari berbagai kejadian yang menimpa wartawan kita belakangan ini, marilah kita semua mela- kukan introspeksi. Apa sebenarnya yang salah dalam dunia pers kita. Apakah sikap pandangan segelintir masyarakat kita (termasuk penguasa), yang belum mengerti (tepatnya tidak mau mengerti) tentang profesi wartawan hingga profesi tersebut selalu mengundang risiko fatal bagi pe- nyandangnya? Atau malah perlakuan war- tawan itu sendiri yang sering memancing datangnya risiko tersebut ? Entahlah. Yang jelas secara hakikat, profesi wartawan itu mulia, karena wartawan ada- lah guru bagi masyarakat (pers memiliki fungsi pendidikan). Bahkan pers pernah dijuluki sebagai "De Koningen der Aardle/ Ratu Buni" oleh Mr Dirk Donker Curtius, An. Ketua Panitera/Sekretaris Drs P.Ali Yahya Siregar SH peristiwa dari daerah konflik, seperti Aceh, Papua dan sebagainya. "Ini sangat mem- bantu kami memantau kendala-kendala. penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia," kata eksekutif Human Rights Watch yang bermarkas di New York, Amerika Serikat, tersebut. Masyarakat Indonesia sendiri pun sempat ikut menikmati kemerdekaan pers itu. Mereka jadi memiliki banyak media pilihan untuk memenuhi kebutuhan in- formasi, selain tak perlu ragu mengemuka- kan keluhan dan aspirasi melalui media massa. Kemerdekaan pers praktis mem- buat akses publik kepada media massa menjadi sangat terbuka. Pers dan masyara- kat untuk beberapa selang waktu-mirip "pengantin" yang sedang berbulan madu. Hegemoni Massa Namun suasana "bulan madu" itu hari-hari belakangan ini mulai rusak. Ke- lompok-kelompok tertentu di masyarakat mulai merasa terganggu dengan kemer- dekaan pers. Mereka melancarkan protes, bahkan mendemonstrasi kantor-kantor media massa secara beramai-ramai, se- dangkan para wartawan tak sedikit pula mendapat teror dan ancaman. Itulah fenomena yang menggelisah- kan pers sehingga tampak murung. He- gemoni penguasa ternyata bukan satu- satunya musuh kemerdekaan pers, tetapi ada potensi lain yang muncul sebagai musuh baru, yaitu hegemoni massa. Jakob Oetomo, pemimpin umum yang juga pendiri suratkabar Kompas, jauh-jauh hari sudah pula mengingatkan media massa supaya berhati-hati karena sekalipun telah bebas dari tekanan pengua- sa, toh masih ada ancaman terhadap kemer- dekaan pers yang datang dari massa. Dia mengatakan hegemoni massa boleh jadi menggantikan hegemoni penguasa terha- menulis dan berhitung. Kemampuan dasar ini merupakan dasar agar sese- orang bila hidup secara survive di tengah- tengah sulitnya pergulatan hidup. Oleh karena itu, out come pendidikan dasar kita seharusnya dikembangkan oleh para guru agar siswa mampu membaca, menulis dan berhitung di dalam pelbagai mata pelajaran. Kelemahan ketiga out come ini adalah bahwa ia tidak cukup difungsikan dalam belajar sendiri di sekolah. Sekolah bukanlah lahan yang subur untuk me- nyemai kemampuan membaca, menulis dan berhitung ini. Terbukti anak-anak tidak mampu mengembangkan kegiatan belajarnya dengan membaca dan me- nulis. Mereka hanya mampu belajar membaca dan menulis, tetapi tidak sam- pai membaca dan menulis untuk belajar sesuatu secara mandiri. Konteks-konteks belajar pun tidak terciptakan sehingga belajar berarti sekolah dan guru. Konteks belajar tidak berkembang melintasi kehidupan sehari- hari dan kehidupan masyarakat pada umumnya. Akibatnya, kemampuan be- lajar kita amat rendah dan menurut la- poran Bank Dunia, di Indonesia anak- anak atau kelompok belajar lainnya apabila sudah meninggalkan bangku sekolah dan kelompok belajamnya maka mereka pun terputus dengan dunia belajarnya. Berdasarkan hal itu tidaklah terlalu Corong Kebenaran Sebagai lembaga independen yang berfungsi sosial kontrol, tugas dan fungsi utama pers adalah penyampai corong ke- benaran. Bukan membenarkan yang salah. dan menyalahkan yang benar dalam pem- beritaannya. Singkat kata, pers harus mam- pu "qulli haqqa walau kena murran. Artinya, berani mengatakan yang hak dan benar walaupun risiko yang diterima pahit. Ini urgen disadari, sebab tak ada rumus yang mampu menciptakan "penyenang" semua pihak dalam hal pemberitaan. Mengapa? Karena setiap berita yang ditulis pasti menimbulkan sikap pro dan kontra. "9 Masalahnya sekarang, sudah berani- kah pers menyampaikan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah, terlebih- lebih ketika bersinggungan dengan kepen- tiangan penguasa? Rasanya terlalu naif kita mengatakan "sudah", sebab tidak ja- rang kita mendengar umpatan dan sum- pahan banyak pihak terhadap isi berita yang dinilai bertolak belakang dengan fakta dan realita. Nayaka Husada VI (Nayaka Girvi) adalah salah satu Balai Pe- Jamsostek. Pelayanan Nayaka ngobatan yang melayani JPK PT. Husada VI belakangan ini boleh dikatakan kurang memuaskan aliasmerugikan peserta JPK Jam- sostek tersebut. Padahal, keberanian untuk mengung- kapkan/memberitakan yang benar, adalah sikap kedewasaan profesional yang me- a bayangkan, libur lebaran sampai lebih satu minggu, klinik ditutup total. Lebaran sih sah-sah saja dirayakan, tapi janganlah pula pelayanan kesehatan tidak ada. Boleh saja dokter dan pera- watnya libur secara bergantian agar klinik/balai pengobatan ter- sebut tetap buka karena pengo- batan terhadap orang sakit tidak boleh ditunda. Saya memang benar-benar dap kemerdekaan pers di Indonesia. Bagi media massa, tentu saja, ini ber- arti harus menyediakan energi ekstra untuk membuka wacana masyarakat supaya memahami kemerdekaan pers serta im- plikasinya bagi proses menuju demokra- tisasi di tengah-tengah masyarakat. Media massa dapat menjelaskan bahwa tekanan dalam bentuk apa pun, termasuk demons- trasi massa, terhadap pers pasti tidak menguntungkan untuk kelancaran distri- busi berita kepada publik. Apabila warta- wan "takut-takut" memberitakan setiap peristiwa yang terjadi maka masyarakat akan kesulitan memperoleh informasi yang lengkap, jujur, netral dan bermutu dari media massa kita. Kondisi ini pasti meru- gikan masyarakat secara keseluruhan. Saat ini, misalnya, kita mengetahui begitu banyak "borok" yang disimpan rezim Orde Baru selama berkuasa 32 tahun muncul ke permukaan. "Borok" itu berupa berbagai kasus korupsi, kolusi dan nepo- tisme (KKN), belum lagi kasus-kasus pe- langgaran hak asasi manusia (HAM) di berbagai daerah dari Sabang hingga Merau- ke. Mengapa setelah 32 tahun baru kita mengetahui "borok-borok" itu? Jawaban- nya adalah karena pers "takut-takut" melakukan koreksi kritis melalui berita- beritanya akibat hegemoni penguasa yang begitu kuat mengcengkeram kemerdeka- annya pada masa itu Hegemoni penguasa saat itu hampir tak mengenal proses hukum terhadap media massa yang terlalu berani mensuplai publik dengan berita-berita bermutu. Media massa yang dianggap "melanggar" lang- sung dicabut SIUPP-nya atau tak boleh terbit lagi. Sekarang zaman sudah berubah, he- gemoni penguasa sudah sangat longgar terhadap kemerdekaan pers sejak era refor- masi menggantikan rezim Orde Baru mulai Implikasi Penghapusan Ebtanas salah jika kita mengatakan bahwa orang dewasa Indonesia tidak memiliki ke- giatan belajar sehingga untuk anak- anaknya sendiri pun di rumah tidak pernah memberikan pengalaman belajar yang berarti. Dengan dihapuskannya Ebtanas merupakan kesempatan yang baik untuk menumbuhsuburkan baca, tulis, hitung ini. Selama ini guru-guru menuding hal itu tidak berkembang karena bukan di-Ebtanas-kan. SABTU,9 PEBRUARI 2002 4 Tidak perlu terlalu pusing apa pengganti Ebtanas, tetapi bagaimana membuat penilaian dan pelaporan ter- hadap apakah siswa sudah menggu- nakan membaca dan menulis dan belajar matematika, IPS, IPA dan PMP? Tujuan belajar tidak perlu lagi disederhanakan, tetapi bagaimana mencapai tujuan belajar yang sudah ditetapkan dan memperluas ciri-ciri out come-nya setiap saat. nunjukan kedaulatan dan kebebasan pers dari pendiktean siapa pun. Apalagi kini, kran kebebasan pers kian terbuka. Kendati demikian, bukan pula pers dapat menjadi tirani yang mengadili semua orang tanpa pertanggungjawaban. Artinya, dalam me- nyuarakan corong kebenaran, pers harus masih berada dalam koridomya, apalagi bila menyangkut keselamatan negara. Inilah tuntutan kurikulum yang progresif yang senantiasa bergerak menuju dengan inisiatif para guru dan warga sekolah. Dalam konteks itu mereka melihat evaluasi bahwa akan dapat memberikan makna sejauh ia dapat membantu pengembangan kualitas belajar mengajar. Selama ini kita hanya melihat evaluasi hanya untuk melihat keberhasilan dan kegagalan. Di dalam kaitan ini, evaluasi atau tepatnya test tidak lagi menempatkan kapasitas intelektual dan kreativitas Jangan seperti Ini Membengkaknya jumlah penerbitan yang laksana jamur di musim hujan dewasa ini, mau tak mau ikut menyebabkan kian membludaknya jumlah wartawan pula. Sayangnya, keberadaan mereka didapat dari pola rekruitmen yang sangat lemah dan kendor. Karenanya tak heran kalau saat ini banyak orang yang dengan sangat mudahnya dapat mengantongi kartu pers tanpa sama sekali pernah mengenal ilmu dasar jumalistik. Akibatnya, ini merupakan preseden buruk bagi citra kewartawanan secara keseluruhan. Fenomena ini ditambah pula dengan munculnya mantan-mantan wartawan, juru warta atau koresponden yang sudah tidak aktif lagi di medianya. Katakanlah muangkin karena dipecat, tidak lulus training atau malah wadah untuk tempat merefleksikan beritanya sudah kolapse alias tak beroperasi lagi. Oleh karena itu, tak dapat disalahkan bila kemudian di kalangan masyarakat lahir berbagai istilah- istilah yang berkonotasi jelek terhadap pertengahan 1998 lalu. Karena itu semes- tinya semua komponen masyarakat dapat memelihara iklim tersebut supaya penga- laman di masa Orde Baru tidak terulang kembali. Massa boleh saja menjadi salah satu modal kekuatan bagi kelompok- kelompok tertentu sebagai bagian dari masyarakat demokratis, tetapi hendaknya bukan menjadi "momok" bagi institusi atau komponen yang senantiasa menjadi pendorong laju proses demokrasi itu sen- diri, seperti media massa. Bumerang Bagi Masyarakat Masyarakat boleh saja tersinggung jika berita pers dianggap merugikan tetapi jangan langsung melakukan tekanan dengan mengerahkan massa ke kantor- kantor media massa, apalagi meneror atau mencederai wartawannya. Banyak cara baik-baik yang dapat dilakukan oleh ma- syarakat apabila menjadi "korban" pers, yaitu mulai dari menggunakan hak jawab hingga menempuh prosedur hukum de- ngan memberi somasi atau-kalau masih belum puas-membawa masalahnya ke pengadilan. Biarlah pengadilan menentu- kan apakah pers tidak bersalah atau memang bersalah. Proses hukum ini pasti lebih mendidik bagi pers maupun masyara- kat sendiri, bahkan sangat membantu mendewasakan kemitraan kedua pihak- yang tadinya bersengketa-tersebut. Banyak wartawan di negara-negara demokrasi sangat menikmati pekerjaan jurnalistik yang mereka lakukan karena bebas dari tekanan penguasa atau kelom- pok massa berkekuatan besar dalam peta politik sekalipun, sebagaimana di Amerika Serikat. Filipina, Australia, Inggeris dan sebagainya. Adrian Peracchio, seorang wartawan peraih Pulitzer Prize yang kini bekerja di suratkabar Newsday-New York, me- secara cemerlang karena anak-anak cenderung mengerjakan test itu dengan penuh ketakutan, takut salah, takut tidak lulus, takut nilai jelek, yang berakibat mental kita amat tidak kuat menerima kesalahan dan tidak mau menanggung risiko. Dampak evaluasi jadinya tidak lagi menanamkan kepercayaan kepada diri sendiri bahkan anak-anak cenderung tidak mempercayai kemampuan dirinya sendiri. Memberdayakan Evaluasi Sekolah Dengan dihapuskannya Ebtanas ini kinerja belajar siswa tidak lagi diukur dari seberapa banyak pengetahuan atau mata pelajaran yang mereka terima. Apabila kinerja belajar siswa selalu diukur dari persentase pemberian pe- ngetahuan, kemudian menunjukan posisi si anak dalam kelas atau disebut dengan ranking untuk mengetahui kedudukan si anak di antara teman sekelasnya, maka sekarang paradigma itu tidak berlaku lagi. nanduk) dan sebagainya. Istilah-istilah ini timbul karena mereka yang termasuk dalam kategori di atas hanya sekadar aksi agar disebut wartawan yang ujung-ujung. nya hanya untuk mendapatkan duit Pada- hal pada kenyataannya mereka tak pernah memunculkan berita. Sebab memang tak ada dasar jurnalistik untuk mengelola data menjadi berita, atau malah wadah tempat menampung beritanya memang sudah tidak terbit lagi. Penutup Tidak terlalu menguntungkan mengkuantifikasi prestasi siswa dan menjadikan hasilnya untuk menentukan peringkat terbaik dan tidak baik. Hal itu malah mengganggu fokus belajar yang luas, seperti belajar sikap, tingkah laku, nilai-nilai dan kemampuan berpikir tinggi. Bahkan antara anak-anak dan para orang tua sering tidak tenteram Untuk bisa terus survive, setiap insan di jajaran pers harus tetap menjaga indepen- densi dan introspeksi, sesuai berbagai perubahan sosial kemasyarakatan yang terjadi. Di samping itu, diperlukan pula kemampuan manajemen yang sejalan dengan perubahan pers dari pers editor ke pers publik. Untuk itu sangat diperlukan kehadiran wartawan-wartawan profesional yang mampu menyajikan berita-berita obyektif, akurat dan benar. Terlebih-lebih diusianya yang sudah cukup matang ini. Bukankah jika diukur dengan usia manusia, angka 56 adalah pertanda kede- wasaan yang sudah mendekati sempurna. Ini akan terlihat dalam kemampuan mengambil pelajaran dari kehidupan pers masa lalu, memahami tanda-tanda zaman yang sedang berlangsung dan mempersiap- kan langkah-langkah berikutnya untuk menjemput masa depan yang lebih baik. Sejarah telah menjadi saksi, betapa pers ikut andil memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara. Karena itu, tak salah kalau kini kita ucapkan "dirgahayu pers Indonesia," semoga tetap jaya dan berwibawa. Surat Pembaca Tulisan harus ditandatangani dan disertai fotokopi KTP atau tanda pengenal lainnya. Benar dan objektif. Maksimum 1 folio, 2 spasi/Artikel maksimum 5 halaman folio. kecewa karena kedua anak saya baikan dari Balai Pe- Penjelasan Pengadilan putusan NO (Niet Onvan Klijk Nayaka Husada VI sakit pada 14-12-02, saya bawa ngobatan Nayaka Husada VI. Agama Lubuk Pakam Kecewakan Pasien Walaupun kami tidak bayar pas itu gratis. waktu berobat, bukan berarti kami berobat ke Nayaka Girvi ternyata tutup. Akhirnya kami pulang dan langsung berobat ke dokter yang lain dengan mengeluarkan biaya sendiri. Hal ini bukan hanya saya alami, tetapi juga dialami oleh te- man yang lain. Juga semakin sering dokter usak, Jalan Baru bih kurang 1 bulan, jalan setapak atau tidak diterima karena gugatan penggugat kabur dan tidak benar tidak digubris oleh Pengadilan Agama Lubuk Pakam. 2. Saudara Abdy Ansori dan Andi Bintang SH sejak perkara tersebut didaftar sampai disele- saikan tidak pernah terdaftar se- bagai kuasa hukum yang sah dari Dwiyana (penggugat) tersebut dan keterangannya itu adalah palsu (tidak berdasarkan atas alas hak). Sekiranya mereka kuasa hukum yang sah dipersilahkan mena- nyakan langsung masalah perkara dimaksud di bagian Kepaniteraan perkara Pengadilan Agama Lubuk Pakam. jaga tidak ada di tempat sehingga Selesai Dibangun dimaksud sudah retak-retak dan tidak jarang juga pasien pulang begitu saja tanpa tindakan apa- Jalan setapak di tempat kami apa, atau hanya diperiksa oleh (di Desa Gading Gg. H. Soleh, Ke- perawat. Sementara tertulis dok- camatan Datuk Bandar, Tanjung- ter jaga 24 jam. Inikan suatu peni- balai) dibangun November dan puan kepada peserta JPK Jamsos- selesai Desember 2001, Panjang tek. Kalau dokter jaga tidak benar jalan 206 meter dengan lebar 2 ada 24 jam, cobalah tulisan dokter meter. Anehnya parit jalan setapak jaga 24 jam itu diganti, sehingga tersebut dibuat hanya sepanjang kami peserta JPKJamsostek tidak 85 meter yang berarti 122 meter merasa tertipu dan dirugikan. tidak diparit. Dibangun dengan Melalui surat pembaca ini, dana DAU tahun 2001 sebesar saya sangat mengharapkan per- hampir Rp 48 juta. sudah pecah pada beberapa sisi. bagaimana kalau sudah satu ta- hun? Barangkali yang kami ja- lani nanti sudah merupakan pe- cahan-pecahan batu bata dan semen atau malah kembali tanah seperti sebelum jalan setapak itu dibangun. Bagaimana ini ba- pak Kadis Kimpraswil? Muhammad Rudi Rinaldi Gg H. Soleh Desa Gading Kec. Datuk Bandar Kota Tanjungbalai Nama dan alamat ada pada Redaksi ngemukakan para jurnalis di Amerika Serikat sangat bebas meliput dan mem- beritakan berbagai peristiwa untuk dike- tahui publik. "Satu-satunya risiko adalah gugatan hukum, kalau [risiko] itu sangat banyak di sini dan sudah biasa bagi kami," katanya. Tetapi risiko hukum itu tak menghen- tikan media massa untuk menyajikan berita-berita bermutu, sebaliknya mereka semakin tajam menyampaikan fakta-fakta peristiwa penting kepada masyarakat melalui berbagai teknik jurnalistik sema- cam investigative reporting. Risiko hukum buat media massa di negara-negara de- mokrasi bukanlah tekanan buruk bagi kemerdekaan pers, tetapi sekadar rambu- rambu untuk menjaga sekaligus meme- lihara profesionalisme para pekerja jur- nalistik. Risiko itu bahkan menjadi proses yang turut mendewasakan media massa. Para wartawan di Indonesia sudah tentu cemburu mengetahui kabar dari Mr. Peracchio tersebut. Soalnya rekan seprofesi mereka di negara demokrasi seperti Ame- rika Serikat sangat menikmati pekerjaan mereka sekalipun sering mendapat risiko hukum, sedangkan di Indonesia bukan gugatan hukum menjadi risiko yang umum melainkan tekanan massa dan tekanan fisik terhadap kantor pers serta wartawan. Karena itu hegemoni massa-apa pun bentuknya-pasti tidak sehat bagi kemerdekaan pers, dan kalau dibiarkan dijamin bakal menjadi bumerang bagi masyarakat, sebab berpotensi "memiskin- kan" sajian informasi media massa kita. Padahal masyarakat sangat menginginkan media massa yang kaya dengan berita- berita bermutu untuk menuntaskan rasa ingin tahu mereka, sekaligus menjadi kacamata pembesar untuk mengawasi setiap perkembangan keadaan di sekitar mereka. di saat-saat menerima raport, sedikit banyak rasa penyesalan si anak terhadap guru juga muncul. Sekarang marilah kita member- dayakan evaluasi sekolah secara mandiri dan proporsional. Ia harus dilakukan secara kontiniu dan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari belajar-mengajar. Guru melakukannya untuk mendiagnosa kemampuan membaca siswa, untuk mengetahui atau pengetahuan awal sebelum menerapkan suatu kurikulum. Informasi yang diperoleh dari evaluasi yang dilakukan secara terus- menerus dapat digunakan untuk memo- difikasi tujuan belajar atau untuk me- nyiapkan umpan balik bagi siswa. Um- pan balik yang diberikan secara rutin berarti mengkondisikan siswa kepada beberapa indikasi kemajuan dan menjadi muatan utama untuk melakukan sesuatu secara benar. Tanpa umpan balik itu berbahaya bagi siswa, mungkin mereka berkembang jelek, terbiasa bekerja jelek dan salalu membuat kesalahan inferensi tentang peringkat kerja mereka. Evaluasi yang berkelanjutan juga berguna dalam pengembangan kuri- kulum. Kurikulum dalam proses pe- ngembangannya membutuhkan evaluasi pada ketika ia sedang dijalankan. Adalah sebuah kesalahan evaluasi kurikulum dan melakukan perubahan atau perluas- an kepadanya pada akhir proses dan itu jelas menghabiskan waktu dan tenaga. Nama proyek "perbaikan sa- rana pemukiman" yang diran- cang CV Citra Paramitra Medan dan dikerjakan CV Pijor Persada Tanjungbalai dengan penang- gungjawab Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kota Tanjungbalai dengan kode K.31. Sekarang setelah dipakai le- Wartawan Daerah: BIRO JAKARTA: Hermanto, H Rahmatsyah Lubis, H Ramadhan Usman, Hasriwal AS BIRO SUMUT: Langkat: H Ibnu Kasir, Asrirais, Chairil Rusli; Binjai: Riswan Rika, Nazelian Tanjung, D.Serdang: HM Husni Siregar, Perdinan S, Dairi: Leston Sinaga, Tebingtinggi: Dhani E Elison, Muhammad Idris, Pematangsiantar: Yan MS Sinaga, Edoard Sinaga, Mulia Siregar, Tg. Balai: Aldyn Matova, Tarutung: Parlindungan Hutasoit, Tapsel: Syarifuddin Nasution, Balyan Kadir Nasution, Iskandar Hasibuan, Mohot Lubis, Kisaran: Abu Bakar Nasution, Nurkarim Nehe, Umaruddin Yasin Amin, Labuhanbatu: Nazran Nazier, Neirul Nizam, Agus Diansyah Hasibuan, Indra Muhery S, Armansyah Abdi, Sibolga: Zulfan Nasution BIRO ACEH: Banda Aceh: Adnan NS, Aldin NL, H Miswar Sulaiman, Zafrullah, T Mansursyah, Muhammad Zairin, T Ardiansyah, Aceh Besar: Iskandarsyah, Pidie: Samsuar, Bireuen: Samsul Rizal Jibro, Masykur Tom Randista, HAR Djuli, Mawardi Sulaiman, Aceh Tengah: Bahtiar Gayo, Aceh Utara: Bustami Saleh, M Jakfar Achmad, Jamali Sulaiman, Fakhrurrazzi Araly, Idrus Jeumpa, Arafat Nur, Muhammad Nasir Age, Aceh Timur: Syahrul Karim, Ibnu Sa'dan, Agusni AH, Kualasimpang: Muhammad Hanafiah, Aceh Barat: Rusli Idham, Hasaruddin, Aceh Selatan: Zamzami Surya, Aceh Singkil: Tarmizi Ripan, Aceh Tenggara: Mahadi Pinem, Blangkejeren: Buniyamin, Sabang: TZakaria Al Bahri. Semua wartawan Harian Waspada dibekali tanda pengenal. 16 Ketua IV PKBINA baru LSM PKBI Aceh LSM PH LANGSA (Waspa Darussalam (NAD) y pengurus baru Lemb Keluarga Berencana In n 2002-2005 di Langsa, LSM PKBI Aceh terdiri dari berbagai kesehatan hingga kepa termasuk salah seora Dia duduk dalam divis Dalam kesempata PKBI terletak pada dukungan merekalah organisasi ini. Dengan demikian, hanya kehadirannya melainkan harus lebil [11 20 (0 10 in 15 Color Rendition Chart BS Im FO Masya Selamatka MEDAN (Waspada oleh masyarakat Desa menyelamatkan aset Aceh Timur selama ini sarang walet secara di Demikian penga Tenggulun kepada menguatkan surat ke tentang pengambilalih Menguasai Gua kelompok utusan ma kecurangan yang seca Akibatnya, warga bisa alasan tidak membaya dipanen warga. "Kami lebih bagu kepercayaan Bupati it tapi juga penerimaan Kapal itu tetap berjala tanpa bersedia menye Makanya kepada masyarakat Desa Ten dipercaya mengelola sa haknya (tidak lagi dip Beras Raski LHOKSEUMAWE Drs H Mahmuddin mi murah Raskin untuk belum ada kesepakat setempat. Kepada Waspada, penyaluran beras mis keputusan Pemkab. "T data yang diajukan Ba (BKKBN) agar tepat s Namun dia menga disalurkan pada masya Februari ini juga. Men semula, yaitu Rp 1.000 Selain itu, menyar Dolog juga berusaha me yang lebih normal.(cat Program PMTA LHOKSEUMAWE anak dan memperbaiki Utara kini sedang me tujuan memanfaatkar utama. SLTP Adakan BLANGKEJEREN masing SLTP II Kutapar penataran Pemantapan masing-masing, pekan SLTP II Kutapanja 18 orang tenaga gurur penataran yang diberi Baharuddin W dan Drs Penataran Pemanta guru SLTP memahami p e di samping itu guru a sekaligus dapat mengaja Selama dalam pe transportasi dan konsu Kutanpanjang Drs Ardi Djamin.(b25) Kalangan dan tok Tambahan Anak Sekol Ibtidayah (MI) akan me petani kecil, karena per hasil pertanian yang lel Kabid Sosial Buday Sos kepada wartawan, gizi diharapkan akan petani kecil di pedesaar Alokasi dana progra miliar. "Sedangkan juml sama. Anggaran tahun melalui rekening PMTA Utara," ujarnya.(cat) Masyarakat GANDAPURA (Was di Gandapura Kabupate Menurut Muchlis, sa Selasa (5/2), warga Gar canggih itu. Tapi sampa Padahal, Gubernur a permintaan pengadaan berulang kali membuat p tapi sayang belum terv dengan perasaan sedih.C PB HAMA Posko HAM LANGSA (Waspada Hukum Aceh Timur Moh RI supaya dapat mengizin kecamatan dalam wilaya Permintaan itu disa setiap pelanggaran Hak Aceh dan membantu adv bantuan. Kepada Waspada di sering dipanggil Nek S membuka posko tersebut Koordinator Politik Sos Jakarta pada 6 Februari Alasannya, kata perundingan tingkat ting baru ini. Menurut Neki melahirkan beberapa perdamaian atas konflik Atas dasar perdamai Nek Suh, maka posko HA untuk memantau siapa Kemudian kepada p meminta agar dapat dib ini dijadikan tahanan l dibekukan pun supaya d tugas-tugas sebagai man