Tipe: Koran
Tanggal: 2005-01-16
Halaman: 14
Konten
4cm BUDAYA Hasriwal AS UNTUK ANAK ACEH I Kaki kecilmu berlari kencang Tangan kecilmu melawan derasnya gelombang tsunami Tubuh kecilmu bertarung dengan kokohnya beton-beton yang menghimpitmu Puisi Duka Untuk Aceh Kini tak ada tawa dan candamu tak ada lagi kau bermain di serambi kau terbaring kaku... kau terbujur senyum, tertidur selamanya Tak mampu kami menyelamatkan jiwamu Karena kami juga tak mampu melawan dahsyat tsunami Kami hanya dapat berdoía dan menangis Percayalah nak, kami tetap mengenang juangmu... kami tetap mengenang tawa candamu kau tetap hadir di tengah-tengah kami... Allah sudah berkehendak Allah telah memisahkan kita Tapi kau tetap dihati kami Selamat tidur anakku... Selamat jalan anak bangsa Fakhrunnas MA Jabbar Abrakadabra betapa doa kehabisan kata Jakarta,03 Januari 05 BANJIR AIRMATA mengenang korban tsunami aceh dan nias kemana lagi sungai nestapa ini bermuara sedang laut dan lembah berlimpah airmata tsunami kini menyiram gersang nurani berjuta orang di sini tapi Tuhan membilang kita tanpa kata-kata pb. 2005 Zainuddin Tamir Koto TUHAN SUDAH MURKA Kita sebagai hamba Allah tidak perlu menyesali berbagai peristiwa bencana alam sudah terjadi di mana-mana seperti perang yang berkecamuk di beberapa wilayah dunia kekatan saling berlaga kekuatan emosi melawan ambisi. kapal terbang jatuh kapal laut tenggelam mobil masuk jurang Kita juga tidak harus marah karena tempat tinggal kita dilanda gempa korban sudah sangat banyak melanda dunia tanah longsor rumah tempat tinggal terbakar gelombang tsunami menghancurkan bumi. Kita sebaiknya haruslah sama-sama mengerti menyadari kekuasaan Tuhan Tuhanlah yang mengadakan berbaga malapetaka Tuhanlah yang menciptakan kemiskinan kepada manusia seperti kelaparan banyak terjadi di benua Afrika bermacam jenis penyakit menyerang tubuh manusia. Karena itu kita haruslah sama-sama mengerti Tuhan Maha Kuasa mendatangkan berbagai bencana menciptakan bahagia bagi seluruh hambaNya Tuhanlah yang mampu berbuat sekehendakNya. Tuhan Masih terngiang Kita sebagai hamba Allah haruslah mengerti Tuhan bebas mendatangkan marabahaya bencana alam terjadi di mana-mana itu pertanda Tuhan sudah murka kepada makhluk dunia Kita wajarlah tawaqal menyadari kehendakNya Dialah Yang Maha Kuasa menciptakan hidup bahagia dan segala duka hati seluruh hambaNya di bumi fana ini. S. Amnast John Nst. Medan, 12-01-05 DUKA PANJANG ANAK BANGSA. lirih duka meraung di bebukitan bumi NTT Air matapun belum pupus aliri hamparan lembah Nabire Tanah masih basah direlung pusara tragedi Solo Amuk amarah juga masih membara Membakar Poso Ambon Manise dan Aceh Nagro Tuhan Kini peristiwa kembali merintih sedih menguak luka pedih perih sembilan skala richter yang mengguncang tsunami dahsyat yang menerjang Luluh lantakkan pesisir Aceh Nangro Porak porandakan Tano Niha Lumpuhkan Sabang hingga Meulaboh Puluhan ribu nyawa raib dalam sekejab Ribuan bayi terenggut dari dekap Ribuan tempat bernaung hancur lebur terkubur Ribuan ternak lenyap tertimbun lumpur Tuhan Dosa apa yang membawa zamrut khatulistiwa Dalam rentetan tragedi dan prahara Adakah duka masih tersisa Atau bencana masih terpendam Yang kan menerkam esok lusa? Tuhan Lengkap sudah derita anak bangsa Cukup sudah air mata basahi persada Genap sudah nyawa terenggut sia-sia Jangan lagi timpakan beban yang tak sanggup kami pikulkan Medan 27 Desember 2004 . TM. Isa Kelana TANGISAN BANGSA Nun jauh di ujung pulau Sinar memancar memberi khabar Getaran dan gelombang telah mengacau Jerit dan pekik bangkai terkapar. Mayat berserak di pinggir jalan Rumah yang megah menjadi rata Ratapan dan tangisan saut sautan Bencana yang datang tangisan bangsa Bangsa menangis di seluruh pulau Mendengar berita di ujung Sumatera Gelombang tsunami telah mengacau Banyak korban yang jatuh kena bencana Pilu terasa seluruh bangsa Bencana datang dengan tiba-tiba Anak yang tak berdosa adi binana Allah berkehendak mendatangkan bencana Kalau Allah sudah berkehendak Apa yang terjadi tak dapat dielak Bumi berguncang tanah meretak Tiada lagi tempat berpijak. Bala datang bencanapun tiba Menderu gelombang yang gadas murka Ini adalah sebagai pertanda Mari renungkan kita sebagai hamba Pekik dan tangis tiada berdaya Getaran kalbu berdenyut sendu Lemah badan seluruh tubuh Di mana diri tempat mengadu Hamba yang lemah tiada berdaya Serahkan diri pada yang kuasa Buruk dan baik datang dariNya Itlah bencana, pertanda yang Mahakuasa Tabahkan hati kuatkan iman Bencana datang suatu peringatan Gempa dan tsunami sebagai cobaan Itulah tanda kekuasaan Tuhan. Mari berdoa seluruh bangsa Ulurkan tanganmu membantu kena bencana Bencana datang menimpa ujung sumatera Bala petaka yang menimpa anak bangsa. Fitri Amaliyah Batubara DESEMBER KELABU Arang sudah menjadi abu nasi sudah menjadi bubur di Desember kelabu banyak mayat t'lah terkubur di mana-mana... banyak jeritan haru dari anak tak berdosa untuk harapan yang satu karena... bumi seolah-olah kehausan oleh darah pekat manusia karena... lautan sudah muak melihat kita kebisuan yang meredam keceriaan yang berubah suram hanya ada kini di diri tuk sekedar sedikit menikmati memang... ini bukan nikmat pertandalah sudah menunggu kiamat yang hanya tinggal melihat kebijakan seluruh umat mata yang kering oleh airmata suara-suara histeris tangan-tangan yang haus pertolongan perasaan yang terombang-ambing hanya itu yang terlkis dipelupuk hati yang lara kehidupan...dengan mata yang selalu memandang hikmah suara-suara yang menyeru kebaikan tangan-tangan yang selalu di atas perasaan yang selalu ikhlas hingga tiada terlukiskan... dengan tinta emas sekalipun. Rudhy Faliskan АСЕН Bangsa Yang tidak pernah menyerah itu, kini ditaklukkan alam dalam hitungan detik tenggelam pada duka nestapa Amboi, tanah yang kaya raya telah lebur jadi satu dengan tangis anak-anak kehilangan ibu ratusan jumlahnya Tidak usah meratap di bumi yang hijau subur jangan basahi tanah dengan air mata tapi, gulunglah lengan baju dan pandang ke laut lepas kita ambil hikmahnya Bangsa yang tidak pernah menyerah itu, kini ditaklukkan alam tetapi kita jangan menyerah karena Tuhan akan lebih tahu mana terbaik untuk umatNYA Mari kita buka sejarah pada abad silam, kita bukan orang yang begitu gampang menangis dalam hempasan Medan 12 Januari 2005 @-d-e-g-@-n Tiga hari setelah bencana itu saya ke kota-kotamu saudaraku. Sebagai penyair, setiap menit, ketika menatap puing-puing dan mayat-mayat yang bergeletakan itu, saya menangis dan merasa teramat kecil. Walau ada beribu juntai puisi yang meriak dalam bathin, tapi saya tak mampu menuliskannya. Karena begitu banyak yang lahir. Tak cukup jemari menulis Tak cukup mata pena mengurai Apakah arti puisi hari ini Allah? Betapa perkasanya Engkau Menggetarkan sebagian bumi Menyentikan gelombang bagai jutaan raksasa marah Tak sanggup akuku Begitu juga dengan mereka Tapi Kau tetap memilih mereka Aku di benua takut Tapi, apa lagi ya Allah? Jutaan kami yang hidup gugup pada bangkai sendiri Bukankah Kau sedang memberi peringatan? Apa Lagi Ya Allah? (Catatan Pasca Gempa dan Tsunami-I) Menatap wajah para pengungsi di setiap pinggir jalan. Di tenda-tenda kecil, emperan sekolah dan masjid. Tangan-tangan menjulur. Lapar, dingin, takut. Puluhan ribu jumlahnya. Semuanya adalah hamparan kehilangan. Saya melihat sosok Indo- nesia yang terluka parah. Menahan luka jantung terbelah-belah. Dan pada belahan lain, ada adegan para pejabat asyik dengan pertemuan dan rapat, ada sebagian manusia menjadi pemulung di mayat P ADA edisi kali ini, rubrik budaya masih menampilkan kemelut duka yang dirasakan bangsa ini. Beberapa puisi menyuarakan kedukaan tentang Aceh kami tampilkan di Abrakadabra. saudaranya sendiri, ada konglomerat yang menjadi koordinator sumbangan, ada bahan bantuan yang raib entah ke mana. Apa lagi ya Allah? Di kota-kotamu, di kampung-kampungmu saudaraku adalah puing dan serakan mayat. Berjuta perasaan berduka terhimpun dari segenap penjuru negara ini. Sebagian memang tersentak bahwa ke Esaan Allah tengah memberi peringatan. Namun, sebagian lagi masih ada yang mengumbar duka dalam kuluman "popularitas" Di pingir kotamu saudaraku, saya masih melihat orang-orang dengan wajah segar menghiruf kopi panas, Bicara dengan datar soal kematian dan "kemurkaan" Allah. Atau inilah umbaran sosok manusia saat ini: tak merasa sakit karena tubuh tak terluka, relegius saat bencana menimpa diri atau keluarganya? Apa lagi ya Allah? Beberapa hari di kotamu, sembari membawa sumbangan para pembaca setia Harian Waspada, saya seperti melihat sebarisan gunung yang teramat sulit terjangkau. Para pengungsi bukan hanya lapar dan takut terserang penyakit. Tapi akan tetap berselimut dengan malam gulita. Seperti jalinan kata pada puisi yang pernah saya buat sepuluh tahun lalu: Bireuen Waktu Malam Tak aku dengar Pada saat yang sama, Harian Waspada berulang tahun. Tak ada perayaan meriah, karena kita memang sedang berduka. Yang ada hanyalah doa dan harapan agar Waspada semakin dewasa di masa datang. Agar bangsa ini bangkit menatap masa depan. Segala perjalanan, segala bencana jadikanlah "teguran" buat kita dan bangsa ini untuk introspeksi diri. Demikian juga dengan komentar para seniman terhadap Waspada. Semua itu kami jadikan suluh agar kami senantiasa berjaya. Simaklah komentar para seniman tentang Waspada. Tuanku Luckman Sinar Basarsyah-II, SH نکہ SAYA baru mulai secara tetap membaca harian Waspada sekitar awal tahun 1950. Pada masa itu sedang gencar- gencarnya Alm. Pak Mohd. Said dengan "Kongres Rakyat Sumatera Timur di Waspada menuntut penghapusan Negara Sumatera Timur (NST). Karena saya mulai asyik dengan riset sejarah, maka bertemulah simpati kami berdua dan saya menganggap Alm. Mohd. Said sebagai guru saya. Sejak tahun 1971 kami sudah sering sekali bersama di dalam setiap Seminar di Sumatera Utara yang menyangkut segi sejarah. Saya menerbitkan buku 'Sari Sejarah Serdang' dan almarhum memberikan resensinya di Waspada. Almarhum meminta saya agar banyak mengirimkan tulisan tentang sejarah dan budaya, karena sebagai putera Melayu Panai rupanya Pak Said ahli juga tentang seni-budaya Melayu. Begitulah juga hubungan kami sekeluarga dengan Ibu Ani Idrus. Secara pribadi beliau meminta saya menterjemahkan buku mengenai sejarah Mesir Kuno diikuti secara resmi harian Waspada dengan surat No. Wsp.325/VIII/ 85 tertanggal 29-8-1985 meminta saya sebagai penulis artikel tetap di harian Waspada. Ketika oleh Panitia Penyusn Buku 80 Tahun Hj. Ani Idrus' dengan suratnya tanggal 26-8-1998 No. 04/PPB/VIII/98 meminta saya untuk menulis kesan dan pandangan saya mengenai Hj. Ani Idrus. Dalam artikel saya itu ditulis 'Hajjah Ani Idrus, Srikandi Sumatera Utara', menyangkut periode perjuangan beliau pada masa Revolusi Fisik, pengganyangan terhadap G.30.S.PKI dan tulisan tentang ketimpangan sosial pada masa era Orde Baru dan perjuangan beliau menegakkan harkat wanita dan pendidikan umum. Memang sejak lahirnya di tahun 1947, harian Waspada telah konsekwen memegang teguh jati dirinya' nasionalisme Indonesia, berita aktual mengembang keluhan masyarakat, artikel bermutu mengenai seni, budaya, sejarah dan agama islam serta berita terkini peristiwa lain di dunia. Semoga pimpinan Waspada yang sekarang dan yang akan datang tetap berpegang kepada jati dirinya itu sehingga makin bertambah jaya perkembangan harian yang kita cintai ini. Drs. Zainuddin Pangaduan Lubis Budayawan Sumatera Utara Seniman Bicara Tentang Waspada Waspada yang didirikan pada masa revolusi yang tepatnya pada tahun 1947 oleh H. Muhammad Said dan Hj. Ani Idrus ini pada masa itu mempunyai visi yang penting yaitu membebaskan Indonesia dari penjajahan melalui koran Waspada yang lebih membela kaum republik dan rakyat kecil serta para pribumi. Waspada selalu konsisten mempunyai kepekaan terhada masalah sosial, politik, religi, dan budaya. Muhammad Said sebagai pendiri Waspada yang selalu memihak kepada rakyat kecil pada tahun 1950 tergambar dalam koran Waspada. Walaupun mengalami kegoncangan di Waspada tetapi dia tetap konsisten untuk meneruskan perjuangan rakyat kecil melalui koran Waspada. Waspada lah yang ketika itu menjadi barometer bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal inilah yang membuat Waspada dikenal pada zamannya sebagai koran rakyat kecil dan umat sampai sekarang. Saya hanya mengucapkan kepada Waspada untuk maju terus sebagai koran pribumi dan umat yang memihak kepada rakyat kecil dan saya rasa Waspada berusaha untuk menjaga karakter isi agar para pembaca tidak berpindah ke media cetak lainnya. Selamat kepada Waspada yang kini usianya 58 tahun. Reins Asmara, Pelukis UNTUK takaran daerah, Waspada memang memiliki nama dan pembaca yang besar. Saya berharap, untuk ke depan harian ini harus lebih jeli dalam menghadapi intervensi koran nasioanal. Apa lagi menyangkut berita atau halaman seninya. Termasuk salary para penulis seniman di halaman seni itu.. Sebagai pelukis saya melihat Waspada sudah banyak berjasa dalam membangun dan menyuarakan dunia kesenian di Sumut, khususnya soal seni lukis. Tapi, kalau bisa volumenya ditingkatkan lagi. WASPADA 10 Minggu, 16 Januari 2005 Raudah Jambak, Penyair Waspada merupakan koran tertua di Sumatera Utara ini sudah baik. Hal ini terlihat pada saat saya masih menjadi salah satu dari sekian banyak wartawan di Waspada yang dulu dijadikan sebagai barometer bagi seluruh surat kabar lainnya di Sumatera Utara baik dari rubriknya dan kualitas isinya. Suara gadis mengaji Seorang ibu Telah berselimut malam Telaga mengulum Oleh: Adi Mujabir Air wudhunya Di pelimbahan Mengambang darah suaminya Tiga hari setelah bencana itu datang, saya ke kotamu saudaraku. Selama lima hari di sana, saya merasa ada detik, atau siklus yang | tengah bergerak. Dalam menangkap dan memeluk hamparan duka, dimana teguran Allah hanya sungguh didengar sebahagian | orang. Karena pada pergeseran waktu berlangsung (tahun 2004 ke tahun 2005) di hamparan duka kita itu, masih ada orang- orang yang berpesta. Mabuk, dan dengan entang mencabut nyawa saudaranya sendiri dengan cara menembakan pistolnya. Masih ada orang-orang yang menggelapkan | bantuan kemanusiaan untuk perutnya sendiri atau kepentingan kelompoknya. Atau, lihatlah para artis yang berparade atas nama kema- | nusiaan itu. Berteriak dengan emosi yang kosong, bergoyang sebagaimana yang disenangi nafsu iblis. Apa lagi ya, Allah? Siklus baru akan datang? Dimana sesungguhnya manusia? Di hati mana letaknya duka? Waspada sampai sekarang tetap memiliki pembaca yang setia. Demikian juga rubrik yang dimilikinya, termasuk rubrik budaya. Setahu saya, melalui rubrik itu, Waspada telah banyak "melahirkan" dan "membesarkan sastrawan dan para penyair di Sumut ini. Termasuk para pengamat sastra yang banyak melahirkan artikel berkualitas. Di usianya yang ke 58 ini, gengsi pemberitaan artikel dan puisi yang ada di rubrik budaya juga masih menjadi barometer. Harapan saya, untuk di masa datang Waspada lebih sedikit meningkatkan "upah" para sasrawan yang menulis. "Kalau bisa, nomor satu di daerah ini. Demikian juga soal kualitas berita, saya harap bisa ditingkatkan," tutup penyair muda yang juga guru bahasa di salah satu sekolah swasta ini. Sugeng Satya Dharma Mantan Wartawan Waspada Ketua Umum Asosiasi Wartawan Muslim Indonesia Saya rasa tidak perlu adanya penambahan rubrik karena dengan keadaan Waspada yang sekarang ini saya kira sudah baik. Seperti yang saya katakan tadi bahwa peningkatan kualitas isi dari rubrik- rubrik itulah yang harus ditingkatkan. Saya mengucapkan selamat dan salut untuk Waspada yang sampai sekarang mampu bertahan di tengah banyaknya media cetak yang beredar. Saya hanya berpesan agar Waspada untuk melakukan pembenahan dalam isi dari berita yang dimuat. Color Rendition Chart PO Bat PULAU Penang terletak di Malaysi merupakan salah s daerah di Asia yang merasakan hempas tsunami tiga mingg Kawasan pantai Ba Ferringghi di Pena merupakan daerah paling parah mend- dampak gelombang nami yang dipicu g bumi berkekuatan skala richter yang di Aceh tersebut. Namun, karena hempasannya tidak yang dirasakan Ace kerusakan yang dia kan gelombang rak tidak membuat Bat Ferringghi Bergem. Miami Beach di ka Batu Ferringghi merupakan tempat paling banyak men korban di mana 50 yang sedang berwis pantai di sana tewa karena tergulung gelombang raksasa Kawasan lain y. Indone Penyel INDONESI tuan rumah per tisi Miss ASEA lar pada 5-19 M Ketua Steer ASEAN 2005 R Jumat menyata Miss ASEAN un perkembangan percepat integr negara-negara Bangsa-Bangsa "Sektor pari perdagangan m dalam promosi Ketua Panit Tantowi Yahya dari ajang serup ASEAN 2005 di memamerkan k keunggulan buc Indonesia, yang dan pariwisata lebih dipromosi Dalam prose peserta, katany unsur penilaian pada kecerdasa kecantikan pese Tantowi men peserta yang me kompetisi kecar masing-masing menggunakan b pakaian renang ran anggota bac disyaratkan min Lewat Miss ASEA Laporan ke : 01 DOM Setiap sedeqah yar Salurkan Zakat, Infa Transfer Via Bank. AC. - Bank Muamalat Indones - Bank Syariah Mandiri C Bank Central Asia (B Bank Mandiri Cabang BNI Syariah Cabang ZIS 01. PT IKL-Medan 02. Era Maharani-Singapura 03. Hamba Allah-Medan 04. Hamba Allah-Medan 05. Hamba Allah-Tebing Tinggi 06. Julia Halim- Medan 07. Ade-Jl. Durian Medan 08. Hamba Allah- Medan 09. Leni-Jl. Garu Medan 10. Yani-Medan Mall Jumlah laporan ke: 0 Penerimaan dan Pemant Periode Mei 2000 s.d. Periode 1 Januari s.d. Okto Total Ket: Seluruh penerima me Lembag Jl. Brigjen Kat Khusus Kodya Meda
