Tipe: Koran
Tanggal: 2005-07-31
Halaman: 06
Konten
4cm Budaya Roman Picisan, Genre Sastra Yang Dilupakan yang menerangi, memperjelas dan memperdalam kepercayaan si manusia tersebut. Malaka, Perang Tanding Djin Lawan Manusia (Matu Mona), Gatot Katja Gan- drung (T.S.Tjahya), Orang Gajo (Darmo Ario), Pendekar Wanita Kembang Sore (Sedah Mirah, Langkah Seorang Djantan (Vazza Hidayat) dll. Dan akhirnya karena cinta itu rahmat dari Sang Khalik semua jalinan asmara yang sering terpotong karena keadaan bisa diwujudkan sesuai dengan yang dicita-citakan. Dialog diambil dari buku Malam Penuh Nikmat (S.Marulah): "Sarti, ceritamu sangat menarik, jarang aku dengar kisah yang demikian terharunya, apa tidak lebih baik jika hal ini kita akhiri. Tutuplah lakonmu, anakmu masih haus akan belaian kasih sayang Ibunya". Kata Pardi. 6 31 JULI 2005 MINGGU Oleh Koko Hendri Lubis D ALAM proses belajar sastra baik di Sekolah maupun di Universitas kita mengenal dengan b baik secara rinci periode kesusasteraan yang terbentuk di Indonesia. Kritikus sastra H.B.Jassin adalah yang pertama kali memperkenal- kan klasifikasi-klasifikasi sastra tersebut, lalu diikuti oleh Ajip Rosidi dan yang ter- akhir menurut versi Korrie Layun Ram- pan. Demikianlah terbentuk suatu opini seolah-olah karya sastra yang wajib dibaca dan dipelajari hanya karya yang pernah diperkenalkan dan diulas baik karyanya oleh para Pengamat sastra tersebut. Ada baiknya jika kita melompat Pagar sedikit dan berjalan keluar untuk meng- hirup udara segar sambil melirik sekeliling dunia penulisan bangsa kita, yang ter- nyata pernah ada penulisan berbentuk buku cerita yang disebut sebagai roman picisan. Keberadaan roman picisan sepertinya jarang mendapat perhatian yang serius dari para pembaca sastra akademis, ma- syarakat umum, kritikus dan kaum intelektual. Ini kelihatan dari minimnya apresiasi terhadap roman picisan tersebut. Satu-satunya Majalah yang memuat cerita bersambung yang diambil dari buku roman picisan adalah Star Weekly (Maja- lah kepunyaan golongan Tionghoa, terbit sekitar tahun 1950-1960-an). Menurut penelitian Penulis ada Tiga kota di Indonesia yang memproduksi roman picisan tersebut, yaitu: Jakarta, Surabaya dan Medan. Di kota Jakarta Penerbit yang ikut andil dalam Penerbitan adalah Sunrise, U.P.Gembira, Dasa Warga, C.V. Analisa, U.P. Sastra dan Remadja. Di Surabaya: Usaha Modern dan Pustaka Sari. Di Medan: NBS, Firma Tjerdas, U.P. Tagore dan Harris. Para Pengarang yang sering menulis- kan karyanya adalah: Si Uma, Matu Mona, Darmo Ario, Bey Noor Hasby, S. Marulah, Supomo, Emnast, TS.Tjahya, Sedah Mirah, Vazza Hidayat, Faddy Asmara, Bachtiar Djamily dan Surya Putera. Keunikan roman picisan di samping ceritanya yang memakai beragam tema tentang kehidupan adalah ilustrasi yang terdapat di dalam buku masing-masing cerita. Perbedaan ilustrasi memang keli- hatan antara Penerbit Jakarta, Surabaya dan Medan. Kalau Penerbit Jakarta lebih suka memakai gambar-gambar yang dina- mis untuk sampul buku maupun ilustrasi dalam, Penerbit Surabaya lebih menyukai varian gambar yang agak sedikit dramatis dan kaku sedangkan Penerbit Medan lebih banyak memakai penonjolan Figur yang disertai dekor Landschap sebagai ilus- trasinya. Para Ilustrator yang sering mencitra- kan karyanya untuk roman picisan. adalah: Siauw Tik Kwie, Mop, Leo (Jakarta), Melati (Surabaya), Bahzar SJ, M.Yunan (Medan). Penulis akan mencoba memaparkan pembagian roman picisan berdasarkan tema: cerita rakyat, cerita detektif, cerita percintaan, cerita sosial dan cerita revolusi. Supaya nanti akan kelihatan sudut pan- dang Pengarang secara menyeluruh berdasarkan karya yang ditulisnya. Tema Cerita Rakyat Roman Picisan yang mengangkat tra- disi cerita rakyat adalah: Pendekar Selat Joy Bone. ....malam, ya malam... sunyi menikam kelam tenggelam hitam dalam makin dalam malam, ya hilang mengapa cari mengapa tangis karena malam matahari tenggelam mata di mata istirah ya, sudahlah...... Pertiwi teringat puisi itu. Ia tak tahu siapa penulisnya. Tapi pernah ia baca ketika ia masih menjadi istri Sangsang- ka. Kini, puisi itu menemani dukanya. Beberapa tetangga sudah beranjak pulang. Kesepian malam semakin men- cekam. Hening dan duka jiwa menyu- Ilam hati Pertiwi, emak dan ayahnya. Intisari cerita yang terangkum di da- lam tema ini biasanya adalah tentang perang tanding antara dua orang musuh lama yang telah lama tidak berjumpa dan berniat melampiaskan sakit hati masing- masing, lalu mereka bertarung habis- habisan (Kalau perlu sampai salah seorang tewas) supaya salah satu diantaranya merasa puas. Tema cerita berdasarkan cerita rakyat ini adalah salah satu jenis tema yang paling sering dipakai oleh para pengarang roman picisan karena ma- syarakat kita dapat dengan gampang me ngenali kembali latar tempat cerita ini bermain. Pasung Aku, Mak Cerpen Adi Mujabir Apalah lagi arti kata-kata pada saat begini? Apalah arti penyesalan bila sudah begini? Akukah lelaki yang menjadi ayah bersabar menimang duka anakku ? Tuhan bantu aku Kata hati itu tiba-tiba membekam Kelebihan tambahan untuk cerita ini adalah sisipan petuah yang penuh dengan makna tatkala sang musuh telah tewas, seiring lenyapnya angkara murka dari muka Bumi, seperti tercatat di dalam buku Langkah Seorang Djantan (Vazza Hidayat) "Lenyaplah segala yang telah lalu. Yang lalu cukup menjadi pelajaran dan bekal buat kita dalam menegakkan kebenaran, membina sebuah masyarakat baru tanpa segala bentuk kejalangan dan kejahatan". Tema Cerita Detektif Roman Picisan yang mengusung latar cerita detektif adalah: Spionase di Singapore (Si Uma), Neraka Hidjau (P.M. Rahsi), Dr.No (Adi Abadi) dll. Biasanya bahan untuk cerita Detektif ini adalah saduran bebas dari karya Ian Fleming dan Steve M.Dickson. Rangkuman cerita adalah adegan di mana para Bandit dikejar-kejar oleh si Pembasmi Kejahatan. Semua bentuk kejahatan tidak bisa lagi ditolerir sehingga muncul suatu Hero (Pahlawan) yang akan mengakhiri semua ketidakadilan yang tengah berlangsung tanpa pamrih. Tem- pat kejadian cerita sering di tempat yang tak diduga-duga seperti: di kamar hotel yang gelap, di ketinggian menara, di tanah pertanian yang luas dan di jalan raya yang panjang. Selama Dor-doran terus berlangsung sambil sesekali diselingi adegan pertemu- an antara si Pembasmi kejahatan dengan wanita cantik dan sexy. Cuplikan adegan diambil dari buku Dr.No (Adi Abadi): "Siapa namamu?" "Bond. James Bond. Siapa namamu?" ia diam sebentar."Rider". " Rider apa?" "Honey Chile." Bond tersenyum. "Saya gembira bertemu kau". Tema Cerita Percintaan Roman Picisan yang berdasar pada cerita cinta adalah: Malam Penuh Nikmat (S. Marulah), Karena Badjul Buntung (Faddy Asmara) dll. Kesimpulan isi tentang cerita per- cintaan dalam tuturan kisah roman pici- san adalah sesuatu yang berhubungan dengan cinta dan hidup pastilah akan indah serta dahsyat. Di dalamnya kita bisa bercermin mengenali kepekaan diri kita terhadap lawan jenis yang kita cintai. Sering tokoh di dalam cerita ini mengalami hambatan yang keras untuk mewujudkan kasih kepada yang dicintainya. Tantangan yang keras itu biasanya datang dari faktor sosial dan budaya. Namun semua itu tidak berarti bahwa cinta hanyalah refleksi atas kepercayaan manusia tentang kebebasan, melainkan suatu refleksi atas kebebasan dadanya, ketika beberapa tetangga yang berduka mohon diri. Tak lama kemudian, ayah Pertiwi keluar meninggalkan rumah. la tinggalkan Pertiwi dan Tanahair, istri- nya yang masih terisak. Bersama isaknya, Pertiwi melangkah lemah menuju dapur. Ia menuju sumur yang ada di luar tak jauh dari belakang dapur. Emak yang masih menangis segera bangun. Tak ada yang ia bisa buat. Dendam dan hatinya yang marah terasa membakar dada sendiri. Ia hanyalah seorang perempuan tua yang miskin. Istri dari seorang lelaki yang kerempeng dan tak berdaya. Emak melangkah ke kamar Pertiwi untuk mengambilkan handuk dan baju. Di sumur, Pertiwi yang telah telanjang, melipat pakaian yang baru dibukanya. Pakaian kerja yang menjadi saksi peristwia pahit yang dialminya, dilipatnya menjadi satu dan digulungnya. Dengan tali pisang yang diraihnya saat melintasi pintu dapur, diikatnya pakaian itu. Ia gantung dekat dinding sumur. Udara malam yang tua sejak tadi seperti membakar tubuhnya. Pertiwi menguyur tubuhnya. Rasa jijik karena Tema Cerita osial Roman Picisan yang berdasar pada tema ini adalah: Dalam Runtuhan Masyarakat (Supomo), Dendam si Laknat (Emnast) dll. Keseluruhan jalan cerita berdasar pada kehidupan sosial di masyarakat. Ada kalanya kaum rakyat kecil sering mendapat pembelaan dari Pengarang. Kaum Borjuis biasanya sering mendapat cemoohan dan sikapnya tak pantas untuk ditiru oleh para generasi yang akan datang. Jika orang ingin memahami benar akan pentingnya kesadaran sosial dia haruslah menanggalkan dahulu mitos, seakan-akan harta benda adalah unsur yang demikian hakiki dalam mengatasi masalah keku- rangan bagi orang kebanyakan. Mitos itu sama sekali tidak benar dan sebagai penyelesaian atas semua permasalahan ditawarkan bentuk penyadaran akan per- lunya mengasihi sesama tanpa membe- dakan status sosial dan agama jadi nilai tawar yang sering dijejali kepada pembaca. Penggambaran perilaku tokoh diambil dari buku Dalam Runtuhan Masyarakat (Supomo): Nartoto sudah mengajar kem- bali... Perhatiannya selain tertumpah pada anak-anak yang baru tumbuh, juga tertuju kepada Pemuda yang mengha- rapkan pendidikan. Karena itu ia sangat Suasana murung dalam relasi kepiku- nan, menghadapi dilema terhadap ruang dan waktu. Namun relasi-relasi itu bagi Eugene Ionesco sebuah absurditas dunia tanpa batas. Sesuatu yang tak lazim ketika mengharapkan munculnya Kereta Ken- cana sebagai kenderaan yang akan mem- bawa mereka ke pintu gerbang kematian. Kereta Kencana lakon Eugene Ionesco, saduran WS Rendra di tampilkan Teater Siklus Ind Art 23-24 Juli 2005 lalu di Taman Budaya Sumatera Utara. Disu- tradarai Hafiz Taadi, di dukung Patia Rasima (nenek) dan Agus Susilo (kakek). Panggung tidak lebih dari sebuah ruang misteri, di dalamnya bertumbuhan bermacam-macam bahasa. Tidak serta merta bisa diartikan secara kasat mata maksud dan tujuannya. Karena sebagai sebuah misteri, dunia absurditas itu men- badan penuh najis, rasa duka karena tak berdaya ia guyur dengan air dari timba. Bersama air yang mengguyur, bersama air matanya yang tak henti menetes, Pertiwi ingin semua itu menyiram tubuhnya. Menyiram batinnya. Usai memakai baju yang dibawakan sang emak, Ia melangkah ke kamarnya. Emak mengikutinya dari belakang. Dua bahu perempuan tua itu sesekali bergun- cang pelan. Di kamar, Pertiwi duduk di pinggir tempat tidur. Emak duduk menyimpuh di lantai. Tangan rentanya menyentuh dua kaki anaknya. "Untuk apa, Mak?¨¨ Perempuan tua itu segera merebahkan kepalanya di pangkuan anaknya. *** Aku kecewa dengan dia. Apa yang ia katakan pada Malapetakat tentang aku? Begitukah kesetian seorang ayah pada anaknya? kering suara itu keluar. Emak juga. Katakan padaku Apakah kalian dulu gembong partai? Kenapa emak diam? Katakan? Mengapa dosa kalian seperti tak diampuni. Andai hanya tidak gembong, mengapa hukuman ini begitu menyakitkan... Emak juga mengapa sanggup meng- gugurkan perempuan hamil? Menga,pa ? Bukankah itu dosa, Mak? Bukankah Emak senantiasa sembahyang? Untuk apa, Mak? Untuk apa lakukan itu? Jawablah, Mak? Aku sudah diperkosa. Jawablah.... Aku sudah banyak berkorban. Hanya karena dosa masa lalu kalian...aku rela bercerai demi kerja suamiku, demi dua anakku...lalu di kampung ini....ketika aku jadi janda dan ingin menenangkan diri...ternyata tak bisa...dosa masa lalu kalian meneror, memojokkan diriku menjadi teramat lemah dan tak berdaya.... Lalu...ayah..ayah..di mana kau ayah...pulanglah. Aku ingin bicara denganmu. Aku ingin melihat wajahmu ...aku ingin kau melihat kenyataan bahwa karena kalian aku menjadi najis........aku seperti binatang sekarang..... Absurditas "Kereta Kencana" Sebuah Dunia Tanpa Batas seseorang, terutama bagi orang yang sudah meninggal dunia. NENEK dan Kakek bertubuh ringkih berusia 200 tahun, masih bertahan hidup. Kesehariannya menghibur diri, jadi badut, profesor, tukang sulap, dan jadi apa saja yang bisa membuat mereka bahagia. Mengenang masa lalu, sesekali meringis sedih, menangis, dan berharap datangnya Kereta Kencana dengan 10 kuda 1 warna. Dua anak manusia tak berdaya, mengha- bisi waktu dalam sunyi. jadi paham yang selalu berbenturan deng- an realitas yang ada. Seperti tingkah laku nenek dan Kakek, secara umum menjadi tidak berarti dan tidak masuk akal. Ber- bagai ragam bahasa lainnya, merupakan detak waktu menyusuri bayangan ima- jinasi yang kadang muncul tak terduga. gaimana Eugene Ionesco dalam proses menjalani kehidupannya, mulai dari masa kecil hingga dewasa. Jika mengurut seja- rah masa kecilnya, dari Rumania ke Peran- cis dan kembali lagi ke negara asalnya, merupakan pengalaman yang menyakit- kan sekaligus mengharukan. badut, tetapi tidak mau disebut sebagai pahlawan Perancis. Karena ia sebenarnya seorang profesor yang dianiaya dan di- buang. Sekali waktu mengumpamakan nenek menjadi layang-layang. Bermain, tertawa dan seketika bisa menangis seperti layaknya anak kecil. Kakek menjadi orang yang paling dihormati ketika Perdana Menteri Inggris, India, Kaisar Jepang, Presiden Amerika, Philipina, dan Sekretaris PBB datang berkunjung. Tetapi mereka yang datang itu berwujud tidak nyata, hanya bayangan imajinasi Kakek dan Nenek. Seperti tidak masuk akal, apalagi Kakek sebagai pro- fesor merasa dianiaya dan dibuang dari lingkungannya. Begitulah sesuatu yang absurd dan tanpa batas, secara umum seperti tidak berarti Namun di tangan sutradara Hafiz Taadi. Dunia yang absurd itu diinterpre- tasikan dalam ruang warna klasik dan dengan waktu yang panjang. Absurd karena cerita bukan berdasar pada realitas keseharian. Meski telah disadur sejadi-jadinya oleh WS. Rendra (1962) dari judul aslinya Les Chaises (1952). Dalam lakon ini Hafiz Taadi masih tetap menampilkan utuh nuansa-nuansa budaya Perancis. Seba- Emak menahan ngilu hatinya. Sambil terisak pelan ia bersuara.. gembira menyambut penerbitan-pener- bitan yang tertuju, terutama pada pendi- dikan moral yang menjanjikan buku-buku pengetahuan ahlak, tuntutan budi, cerita atau gubahan yang dapat dijadikan kaca perbandingan untuk masyarakat... Inilah tujuan murni dari pembangunan dan pem- binaan kepada masyarakat yang sudah centang perenang... Demi Allah, kami tidak mengerti apa yang telah terjadi. Kami hanya petani miskin yang tak punya tanah. Lalu datang orang memberi kami sepasang cangkul. Kami disuruh meneken surat yang isinya tak sempat kami baca. Selebihnya kami tak tahu.... "Setelah itu.......? Tema Cerita Revolusi Roman Picisan yang termasuk dalam tema ini adalah: Tengku Farida Gadis Revolusi (Bey Noor Hasby), Sayonara (Surya Putera) dll. Rangkuman dari semua kisah ber- dasarkan revolusi adalah akibat kesengsa- raan yang didapat para tokohnya didalam zaman revolusi. Alasan pokok mengapa revolusi menjadi menarik untuk ditulis- kan adalah sebagai suatu fakta sejarah yang pernah dialami oleh para generasi terdahulu. Selama periode ini banyak rak- yat yang terbunuh dan para martir yang sahid. Hal ini menimbulkan kekuatan spiritualitas baru yang sama sekali tidak bisa dianalisis dengan teori sosial apapun. Revolusi kadang tampil sebagai mala- petaka yang ngeri jika kita terkena imbas- nya. Di dalam pergulatan nilai sosial masyarakat revolusi tidak mempedulikan tatanan kemasyarakatan yang telah ma- pan. Kita sebagai korban bisa saja runtuh moralnya secara menyakitkan dalam sekejap bila terkena terjangan revolusi. Dialog yang sedih diambil dari buku Teng- ku Farida Gadis Revolusi (Bey Noor Hasby): "Ah maaf, sebenarnya saya amat malas berkata-kata, tapi ini perlu juga saya ketahui, "Kata Emil pada Ida... Ida menangis tersedu-sedu sedan dengan me- nelungkupkan mukanya ke Lantai... Hilang malu, hilang perasaan, kawan- kawan Ida yang lainnya berdiri saja memandang Ida dan Kapten itu. Mereka masing-masing menunjukkan penyesalan yang tiada terhingga.... "Hanya itu. Lalu tiba-tiba kami dipe- riksa, ayahmu ditangkap Kemudian dibebaskan. Zaman tiba-tiba berubah. Orang-orng seperti mengganti baju.Merka merasa bersih dan menghukum segala yang mereka anggap salah. Hanya itu..... "Lalu mengapa Emak menggurkan banyak orang? "Maafkan. Emak tahu itu dosa. Tapi apa yang harus diperbuat bila banyak perempuan di sini memiliki anak yang tak memiliki suami....apa jadinya anak- anak itu hidup......apa perempuan itu tak menjadi susah karena tak ada suami yang bertanggung jawab........?Siapa yang berani menangkap mereka dan menghu- kum diri mereka...siapa...yang berani pada Malapetaka...? Rasa hancur datang lagi. Pertiwi meremas rambutnya denga kedua tangan. Tubuhnya menggeliat. Kepalanya terasa akan pecah...... Sekarang lindungilah aku, Mak. Cukuplah aku diperkosa sekali. Oleh Malapetaka....cukuplah aku diperdaya dan ingin diperkosaaaa oleh para preman... aku tak ingin lagi.......tak ingin..... Penutup Sesudah paparan di atas, apakah kita bisa menerima kehadiran roman picisan itu sebagai karya sastra? Mungkin ada yang tidak menyetujui akan gagasan ini tetapi buanglah segala macam prasangka negatif jika kita berbi- cara tentang roman picisan tersebut. Se- mua karya roman picisan jelas tidak bisa terpisahkan dari babakan sejarah sastra Indonesia karena kehadirannya pernah menjadi realitas penulisan yang tidak bisa untuk dipungkiri. Secara metodologis roman picisan juga membawa pembaha- ruan dalam bidang penulisan karena di dalamnya sering terdapat seruan penga- rangnya, sejauh yang terkait, berpraksis dalam memperjuangkan keadilan. Patut dicatat, bahwa keberadaan roman picisan juga merefleksikan secara serius terhadap genre penulisan cerita yang kompeten dalam menyampaikan pandangan peru- bahan secara relevan bagi problem-pro- blem manusia. Tidak semua roman picisan itu membicarakan hal yang mesum dan kotor. Membaca roman picisan tidak membuat kita terjerumus kedalam kegela- pan yang serba menganggu. Di dalam cerita roman picisan terkadang kita belajar menemukan rumusan hidup yang tidak setengah-setengah, tema itu terpancar dari kisah roman picisan yang berlatar sosial dan revolusi. Pada penelitian Penulis tidak sedikit pengaruh (sumbangan?) ba- hasa roman picisan kepada bahasa Indo- nesia seperti: Libas, Tubruk, Sepak, Lasak, Cagak, Gondok... Mak tahu,karena besok Ayah Mala- petaka akan menemui aku.....tolong aku, Mak. Aku tak ingin lagi kerja...bila aku kerja lagi pasti mereka melakukan lagi..... karena mereka memang binatang..... pasung aku.....katakan pada orang bahwa aku sudah gila....tolonglah aku..aku tak bisa menghadapi pemerkosaan lagi..... pasung aku.....tolong pasung aku,Mak.... Tolong aku, Mak. Sekali ini. Tolong aku. Malam ini juga pasung aku di bela- kang rumah..... Carilah ayah di luar sana. Suruh ia pulang...katakan pada- nya....anaknya tak marah lagi....katakan padanya untuk membantu emak mema- sungku...katakan pada orang.... aku telah gila dan mengerikan..." Hanya dengan itu aku bisa terhindar dari kekejaman mereka..... Kembali kepada soal kita semula pada akhirnya menceritakan tentang roman picisan berarti suatu penilaian kembali terhadap bentuk kesusasteraan kita yang kalau dimajukan keberadaanya bisa men- jadi aset nasional dan bisa bergaul dengan bentuk kesusasteraan lain di antara kesusasteraan bangsa Internasional. Eugene Ionesco seorang dramawan Perancis lahir di Slatina, Rumania (1912). Pada usia 2 tahun, Oleh karena pergolakan politik, ia kemudian tinggal sementara di paris, Perancis. Lalu tahun 1925 kembali lagi ke negara asalnya Rumania. Belajar sastra Perancis di Universitas Buchares. Dikenal sebagai pelopor teater absurd. Ia sendiri dimaknai sosok avan gardist, meskipun tidak terlalu perduli dengan kriteria-kriteria yang auphemeral. Seba- gaimana ungkapannya dalam teks lakon Les Chaises. Ionesco juga tergolong seniman yang cerdas dan mampu menjelaskan teori dan konsep pribadinya. Menolak jika dikata- kan naskah-naskah dramanya membawa pesan doktrin atau kebijakan. Apalagi menjadi kuda tunggangan bagi ideologi. Sebagai manusia ia menolak paham mar- xisme. Tidak perduli dengan segala macam eulogi. Pemikiran yang cenderung memuji atau penghormatan berlebihan kepada Namun, dalam remang dan gelap yang ada disekitar Pertiwi. Ada bayang lain yang selalu bermain dengan malam. Ia bisa menembus malam dan berlindung pada malam. Sebuah bayang muncul mendekati dirinya yang dipasung. Lalu dengan cepat bayang membekap mulut Ngah. Satu sosok bayang lagi mendekat sambil menginting ember di tangan kanannya. Di tangan kirinya menjuntai sebuah handuk kecil yang terlilit di pergelangan tangan. Sebuah sabun mandi tergenggam di tangannya. Dan di punggungnya, dua buah senapan tersandang. Lampu sentir yang ada di pondok pemasungan itu padam. Ember yang telah berisi air itu diletakkan di hadapan Pertiwi yang tak bisa teriak dan berontak. Dengan tergesa bayang itu merentap baju yang melekat pada tubuh Pertiwi. Air dalam ember telah habis.Sosok ini melangkah membawa ember ke sumur yang sedikit jauh dari tempat Pertiwi dipasung. Sosok yang satu lagi tetap membekap mulut Pertiwi dengan kedua tangannya. Ia di belakang Pertiwi. Pertiwi terus meronta. Tapi rantai yang mengikat tangan dan kakinya membatasi gerakan- nya. Setiap ia bergerak ada rasa nyeri dan sakit di setiap pergelangan. Lehernya juga tak mampu meronta karena tangan yang membekapnya begitu kuat. Sosok yang membawa ember penuh air datang lagi. Kini tubuh Pertiwi yang telanjang disabuni. Rambut Pertiwi yang agak mulai tampak gimbal disabuni dengan perlahan. Setelah merasa cukup, air ember disiram pelan ke seluruh tubuh Pertiwi. Sehelai handuk kecil mengusap lembut di bagian tubuh Pertiwi yang pen- ting. Harum sambun mandi memantik hasrat kedua sosok ini. Dan malam seperti megaduh. Keluh- nya bak mata tombak yang tumpul meng- hunjam tanah, berulang-ulang. Dan dada Malam ini...ya, malam ini....pasung Pertiwi hanya bisa berdegup kencang saat aku malam ini...agar orang tak bisa dua sosok itu saling bergiliran mengumbar membaca hatiku....agar orang tak tahu emak dan ayah hanya membantuku ber- pura gila....agar besok pagi aku sudah gila...agar esok pagi orang akau tak lagi diperanggut beban yang menum- puk.....malam ini, ya malam ini..... lakukan...lakukan..kumohon....... hasrat. Gelap malam yang berdinding beku, kini telah tercabik-cabik.Dua sosok tadi pergi menembus gelap. Pertiwi menjeri panjang. Jeriaknya memecah keheningan malam yang tua. Jerit itu menyentakkan emak dan ayahnya yang tertidur di dapur beralaskan tikar. Malam ini,Mak....pasung aku di halaman belakang.. jangan di dalam rumah...biar orang tahu....biar orang bisa Keduanya melompat dan segera melihatku...." menguak pintu dapur yang tak terkunci. Mereka segera ke pemasungan Peertiwi. RUMAN SELUARAH Tengku Farida Gadis REVOLUSI BEY NOOR HASBY Tetapi sebuah misteri di tengah pang- gung kumuh berwarna klasik. Tetap men- jadi absurd dan mungkin juga membi- ngungkan. Seperangkat kursi goyang, meja bulat dan kursi panjang terletak di sudut ruangan. Lalu sebuah jendela di sisi yang lain, menimbulkan banyak pertanyaan. Setting panggung yang realis dengan naskah absurd, menjadikan dunia imajiner yang diciptakan tokoh-tokohnya berten- tangan satu sama lain. Cerita bermula dari ruang pentas yang gelap. Kakek menjadi simbol dunia maya, di mata Ionesco sang pelopor teater absurd itu menjadi sesuatu yang tak terduga. Hampa, kosong dan mencekam. Keadaan ini menyebabkan pertunjukan terasa lama sepanjang hampir dua jam berlangsung. Kesepian Nenek dan Kakek seakan me- ninggalkan pesan tentang pertarungan hidup menuju kematian yang didamba. Terasa berat dalam tempo yang lambat. Terus bergulir mengikuti waktu, tanpa pengeditan adegan. Dunia absurditas Kereta Kencana membentangkan pengalaman hidup masa lalu. Kadang merubah wujud menjadi "Jangan menjerit, Pertiwi. Tak perlu orang tahu. Katakan siapa yang mela- kukan ini.Kau tahu...? Kau tanda...?" bisik sang ibu. "Anak-anak Malapetaka..... ucap Pertiwi dengan suara gemetar bercampur tangis. Dari dalam ruma, ayahnya membawa kain sarung dan sehelai baju Ngah. Di pingangnya ia selitkan sebilah pisau. Di tanganya sebuah parang. Ia mendekati Ngah dan istrinya sambil mengucurkan air mata. Wajah tua yang berkerut itu tampak penuh bara. "Sebutkan siapa ... Pertiwi terbata-bata menyebut dua nam kembali. Lelaki yang lupa mengenakan kopiah ini segera saja membalik badan. Tubuhnya hilang menembus malam. "Ayah...tunggu aku...mereka mem- bawa senapan... "teriak Pertiwi. Serak suaranya. Emak cepat menutup mulut anaknya. Si tua cemas bila ada orang yang mendengar. Karena orang-orang akan ke sini. Orang-orang hanya memandang dan meneteskan air mata. Tak lebih dari itu. SIARAN MINGGU WASPADA Lalu untuk apa teriakmu? Untuk memamerkan duka pada orang? Agar orang-orang tahu betapa hancur ? Agar orang-orang bisa menolongmu? Menolong dari apa ?*** Aku diperkosa lagi, Mak....buka ikatanku, Mak. Aku akan menyusul ayah...aku akan membunuh mere- ka............aku kenal mereka...bukalah cepat, Mak. Emak hanya menangis sambil membenahi pakaian yang baru saja dikenakanya untuk sang anak. Ia pura- pura tak mendengar kalimat anaknya yang tiba-tiba saja tak lagi bercampur isak tangis.Suara itu kering dan serak. Demi Allah, Mak. Dengarkan aku. Aku bersumpah, inilah kali terakhir aku memohon pada Emak. Bukalah rantai- rantai ini..."mohon Pertiwi lagi saat sang emak mengenakan sarung ke pinggang anaknya.. Mata yang letih itu memandang tajam ke arah Pertiwi. Lama ia memaku. Ia biarkan air matanya tercurah membasahi pipinya yang mengeriput. Ia begitu tere- nyuh dengan kalimat anaknya itu. Seingat- nya, sejak remaja hingga sekarang, sang anak memang baru dua kali memohon sesuatu padanya dengan penuh harap seperti itu. Pertama saat Pertiwi memohon untuk di pasung, kedua pada detik ini. Karena itu ia terus menatap tajam Pementasan Kereta Kencana adalah salah satu dari banyak pertunjukan yang tampil dengan persiapan matang dan serius. Meski tidak bisa dipungkiri peng- gunaan musik yang kurang begitu diper- hitungkan pada hari pertama, khususnya dalam penggunaan peralatan sound sys- tem, tata cahaya, dan makeup kedua tokoh. Berada dalam dunia absurditas, seperti kita memahami sebuah dunia tanpa batas Pada intinya lakon Kereta Kencana ini memang membutuhkan perenungan, se- tidaknya mencoba memahami keberadaan manusia dalam hubungannya menjalani hidup dan kematian. Bila Eugene Ionesco menyampaikan absurditasnya hidup dan mati cenderung dengan bahasa pesimistis, Hafiz Taadi justru ingin menyampaikan pesan; memahami hidup sebagai pilihan menuju kematian - mencapai kebaha- giaan sempurna *M. Yunus Rangkuti ke arah wajah anaknya. Ia ingin menghabiskan air mata harunya di hadapan sanga anak. Dan tiba-tiba ia membalik tubuhnya dan melangkah ke dalam untuk mengambil sesuatu. Setelah beberapa menit mencari baru- lah ia keluar. Namun langkahnya terhenti ketika mendengar secara sayup beberapa kali suara letusan. Sebuah tang yang ada di tangannya terjatuh ke tanah. Ia merasa hoyong melangkah ke tampat anaknya. Tang untuk mem- buka lilitan kawat sebagai penyimpul ujung rantai tak ada lagi di tangannya. Pandangannya nanar...... Mak.....itu ayah,Mak...! Ayah tertembak...ayah kita ditembak.... Mak.. Malam hening tak sanggup mengurai lagi. Tuhan, gilakah aku Sesungguhnya? Aku sedikit memungut damai di pemasungan ini. Ayah yang aku cintai mati diterjang peluru, aku diam di sini memandang segalanya dengan kosong... Menatap dengan diam orang- orang yang bertakjiah ke rumah. Membisu ketika kawan sekerja mendekatiku sambil memandang haru Melepas orang-orang memikul karanda ayahku dengan air mata dan doa. Lalu khusuk diam mengirim doa bersama orang-orang yang bertahlil di rumahku yang kecil.....? Membiarkan emakku berbisik memelas agar aku beranjak dari pasu- ngan dan melihat mayat jasad ayaku yang terakhir kalinya? Lalu dengan segunung diamku merelakan orang- orang membawa jenazah itu ke pema- sungan untuk aku cium terakhir kali- nya sebelum di bawah ke pemakaman? Dosakah emakku, atau gilakah ia karena tetap menuruti permin- taanku agar aku tetap di pemasungan saat rumahku membentang duka? Segila apa dia karena tetap menjaga rahasia pada orang-orang tentang diriku, dengan membiarkan aku tetap di pasung sementara jenazah suaminya dilayat bayak orang? Maafkanlah aku ayah....aku tetap berdoa dan selalu mengirimimu doa. Ampunilah aku Tuhan karena memilih jalan ini.Ampuni juga dosaku kemarin,hari ini dan juga besok yang akan aku lakukan.Ampuni dosa ayahku selama hidupnya. Ampuni dosa emakku.... yang kusayangi itu.... Color Rendition Chart KMS MASUK SERIKAT PENERBIT SURATKABAR SEKOLAR Audisi Bir Anta "YA... inilah peser no.... (bla...bla...E demikian seorang memanggil peserte Seketika itu seoraz cewek pun maju ke sambil berlenggok dan ke kiri. Pakai up, face serta panc matanya pun ikut sedemikian rupa a memunculkan perp seorang model yan profesional. Meski, sedikit cang di depan para kontesta para penonton, namun langkah awal untuk m percaya pada diri (PD untuk menaikkan nam model yang baru tamp dewan juri dan awal m yang ia tempuh untuk perlombaan-perlombaa selanjutnya. Sheilla Hum Penuhi k Sekolah SEJ bersar ini mengaku sejak pert banyak mengikuti bera Makarizo Salon Tour 2 Tour 2005. Selain itu, c meraih prestasi di duni 2004, juara Favorit Pem Dress Model Fantasi 20 Saat ini, Shella Hum Medan. Sambil menerus dunia modelling, hingga diinginkannya. Dan has ortunya membiayai sekc "Sheilla sangat senan keperluan sekolah," tutu mengaku lebih menguta bisa terwujud. Amin. **e Cerpen Rem Nama saya Alvino Cowok yang bernama Alvinc memperkenalkan namanya di de anak tak henti memandang waja cewek-cewek bermata normal (n cowok-cowok cakep langsung ke spesial lagi bagi Rinin, matanya n dari wajah tampan siswa ba lepas kalau dada Ririn sedari tadi berde karuan mulai dari cowok itu nonc tangan gua..." dengan nada sete Rinin menoleh ke arah Devi, tema "Ada Merpati Jantan datang Di bibirnya segaris senyum nemp Devi langsung aja nangkap maksu Rinin yang pake bahasa puitis seg bibirnya Huu...."kontan aja Devi me beberapa centi ke depan teman, dia sudah banyak banget Cover Girl kelas Crocodile yang sa lihat cowok Handsome, maunya s miliknya. Nggak peduli kalau pac cemburu dan sebangsanya. Begitu istirahat si Cewek Crow
