Tipe: Koran
Tanggal: 1997-04-03
Halaman: 04
Konten
Kamis, 3 April 1997 Penerbit Pemimpin Umum/Pendiri Wakil Pemimpin Umum Pemimpin Redaksi/ Penanggung Jawab Wakil Pemimpin Perusahaan Managing Editor Sekretaris Redaksi Redaktur Anggota Redaksi Terbit Tarip Iklan Alamat Telepon Perwakilan Jakarta Perwakilan Banda Aceh SIUPP Dicetak Oleh : : : : analisa Yayasan SIKAP PRESS. Harta Susanto. Supandi Kusuma. H. War Djamil. H. Amir Siregar, H. Kaharudin, H. Bahari Effendy, H. Naswan Effendi, Usman Alie, H. War Djamil, Mulyadi Franseda, H. Ismail Lubis, H. Basyir Ahzar, H. Azmi Majid (foto). M. Hatta Lubis, Mac. Reyadi MS, Budiman Tanjat, Buoy Harjo, A. Rivai Siregar, Hasan Basri Ns, Timbul O. Simarmata, Johan Jambak, Ismugiman, Idris Pasaribu, Agus Salim, M. Sulaiman, Ali Sati Nasution, Samil Chandra, M. Nur, Hermansyah, Aswadi, Faisal Fardede, Kwa Tjen Siung, Hendar Tusmin, Anthony Limtan. H. Soffyan. H. Ali Soekardi. Joeli Salim. Paulus M. Tjukrono. Seminggu 7 kali. Rp. 4.500,- per mm/kolom (umum). Rp. 3.000,- per mm/kolom (keluarga). Jalan Jend. A. Yani No. 35-43 Medan. Kotak Pos: 1481. Telex No.: 51326 ANALIS IA. Fax: (061)-514031, Telegram: ANALISA MDN. Redaksi: 556655 (2 saluran)/511256. Tata Usaha: 554711 (3 saluran)/513554. Frans Tandun, Jln. K.H. Hasyim Ashari. No. 43-A Jak. Pusat Tel. 3446609/3844339/3453912 Fax.: (021)- 363388. H. Harun Keuchik Leumiek Jalan Tgk. Cik Ditiro 106 Tel. (0651) - 23839. Fax: (0651) 23839, SK. Menpen No. 023/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1985. Tanggal 24 Desember 1985. P.T. KUMANGO Medan (Isi di luar tanggung jawab pencetak), Tajukrencana Pemimpin dan Tokoh Masyarakat Harus Menjaga Ucapan dan Tindakan KALAU diingat, banyak pendapat dan ucapan Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) Edi Sudrajat yang harus menjadi perhatian kita ber- sama. Sebab, pendapat dan ucapan itu sebenarnya adalah juga pemikiran dan isi hati kita. Kita sepen- di negara dapat dan sepakat, kepentingan bangsa dan atas segala kepentingan lain, apalagi kepentingan pri- badi dan golongan. Tetapi, tidak jarang dirasakan, kepentingan yang lebih besar itu diidentikkan dengan kepentingan sendiri. Dalam pidato sambutannya pada peringatan Ha- ri Kelahiran ke-43 Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (IPNU) di Jakarta Selasa malam lalu, Menhankam Edi Sudrajat kembali meminta perhatian para pemimpin untuk menjaga ucapan dan tindakan mereka agar de- ngan demikian tidak memperbesar potensi konflik yang ada. Karena, di tengah masyarakat yang masih bersifat paternalistik ini pengaruh pemimpin sangat besar. Yang dimaksudkan Menhankam dengan pemim- pin tentulah bukan hanya pemimpin formal dalam pemerintahan. Tetapi, mencakup pula tokoh-tokoh masyarakat dan para intelektual. Dengan kata lain, baik pemimpin formal maupun tokoh-tokoh masya- rakat dan kaum cerdik pandai, adalah panutan tidak saja dari orang yang mereka pimpin, tetapi juga dari masyarakatnya. Dalam kehidupan sehari-hari kadangkalanya kita masih melihat pemimpin dan tokoh masyarakat kita kurang memperhitungkan posisi keteladanan mere- ka. Ini tercermin tidak atau kurang sinkronnya ucap- an dengan perbuatan. Kepada pemimpin dan tokoh masyarakat semacam inilah himbauan Menhankam itu hendaknya diindahkan secara sungguh-sungguh. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di beberapa tempat di tanah air menunjukkan, belum terjalinnya integrasi antara unsur-unsur pemimpin dengan ma- syarakat yang dipimpinnya. Karena itu setiap pemim- pin dituntut pula untuk mampu mengenali dan menginventarisasi potensi konflik yang ada dalam masyarakatnya. Dengan demikian, ia dapat mengge- rakkan dan mengarahkan prilaku masyarakat yang dipimpinnya ke integrasi bangsa. Prilaku yang meng- arah ke integrasi nasional akan meneguhkan ketahan- an nasional. Ketahanan nasional ini yang kita perlu- kan untuk mencegah timbulnya kerusuhan-kerusuh- an, yang sebenarnya hanya menguntungkan pribadi atau sekelompok orang yang menginginkan desinte- grasi bangsa. Buku Biografi Penerbitan Medan Dalam kehidupan bermasyarakat yang semakin maju dan kritis memang diperlukan pemimpin dan tokoh masyarakat yang menghayati dan mengerti orang yang dipimpinnya. Dengan memberikan con- toh dan teladan serta sesuainya ucapan dengan tin- dakan, pengaruh luar yang tidak sesuai dengan bu- daya dan kepentingan kita akan dapat ditangkal dan dilemahkan. Agaknya, pemimpin dan tokoh masyarakat yang bersikap hipokrit dan mementingkan diri sendiri su- dah harus diganti oleh pemimpin dan tokoh masya- meletakkan integritas dan kepentingan rakat yang bangsa di atas segalanya. Surat Pembaca. SAYA merasa senang karena di Medan, atau katakanlah Suma tera Utara, sudah ada diterbitkan buku biografi seorang tokoh. Yang dimaksud adalah buku ber- judul "Hadibroto, dari Gelar Bangsawan ke Gelar Akade mis "Karya Izharry Agusjaya, me ngenai ekonom terkenal Prof. Dr.H.S.Hadibroto. Saya pujikan, karena selama ini Medan belum pernah mener- bitkan buku semacam ini. Ke banyakan buku Biografi para tokoh hanya diterbitkan di Jawa, lebih khusus lagi Jakarta. Dan hanya mengenai tokoh di sana. Padahal di Sumatera Utara ini banyak tokoh besar, bahkan dalam berbagai kapasitas, yang malahan dapat disebut sudah ber- taraf nasional. Mereka sudah banyak berbuat untuk kepen- tingan masyarakat, kepentingan daerah, bahkan kepentingan bangsa, sehingga layak jika buku geografinya ditulis dan diterbit kan. Memang ada buku biografi seorang pengusaha terkenal yaitu T.D.Pardede, tetapi ini diter- bitkan di Jakarta. Padahal di daerah kita masih ada pengusaha terkenal yang pantas memiliki biografi, misalnya H.M.Arbie, yang sudah beberapa kali mem peroleh penghargaan pemerintah, baik tingkat daerah maupun nasional. Nama dan alamat harus jelas Sertakan Fotokopi KTP pepatah" lebih baik terlambat, daripada tidak ada," maka biografi kedua tokoh pers tersebut masih bisa ditulis oleh keluarga (terutama anak-anak nya), sekaligus juga kesan-kesan orang-orang yang mengenalnya. Begitu pula banyak tokoh lain, khususnya pejuang, yang pantas di tulis. Sayang sebahagian dari mereka sudah kembali ke hadirat Ilahi. Sebut saja H.M.Joni Banteng Gemuk. Sugondo Kar- toprodjo, Brigjen A.Manaf Lubis, Kolonel Bejo, Kolonel Nas Sebayang, dan banyak lagi. Bahkan yang masih hidup dan sehat masih ada yang pantas Letjen (Purn) Ahmad Tahir, ditulis sejarah hidupnya, yaitu tokoh yang sangat aktif dalam per juangan sejak awal Proklamasi Kemerdekaan. Begitu pula di bidang budaya dan bahasa, ada tokoh yang pan- tas diketahui oleh generasi penerus, misalnya almarhum Madong Lubis (sekarang ada nama Jalan Madong Lubis), dan juga Mozasa-(Mohamad Zein Saidi). Begitu pula komponis Li- ly Suheri, dan pencipta tari-tarian Melayu seperti Sayuti. Di Medan juga banyak warta wan maupun penulis yang han- dal, yang diharapkan mampu menulis buku-buku dimaksud. Juga banyak percetakan/penerbit besar yang seharusnya layak un- tuk menerbitkannya. Sebut saja Percetakan Maju, Hasmar dan lain-lain. Dengan demikian Medan tidak terus-menerus tertinggal dalam bidang penerbitan (bukan buku pelajaran sekolah saja !), padahal pada tahun limapuluhan, 40 ta hun yang lalu, Medan terkenal dengan penerbitan buku-buku. S.AGUSTINI Di bidang pers misalnya juga banyak tokohnya, seperti H.M.Said dan Arif Lubis. Sayang keduanya sudah almarhum, se dang buku biografinya belum Jalan Sibarau sempat ditulis dan dipublikasi. Med an Tetapi sebenarnya seperti kata 00000 ANALISA Pemilu 1997 dan Komitmen Membina Kesadaran Politik Masyarakat Oleh Mohd. Saleh Sitompul TAHAP-tahap menjelang hari pemungutan suara tanggal 29 Mei 1997 semakin mendekat jua. Kare nanya pula semua pihak perlu mempersiapkan segala sesuatunya agar pelaksanaan Pemilihan Umum ini dapat berlangsung se suai dengan asas-asas langsung, umum, bebas, dan rahasia, sehing ga akan mampu meningkatkan ko mitmen kesadaran politik masya rakat. Pemilu adalah sebagai pelaksa- naan kedaulatan rakyat, yang ten- tunya pula merupakan sarana ke hidupan demokrasi untuk melesta rikan nilai-nilai Pancasila dalam perikehidupan bermasyarakat, ber bangsa, dan bernegara. Selain sebagai pengejawan- tahan kedaulatan rakyat, pemilu juga merupakan media pendidik an politik rakyat, dalam rangka meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban politiknya sebagai warga negara, agar dapat berperan aktif dalam pembangun an bangsa secara bertanggung jawab pula. Oleh karena itu, adalah sangat penting untuk mencamkan ama nat Presiden Soeharto pada acara Pencanangan Bulan Bakti LKMD di Pidie (Aceh) yang antara lain beliau nyatakan hendaknya masya rakat dapat menggunakan hak pilihnya dalam pemilu yang akan datang. Akhir-akhir ini terungkap ada nya usaha-usaha dari segelintir kalangan yang menghasut masya rakat agar memboikot pelaksa- naan pemilu. Gerakan-gerakan seperti ini memang patut dikecam. Karena cara-cara radikalisme yang mereka tempuh itu, bukan meru pakan pemecahan masalah, tetapi malah akan menimbulkan permasalahan yang panjang di hari-hari yang akan datang ter hadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Di Boyolali, Presiden Soeharto juga mengingatkan "Melalui PEMBANGUNAN desa meru pakan suatu upaya dan proses yang membawa peningkatan ke mampuan penduduk pedesaan dalam menguasai lingkungan sosialnya yang disertai dengan meningkatnya tingkat hidup mere ka sebagai akibat penguasaan tersebut. Implikasi dari pernyataan ini bahwa peningkatan kemam- puan penduduk pedesaan dalam menguasai lingkungan sosialnya hanya dapat terjadi bila pem- bangunan pedesaan merupakan proses pengembangan keman- dirian dan peningkatan pen- dapatan masyarakat desa secara merata dan tidak terbatas pada kelompok kuat tertentu yang ada dipedesaan. Hal ini penting untuk meng hindari penduduk desa dari kekuatan-kekuatan luar yang dapat mengurangi dan membatasi partisipasi mereka dalam proses perencanaan dan pengambilan ke putusan pembangunan yang me- nyangkut kehidupan mereka. POSISI DOMINAN Mengamati model dan proses pembangunan desa yang dilaku kan sejak awal pemerintahan orde baru, ternyata telah menempatkan negara pada posisi dominan dalam proses pembangunan desa. Pendekatan pembangunan desa menunjukkan bahwa banyak pro- gram pembangunan desa dilaku kan dengan menggunakan model pendekatan teknokratis yang ber- sifat "top down"; contohnya pembangunan pertanian melalui "revolusi hijau", yang ditujukan untuk mencapai swasembada be ras. Demikian juga dengan penge nalan dan ekspansi dari berbagai program seperti BINMAS, IN- SUS, INMAS dan berbagai institu si yang menyertainya seperti BUUD dan KUD, dari semula ter gantung pada intervensi pemerin- tah (Alfitri, 1993). Konsekwensi dari pendekatan ini menunjukkan betapa sen- tralnya peran negara dalam pro- ses pembangunan di hadapan massa rakyat desa yang menjadi objek dan konsumen pembangun an. Dalam hal ini, masyarakat memandang negara sebagai pro- pemilu, diharapkan rakyat akan menggunakan haknya untuk me milih wakil-wakilnya yang diper cayai akan melaksanakan kedau latan rakyat". Lebih lanjut beliau menegaskan apa pun yang diputus kan, yaitu atas nama rakyat, karena itu pemilu harus dilak sanakan secara benar. FORMAT PEMBANGUNAN POLITIK Garis-Garis Besar Haluan Negara (TAP-II/MPR/1993) ten- tang Politik Dalam Negeri antara lain menegaskan bahwa pemba ngunan politik ditujukan kepada upaya pengembangan etika dan moral budaya politik dalam me wujudkan kehidupan politik yang mantap. sanaan seperti ini tentu membawa konflik kepentingan (conflict of interest) antara penguasa disatu Pembangunan politik merupa kan bagian yang peka dan sulit dari pembangunan suatu negara dan bahkan tidak jarang karena kondisi pembangunan politik yang tidak benar, akan dapat ber dampak sampai-sampai menggun cangkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan serta keutuhan ne gara. Pembangunan politik bangsa Indonesia merupakan upaya pe nempatannya pada format yang tepat dan benar-benar dengan tolok ukurnya adalah Pancasila dan UUD 1945. Dengan sistem politik Demokrasi Pancasila, yang tidak dikenal atau mengenal do minasi mayoritas dan tirani mino ritas. dikorbankan. DASAR-DASAR PEMBUATAN Demikian pula dalam format politik Demokrasi Pancasila tidak pula dikenal adanya partai pe merintah dan partai oposisi. Dalam sistem politik Demokrasi Pancasila juga tidak menolak ada nya perbedaan pendapat. Hanya saja bagaimana perbedaan pen dapat itu diupayakan penyelesaian nya melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. PERATURAN Dalam hal membuat suatu peraturan baik di tingkat Pusat dusen penyedia pembangunan yang mencakup pembiayaan, pe rencanaan dan pelaksanaan. Aki batnya, masyarakat desa menjadi pasif dan tergantung pada negara. Akibat lainnya dari model pen dekatan pembangunan desa "top down" ini, tidak berkembangnya kemandirian desa dan tingkat par- tisipatorís masyarakatnya. Lebih lanjut, pendekatan pem- bangunan desa "teknokratis" cenderung menuju ke arah proses hilangnya kemampuan penduduk masyarakat menguasai lingkung an sosialnya sebab "terninabobok- kan,' oleh pelayanan pemerintah yang cenderung hanya mengejar suatu target optimalisasi proses pembangunan. Hal ini berbeda jika model pembangunan desa di lakukan bersifat "partisipatoris" dimana rakyat ikut serta dalam pembangunan secara sukarela dan kreatif dalam pembangunan dan tidak melihat pembangunan seba gai "sesuatu yang ditimpakan dari atas, melainkan sebagai aktuali sasi dari potensi yang mereka miliki. LMD. Mekanisme ini makin memper kuat dominasi Kepala Desa penguasa tunggal di desa. Hal ini berbeda dengan sistim pemerin- tahan desa menurut hukum adat. Kendati Kades dan perangkatnya bertindak sebagai eksekutif yang menjalankan pemerintahan desa sehari-hari, namun kekuasaan atas pemerintahan dan soal-soal penting mengenai masyarakat sebenarnya berada di tangan warga desa yang terhimpun dalam badan hukum yang dinamakan "rapat desa" (Soetardjo Kar- todikoesoemo, 1984). Dimana dibeberapa daerah pedesaan di Jawa, rapat desa ini dikenal dengan nama "selapanan" yang merupakan lembaga yang melibat kan seluruh kepala keluarga yang ada di desa. Forum inilah yang memegang kekuasaan menetap kan keputusan desa (Diklat Bina Swadaya, 1986). Jika selapanan/rapat desa jelas mengarahkan masyarakat dan Kepala Desa untuk bersama- sama merencanakan program pem bangunan desa dan mempertang- gungjawabkannya dalam forum desa, LMD dan LKMD yang di harapkan dapat memerankan fungsi sebagai "blue print" pem- Pelaksanaan Peraturan dan DILEMA UU NO. 5 TAHUN 1979 Bila kita mengamati UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pokok- Pokok Pemerintahan Desa seba gai produk hukum yang menjiwai keseragaman mekanisme pem- bangunan desa di Indonesia, ada beberapa catatan dari pasal- pasalnya yang berdampak pada melemahnya partisipasi masyara kat dalam proses pembangunan desa. Format pembangunan politik nasional juga memerlukan pem bangunan struktur politik yang tangguh. Pembangunan struktur politik ini mencakup refung- sionalisasi dan revitalisasi supra- struktur dan infra-struktur. Supra struktur adalah lembaga-lembaga formal apakah itu DPR (badan egislatif), Pemerintah (eksekutif), dan mahkamah Agung (Judikatif). Sedangkan infra-struktur meru pakan lembaga-lembaga politik non-formal seperti organisasi kekuatan sosial politik, organisasi kemasyarakatan, atau lembaga swadaya masyarakat. Dan format pembangunan poli tik nasional juga adalah upaya pembangunan kultur politik yang mencakup proses pembudayaan nilai-nilai Pancasila ke dalam tata kehidupan-bermasyarakat, ber- bangsa, dan bernegara. Melalui pelaksanaan pemilu yang demokratis itu, tentunya akan diupayakan secara menye luruh pembangunan politik yang meliputi penataan-penataan ter hadap sistem, struktur, dan kultur politik yang dinamis untuk men ciptakan dinamika politik sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Catatan Tentang Pembangunan Desa bangunan desa ternyata dalam mekanisme UU No. 5 Tahun 1979 telah terseret secara vertikal dan sering tunduk pada "petunjuk" dari atas sebagai akibat "peran ganda Kades" pada akhirnya LMD dan LKMD cenderung bu kan lagi sebagai lembaga yang otonom. Pasal 17 ayat 2 menyebutkan, bahwa karena jabatannya Kepala Desa menjadi Ketua Lembaga Musyawarah Desa (LMD) ber- sama Sekretaris Desa yang duduk sebagai Sekretaris LMD (Ayat 3 pasal 17). Selain menjabat Ketua LMD, Kepala Desa (Kades) juga menjabat Ketua Umum Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa dima na hal ini diatur dalam Kepmen- dagri No. 27 Tahun 1984 pasal 4. Kesemuanya ini jelas membuat kekuasaan Kepala Desa menjadi dominan dalam Sistim Pemerin- tahan Desa, dengan kata lain peraturan-peraturan tersebut mengarahkan Kades menjadi "penguasa tunggal" di desa. Format pembangunan politik itu tetap mengacu pada Demokra si Pancasila. Sistem Politik Demokrasi Pancasila yang pada esensinya mengakui bahwa kedau latan dan kekuasaan berada di tangan rakyat, yang menghendaki agar masyarakat Indonesia yang majemuk ini dapat mengemuka kan aspirasinya secara jujur dan murni. KEHIDUPAN POLITIK YANG DEMOKRATIS Kehidupan politik yang sema kin demokratis adalah merupa kan tuntutan yang dinilai sebagai suatu kebutuhan asasi. Hal ter sebut menunjukkan sesuatu kon Oleh Enrico M.Asina Posisi Kades menjadi Penguasa Tunggal di desa dimungkinkan juga pada pasal 6 dan 9 UU No. 5 Tahun 1979, yang menyebutkan; Kepala Desa diang kat dan diberhentikan oleh Bupati KDH Dati II atas nama Gubernur KDH Tingkat I. Oleh karena itu kendati Kades dipilih langsung oleh warganya, namun pertang- gungjawaban tugasnya bukan kepada Lembaga Musyawarah Desa melainkan kepada Bupati KDH Dati II. Aspek Kemanusiaan Lembaga Musyawarah Desa hanya menerima keterangan per- tanggungjawaban Kades saja. Posisi ini jelas memperlemah peran LMD sebagai "dapur" perencana pembangunan desa, sebab apa yang direncanakan ber- sama sebagai program pem- bangunan desa tidak dapat diper- tanggungjawabkan Kades pada bagi pembuatan peraturan pemerintah, Keppres dan sebagainya. - Dasar politik adalah garis kebijaksanaan politik yang men- sekuensi logis konstitusi. Semakin gencar keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi, diperlukan bila semakin mantap nya kehidupan politik yang de mokratis. Jika keadaannya ber- toiak belakang, maka kemajuan ekonomi akan melenceng dari alur konstitusi. Demikian pula sebalik nya, kalau lebih mengutamakan pembangunan politik sementara kesejahteraan masyarakat diabai kan, mengakibatkan terjadinya disintegrasi nasional. Keinginan adanya perubahan dan pembaharuan politik adalah esensi dinamika bangsa dan ber sifat alami, sesuai dengan tingkat kesadaran politik bangsa dan kebutuhan zaman. Format politik yang tidak mampu menjawab dan memenuhi aspirasi dan kehendak zaman, jelas akan mengalami pro- ses pengerutan. Ismail Hasan Metareum dalam pemandangannya menyatakan bahwa perubahan dan pemba haruan yang dilakukan itu adalah secara gradual, yang sesuai dengan tahapan kebutuhan dan ke dewasaan bangsa. Namun, bagai manapun juga dalam melakukan revisi pada format politik, senan- tiasa tetap mengacunya pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Sehingga format politik yang bersifat instrumental berisi muatan yang padat dengan nilai- nilai fundamental. Juwono Sudarsono mengemu kakan prinsip demokrasi sesung guhnya menuntut banyak dari di sang pemimpin maupun yang pimpin. Sang pemimpin diharap kan memberi harapan kepada pe ngikutnya. Untuk itu dari para pemimpin, diharapkan seperang kat keteladanan yang memberi isi kongkrit terhadap ajakan per- suasif pada masyarakat luas. Dalam kesehariannya kita dapat melihat bahwa sebagai ujung tombak pemerintah di desa, maka Kades di LMD dan LKMD lebih berperan memberikan pengarahan dan menurunkan garis kebijakan yang telah diten- totukan sebelumnya dari atas. Tendensi ini diperkuat lagi oleh kenyataan bahwa pada prakteknya hampir semua anggota LMD adalah tunjukan dari Kades, dan oleh karena itu sukar bagi lem- baga ini untuk lebih aspiratif dan akhirnya terjebak sebagai lem- baga yang seremonial dan justifi kasional sifatnya (YIS, 1988). Secara teori kita berharap UU No. 5 Tahun 1979 ini akan KEPENTINGAN UMUM Kata "kepentingan umum" merupakan jurus yang ampuh sebagai alasan untuk menggusur HAMPIR setiap kebijaksa- naan ataupun peraturan yang di- Oleh: Maraihut Simbolon jadi dasar selanjutnya bagi perumahan rakyat kecil (power- keluarkan Pemerintah di daerah yang berdimensi langsung kepada maupun daerah misalnya undang- rakyat banyak selalu ditentang, dicela ataupun diabaikan karena merasa hak-hak mereka dikebiri undang, Perppu, PP, Perda, SK, Instruksi dan sebagainya, secara teoritis harus memuat 3 (tiga) dasar yaitu: dasar filosofis, dasar yuridis dan dasar politik. less), menggusur tanah-tanah warisan ataupun mengecilkan ar- ti tanah adat (hak ulayat) untuk pembangunan perkantoran, perumahan dan lapangan golf atau yang biasanya disebut 'resort'. dan tidak dihormati. Dengan adanya kebijaksanaan-kebijak- - Dasar filosofis, yaitu dasar filsafat atau pandangan hidup yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan Demikian pula pada kalangan pengikut, yang dituntut untuk bersikap sabar, karena dalam penentuan kebijakan dan kebijak kebijaksanaan-kebijaksaan pemerintah. Apa-apa yang di- inginkan oleh GBHN sebagai garis kebijaksanaan politik harus akan dibuat. diikuti oleh setiap peraturan yang sanaan kenegaraan perlu ada suatu skala prioritas tentang hal- hal yang perlu ditangani. Intisari dari Instruksi Men- dagri ini mengandung pengertian bahwa masyarakatlah yang men- jadi subjek atau determinan sifatnya. Dalam rangka membina kehi dupan politik yang demokratis di perlukan memantapkan kesadar an politik rakyat. Karena kesa daran politik yang makin mening katkan partisipasi politiknya yang aktif, kreatif, kualitatif, kritis konstruktif dan korektif dengan tingkat kepedulian yang tinggi. Juga upaya membangun kesadar an politik ini akan menghindar kan rakyat dari sikap apatis, masa bodoh dan individualistis. Oleh sebab itu, setiap men- jelang pelaksanaan pemilu, rakyat sebagai pemegang hak pilih harus semakin dewasa. Serta semakin cerdas membaca dan mencermati setiap persoalan bangsa. Yang ar- tinya pula, rakyat harus dihargai sebagai subyek pembangunan. Se hingga akan tampil sosok warga yang kreatif, korektif-konstruktif, dan kepedulian yang tinggi pada persoalan-persoalan bangsa. Karenanya kesadaran politik ini bukanlah semata-mata milik dari elite bangsa tertentu saja, akan tetapi menjadi milik masyarakat luas. Dengan membangkitkan ke sadaran politik ini, rakyat akan benar-benar memahami apa pun situasi dan kondisi persoalan bangsa, dan dengan demikian pula rakyat mampu memahami di namika kehidupan bangsa yang melingkari cakrawala kehidup annya. Rakyat perlu terus didorong atau dimotivisir untuk mema hami dan mengantisipasi kecen derungan yang telah terjadi atau yang bakal terjadi. Sehingga rakyat sebagai subyek pembangun an dapat memahami tantangan yang menerpa, sehingga tuntutan yang dikembangkannya tidak muncul luapan yang emosional, tetapi kesadaran politik yang ra- sional dan proporsional. KEPENTINGAN NASIONAL Pada setiap menjelang pemilu, ada saja sekelompok masyarakat yang cenderung bersikap kritis- negatif terhadap proses penye lenggaraan pemilu. Kecenderung an ini antara lain untuk tidak menggunakan hak politik, yakni memberikan suaranya dalam pemilu. Pendapat di atas agaknya bersesuaian dengan harapan Men teri Agraria/Kepala BPN Ir. Sony Harsono, agar dalam pengadaan tanah atau pelepasan hak atas tanah dilakukan dengan tanah Apabila para pembuat kebi- ganti tanah disamping ganti rugi jaksanaan atau peraturan (wet- Banyak muncul tanggapan, dalam bentuk lain. Hal ini gever) memahami dasar-dasar cara-cara yang dilakukan oleh dimaksudkan agar rakyat yang pembuatan peraturan serta pihak penguasa dan pengusaha yang membutuhkan tanah, sering terkena proyek pengadaan dari berbentuk "pemaksaan" dengan penguasa atau pengusaha tetap pihak dan rakyatnya dilain pihak. kebijaksanaan pemerintahan ke drafting), tentunya kebijaksanaan mempergunakan alasan kepen- memiliki tanah sebagai lahan setidaknya mengetahui teknik dan konsep membuat peraturan (legal Golongan yang tidak memilih ini dikenal dengan predikat "Golongan Putih". Bermula ke tika menjelang pemilu tahun 1971, sekelompok anak muda dan bebe dalam proses pembangunan desa nya. Namun, penerapan dari Ins truksi Mendagri ini juga meng hadapi berbagai kendala, panjang nya rantai birokrasi yang menjadi jalur bottom up yang mesti ditem- puh sampai akhirnya usulan- usulan rakyat desa itu dapat direalisasikan, usulan rakyat desa itu seringkali sudah ditolak ketika up-nya baru sampai ditingkat kecamatan, karena itu pada akhir- nya sering program pembangunan desa yang ada bukan lagi pro gram-program yang dulu diusul kan oleh rakyat desa melainkan program-program seperti yang didefenisikan oleh instansi- instansi lain diatasnya (P3PK UGM, 1994). Salah satu makna penting yang terkandung dalam konsep pembangunan adalah empower- ment. Dalam konteks ini pem- bangunan berarti hak, kewe wenangan atau adanya kekuatan kepada masyarakat untuk mengon trol masa depannya sendiri yang pahami sebagai semangat untuk membebaskan diri dari ketergan- tungan pada pihak luar atau kekuatan dari atas dengan memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki. Swadaya masyara kat juga merupakan suatu kemam puan untuk memanfaatkan dan imbalan yang dapat secara lebih kurang memuaskan rasa kepen- tingan pihak yang bersangkutan, misalnya menyediakan areal perumahan lain, atau ganti kerugian dalam bentuk-bentuk lainnya. atau peraturan yang dibuat men- tingan umum sebagai dalih dan usahanya. jadi produk hukum yang berman- faat bagi rakyat banyak dan kecil kemungkinan untuk ditentang. Langkah maju dapat dirasa- kan dalam hal pengadaan tanah dan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, yaitu dengan Pertentangan tersebut akan membawa konsekwensi logis bahwa rakyat akan diintimidasi, atau tindakan lain di luar peraturan agar kebijaksanaan atau peraturan tersebut dapat ber- jalan seperti yang diharapkan oleh pembuat peraturan (beleid maker). Sehingga dalam praktek- nya, sering kita perhatikan bahwa dalam pelaksanaan suatu kebi- jaksanaan atau peraturan sangat tameng. Dengan demikian pembe- basan tanah rakyat tersebut, se- ring berupa "ekstra ekonomis". Kita mafhum bahwa dalam Maka terjadilah penguasaan pembuatan peraturan dan perhi- tanah oleh sekelompok ekonomi keluarnya Keputusan Presiden tungan matematis di atas kertas, kuat di luar jalur "mekanisme (Keppres) No.55 Tahun 1993. kebijaksanaan itu akan diterima pasar". (Varia Peradilan, Mei 1995 Dalam keppres ini disebutkan rakyat dan akan berhasil. Namun hal 144). bahwa kepentingan umum berar- setelah produk kebijaksanaan Dalam hal ini, Prof. Dr. ti kepentingan seluruh lapisan dalam bentuk peraturan tersebut kurang memperhatikan aspek- donesia, UUD 1945 menjadi dasar M.Solly Lubis, SH dalam masyarakat luas, tidak terbatas aspek kemanusiaan sehingga yuridis bagi pembuatan UU dilemparkan kelapangan ternyata bukunya "Hukum Tata Negara, pada kepentingan pemerintah banyak sisi kelemahannya. organik, selanjutnya undang- Sehingga banyak kita lihat 1992, hal. 124) menyatakan saja. masalah ini harus dan hanya Pengadaan tanah selain untuk dalam suatu bentuk peraturan negara. Misalnya Pancasila men- jadi dasar filosofis perundang- undangan bagi negara Indonesia. Pada prinsipnya tidak dibuat suatu peraturan yang berten- tangan dengan dasar filsafat ini. Dasar yuridis, ialah keten- tuan hukum yang menjadi dasar hukum (rechtgrond) bagi pem- buatan suatu peraturan. Bagi In- banyak rakyat kecil yang undang menjadi dasar yuridis peraturan yang sifatnya tambal dapat diselesaikan (diatasi) pelaksanaan pembangunan ke- rapa gelintir mahasiswa membuat ajakan agar generasi muda tidak ikut dalam pemilu atau menjadi golput saja. Oleh karenanya pula pada setiap pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu, golput ini tetap ada, walaupun prosentasè nya relatif kecil. Misalnya pada pemilu 1971, tercatat kelompok ini ada sebanyak 3.685.432 orang dari jumlah pemilih 43.104.464 orang, yang berarti tingkat pro- sentasenya 8,55%. Dan pada pemilu 1987, dari sejumlah pemilih yang terdaftar 93.965.953 orang, hanya 8.156.137 orang yang dianggap sebagai golput, yang berarti sekitar 8,68%. Menjelang pemilu 1997 yang merupakan pemilu keenam dalam masa Orde Baru, disinyalemen golput ini masih juga ada. Tentu nya situasi itu akan menjadi rawan, bilamana oknum-oknum yang tidak sejalan dengan pem bangunan politik nasional ini mengadakan aksi-aksinya untuk menghasut masyarakat agar tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu 1997. terwujud pada tingkat partisipasi dan semangat kemandirian keswa dayaan, justru tidak akan timbul dalam suatu proses pembangunan desa jika tidak terbukanya par- tisipasi pada level kepemimpinan dan kelembagaan pada model "teknokratis" yang tersirat dalam UU No. 5 Tahun 1979. memacu terjadinya proses pem- bangunan desa "bottom up" melalui keberadaan LMD dan LKMD, tetapi kenyataan selama ini menunjukkan proses tersebut sangat jauh dari yang diharapkan, karena kedua lembaga ini ku rang mampu mengartikulasikan aspirasi masyarakat dalam proses pembangunan desa. Untuk memacu mekanisme SARAN KEBIJAKAN Dalam upaya melaksanakan proses pembangunan pedesaan yang "bercorak kedesaan" potensi keswadayaan masyarakat memi liki fungsi dan peran strategis un- tuk dikembangkan. kerja UU No. 5 Tahun 1979 dalam mengimplementasikan model pem bangunan desa agar lebih ber- nuansa "bottom up" Instruksi Mendagri No. 4 Tahun 1981 Ten- tang Mekanisme Pengendalian Program Masuk Desa, menetap Untuk itu adalah satu cara kan suatu kebijakan umum ten- mengembangkan partisipasi pe tang perencanaan dari bawah ningkatan kesejahteraan pen- (bottom up planning) dengan duduk pedesaan adalah melalui menggunakan LKMD sebagai program pembangunan pedesaan "basic institution yang bertang- yang mendasarkan diri pada gungjawab atas pengkoordinasian keswadayaan masyarakat (İsma yang mengatur hak dan kewajiban dan pengawasan implementasi wan, 1992). proyek-proyek pembangunan di tingkat desa. Ini berarti LKMD menjadi forum rakyat desa untuk berpartisipasi dalam pembangun an desa. Kepala Desa. Swadaya masyarakat di Halaman 4 ini, berarti mereka mereka telah menyimpang dari urut-urutan menjadi bangsa Indonesia dan muslim yang baik". Munculnya berbagai kelompok yang ingin memaksakan kehen daknya kepada orang lain untuk tidak menggunakan hak politik nya pada Pemilu 1997 adalah me rupakan cara-cara yang menya lahi. Demikian pula adanya usaha-usaha dari segelintir pihak yang ingin menang sendiri, juga adalah sikap yang menyalahi konstitusi. Menghadapi golongan ini, Pre siden Soeharto mengingatkan jangan ada yang menghalang- halangi pemilu, misalnya dengan menghasut, karena itu perbuatan melanggar hukum. Pada bagian lain pidato di Boyolali, Presiden Soeharto memperingatkan : "Jadi kalau tidak (ikut) melaksanakan, ya salahnya sendiri, jangan menyalahkan orang". Pemilu adalah peristiwa politik lima tahunan, yang tentunya patut memperoleh perhatian dan du kungan semua pihak. Sebagai mana dikemukakan KH Abdurrah man Wahid baru-baru ini: "Pe milu 1997 adalah kepentingan na- sional bangsa Indonesia dan setiap orang yang melalaikan hal mengembangkan fasilitas-fasilitas yang telah tersedia sebagai hasil pembangunan yang dilakukan pe merintah. Dan karena pemilu merupakan kepentingan bersama, sudah barang tentu pula ketika OPP (Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya dan Partai De mokrasi Indonesia) memiliki ke samaan kepentingan untuk men dudukkan wakil-wakilnya di badan legislatif. Pemilu sebagai pencerminan ke daulatan rakyat, paling tidak memiliki makna yang mendasar terhadap upaya pembangunan politik sebagai komitmen untuk membina kesadaran politik masya rakat. Upaya ke arah ini dapat dilakukan dengan langkah- langkah program pembangunan desa yang mengarah pada "pem berdayaan individu - kelompok" yang ada di masyarakat pedesaan. kelompok dan kelompok sebagai Pemberdayaan individu dalam suatu unsur sosial dalam masya rakat harus merupakan suatu tin- dakan konkret yang berwujud pada kemampuan peningkatan kualitas sumber daya manusia pedesaan. Wujud ini akan berimplikasi pada terbukanya pemikiran dan pengertian serta kesadaran individu dalam kelom- pok dan kelompok dalam masya rakat tentang hak dan kewajiban- nya sebagai rakyat dan warga yang sah dari sebuah negara yang merdeka. Dalam kaitannya dengan UU No. 5 Tahun 1979, upaya pember- dayaan masyarakat desa dapat dimulai dengan merubah sikap elite dan instrumen pembangunan mekanisme UU No. 5 Tahun 1979 desa yang akibat penjabaran dan telah berstatus sebagai penguasa di desa, untuk kiranya dapat lebih bersifat terbuka dan demokra tis dalam melakukan hubungan dengan rakyatnya dan mampu menjembatani berbagai kepen- tingan yang ada di desa secara netral tanpa bertindak memihak suatu golongan tertentu. Tanpa adanya perubahan si kap tersebut, dapat dibayangkan betapa sulitnya mengharapkan perubahan partisipasi dalam pem-' bangunan yang dimulai dari rakyat. Langkah kebijakan yang perlu dilakukan lebih lanjut adalah mengkaji ulang terhadap isi pasal- pasal dalam UU No. 5 Tahun 1979. Ada alasan kuat untuk pro- ses pengkajian ulang terutama Dengan cara demikian paling tidak pihak pengusaha (swasta) berfikir keras untuk mendapatkan tanah dengan mengatas namakan kepentingan umum. Namun pelak sanaannya di lapangan, apakah sesuai dengan keinginan pembuat peraturan tersebut, tergantung kepada aparat pemerintah itu sen- diri, apakah ia akan mengikuti garis kebijaksanaan yang telah ditentukan atau 'melenceng' sudah kita lihat bersama. MAKSUD DAN TUJUAN Suatu peraturan atau kebi- jaksanaan dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah adalah untuk membawa perubahan yang menu- ju kepada kemajuan bagi warga- nya. Apalagi pemerintah itu sen- diri, mempunyai fungsi sebagai stabilisator, innovator dan pelopor bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam fungsi yang demikian penguasa atau pemerin- tah daerah berupaya untuk mema- jukan daerahnya dengan berbagai daya dan upaya. Maka dibuatlah kebijakan- kebijakan seperti penggusuran, pemotongan rumah-rumah untuk sulam, mengikuti respons masya- Pemerintah secara casuistis pentingan umum yang dilakukan pelebaran jalan, penangkapan-pe- rakat yang merasakan langsung melalui pendekatan yang serasi oleh pemerintah, bagi pihak nangkapan terhadap tukang beca untuk menyelaraskan antara das kebijaksanaan tersebut. Dimana menurut situasi dan kondisi pengusaha (swasta) dilaksanakan dan penertiban pedagang kaki masyarakat setempat, misalnya dengan cara transaksi perdata lima, perubahan trayek/rute sollen dan das sein menjadi relatif dengan menyediakan imbalan- seperti jual beli, tukar menukar angkutan umum dan berbagai Dalam hubungannya dengan LMD dan LKMD, jika kita meng (ruillslag) atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Ada empat hal yang perlu di jadikan tolok ukur keberhasilan pembangunan politik yang kuali tatif. Pertama, menciptakan ke hidupan politik yang demokratis, dinamis, dan efektif, yang sesuai dengan prinsip Demokrasi Panca sila. Kedua, mewujudkan Pemerin tahan yang bersih dan berwibawa untuk menunjang cita-cita na- sional. Ketiga, dapat terlaksana nya fungsi-fungsi lembaga-lem baga politik dengan sebaik-baik nya serta terjalinnya hubungan fungsional yang seimbang di an- tara lembaga-lembaga itu sama sama lain. Dan keempat, bergairahnya segenap komponen masyarakat untuk berperan aktif dalam pelaksanaan pembangunan di segala bidang secara layak untuk memajukan kesejahteraannya. Penulis, Sekretaris Umum Pimpinan Daerah Al Jam'iyatul Washliyah Kotamadya Pematang Siantar. AMAT DIPERLUKAN Langkah pengkajian beberapa pasal UU No. 5 Tahun 1979 memang terasa amat diperlukan dalam mempercepat proses par- tisipasi masyarakat dalam pem- bangunan, namun langkah ke arah itu tentunya membutuhkan waktu dan proses. Untuk itu hal yang dapat kita lakukan secara pendek/memangkas rantai bi dini adalah bagaimana memper rokrasi yang menjadi jalur bottom dapat dilakukan oleh Kepala Desa up tersebut. Proses ke arah ini sebagai agen kunci dalam melaku kan perubahan sosial dan orang nomor satu dalam hirarki sistim kemasyarakatan yang secara yuri dis formal adalah "perpanjangan tangan" kepentingan pemerintah pusat di tingkat bawah, dengan mampu mengeleminir secara lebih dini aspirasi dan potensi masya rakat. Pendekatan Partisipatory Ru ral Apprasial merupakan model pendekatan ke-desaan dengan me nempatkan Kepala Desa sebagai fasilitator dalam memahami kon- disi sosial masyarakatnya. pembangunan yang berpusat pada Dengan demikian program rakyat, dimana prakarsa perbe- daan lokal yang ada ditingkat baik dalam mekanisme rencana bawah dapat terakomidir secara harapkan lembaga ini dapat berperan basic institution dalam proses pembangunan desa-pene pembangunan desa terpadu. rapan mekanisme model rembug desa/selapanan dapat dilakukan secara perlahan dalam meng aktifkan peran LMD dan LKMD. Dalam wadah LMD dan LKMD, Kades dengan meng- gunakan pendekatan ini harus mampu menempatkan masyara katnya sebagai peneliti, peren- cana, pelaksana pengidentifika- sian potensi dan masalah mengele minir faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam mekanisme perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa juga harus mam- pu mengkombinasikan faktor- faktor tersebut diatas dengan kebijakan dan target pem- bangunan desa dari pemerintah pusat. Pada akhirnya gagasan dan rencana pembangunan desa be nar-benar merupakan suatu kesa- tuan yang padu antara gagasan masyarakat dan rencana pemerin tah. Penulis, adalah Alumnus Program Studi Sosiologi Universitas Tanjungpura, Pontianak- Trainer Pengembangan Kelompok Swadaya Ma syarakat. kebijakan lain yang diharapkan dapat memperindah kota dan daerah. Namun disayangkan tujuan yang dicita-citakan tersebut tidak diikuti dengan pelaksanaan yang sesuai dengan juklak dan juknis- nya, sehingga membawa dampak yang merugikan rakyat kebanyak- an. Hal mana juga membawa kerugian bagi pemerintah dalam hal ini instansi yang mengeluar- kan kebijaksanaan tersebut. (Bersambung ke hal 11) Dari Redaksi PARA penyumbang tulisan/artikel dimintakan. perhatiannya sebagai beri kut: 1. Panjang tulisan/artikel minimal empat dan mak simal tujuh halaman/folio diketik dengan spasi rang kap dan tidak timbal balik. 2. Bukan tindasan, serta bukan fotokopi. 3. Tidak atau belum dikirim kan ke media massa lain nya. 4. Pada akhir/ujung tulisan sebutkan identitas, profesi penulis serta alumnus dari mana. 5. Sertakan alamat terbaru yang jelas, dan jangan lupa sertakan fotokopi KTP yang masih berlaku.
