Tipe: Koran
Tanggal: 1995-06-10
Halaman: 08
Konten
"Dance-Kontemporer", sebuah tari kreasi kontemporer karya koreografer Perancis Redha, salah satu koreografi tari yang banyak mempengaruhi para koreografer muda kita. Kecurigaan Terhadap Seni Modern Seni modern telah menya- takan dirinya dalam hampir semua benda seni: sastra, seni drama, seni lukis, seni pa- tung, seni musik, seni tari dan beberapa seni yang lain. Perkembangannya tidak sama luasnya, tetapi masing- masing seni tersebut telah merebut daerah perhatiannya di dalam masyarakat. Seni modern telah merupakan kenyataan hidup yang tidak dapat disangkal kehadiran- nya ditengah kita. Dengan demikian timbul- lah dua kehidupan seni yaitu seni lama dan seni modern yang membagi perhatian masyarakat dalam dua arah, dengan selera, kebiasaan dan ukuran penilaian yang ber- beda-beda. Seni lama dan seni modern berkembang berdampingan dan berhadap hadapan dan sampai kini belum menunjukkan garis- garis pertumbuhan yang se- jajar untuk bertemu dan bersatu. tidak didasarkan pada angan- angan yang berasaskan ke- manusiaan yaitu hendak mendamaikan pertentangan apresiasi seni yang berbeda, dalam bentuk seni yang sama corak dan ragamnya, yang akan diharapkan mampu menerima pengertian serta penghargaan masyarakat yang lebih luas lingkung- annya. Seni tidak ditentukan ni- lainya oleh besar kecilnya publik yang menaruh perha- tiannya, tetapi bagaimana- pun juga saat-saat kehi- dupannya serta kelangsungan dalam jangka waktu dekat diperoleh bagian masyarakat pendukung serta peminatnya. Dengan membandingkan dukungan serta minat itu, seni lama dan seni modern ma- sing-masing cenderung me- lihat segi negatif pada pihak yang lain. KARANGAN/TULISAN KHAS Para penikmat seni lama cenderung juga mengatakan bahwa seni modern meru- Melihat gejala tersebut, pakan hasil tiruan dari seni sementara orang mencita- asing yang berpokok pada citakan timbulnya suatu kebudayaan Barat. Seni lama sintesa antara seni lama dan yang terlah berpuluh abad seni modern yang bisa memperoleh kesanggupan dirumuskan sebagai sintesa berkumandang dalam jiwa antara kebudayaan Timur masyarakat dan membentuk dan Barat, walaupun sebe- selera serta menentukan nor narnya kalau kita perhatikan ma-norma penilaiannya, sebenarnya cita-cita hendak sewajarnya memandang seni mengusahakan harapan itu mereka wajar dan asli. Lebih didasarkan kepada kepen- lagi dengan alasan telah tahan tingan diluar seni. Awalcita- menegakkan nilainya diha- cita itu sebenarnya dida- dapan manusia dari berbagai sarkan kepentingan men- tingkat perkembangan ja- ciptakan kesatuan semangat man, seni lama di beberapa kebangsaan yang sudah tentu daerah di Indonesia berhak diharapkan menjelmakan dinamakan seni klasik. Dari corak kebudayaan serta seni kedudukannya yang sangat yang satu pula, atau kalau teguh itu dengan membawa hak-hak kesejarahannya, merembesnya seni modern yang makin kedalam tubuh dan hati masyarakat di- pandang sebagai penghalang dalam memelihara kelang- sungan hidup kebudayaan dan seni lama. Seni modern membawa ukuran-ukuran penilaian sendiri dan ke- datangannya menimbulkan kekawatiran akan menggo- yahkan selera serta penilaian yang telah ada. AL Sebaliknya seni modern mendasarkan kekuatannya kepada ke "modern'annya, kepada kesanggupan men- cerminkan semangat ja- mannya. Semangat jaman itu biasa dinyatakan dalam ke- mauannya yang hendak "asli" selalu, bukan "asli" dalam arti asal dan milik bangsa sendiri yang berten- tangan dengan yang asing, seperti yang hendak dicita- citakan oleh pendukung seni lama, melainkan "asli" da- lam arti mengandung ori- sinalitas, tidak mengulang ungkapan penciptaan yang telah ada. Tuduhan yang pokok dilontarkan kepada seni lama adalah kecen- derungan mengulang-ulang berbagai anasir-anasir peng- ungkapan seni, bahkan ber- bagai dasar pikiran beserta perumusannya. Pengulangan itu telah menumbuhkan ikat- an tradisi berupa norma- norma penciptaan seni yang beku dan kaku, yang menurut persangkaan pendukung seni modern akan menghambat pemikiran seni yang "asli" dan yang orisinil. Pernyataan diri dalam seni lama hanya berupa Oleh: Heni M. Kamto "klise "belaka dan tidak ada nilainya sebagai seni. Kedua pandangan yang bertentangan itu ada kebe- narannya dan ada kelema- hannya. Dan kalau kita perhatikan seksama, maka kedua-duanya mem- pergunakan perumusan pan- dangan yang bersamaan yaitu menghendaki yang "asli"dan menolak "peniruan", hanya pandangan itu masing- masing memiliki titik tolak yang berbeda. kinan kita. Jadi yang benar adalah yang dapat didasarkan kepada fakta-fakta, pada bahan-bahan yang nyata, yang dapat diukur, ditim- bang, dilihat, diuji sehingga kebenaran dapat berlaku bagi umum dan kita hanya di- yakinkan oleh obyektifitas. Maka terjadilah pada zaman modern ini apa yang terbayang dengan jelasnya didalam salah satu contoh sastra modern kita sebagai: retaknya kesadaran akan per- satuan hidup semesta. Dan dalam kesusastraan kita dewasa ini ciri khas yang menyolok adalah hilangnya unsur cerita yang berhu- bungan dengan dewa-dewa atau alam semesta. Dewa- dewa tidak lagi mengambil peranan lagi dalam kesu- sastraan modern. Dan me- nyadari perubahan pandang an hidup ini serta timbulnya pandangan yang positifisme, maka akan kita terima se- bagai sesuatu yang wajar kalau dalam seni sastra dan seni lukis modern kita meng- hadapi kecenderungan "rea- lisme" bahkan kepada "natu- ralisme." Aliran-aliran seni modern tersebut mau tidak mau kita paksakan kepada senikita, tetapi dengan wajar ia tumbuh dan berkembang diatas pandangan kita yang "positifistis". Bahkan kalau kemudian bekembang aliran- aliran seni modern yang hen- dak meninggalkan penang- kapan panca indra yang nyata seperti yang kita jumpai dalam ekspresionisme", pengungkapan seni inipun lahir dalam rangka pan- dangan hidup yang "posi- tifistis" juga: pengalaman hidup baru yang dipancarkan kedalam bentuk seni tidaklah dicari dari ruang kosmos besar yang gaib diluar alam ma- nusia yang nyata: dari alam psykologi, hasil pengetahuan manusia yang ditinjau juga dengan sudut positifistis. begitu pula bidang seni yang lain yang kita lihat dalam perkembangan ke arah motif dan pengungkapan yang realistis memenuhi kecen- derungan pandangan kita yang positifistis itu. Tari modern kita misalnya juga mencari motifnya yang baru pada kebiasaan sehari-hari seperti permainan layang- layang, senda gurau, ronda malam, pergaulan seperti yang kita lihat dalam kreasi Didik Nini Thowok atau Bagong Kusudiarjo, dimana letak gending-gending baru juga berlatar belakang dunia realitas sehari-hari. Ada beberapa hal yang selalu menjadi pertanyaan, yaitu kenapa masih banyak seniman kita yang berkiblat ke dunia Barat didalam dupan seni mana yang biasa kita masuki dan kita rasai dan memupuk selera kita. Seni lama mendasarkan nilai dan penilaian seni pada sifat "asli" yang sesuai de- ngan tradisi bangsanya, se- dang keaslian itu tidak hanya mengenai segi pengung- kapannya yang lahir me- lainkan harus sesuai dengan isi dan taraf moral bangsa Seni modern dalam meng- hadapi tantangan seni lama sulit akan memperoleh dasar pembelaan yang kuat. Seni modern tidak dapat me- nyangkal bahwa ia berpang- kal pada gaya serta ukuran penilaian "asing", khusus- nya seni Eropa Barat. Bahkan tuduhan pendukung seni modern, bahwa seni lama hanya berpegang kepada tradisi belaka, maka hal itu menimbulkan polemik: se- bab setiap kerja dan karya seni yang telah mengalami masa perkembangan dan gaya aliran, dan yang diakui serta diikuti oleh corak dan nilainya oleh masyarakat atau sebagian dari masya- sendiri yang hendak diung-rakat yang berpegang pada kapkan. Peniruan kepada pengungkapan seni bangsa yang asing dengan bayangan moral yang asing pula tidak di "relakan" dalam kehi- dupan seni. tradisi, kepada adat ke- biasaan, atau kalau orang tidak mau kepada kata "Tra- disi" yang kurang semarak suasananya bagi zaman mo- dern ini dapat kita katakan: berpegang pada konsekwensi dan pada pola aturan yang ditaati. Perbedaan penghargaan seni adalah wajar. Seni tidak menjelaskan diri kepada kita. Seni merupakan penghi- dangan yang bisu dan tidak berarti diluar diri kita, selama Pertanyaan kita itu akan selalu timbul pada kita, selama kita membayangkan dunia kita dan dunia Barat kita sendiri belum bersedia sebagai satu kesatuan per- dengan sengaja memasu- adaban yang bersifat homo- kinya dan menjadikan bagian gen dan tertutup rapat-rapat dalam kehidupan kita sendiri. Harga seni kita tidak ter- batas pemisahannya. Dalam pandangan demikian per- gantung dari pengertian apa bedaan budaya Timur dan yang kita kenakan pada ha- Barat menjadi mutlak dan kekat dan fungsi seni pada hidup serta alam pikiran kita. dengan dasar pandangan de- mikian juga tidak jarang Seni modern menemukan bentuk kewajarannya pada situasi hidup kita dewasa ini. Kita sama sekali tidak dapat melepaskan diri dari situasi itu; serta dari kedudukan masyarakat dimana kita dilahirkan dan dibesarkan, dari kedudukan zaman yang membentuk semangat umuninya, serta kehi- Kita harus menerima ke- nyataan bahwa situasi hidup kita sejak permulaan abad ini adalah berbeda, kalau tidak hendak dikatakan ber- lawanan dengan situasi hidup sebelumnya. Situasi hidup ini dihasilkan oleh pertemuan peradaban kita dengan per- adaban Barat, tetapi hanya ada beberapa unsur per- adaban saja yang telah kita terima dalam mengisi alam pikiran kita. Unsur-unsur peradaban Barat itu telah menciptakan beberapa ke- insyafan hidup yang baru yang telah menjadi milik rohani kita dan menentukan cara memandang dunia se- keliling dan diri kita sebagai manusia. Keinsyatan hidup memberi ciri yang khas kepada kehidupan modern kita kepada kehidupan kemasyarakatan kita yang umum dan juga kehidupan seni kita dewasa ini. menciptakan sebuah seni mereka? Apakah Barat ada- lah satu-satunya seni yang bermutu tinggi sehingga seniman kita berkiblat ke- sana? dan mengapa kita terlalu dalam menggali idiom, filsafat, serta norma harus ke Barat?. BERITA YUDHA - SABTU, 10 JUNI 1995 HALAMAN VIII timbul cita-cita hendak men- ciptakan sintesa antara seni Timur dan seni Barat. Kita berusaha memadukan unsur- unsur budaya yang kita sadari bertentangan secara diame- tral. Sintesa itu sebenarnya tidak lebih dari sebuah kompromi, keputusan yang sesungguhnya didorong oleh paksaan keadaan yang me- nyimpang dari kemauan kita. Hasilnya seperti yang pernah dirumuskan oleh Sanusi Pane tentang cita-cita Kebudayaan Indonesia: Kebudayaan Baru yang terjadi dari anasir-anasir Kebudayaan Barat dan Timur materialisme hendak dipa- dukan dengan spiritualisme, intelektualisme dengan pe- rasaan, individualisme de- ngan kolektivisme. State- ment Sanusi Pane tersebut menghasilkan sebuah sintesa yang tidak meyakinkan, karena penjelasan demikian tidak menghasilkan perpa- duan, melainkan penseja- jaran dua kelompok anasir yang disadari bertentangan sangat mutlak. Seakan-akan kita bisa berdiri dengan dua penglihatan yang berbeda, sementara kita berdiri di pihak Barat dan menilai dari sana kebudayaan kita, dan sementara kita menilai dan berdiri di pihak Timur dan menilai dari sini. Barangkali kita dapat ber- pendirian demikian dalam kebenaran yang obyektif hendak memahami suatu dengan jalan mendekatinya dengan lebih dari satu aspek. Misalkan dengan menen- tukan pengertian kebudayaan atau kesenian kita harus segi pertalian, supaya pen- meneropong dari berbagai dapat kita dapat diterima dan diakui oleh pikiran umum. Tetapi dalam menentukan pendirian kita terhadap budaya dan seni yang hendak kita alami dan hidupi sendiri kita harus memiliki satu sudut penglihatan sebagai tempat berdiri dimana segala usaha dan hasil budaya dan seni kita nilai dan pertimbangkan. Sikap yang tradisional y hendak menilai dan mem- yang pertimbangkan seni dari dasar seni lama, dilihat dari sudut ini, lebih benar dari dari dua pangkal pandangan. sintesa yang hendak bertolak Tetapi kedua pendirian itu berakar pada pemahaman budaya yang sama statisnya: dunia Barat dan Timur adalah dua kesatuan peradaban yang mutlak. berbeda dan terpisah dengan Seperti yang telah kita rasakan, bagi sikap tradisi tidak layak untuk diharapkan berkembang kepada seni modern yang terbukti bertitik tolak dari Barat. Tetapi dengan sikap demikianpun kita tidak sanggup menjawab pertanyaan, mengapa banyak seniman kita dewasa ini dalam melakukan kerja seni bertolak kepada kebudayaan Barat. Dengan kesibukan mereka yang menggairahkan yang kadang menimbulkan kekaguman didalam ber- bagai bidang seni modern, maka kesimpulan kita adalah seni modern telah menjadi kebutuhan batin yang men- desak bagi manusia seniman kita. Abad keduapuluh ini se- bagai perbedaan antara masyarakat yang dinamis dengan masyarakat yang statis dijaman lalu. Seperti yang diungkap dalam pe- KEBUDAYAAN mikiran Sujan Takdir Ali- syahbana, bahwa kebuda- yaan dan seni lama bersifat tradisional dan budaya seni modern bersifat orisinil. Orisinalitas ini barangkali benar menurut rencana kerja seni kita dewasa ini, tetapi dalam pelaksanaannya seni modernpun sebenarnya ber- pedoman pada satu tradisi atau konvensi yang kini telah ditemukan pada dunia seni Barat.Perbedaan pandangan budaya dan seni kita baru dapat dipahami dengan tepat, kalau kita sadari bahwa pertemuan kita dengan per- adaban Barat baru kita sadari pada abad permulaan dua- puluhan ini, merupakan pertemuan dengan peradaban dari zaman Renaissance (abad 16) sampai sekitar Perang Dunia Kedua. Per- abadan yang tumbuh dengan lambat laun selama empat abad ini dengan serempak dan mendadak telah berha- dapan dengan kita pada Dalam dunia teater mi- salnya, seniman kita banyak terpengaruh padastyle, musik dan aktingnya. Seni musik, mempengaruhi pada pola Tarian Ballet Fete Des Fleurs Genzano karya Brilloin.merupakan tarian balet Klasik Perancis yang pernah diperkenalkan di Indonesia. pertukaran abad duapuluh ini. Kita harus pula menyadari bahwa betapa hebatnya pe- ngaruh bangunan peradaban modern yang telah ber- kembang selama empat abad dengan berbagai inti dan pokok pikirannya yang se- rempak meresapi alam pi- kiran kita. Kita menyadari dan mengakui situasi yang kita alami dewasa ini kalau kita hendak memiliki pe- ngertian dan penilaian yang lebih benar dan tepat terhadap kehidupan budaya dan seni modern yang berkembang ditanah air kita dewasa ini. ritme irama serta mempe- ngaruhi penghayatan pada sebuah tarian pada bidang tari dimana nilai tradisional telah berubah menjadi Balet, kalau patung telah menjadi sebuah karya kontemporer yang sangat sulit untuk oy mencari kebenaran dibalik simbol keterpengaruhan ter- sebut. Melihat ciri khas seni mo dern kita diatas,memang ciri modern itu tidaklah amat peralatan belaka. Sudah la- tepat kalau ditentukan oleh zim kita memandang alat biola sebagai alat seni mo dern dan rebab sebagai alat seni lama, tetapi pandangan demikian tidaklah amat prin- sipiil, mengingat akan cara pernyataan seni modern yang bisa berubah secara men- dadak. Mungkin sekali waktu biola bisa menggantikan rebab ditengah peralatan ga- melan atau gendang dimain- kan ditengah peralatan mu- sik. Dan kenyataan itu telah dilakukan secara eksperi- mental maupun sesuatu karya seni yang telah diakui oleh para seniman kita. Maka lebih tepat barangkali dalam me- nentukan ciri seni modern tidaklah pada bentuk dan rupa peralatan melainkan "pandangan hidup yang menjadi latar belakang pen- ciptaan seninya". Sebagai bandingan barangkali dapat kita tunjukkan pada bidang sastra dimana alatnya adalah sama: bahasa, dan ciri mo- dern atau lamanya harus kita cari pada semangat hidup dalam alam pikiran yang ber beda. Tempat kita menguji kewajaran seni adalah diatas keadaan dan waktu saat ini. Penilaian yang pernah ber- laku bagi percode seni lama selalu mengalami revaluasi, penilaian kembali. Dengan berpendirian demikian, pertanyaan yang menyang- sikan sebenarnya lebih tepat ditujukan kepada seni lama dari seni modern. Sebab perkembangan seni modern bersandarkan kepada situasi hidup kita dewasa ini adalah lahir dalam bentuk yang wajar dan menuntut penger- tian. Dengan pandangan akan nilai "positifisme, kita bisa percaya kepada kebenaran yang dapat disaksikan dan dibuktikan dengan peng- amatan panca indra. Kita hanya menganggap sesuatu itu "benar" adalah apa yang penga- Sebuah film Jepang "Rusia Tanah Impian", dimana Jepang berusaha memadukan dua unsur kebudayaan Asia dan Eropa dalam laman lahir, yang dijadikan Tari Cakalele, mampukah tari tradisional kita bertahan dalam polemik antara kebudayaan Barat dan Timur ? (Foto: Heni satu yang bertemakan M. Kamto) landasan fakta bagi ya-
