Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Analisa
Tipe: Koran
Tanggal: 1997-03-29
Halaman: 09

Konten


an 8 r? yakni mu, di nan di angan a Pro- engu- sebut ingga selan- mem- juga onalia Steel Wakil epala AJS, anda erasa gang, pro- ter- pitu in. cang nya- jika a di pun S. nya, ngga ejak hwa tuk ben- dan adi jadi di. uan ma- kap lah ang ya- hat 152 43 itu ya. pe- pu pat K ua iki m, an, su- ini la, sar m k- ng an a- ka ng та e- P. an an il p at at k a y g n h 1- h a 2 n g 1) m m il n n n n A g r a n 1 tr n Sabtu, 29 Maret 1997 . i+ tt Pekerja Anak Masih Jadi Tantangan Federasi Serikat Pekerja Selu ruh Indonesia (FSPSI) Jawa Tengah memperkirakan cukup banyak anak yang bekerja di sektor formal di daerah itu. Anak-anak itu, kata Ketua FSPSI Jateng Tambah Soedjio, bekerja di sejumlah pabrik mie, pabrik plastik kelas menengah, dan industri rumah tangga. Namun, katanya, FSPSI belum memiliki data lengkap berapa banyak anak yang bekerja di sektor formal tersebut. "Kami sedang melengkapi datanya," kata Tambah yang juga anggota DPRD I Jateng. Di sisi lain, Jateng juga men- catat prestasi yang menggem- birakan, yakni hanya mencatat sedikit sekali anak yang bekerja di industri rokok. Kondisi ini dimungkinkan oleh giatnya pro- gram wajib belajar (Wajar) sem- bilan tahun dan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA). Di samping itu, perkem- bangan pabrik rokok turut men- ciptakan situsai kondusif bagi ANAK-ANAK jalanan meru- pakan fenomena yang hampir da- pat dilihat di kota-kota besar khususnya pada negara-negara berkembang. Hampir di setiap perempatan jalan atau di termi- nal-terminal di jumpai anak-anak jalanan dengan berbagai aktivi- tasnya, ada yang menjadi peda- gang asongan dengan menjajakan rokok atau permen, ada yang menjajakan koran dan menyemir sepatu. Walaupun secara psikologis sebenarnya mereka ini belum siap untuk bertarung melawan ganas- nya hidup ini, namun kondisi eko nomilah yang memaksa mereka harus bertarung melawan keras- nya hidup ini. Dunia yang cocok buat mereka adalah dunia yang penuh dengan keceriaan, tawa dan senda gurau dengan teman sebayanya. Baik secara fisik mau- pun mental mereka belum siap untuk itu hanya saja demi alasan untuk hidup tidak ada jalan lain untuk menghindarinya. Cara se- suap nasi untuk di makan hari ini, kalau lebih bisa membantu orang tuanya. Namun jangankan lebih untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sudah cukup sulit. Karena memang mereka ini hi dup bukan di dunia yang diper- untukkan untuk mereka, dunia yang sangat keras maka mereka harus menanggung akibat yang timbul dari lingkungan kerjanya tersebut. Resiko yang mereka tanggung sangat berat sekali, me- reka selalu bermain-main dengan kekerasan yang akibatnya mereka sulit luput dari tindakan kekeras- an itu sendiri. Mereka sangat ren- tan sekali menjadi korban dari ke- kerasan dari orang-orang yang le- bih dewasa yang notabene meru- pakan "alumni" mereka juga. Puncak dari itu semua yang ter- jadi pada pertengahan tahun yang lalu dimana dijumpai mayat de- 00000 K E S R A Oleh: Erafzon Saptiyulda AS berkurangnya pekerja anak di in- dustri ini. Ini merupakan perkem- bangan yang menggembirakan mengingat tiga tahun lalu cukup banyak anak yang bekerja di pabrik rokok sehingga menarik perhatian masyarakat dan pers. Belajar dari kesalahan terse but, pabrik rokok secara bertahap mengurangi jumlah pekerja anak. Beberapa pabrik rokok menyalur kan pekerja anak itu ke balai latihan kerja (BLK) milik Dep- naker, sebagian lagi dianjur kan untuk mengikuti program ke giatan belajar (Kejar) Paket A (pendidikan setara SD) atau Ke- jar Paket B (setara SLTP). Y Mulyadi, ketua SPSI sektor makanan, minuman, dan tem- bakau Kudus, menyatakan dalam beberapa tahun terakhir jumlah pekerja dan pabrik rokok di Jateng menurun drastis. Tiga tahun lalu tercatat 22 pabrik rokok yang merekrut sekitar 50 ribu tenaga kerja di Jateng, tetapi kini diperkirakan hanya delapan pabrik vang aktif Melindungi Anak Jalanan bab sewaktu ia kecil dan menjadi anak jalanan ia kerap sekali di- bo'ol oleh anak-anak yang lebih dewasa yang menimbulkan rasa dendam dan selanjutnya disalur- kan pada anak-anak tersebut. lapan orang anak jalanan tanpa diketahui siapa pelakunya. Namun berkat kerja keras po- lisi akhirnya pelakunya dapat di- ketahui dan ditangkap. Sang pe- laku sendiri Siswanto atau yang lebih keren dengan nama Robot Gedek tidak lain merupakan pro- duk anak jalanan pada puluhan tahun yang silam. Yang lebih mencengangkan lagi Robot Ge- dek mengakui bahwa yang telah dihabisinya adalah sepuluh orang yang berarti lebih banyak dari mayat korban yang telah ditemu- kan. Sebenarnya mencuatnya kasus Robot Gedek ini tidak akan mem- buat kita terkejut seandainya ki- ta telah melihat data sebelumnya melalui penelitian. Memang anak- anak jalanan ini sangat rentan se- kali terhadap tindakan krimina- litas seperti kejahatan seksualitas. Karena pembunuhan yang dilaku- kan oleh Robot Gedek inipun dimulai dari aktivitas seksualitas. Menurut hasil penelitian di Me- dan tahun 1994 menunjukkan bahwa 40% anak jalanan di ba- wah usia 15 tahun pernah mela- kukan hubungan seksual. Di Ja- karta sendiri menurut hasil pene- litian Ertanta (1991) menjumpai anak-anak jalanan yang melaku- kan hubungan seksual dengan para gay (homoseksual). Mereka melakukan hubungan seksual se- cara anal sex yaitu melakukan hu- bungan sex melalui dubur atau anus. Hasil penelitian tersebut sebe- narnya sejalan dengan pengaku- an Robot Gedek sendiri. Sebelum ia membunuh anak-anak tersebut ia melakukan hubungan sex de- ngan anak-anak tersebut terlebih dahulu melalui berbagai rayuan dan bujukan. Setelah selesai dipa- kai baru anak tersebut dibunuh- nya. Pengalaman membo'ol sen- diri dialami oleh Robot Gedek se- Technology). Meski guru-guru benar-benar mengeksploitasi komputer di sekolah-sekolah, program pembe-, lajaran dan laboratorium tetap diperlukan. Pemakaian komputer mungkin benar telah mempengaruhi cara berfikir anak. Pertanyaan, apa- kah anak-anak yang tumbuh de- ngan komputer ini akan belajar lebih logis dan mampu berfikir praktis, agaknya masih memer- lukan penelitian lebih jauh. Tahun 1985, sulit sekali men- cari sekolah yang tidak memakai komputer untuk tujuan belajar mengajar. Bahkan sebuah seko- lah kecil memiliki 20 mikrokom- puter dan tahun berikutnya diper- kirakan terus bertambah. Hasil penelitian, 15 persen ru- mah tangga di AS mempunyai mikrokomputer yang tujuan po- koknya adalah agar anak-- anaknya dapat bermain video- game dan belajar. dan merekrut sekitar 40.000 peker ja. "Uniknya, hampir semua pe- main videogame itu adalah anak laki-laki. Komputer memi- liki daya tarik magis yang dapat menahan anak laki-laki betah di rumah", kata Rogers. Per- soalannya ialah bagaimana daya tarik komputer ini benar-benar dapat digunakan untuk proses be- lajar mengajar. Pabrik rokok kini cenderung merekrut pekerja terlatih, yakni mantan pekerja di pabrik rokok yang sudah tutup. Kondisi seperti ini menyebab kan jumlah pekerja anak di pabrik rokok menurun drastis. MENJAGA REPUTASI "Pabrik rokok tidak mau mempertaruhkan reputasi per usahaannya dengan mempeker- jakan anak-anak," kata Mulyadi. Lalu bagaimana dengan peker ja yang membawa pekerjaannya (borongan) ke rumah lalu diker- jakan bersama keluarga, termasuk anak dan menantu.? Menurut Mulyadi, hal seperti itu tidak mungkin dilakukan saat ini karena kualitas rokok yang dihasilkannya beragam. Pabrik rokok kini memusatkan produksi hanya di dalam pabrik saja agar mutu rokok terjamin. Gaya hielup Anak-anak yang Tumbuh dengan Komputer SEBUAH penelitian meng- ungkapkan, anak-anak AS seka- rang ini kehilangan kemampuan berfikir karena amat bergantung pada komputer. Kini negara itu juga sedang menggalakkan "TV turn off week" untuk menyelamatkan anak-anak, karena selama ini ter- nyata TV telah merebut mereka dari keluarga, ungkap Irid Agoes, dosen UI. Para keluarga telah menyada- ri benar bahwa komputer hanya- lah mesin, sementara sekolah-- sekolah dasar dan menengah yang selama ini menjadikan komputer sebagai elemen utama dalam pe- ngajaran mulai mencari upaya de- ngan memberi pelajaran tambahan. Yang menjadi pertanyaan apa- kah teknologi komunikasi baru, seperti mikrokomputer yang di- miliki oleh hampir semua anak itu, benar-benar telah mengubah perilaku termasuk kognitif anak. Selama ini, komputer diakui oleh para guru, telah menghidup- kan suasana sekolah-sekolah di AS. Hampir semua pelajaran di berikan dengan komputer. Anak-anak pun tampak begitu antusias. Lebih-lebih lagi anak laki-laki, untuk bermain dan be- lajar dengan komputer Generasi baru AS boleh dibi- lang tumbuh kembang dengan komputer, sama halnya dengan anak-anak generasi tahun 50-an yang tumbuh dengan televisi. Apa yang membedakan genera- si yang dibesarkan dengan TV dan dengan komputer. Sifat inter- aktif pada komputer telah men- dorong anak untuk bertindak le- bih luas, sementara yang dibesar- kan dengan TV telah membuat anak menjadi pasif. (Everett M Rogers dalam Communication Pabrik juga menerapkan pem- bagian pendapatan lebih trans paran dan merata. Dapatkah permainan video itu mengajar matematik, sejarah dan Bahasa Inggris? Dapatkah kom- puter mempertahankan daya ta- riknya untuk memikat anak-anak pada waktu yang akan datang? Apakah benar komputer dapat mengubah mental anak-anak yang tumbuh dengan komputer ini, seperti berfikir logis, kemam- puan hitung dan membantunya dari keterasingan sosial? Sebenarnya masih banyak la- gi Robot-robot Gedek yang lain yang selalu melakukan tindakan seksualitas terhadap anak-anak jalanan, hanya saja mereka tidak sampai membunuhnya dan hanya dijadikan saluran nafsunya saja. Orang-orang seperti ini masih ba- nyak yang tidak terdeteksi. Dan apabila hal ini dibiarkan berlarut- larut maka akan terus menjadi "lingkaran setan" yang tidak akan habis-habisnya. Patah tum- buh hilang berganti, regenerasi akan berjalan terus. Lingkaran setan inilah sebenarnya yang ha- rus diputuskan. Selanjutnya apabila hal ini kita kaitkan dengan adanya pe- nyakit yang belum ada obatnya "AIDS" kita akan ngeri melihat nya. Seperti kita ketahui sebagi- an penderita AIDS adalah para gay. Para kaum homo ini pulalah yang paling banyak memakai pa- ra anak jalanan. Apabila hal ini sampai terjadi maka tidak dapat kita bayangkan cepatnya penular- an penyakit AIDS ini di kalang- an anak-anak jalanan seperti yang terjadi di Brazil. Tahun 1990 di Brazil telah di- lakukan penelitian dan hasilnya menunjukkan 9% anak jalanan tersebut telah positif terjangkit AIDS dan pada tahun 1993 kem- bali diadakan suatu penelitian yang hasilnya di luar dugaan ka- rena jumlah pengidap AIDS po- sitif meningkat menjadi 35%. Se- dangkan di negara tetangga kita, Thailand anak-anak jalanan (wa- nita) yang dimanfaatkan sebagai pelacur 40% diantaranya telah di- vonis mati akibat terkena AIDS. Hasil penelitian, untuk jangka panjang komputer memang bisa membuat anak menjadi lebih egois, karena seharian asyik de- ngan komputer sehingga kurang bersosialisasi. Anak-anak yang tumbuh dengan komputer ter- nyata juga tumbuh menjadi pri- badi yang kasar. Bahkan ada satu hal lagi yang cukup merisaukan, komputer ter- nyata membuat anak menjadi kri- minal. Buktinya, hampir setiap hari surat kabar di AS itu mela- porkan tentang kejahatan anak yang dilakukan lewat mikrokom- puter, seperti masuk ke jaringan transaksi bank, membuat hubu- ngan telepon jarak jauh gratis, atau mengacak komputer per- tahanan militer. Namun, kata Rogers, masih ada sisi sosial komputer. Seperti di sekolah-sekolah, satu anak me- megang satu kyeboard, teman-te- mannya yang lain memperhati- kannya, sehingga terjalinkan hu- bungan sosial yang baik. Adanya sisi-sisi negatif kompu- ter dan teknologi komunikasi lainnya jangan membuat orang- tua atau guru putus asa, karena bagaimana pun semuanya itu amat bergantung pada pemakai annya. Oleh sebab itu, kata pakar komunikasi lainnya, Frank Bio- ca, perlu seleksi program dengan menentukan kebutuhan serta tu- juan dalam pemakaian komputer. Selain itu, anak harus merasa bahwa ia tidak mudah dipenga- ruhi oleh media. Yang ia pakai itu hanyalah komputer, sebuah me- sin yang tak boleh mengubah wa- Pabrik bagian giling dan batil (memotong ujung rokok) memper oleh komposisi pendapatan 60 banding 40, sebelumnya 70 ban- ding 30. dan guru saat memilihkan kom- puter sebagai alat pendidikan bagi anak-anaknya. (Ant). Para pekerja cenderung memi lih pekerjaan dorongan karena upah yang mereka dapat lebih banyak dibandingkan upah hari an. Upah borongan memungkin kan mereka mengantongi uang Rp. 7.000 per hari, sementara UMR 1996 per hari Rp. 3.400. "Dulu cukup banyak pekerja anak di bagian batil," katanya. Berkurangnya pekerja anak di beberapa sektor, seperti yang ter- jadi di Jawa Tengah, itu mendapat perhatian Organisasi Pekerja Dunia (ILO). Di daerah lainnya, kondisi pekerja anak juga diharap kan mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun industri, se- jalan dengan tujuan dan program untuk meningkatkan kesejahtera an hidup anak Indonesia. ILO menghargai tekad In- donesia mengurangi pekerja anak melalui program Wajar sembilan tahun, kata Menaker Abdul-Latief pada kesempatan pertemuan ILO 1997, baru-baru ini. Terlepas dari itu, Indonesia harus mengakui bahwa pekerja anak masih banyak di bumi per- tiwi ini. Organisasi PBB yang peduli atas nasib anak, Unicef, memperkirakan sekitar 2,1 juta anak bekerja di berbagai sektor, yang terdiri atas 1,2 juta laki-laki dan 871.000 perempuan. Mereka Mengerikan sekali gambaran yang terjadi di atas. Dan hal se- perti di atas bukan tidak mung- kin terjadi di negara kita melihat kondisi yang ada saat ini. Untuk mengatasi agar hal ini tidak sam- pai terjadi di negara kita maka ti- dak ada upaya lain selain meng- ubah cara penyelesaian anak- jalanan ini. Kalau selama ini upaya yang dilakukan adalah melalui upaya pembersihan terhadap mereka de- ngan menguber-ubernya dari ter- minal maupun perempatan jalan maka untuk saat ini metode itu sudah tidak cocok lagi. Menguber uber mereka hanya sebentar saja melenyapkan mereka dari tempat tersebut sebab mereka akan kem- bali lagi untuk mencari nafkah demi sesuap nasi sebagai penyam bung nyawa mereka. Karena alasan utama mereka turun ke jalan adalah masalah ekonomi maka tidak salah kalau anak-anak jalanan ini dijadikan anak asuh dan disekolahkan se- suai dengan kodratnya. Anak-anak jalanan juga me- rupakan manusia yang butuh hi dup layak seperti kita-kita ini. Hanya nasiblah yang membuat mereka menjadi begitu walaupun sebenarnya mereka sendiripun ti- dak menghendakinya. Untuk itu karena mereka juga merupakan bagian dari generasi penerus yang akan menjalankan negara ini pa- da masa yang akan datang sudah sewajarnya kalau mereka diberi perhatian. GN-OTA dapat dija- dikan salah satu sarana untuk mengubah nasib mereka kelak di kemudian hari. Dengan berhasil- nya program ini kelak sekaligus akan mewujudkan cita-cita dari pembangunan itu sendiri yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur dalam segala bi- dang kehidupan, menciptakan ma nusia seutuhnya secara merata. Sebab bagaimanapun mereka ju- ga adalah warga negara yang bu- tuh hidup layak di tanah airnya sendiri. (Surya) ANALISA bekerja di berbagai sektor, baik di perusahaan formal maupun in formal. Sekitar 45 persen dari anak- anak berusia 10 hingga 14 tahun itu bekerja di Jawa. Bank Dunia memperkirakan jumlah anak yang bekerja di sektor industri dan sektor infor- mal saja (termasuk pertanian) jauh lebih besar dari perkiraan Unicef, yakni 2,3 juta hingga 2,9 juta atau satu dari setiap sepuluh anak. Data tersebut tidak menyebut kan anak di bawah 10 tahun. Diperkirakan sekitar 6,6 juta anak usia 10 hingga 14 tahun tidak bersekolah, tetapi tidak disebutkan data anak di bawah 10 tahun yang tidak bersekolah. Kondisi demikian menjadi tantangan bagi semua pihak, tidak hanya pemerintah. Menteri Negara Kependu dukan Haryono Suyono dalam berbagai kesempatan mengatakan setiap orang harus memiliki kepedulian pada program Wajar Sembilan Tahun. "Jangan ada lagi anak-anak di bawah 14 tahun tidak bersekolah," katanya. Jika, setiap anak In- donesia bersekolah maka jumlah pekerja anak secara pasti akan menurun drastis dalam beberapa tahun ini. (Ant) Salah satu aktivitas yang pa- ling banyak digeluti oleh anak ja- lanan yang ada di kota Medan adalah menyemir sepatu. Dalam aktivitasnya sebagai penyemir se- patu ini ada yang melakukannya. secara berkelompok dan ada pu- la yang menekuninya secara sendiri-sendiri. Ciri anak-anak pe- nyemir sepatu ini sangat mudah untuk dikenali, pakaian mereka umumnya kumal, kurang rapi, dan membawa tas butut atau ko- tak yang berisi perlengkapan un- tuk menyemir. Anak-anak yang beraktivitas sebagai penyemir ini paling ba- nyak dijumpai di terminal terpa- du Amplas. Mereka yang berope- rasi di terminal terpadu Amplas ini kebanyakan bertempat tinggal tidak jauh dari terminal tersebut, seperti di Marindal, Simpang Li- mun, Tanjung Morawa, dan Suka- ramai, tapi ada juga yang datang dari Tapanuli Selatan, Tanjung Balai, Asahan, dan Simalungun. Yang disebutkan terakhir ini keba- nyakan tidak memiliki tempat pu- lang (menggelandang). Anak-anak Penyemir Sepatu lainnya, juga merupakan tempat bermain-main bagi mereka, sete- lah lelah menjalankan aktivitas- nya, atau ketika lagi sepi yang me- merlukan jasa mereka. Namun se- jak tahun 1993 kesempatan ber- operasi, bermain-main dan ber- istirahat dengan bebas di Kolam Raya Sri Deli ini tertutup buat me- reka. Bagi anak-anak penyemir se- patu, kalau mereka mau masuk ke dalam lokasi Kolam Raya Sri De- li, mereka harus meninggalkan perlengkapan menyemirnya di luar. Hal ini terjadi setelah pe- ngelolaan Kolam Raya Sri Deli diambil alih oleh pihak swasta. Sejak itu semua anak-anak yang ingin masuk, bertujuan melaku- kan aktivitas ekonomi tidak lagi dibolehkan (dilarang), dengan ala- san demi kepentingan ketertiban dan kebersihan. Kebijaksanaan ini merupakan suatu kenyataan yang merugikan bagi anak-anak penye- mir dan beberapa anak-anak pe- dagang asongan, karena sebelum- nya tempat ini mereka jadikan se- bagai ladang mencari uang, ter- utama pada malam Minggu dan hari-hari besar (libur). mulod Terminal terpadu Amplas yang mulai dioperasikan sejak ta- hun 1990, pembangunannya erat kaitannya dengan tuntutan peme- karan kota Medan menuju kota Metropolitan. Terminal ini diba- gi dalam dua bagian. Pertama, daerah trayek jarak dekat, daerah ini terbuka untuk usaha-usaha anak jalanan. Sedangkan yang ke- dua, daerah trayek jarak jauh, daerah ini tertutup untuk usaha- usaha informal termasuk aktivi- tas anak jalanan. Namun kenya- taannya, anak-anak penyemir, pe- dagang asongan, dan lainnya, dengan berani menerobos masuk untuk menjalankan aktivitasnya (Sri Eni Purnamawati: 1994). Pusat Pasar Medan merupa- kan lokasi lainnya yang tergolong cukup banyak anak penyemir se- patu bisa dijumpai. Mereka yang beroperasi di Pusat Pasar dan se- kitarnya ini, berdatangan dari daerah-daerah berpenduduk pa- dat di kota Medan, seperti kota CO Man A Menjaring ikan di laut merupakan suatu pekerjaan sekaligus kesenangan tersendiri. Kekayaan hasil laut Indonesia mampu memberikan penghidupan bagi sebagian rakyat yang hidupnya memang harus berkecimpungan dengan kegiatan- kegiatan di laut seperti menangkap atau menjarinf ikan. Dalam gambar tampak beberapa buruh nelayan sedang menarik jaring Matsum, Medan Denai, Manda- la, Multatuli, Pulau Brayan, dan lainnya. Bagi mereka yang ber- operasi atau ingin beraktivitas se- bagai penyemir di sekitar Pusat Pasar ini tampaknya tidak ada ha- langan dari pihak manapun, de- ngan kata lain lokasi ini merupa- kan wilayah bebas bagi anak-anak penyemir sepatu. Tempat lain yang termasuk masuk banyak anak-anak berope- rasi sebagai penyemir sepatu ada- lah Aksara Plaza. Aksara Plaza merupakan salah satu pusat per: belanjaan dan hiburan, selalu ra- mai, karena tempatnya strategis, yaitu di kawasan satelit kota Me- dan (kawasan Medan Tembung). Suasana Aksara Plaza yang sela- lu ramai ini dimanfaatkan seba- gian anak-anak penyemir sepatu sebagai lokasi alternatif melaku- kan operasi. Mereka yang menye- mir di sekitar Aksara Plaza ini ter- golong anak-anak jalanan yang memiliki tempat pulang (punya orang tua/keluarga). Mereka ber- tempat tinggal di sekitar Jalan Serdang, Denai, Tembung, dan daerah Mandala. Jy die nu Sebenarnya hampir di semua kawasan kota Medan dapat di- jumpai anak-anak penyemir sepa- tu beroperasi. Tempat-tempat lain yang dijadikan oleh banyak anak- anak penyemir sebagai tempat be- roperasi adalah bandar udara Po- lonia, Kolam Raya Sri Deli, dan terminal bus Pinang Baris. Anak-anak yang beroperasi di pelabuhan udara Polonia, keba- nyakan berasal dari perkampung an-perkampungan kumuh yang berada di sekitarnya, yaitu Kebun Sayur, Karang Sari, dan Karang Rejo. Sedangkan anak-anak pe- nyemir yang dijumpai disekitar Kolam Raya Sri Deli berasal dari daerah kota Matsum, Kelurahan Suka Raja, Sei Mati, dan Jalan Bakti. Kolam Raya Sri Deli ini selain dijadikan sebagai tempat menca- ri uang oleh anak-anak penyemir sepatu dan anak-anak jalanan POTRET Dalam jumlah kecil, anak- anak penyemir sepatu ini dapat pula dijumpai di loket-loket bis, rumah-rumah makan/restoran, hotel, plaza-plaza, kampus pergu- ruan tinggi, stasiun kereta api, dan lain-lain. Biasanya tempat-tempat tersebut tidak mereka jadikan se- bagai tempat mangkal tetap, me- lainkan hanya sebagai tempat ope- rasi seketika. TIDAK jarang untuk menu- tupi sesuatu kita harus bersembu- nyi di balik sesuatu yang sebenar- ingin orang lain tahu, apa sebe- nya tidak kita kenal. Kita tidak narnya yang kita rasakan dan inginkan. Kita akan malu, kita akan ditertawakan, maka kitapun menampilkan 'wajah' kita yang lain, supaya orang senang. Seorang anak yang sangat membenci orang tuanya, terpak- sa harus menekan rasa benci itu sedalam-dalamnya, sebab dia akan dituduh sebagai anak dur- haka bila rasa benci itu dia tam- pilkan terang-terangan. Lagipula kita terbelenggu dalam mitos, bahwa tak ada anak yang benar- benar membenci orang tua yang melahirkan dan membesarkan- nya. Maka anak itu harus sema- kin dalam memendam benci itu, agar dia tidak melanggar mitos yang hidup dalam masyarakat itu. Mengapa seseorang harus 'bersembunyi' dan 'ke luar' dari diri dan pribadinya sendiri? Me- ngapa tidak jujur saja ? Kedua pertanyaan itu akan sulit dijawab, karena kita berhadapan dengan lingkungan, yakni masyarakat ba- nyak yang sering hidup dalam mitos-mitos yang nyaris melem- baga. Penyimpangan dari pada- nya, kendati benar, akan dinilai salah dan dianggap aneh. Mereka yang beraktivitas se- bagai penyemir sepatu ini, seba- gian mengaku, pada awal menye- mir mereka meminjam/menyewa perlengkapan semir kawannya, ke- mudian dari penghasilan perleng- kapan pinjaman/sewaan tersebut akhirnya mereka mampu membe- li/memiliki perlengkapan semir sendiri. Sebagian lagi mengatakan untuk memiliki perlengkapan me- nyemir mereka diberi modal oleh orang tuanya, dengan demikian secara jelas orang tua mereka se- tuju dan mendukung aktivitas ter- sebut. Ada pula yang mengaku, bahwa untuk bisa memiliki per- alatan menyemir ini mereka dipin- jamkan modal oleh seseorang dengan ketentuan, mereka harus mengembalikan lebih besar dari jumlah pinjamannya. Hal yang disebutkan terakhir ini banyak ter- jadi pada anak-anak yang berak- tivitas di terminal Amplas, hal ini mudah dimaklumi, karena seba- gian anak-anak penyemir yang be- roperasi di terminal Amplas ini jauh dari kampungnya, sehingga tidak ada orang tuanya/keluarga- nya yang akan memberi modal. Dalam menjalankan operasi- nya, agar bisa mendapatkan ha- sil yang banyak dengan modal yang kecil, anak-anak penyemir ini punya kiat-kiat tertentu, seperti mencampur bahan semir dengan Menurut anak-anak jalanan yang beraktivitas sebagai tukang Mengapa Kita Harus Bertopeng ? nya yang sudah tua sekali, pada- hal yang terkandung di dalam ha- tinya adalah agar sang ibu cepat 'pergi' dan dia lepas dari beban berat merawat ibu itu. Orang yang sedang mengenakan topeng kompensasi ini sangat curiga akan nasihat atau anjuran bersikap rendah diri. Sebab dia menilai itu dilakukan orang untuk membu- kakan topeng yang dipakainya. PENGALIHAN ka. Misalnya kita mencari dalih bahwa korupsi yang kita lakukan itu hanyalah hal yang wajar. Bah- wa Porkas itu bukan judi, atau biarkan saja judi itu ada, toh ju- di itu hanya pengisi waktu seng- gang, setelah penat kerja seming- gu penuh, tanpa kita hirau akan nasib beribu orang yang mende- rita karena judi. Topeng yang bernama rasio- nalisasi ini adalah jembatan yang membuat keinginan belaka tanpa fakta, penggunaan akal untuk mengingkari kenyataan. Rasiona- lisasi mematikan seluruh kepolo- san manusiawi kita. Ia melebur dan menghancurkan kepribadian. Introyeksi Dan untuk itulah, orang per- lu sering bersembunyi dan mele- paskan 'wajahnya' sendiri dan menggantinya dengan 'topeng- topeng' yang sesuai dengan kebu- tuhannya. Tulisan ini akan men- coba sedikit menguraikan jenis 'topeng-topeng' itu. setelah ditebarkan di tengah laut di Pantai Pangandaran, Jabar, beluam lama ini. Para buruh nelayan tersebut mendapatkan upah sekitar Rp. 2.000,- per hari dan dalam satu hari mereka harus menarik jaring dua kali masing-masing siang dan sore hari. Dengan penghasilan seperti itu mereka berupaya untuk menutupi kebutuhan keluarga mereka. (ant) KOMPENSASI Kompensasi adalah jenis 'to- peng' yang digunakan dalam sua- tu kecenderungan untuk mengim- bangi kecenderungan yang lain, yang berlawanan. Misalnya, se- orang yang takut gagal dalam me- nempuh ujian akhir sekolahnya, maka dia pura-pura sakit saja, agar dia tidak ikut ujian. Untuk pekerjaan berpura-pura itu, dia mendapat imbalan tidak diperma- lukan karena gagal ujian (tidak lulus) kendati dia sebenarnya te- tap saja gagal. Namun, nilai ga- air atau tepung agar tampak lebih putih, memberi aroma semir yang lebih mahal pada semir yang kualitas dan harganya lebih ren- dah, kemudian ada pula yang me- nambahkan minyak makan kepa- da bahan semirnya sehingga tidak cepat habis. Tapi tindakan- tindakan penipuan ini tidak me- reka kenakan terhadap semua langganannya. Bagi langganan yang sudah dikenal dan bersikap baik pada mereka, dianggap seba- i langganan untuk lang- ganan khusus ini tidak berlaku sistem penipuan dalam menyemir- kan sepatunya (Sri Eni Purnawa- ti: 1994) 'Topeng' kedua bernama pe- ngalihan. Ini justru sangat berba- haya, sebab dia mencari sasaran lain untuk mewujudkan ketidak- berdayaannya. Seorang yang ka- rena sesuatu hal sangat memben- ci atasannya di kantor, lalu men- cari sasaran kejengkelannya pada yang lain, misalnya pada anak- anaknya di rumah. Sebab musta- hil dia menumpahkan rasa benci- nya itu pada boss yang memberi- nya nafkah. Di hadapan boss dia tetap bersikap baik, sebab dia me- nekan kebenciannya dalam-dalam dan akan meledakkannya nanti kepada orang lain. Bila kita lihat sehari-hari, ma- ka topeng jenis ini suka mencari kambing hitam untuk menjadi sa- sarannya. Berbahaya kan? PELEMPARAN Ini lain lagi. Misalnya, kare- na melamun, padahal kita berja- lan kaki di sebuah trotoar yang ramai, maka kita bertabrakan dengan orang lain. Sebelum orang itu sempat buka mulut, kita memaki-makinya dan menuduh- nya melamun di jalan ramai. Ka- rena orang itu bingung, atau me- mang melamun, maka dia minta maaf dan kita semakin merasa menang, lalu memakinya terus. Benarkah semua itu kesalahan orang itu ?. Tidak, bukan ?. Se- bab kita sendiri juga melamun. Tetapi kita tidak ingin orang lain tahu itu, maka secepatnya kita tu- duh orang lain yang melamun. Beres, kan! Dan kita selamat dari keburukan melamun sambil jalan atau jalan sambil melamun. RASIONALISASI Halaman 9 'Topeng' yang satu ini paling digemari orang. Sebab wujudnya adalah pembelaan ego yang pa- semir, mereka lebih senang me- nyemir dari pada aktivitas jalan lainnya, karena menyemir lebih mudah mendapatkan uang bila dibandingkan dengan aktivitas ja- lanan lainnya. Di samping itu per- lengkapannya tidak sulit untuk di- bawa kemana-mana (gampang di bawa-bawa), dan ini memberi pe- luang bagi mereka untuk bergerak dengan bebas. upaya mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatan kita, kendati perbuatan itu salah bela- Besar kecilnya penghasilan anak-anak penyemir sepatu ini sangat tergantung pada lamanya jam kerja yang mereka jalankan. Biasanya penghasilan anak-anak penyemir yang tidak lagi berseko- lah lebih besar dari penghasilan anak-anak penyemir yang masih sekolah, karena jam kerja anak- anak penyemir yang tidak berse- kolah jauh lebih panjang. Banyak diantara anak-anak penyemir ini baru pulang ke rumah (bagi yang punya tempat tinggal), atau meng- hentikan aktivitasnya setelah larut malam, sekitar pukul 01.00 dan 02.00 WIB. Usia anak-anak yang berakti- vitas sebagai penyemir sepatu ini, baik yang beroperasi di terminal Amplas maupun di tempat-tem- pat lainnya, rata-rata sekitar 9 sampai 15 tahun, biasanya kalau sudah merasa agak besar, anak- anak tersebut (penyemir sepatu) mengalihkan aktivitasnya menja- di pedagang rokok asongan. Me- nurut anak-anak tersebut kalau sudah (semakin) besar tidak co- cok lagi bekerja sebagai tukang semir. Kenapa mereka berfikiran demikian? Tidak begitu jelas ala- sannya, mungkin hanya karena ti- dak lagi lazim menurut yang me- reka lihat. Dan sebagian lagi, ka- rena sudah merasa dewasa mere- ka mencoba untuk menjadi buruh bangunan, buruh angkat dan se- bagainya. (Hasan Basril & Yuni- zar) * Inilah 'topeng' terakhir yang dipergelarkan dalam tulisan ini. Jenis ini adalah bentuk pembe- laan ego dengan menarik sifat- sifat baik orang lain pada diri sen- diri. Kita menyamakan diri de- ngan seorang atau lebih pahlawan pujaan atau heroworship. Atau yang lain, kita sangat bangga de- ngan predikat sebagai orang ko- ta besar, orang ningrat, sarjana, orang kaya dan sebagainya. Bila kita membuat kesalahan, maka kita akan segera berlindung di belakangnya. "Ah, masak sih seorang ningrat/sarjana berbuat seburuk itu!" atau, "Jelek-jelek aku ini berdarah biru, lho!" dan banyak lagi pembelaan-pembela salahan yang kita buat. an lain yang bisa melindungi ke- Introyeksi akan menuntun ki- ta ke jalan khayal dan dunia mim- pi romantis yang mungkin bisa menghibur sesaat, tetapi sangat merusak kepribadian sendiri. Analisa/ant taknya. Di sinilah peran orangtua TANGKAP DOLPHIN: Sejumlah awak kapal KRI Arung Samudera beramai-ramai mengangkat ikan dolphin gal di antara keduanya berbeda ling populer. Rasionalisasi adalah yang jelas kapasitas itu ada batas- Ikan yang bernama "mahi-mahi" dalam bahasa Hawaii itu hanya hidup di lautan luas dan dapat menjadi The Rado yang berhasil dipancing dalam pelayaran dari Panama menuju Meksiko (Acapulco), akhir pekan lalu dan dia selamat. santapan lezat. Bisa juga seorang yang keli- hatannya sangat menyayangi ibu- Begitulah, adakah di antara kita yang memiliki 'topeng- topeng' di atas ? Lalu untuk apa kita menggunakannya ? Sesung- guhnya 'topeng-topeng' itu tidak baik bagi pertumbuhan emosi ki- ta, yang pada akhirnya karena terlalu sering menggunakan 'to- peng' itu kita semakin tidak me- ngenal diri kita sendiri. Secara sa dar kita senantiasa menekan alam bawah sadar kita untuk tidak me- nerima kenyataan hidup. Sejauh mana alam bawah sadar itu sang- gup menerima tekanan terus- menerus? Walapun alam, tetapi nya dan dia akan tumpah juga. Lalu untuk apa sih 'topeng- topeng' itu ?. (Lily).