Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Suara Karya
Tipe: Koran
Tanggal: 1980-11-24
Halaman: 03

Konten


SENIN, 24 NOPEMBER 1980 TAJUK RENCANA Pahami arah pembangunan TAHUN depan pembangunan akan memasuki tahun ketiga Pelita III. Sejak dilaksanakannya pembangunan dengan Pelita I, landasan pemikiran yang dipakai adalah, diperlukan sekitar lima Pelita atau 25 sampai 30 tahun bagi kokoh untuk meletakkan dasar-dasar yang kita pembentukan makmur masyarakat adil yang cita-citakan. Diukur dengan jangka waktu itu, tahun depan pada hakekatnya kita sudah berada setengah perjalanan. Posisi kita yang setengah perjalanan itulah agaknya yang menyebabkan timbulnya pemikiran-pemikiran untuk mempertanyakan, apakah arah pembangunan yang dilaksanakan hingga sekarang akan betul-betul membawa kita ke tujuan yang hendak dicapai atau tidak. Memang ekspresi dari perbincangan yang mempertanya- kan arah pembangunan itu lebih bersifat sektoral. Tapi secara keseluruhan pada hakekatnya semua ini merupakan penonjolan unsur-unsur yang satu dengan yang lain akhirnya membentuk satu kesatuan pencerminan yang menyeluruh dari hasil pembangunan selama setengah perjalanan itu. Dalam kaitan itulah agaknya penting sekali apa yang diingatkan Presiden Suharto ketika menerima para peserta Musyawarah Dewan Paripurna Pusat Legiun Veteran RI, Kamis minggu lalu. Pada kesempatan itu Presiden ini timbul menegaskan, akhir-akhir mengingat kesimpang-siuran pengertian mengenai arah yang kita tempuh dalam melaksanakan pembangunan, perlu dipahami kembali strategi dan tahap-tahap pembangunan. Apa yang ditegaskan Presiden barangkali tidak saja penting artinya bagi pelbagai pihak yang mempertanyakan hasil perkembangan sektor per sektor dengan pelbagai kesan negatif dan positifnya. Tapi juga amat berharga bagi seluruh bangsa, terutama sekali para perencana dan pelaksana pembangunan yang langsung terlibat mau pun tidak, serta para pengamat dan penilai yang secara fungsional dan non fungsional mempunyai kewajiban melakukan pengamatan dan penilaian itu. Agar pengamatan dan penilaian dapat dilakukan secara proporsional sehingga tidak menimbulkan kesimpang- siuran, agaknya tidak seorang pun bisa membantah, titik tolak atau batu ujian yang harus digunakan tidak bisa lain dari GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) yang menentukan strategi dan pentahapan pembangunan yang dijadikan arah pelaksanaan pembangunan untuk setiap tahap, yang pada gilirannya akan menjadi landasan bagi pembangunan tahap berikutnya. Ditinjau dari sudut itu, maka di samping penilaian menyeluruh sehabis pelaksanaan setiap Pelita rasanya wajar bila dilakukan pengamatan dan penilaian antara, apalagi bila kita akan memasuki tengah perjalanan kedua seperti dikatakan tadi. Tapi agar pengamatan dan penilaian dapat dilakukan dengan titik tolak yang tidak menyimpang dengan hasil yang juga tidak menyimpang, maka ukuran satu-satunya tidak bisa lain dari GBHN seperti dikatakan tadi. TAP MPR No. IV/MPR/1978 menetapkan, bahwa GBHN pada hakekatnya adalah Pola Umum Pembangunan Nasional yang merupakan rangkaian program-program pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu berlangsung secara terus menerus, terdiri dari Pola Dasar Pembangunan Nasional, Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang dan Pola Umum Pelita (sekarang) III. Menurut GBHN, arah pembangunan jangka panjang adalah, pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh Masyarakat Indonesia. Ini berarti, pembangunan tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, atau hanya kepuasan batiniah, melainkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan keduanya. Begitu pula, pembangunan tidak hanya untuk sebagian daerah, tapi merata untuk seluruh Tanah Air. Bukan untuk segolongan, melainkan untuk seluruh golongan dan lapisan masyarakat. antara Selanjutnya GBHN mengatakan pula, pembangunan jangka panjang dilaksanakan secara bertahap, meliputi jangka waktu 25 sampai 30 tahun. Sedang mengenai pembangunan Pelita III sebagai tahap pembangunan sekarang ini, tujuannya adalah, pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat yang makin merata dan adil. Kedua, meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya. Dari beberapa ketentuan yang ditetapkan GBHN itu agaknya jelas sekali, ukuran yang harus digunakan untuk mengamati dan menilai pelaksanaan pembangunan yang akan memasuki tengah perjalanan kedua adalah, apakah taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat makin merata dan adil apa tidak. Serta apakah, landasan bagi tahap pembangunan berikutnya makin kuat apa tidak. Sebegitu jauh, tampaknya memang belum ada indikator yang secara pasti mampu memberi gambaran yang seobyektif-obyektifnya. Namun salah satu indikator yang secara umum biasa digunakan adalah GNP atau Pendapatan Nasional Kotor Indonesia yang menurut angka-angka Bank Dunia sudah mencapai AS $-360 per kepala di tahun 1978. Bila angka Bank Dunia ini dijadikan patokan, maka dengan pertumbuhan sekitar 6 (enam) persen saja setahun, GNP per kepala Indonesia di tahun 1980 ini sudah mencapai sekitar AS$.400 per kepala. Dibandingkan dengan GNP per kepala Indonesia yang di tahun 1972 masih AS$-90 dan di permulaan Pelita I tahun 1969 mestinya di bawah itu, apa yang dicapai dengan pembangunan yang memasuki tengah perjalanan kedua ini agaknya harus diakui, merupakan kemajuan yang cukup menggembirakan. Tentang testing masuk APDN di Bali Namun kemajuan yang tercermin dalam peningkatan GNP itu saja belum mempunyai arti banyak. Sebab GBHN juga menetapkan yang ingin kita capai dengan pembangunan tidak hanya sekedar pertumbuhan yang cukup tinggi, melainkan hasil pertumbuhan itu juga harus di nikmati seluruh rakyat makin merata dan makin adil. Barangkali di sinilah terletak permasalahan yang perlu mendapat kejelasan. Apakah hasil laju pertumbuhan yang relatif cukup tinggi itu memang dinikmati makin merata dan makin adil oleh seluruh rakyat atau tidak. Tentu ada yang berpendapat, belum, sekali pun kecenderungan ke arah itu sudah diletakkan antara lain melalui delapan jalur pemerataan. Tapi ada pula yang berpendapat, walaupun pemerataan sudah dijadikan program utama Pelita III, namun dalam kenyataannya jurang antara yang kaya dan yang miskin makin besar. akali pun tidak bisa dibantah bahwa lapisan golongan masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan makin mengecil. Redaksi Yth tulisan Menanggapi yang berjudul "Testing Masuk APDN di Bali" yang dimuat pada rubrik surat pembaca SUARA KARYA tanggal 27 Oktober 1980 halaman III, dengan ini dapat kami jelaskan permasalahannya sbb: Memang intensitas pelaksanaan program pemerataan baru menonjol selama Pelita III. Dan dalam jangka waktu yang amat pendek itu rasanya cukup sulit mengharapkan hasil yang dianggap memadai dan memuaskan semua orang. Tapi justru dalam hubungan itu pulalah agaknya dalam memasuki pertengahan kedua pembangunan jangka panjang Lihat halaman XI kol. 3 1.a. Jatah masuk APDN Mataram tahun 1980 untuk Daerah Tk I Bali sejumlah 20 orang, yang sedangkan jumlah mendaftarkan dan mengikuti testing setelah dikeluarkan untuk pe- pengumuman nerimaan calon Mahasiswa APDN adalah sebanyak 19 orang termasuk 2 (Dua) orang dari Sub Dit.Sospol masing2 seorang dari Sub. Dit.Sospol Kelungkung dan seorang lagi dari Sub.Dit. Primadona Asia Tenggara? Adapun di negeri kita yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan berpuluh-puluh bahasa daerah, ceritanya begini: Bahasa Melayu yang merupakan cikal bakal Bahasa Persatuan Indonesia da- hulunya juga sempat menjadi "Bahasa Perancis"nyapulau kelapa ini. Bahasa Melayu ketika itu atau semenjak abad kelima kedudukan- nya sangat penting, karena telah tampil menjadi bahasa pengantar di kalangan istana raja-raja dan sultan, antar para pedagang mau- pun antar suku di nusantara ini Oleh karena itu para ahli bahasa memberi sebutan Lingua Franca kepada Bahasa Melayu ini. Hal ini karena kedudukannya dan peran annya yang penting itulah. Maka serta merta pada tanggal 28 Oktober 1928 ketika putra-putri Ibu Pertiwi bersumpah, mengu- kuhkan pula lingua franca ini menjadi Bahasa Persatuan Indone- sia yang dalam perjalanan hidup- nya diperkaya oleh berbagai kata dari unsur bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Seperti kata Prof. Dr. Soenjo- no Dardjowidjojo lewat harian Kompas 13 Oktober 1980 bahwa pemilihan lingua franca sebagai bahasa nasional ini adalah keputus PADA pertengahan abad Gurauan seusai bulan bahasa : keenam belas, Perancis memulai pekerjaan raksasa yang menurut akan ber- George Dahumel langsung beberapa abad lamanya. Pekerjaan raksasa itu ialah mem- bangun tugu kesusastraan yang secara filosofis bermakna: Tugu Manusia. Langkah pertama dari proyek monumental itu ialah memperindah dahulu Bahasa Pe- rancis agar sejajar dengan Bahasa Yunani dan Bahasa Latin. Kam- panye Dahumel ini ternyata tidak perlu menunggu hasilnya sampai berabad-abad, karena pada per- tengahan abad ketujuh belas pun upaya membuat masyarakat Peran cis demam pada kesusastraan lewat kharisma negarawan ter- kemuka saat itu yakni Kardinal Richelieu telah menampilkan ke- dudukan bahasa tersebut menjadi amat terhormat, bukan saja di Eropa tetapi juga jauh menjalar sampai ke Rusia. Bahasa Perancis telah tampil menjadi bahasa kalangan istana, kalangan ningrat Bahasa Perancis dimana-mana. selama tiga abad lamanya telah tampil menjadi primadona dian- tara sekian bahasa terkemuka di dunia. DALAM membuka rapat pemegang saham delapan BPD Sumatera Utara di Parapat akhir bulan Oktober 1980, Gubernur Sumatera Utara, EWP Tambunan berpendapat bahwa perlu dipikir kan suatu sistem pembayaran gaji dengan cek (cheque) kepada pegawai negeri. MANDALA Surat Pembaca Pemilihan dan lulus mengikuti testing dibawah jatah (19 orang) dan kekurangan tenaga tsb telah dapat diatasi. Mengenai penerimaan peng- angkatan pegawai baru di Bali dilaksanakan oleh suatu panitia yang terdiri dari Lurah unsur2 Sekretariat Kantor "bebas Gubernur Kdh Tk I Bali dan unsur2 Dinas Daerah Tk I Bali. Adapun tehnis pelak sanaannya dari pengumum-m pendaftaran testing sampai pada pengangkatan- nya/usul telah sesuai dengan ketentuan2 yang berlaku. an, Sospol Karangasem, dan lulus ternyata semuanya testing. Jumlah yang men- daftar serta lulus testing itu masih dibawah jatah yang telah ditentukan. b. Perlu kami sampaikan bahwa pelaksanaan testing tersebut baik mengenai pembuatan soal, pengawasan maupun pemeriksaan untuk menentu- kan lulus tidaknya adalah dari APDN Mataram (Lom- bok), hanya tempatnya saja di Denpasar, dan Pemda Tk I Bali hanya membantu dalam testing tsb. c. Memang benar dikeluarkan surat edaran mengenai tenaga2 Dit.Sospol di Bali setelah dikeluarkan peng- umuman penerimaan calon APDN Mataram tahun 1980 untuk tidak mengikuti testing masuk APDN dalam tahun 1980 ini, dengan kekurangan pertimbangan tenaga tenaga, namun karena jumlah calon yang mendaftar AIRLINES CITRA BARU PENERBANGAN INDONESIA an yang terbaik yang telah diambil oleh para pelopor kemer- dekaan kita. Ini lebih baik kita hargai kalau kita mengetahui bahwa Bahasa Melayu waktu itu bukanlah bahasa mayoritas dan juga bukanlah bahasa yang kesu- sastraannya paling kaya. Demikianlah kata Prof. Soen jono. Maka hemat saya penghar- gaan secara jujur yang diketengah- kan olehnya itu adalah wajar, karena memang suatu kenyataan bahwa sejarah telah menentukan pilihannya kepada Bahasa Melayu ini. Mau apa lagi? 2. Syahdan, kita sekarang ini sedang menyaksikan apakah sang lingua franca kita sanggup juga tampil menjadi primadona di kawasan Asia Tenggara misalnya, walau itu merupakan suatu ilusi yang muluk, karena bagaimana mungkin di kawasan Asia Tengga- ra, sedangkan di negeri kita ini saja, sikap mental kita terhadap bahasa kita sendiri dapat diukur oleh cara-cara kita menempatkan bahasa sendiri dalam kehidupan kita berbangsa! Lihat beberapa contoh dagelan siapa saja entah itu rakyat entah itu pejabat, bicaranya sering tidak menghirau- kan lafal standar. Belum penyakit di kawasan lainnya. Alhasil negeri kita saja masih jauh dari harapan. Maksud saya barangkali kita tak ingin lagi sekarang ini melihat si pulan yang kulitnya sawo matang yang dilahirkan sebagai bangsa Indonesia, yang mengaku paling, Pancasilais, tapi bicaranya sepotong kalimat Baha- sa Indonesia, seperempat potong kalimat Bahasa Belanda atau bahasa dari Eropa lainnya, mung- kin juga seperempat potong lagi Bahasa Arab. Kita tentu tak ingin melihatnya. Atau mungkin kita pun tak ingin melihat saudara sebangsa yang bicaranya belum menggunakan lafal standar alias baku, sehingga timbul dugaan yang bukan-bukan, misalnya orang tersebut dihinggapi penya- kit "gengsian", menirukan atasan- nya, atau biar dikatakan dari suku anu. rantai Cetusan pendapat Gubernur Sumatera Utara tersebut tentunya merupakan suatu alternatif/pilih- an lainnya dari sistem pembayar an gaji pegawai negeri yang berlaku sekarang ini. Dalam surat kabar sesekali muncul keluhan pegawai dari daerah terpencil tentang adanya potong- an-potongan yang bersifat resmi, setengah resmi ataupun tanpa tandaterima terhadap uang gaji yang diterimanya. Penyampaian uang gaji pegawai negeri dilakukan secara beranting. Dari mata rantai yang satu ke mata berikutnya. Sehingga semakin jauh lokasi si penerima dari si pengirim, semakin panjang rantai yang ditempuh. Akibatnya semakin banyak kemungkinan terjadinya kebo- coran kebocoran di perjalanan. Ibarat membawa satu balok es secara berantai. Dibawa dari tempat asal ukurannya memang sebesar balok. Namun ketika sampai di tujuan ternyata sebesar tinju saja. Atau dapat pula diibaratkan dengan menuangkan air segelas penuh melalui talang. Ketika air ditampung kembali dalam gelas yang sama, ternyata tidak penuh lagi seperti ketika dituangkan. Sebagian air ternyata menempel membasahi talang. Karena itu timbul pemeo "jabatan basah" dan "jabatan kering". Jabatan basah itu kira-kira jabatan mata Demikianlah penjelasan ini untuk dimaklumi guna tidak menimbulkan salah pengertian dari kalangan masyarakat secara keseluruhannya. Ka.Humas Pemda Tk I Bali Drs I Gusti Ngr Suarsa NIP 010020993 Pergeseran Nilai Makna. Bila kita melihat perkembang- an Bahasa Perancis yang dalam tempo relatif singkat yaitu kira- kira hanya seabad saja telah mampu menjadi primadona di antara sekian banyak bahasa ter kemuka di dunia khususnya di Eropa, maka ketika kita melirik- kan mata kepada sang primadona kita yang asli Melayu itu, saya agak sedih. Mengapa? Karena setelah saya menyaksikan perja- lanan hidupnya semenjak sete- ngah abad lebih ternyata ia dikerubuti oleh aneka macam situasi kebahasaan yang hingar- bingar, dari mulai masalah belum membudayanya lafal baku alias standar, kemudian masalah penga- ruh yang begitu kuat dari bahasa asing terutama Bahasa Inggris, sampai kepada masalah pergeseran nilai makna yang disebabkan oleh adanya perubahan cita rasa baha- sa. Yang terakhir inilah yang akan saya cobakan untuk dibicarakan, karena menyangkut yang funda- mental: Terjemahan ayat suci Al-Quran! Beberapa pertanyaan tadi akan menjadi masalah-masalah yang serius setelah misalnya anda menyaksikan pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan kebahasa- an. Salah satu contohnya ialah kasus terjemahan Al-Qur'an yang dihadirkan oleh seorang ahli sastra, Dr. HB Jassin namanya. Melihat kasus itu pada hakikatnya kita sedang berkonfrontasi dengan diri kita sendiri yang tidak pernah mempunyai bahasa yang cita rasanya telah baku. Walau me- mang, karyanya itu bila dibanding kan dengan karya para ulama Islam masih belum memadai, tetapi apabila seseorang dengan bekal penglihatan objektif pada masalah pokok yakni cita rasa bahasa, maka terdapatlah suatu gambaran bahwa munculnya kar- ya HB Jassin tersebut merupakan upaya seorang ahli sastra yang gandrung akan Bahasa Indonesia dengan cita rasa kekinian walau ia menekankan pada malah ung-awam Bahasa Arab, untuk selan- kapan, kita anggap baik? Misalnya jutnya berupaya menampilkan apakah hal itu berarti kita sedang menyaksikan suatu proses keba hasaan pada "diri" Bahasa Indo- nesia menuju kepada kepribadian yang mandiri, yang mapan, yang dengan demikian Bahasa Indone- sia pada suatu saat nanti akan tampil menjadi lingua francanya Asia Tenggara, dan menempati kedudukan yang terhormat? Jika memang adanya persoalan perge- seran nilai makna merupakan suatu kemajuan yang positif, maka terlebih dahulu sebelum kita berbangga hati patutlah Kapankah kepicikan pribadi dipertanyakan: Apakah hal itu ini berakhir? Sekadar untuk justru karena kita selalu tidak berbahasa yang baik dan benar berhasil mendidik diri kita sendiri kita itu. terjemahan kalau hanya adaptasi, sebagai jalan keluar dari derasnya pergeseran nilai makna yang menggerayangi cita rasa bahasa Melacur. Baiklah, kita lihat permasalah ini dengan memperbandingkan berbagai terjemahan AL-Quran yang banyak versinya itu, yang kesemuanya itu adalah kesalahan kita semua dalam bercita rasa. Bukan Bahsa Indonesianya! Bahasa Indonesia: Luwes! Apakah dengan adanya per- geseran nilai yang disebabkan oleh perubahan cita rasa bahasa itu dalam ini saya sebaiknya Membayar gaji pegawai negeri dengan cek atau cara giral & terbuka" Redaksi yth, Menurut instruksi MENDA- GRI, PEMILIHAN LURAH harus selesai pada akhir tahun 1980 ini, oleh karena itu di wilayah Boyolali, pelaksanaannya dibagi dua tahap. Tahap pertama sudah selesai pada bulan Juni ybl, dan tahap kedua harus selesai pada pertengahan bulan Desember 1980. Mulai 20 Nopember'80 • MANADO Dari beberapa tempat pemilih- an-lurah pada tahap pertama dan tahap yang sedang berjalan ini, selain ada positifnya juga banyak PADANG dengan NEW ELECTRA Setiap Al Quran, Lingua Franca dan Kambing Hitam Oleh: Drs. H. Muttaqin Darmawan saja, kita belum mampu. Kapan bahasa kita akan tampil menjadi primadona? dalam bersikap yang baik ter- hadap Bahasa Indonesia? Apakah hal itu justru. karena tidak sungguh-sungguhnya menangani masalah pembakuan bahasa, sebagaimana keluwesan Bahasa Indonesia dalam menerima penga- ruh yang begitu kuat dari bahasa asing mencerminkan bahwa se- benarnya bahasa Indonesia itu miskin kosakata? transliterasi versi IAIN Jakarta), telah diterjemahkan oleh Prof. Hasby yang ketika itu tahun 1956 dengan kata-kata: menjual diri- nya, begitu pula oleh Ustaz A. Hassan Bangil diterjemahkan de- mikian: menjual dirinya (lihat Al-Furqan, Jilid-I, 1956, hal. 62). Secara harfiah dan juga secara cita rasa kebahasaan pada tahun 1956, terjemahan itu benar dan tepat! Benar dan tepat terjemahan itu karena pada saat itu ternyata masih relevan dengan maksud Quran sendiri, dan cita rasa bahasa saat itu belum menampil- kan adanya pergeseran nilai kepada yang negatif. Tapi bila kita melihatnya sekarang ini setelah masyarakat para pemakai bahasa mempunyai cita rasa baru terhadap gabungan dua kata itu yang telah menjadi ungkapan, sekarang nilainya telah bergeser kepada: Melacur! Terjadilah ke- sulitan, karena ayat Quran itu tidak menginginkan pengertian yang demikian, tetapi suatu pengertian yang sifatnya merupa- kan pengabdian kepada Allah SWT. Maka HB Jassin dalam menterjemahkan bagian ayat itu menggunakan kata-kata mengor- bankan jiwanya, sebagaimana team Departemen Agama juga menggunakan terjemahan: Me- ngorbankan dirinya. Walau hal itu bukan terjemahan, tetapi tafsir! Mau apa kalau terjemahan secara harfiah dari bagian ayat itu, sekarang nilai cita rasanya telah bergeser kepada negatif?levaisM baq Masih banyak lagi apabila anda rajin membolak-balik karya-karya lama dari para ulama, yang apabila kita berburuk sangka tidak seolah-olah mereka itu mengerti bagaimana mestinya ber- bahasa Indonesia secara baik dan benar. Padahal sebenarnya karena perkembangan masyarakat pema- kai bahasa itulah, tapi apakah kasus seperti di atas itu merupa- kan perkembangan yang positif? Dan berbicara tentang terjemahan AL-Quran yang telah banyak sekarang ini ternyata setelah saya lihat, oleh sebab perkembangan bahasa itu yang kesannya seperti loncat-loncat, tak ada satu pun yang sempurna! Ketidak sempur- naan itu bukan karena ulama tidak ahli agama, atau si ahli sastra tidak ahli di bidang bahasa, akan tetapi karena tidak adanya team yang paripurna alias leng- kap, yang mampu menghimpun berbagai unsur dari disiplin ilmu yang kiranya dapat menterjemah- kan Al-Quran baik dari segi makna yang tepat dan benar maupun dari segi cita rasa bahasa yang kena dan tahan lama. HB Jassin sendiri mengakui bahwa cita rasa bahasa yang dipakainya itu paling lama bertahan beberapa tahun saja. Artinya menurut perkiraannya ada beberapa kata maupun ungkapan yang apabila sesudah sekian tahun pemakaian- nya: Kadaluarsa. Misalnya saya menunjuk pada terjemahan Prof. Dr. TM Hasby Ash-Shiddieqy dalam Tafsir-An- Nur, Surat Al-Baqarah ayat 207. Bagian ayat itu bunyinya: man yasri nafsahu (saya salin dengan Oleh: Slamet Sandjojo di mana oknumnya mempunyai berbondong-bondong antri untuk kesempatan bertindak seperti talang air. Setiap ada air yang lewat si talang akan ikut kebasahan. menguangkan cek gajinya. Nah, akibatnya akan lebih buruk lagi. Karena itu perlu dicarikan formula yang lebih maju lagi. Membayar gaji pegawai negeri secara giral. Bendaharawan mengambil uang ke Kantor Pos dan Giro terdekat yang ditunjuk Dan seterusnya membayarkan uang gaji kepada yang berhak. Dengan cara ini Bendaharawan Pembayar Gaji dari pelosok tidak perlu datang mengambil uang langsung ke Kas Negara, sehingga tidak menim- bulkan ongkos jalan dan sebagainya yang sulit dipertang gung-jawabkan. Di kalangan pe..erima rapel, baik rapel gaji atau pensiunan seolah-olah direlakan dan diang- Di Tanah Air kita, membayar gap hal yang wajar adanya kan gaji pegawai negeri secara potongan-potongan yang diper- giral (bukan dengan uang tunai untukkan "oknum yang mengurus dan mengerjakan". Mereka ini nampaknya lupa, bahwa uang rapel yang harus diterimanya itu adalah uang negara yang dibayarkan karena jerih payahnya bekerja. Bukan prestasi si talang air. Dan mereka juga lupa bahwa "oknum yang mengurus dan mengerjakan" itu sudah digaji tersendiri oleh negara. Kesalahan memang tidak bisa ditimpakan sepenuhnya kepada mereka yang merelakan rapelnya diterima surat saldo dari Bank. dalam keadaan terpotong-potong. Kerelaannya disebabkan ketidak Kas Negara dan Kantor Pos dan Giro. berdayaan mereka juga. Lebih baik diterima meskipun sedikit, dari pada terkatung-katung atau tidak diterima sama sekali. Adanya kerjasama DJA de- ngan Perum Pos dan Giro atau kartal) masih terdengar asing. termaksud di atas juga membuka Sebenarnya pelaksanaannya bu- kemungkinan yang lebih luas dan hal yang kanlah merupakan maju, yaitu membayar gaji mustahil, asalkan benar-benar ada pegawai negeri secara giral. Hal ini kemauan dan dilaksanakan secara disebabkan Perum Pos dan Giro bertahap/selektif. dengan Dinas Giro dan Cekpos- nya membuka kesempatan kepada penggunaan masyarakat akan jasa-jasa bank. Kalau saat ini Kas Lihat halaman IX kol. 6 Dengan cara giral di sini yang dimaksud ialah setiap pegawai memiliki rekening-koran di Bank, yang dipergunakan untuk menam- pung gaji yang diterimanya. Pada setiap tanggal gajian bukan tunai yang Gagasan membayar gaji pe gawai negeri dengan cek cenderung bertujuan menghilang- Dalam mengelola penerimaan dan pengeluaran negara, Direkto- rat Jenderal Anggaran bekerja- sama dengan Perum Pos dan Giro. Penerimaan negara yang berupa pajak pusat dan non pajak, dan kan peran oknum-oknum yang pembayaran pensiun dan gaji pengeluaran negara yang berupa bertindak seperti talang air termaksud. Pembayaran dengan cek membawa konsekwensi si penerima gaji sendirilah yang berhak menerima dan menguang- kan cek gaji sepenuhnya. Tetapi masalahnya tidak sederhana dan selesai sampai di situ. Sekilas saja sudah terbayang kesulitan lain yang timbul. Yaitu para pegawai akan meninggalkan pekerjaan pegawai negeri/pusat disalurkan melalui Kantor Kantor Pos dan Giro. Terutama di tempat-tempat yang tidak terjangkau oleh Bank-Bank Pemerintah. Untuk menyalurkan uang gaji pegawai negeri/pusat, Kas Negara mengirimkan cek (Contoh KP 27a) Bendaharawan kepada Pembayar Gaji. Dengan cek (Contoh KP 27a) termaksud uang diterimanya, tetapi mat karyo B HUH SEKARANG, JAMAN ANEH! Medan hal-hal negatif. Hal-hal yang positif adalah dari cara teknis pengaturan prosedur dari atasan (Negara), semuanya serba rapi dan lancar. Methode Screning dari Negara, Ujian tertulis dari Negara, Psycho-Test dari Negara dan penentuan lulus dari Negara, kami anggap sudah cukup baik - lancar dan praktis. Tetapi, sangat kami sayangkan pada waktu pemungutan suara dari penduduk masih dapat di- gunakan seseorang JAGO (calon -lurah) memaksakan kehendak penduduk dengan praktek pene- kanan. Yang penting kami papar- kan melalui tulisan ini, hanya membatasi diri pada dua macam motif penekanan. NIH BU DI BAN- DUNG ADA GANG A.C.D. Hari! 1. Malaksanakan drop-dropan da- ri groupnya salah satu jago pada waktu ada masa kampa- nye lurah dengan cara-cara bujukan yang menakuti. 2. Melaksanakan dengan cara Surabaya pagi & sore kelicikan menggunakan anggo- ta-anggota Panitya dalam ru- ang pemberian suara, terang- terang menyuruh pemilih yang sedang masuk keruang penco- blosan agar mecoblos..... yang dijagoinya. Dalam hal ini penduduk desa terutama wani- ta pasti hilang kestabilan angan-angannya dan pasti me- ngikuti perintah anggouta Pani tya itu tadi. Praktek-praktek kotor ini per- lu kita bersihkan dari masyarakat Indonesai yang "PANCASILAIS" ini. Mungkin masyarakat Indone- sia jiwa demokrasi belum dipahami benar. Pancasila Oleh karen aitu melalui tulisan ini kami sarankan kepada tokoh- tokoh masyarakat kita yang sudah Pancasilais murni, agar methode pemilihan suara dalam praktek pemilihan lurah, dirobah saja,. Janganlah menggunakan filsafat "BEBAS dan RAHASIA" melain- kan BEBAS dan TERBUKA". Methodenya: J. Hubungilah Biro Perjalanan terdekat atau langsung Kantor Pusat Mandala : JI. Veteran 1/34, Jakarta- Phone. 361336-361389-362520-354219 Alhasil memang upaya menter- jemahkan AL-Quran bila relevansi nya tidak hanya pada bagaimana menghadirkan terjemahan yang cocok dengan maksud firman, tapi juga dari segi cita rasa bahasa cukup mengena dan tahan lama, maka pada hakikatnya upaya ini adalah pekerjaan yang sangat sulit. Hal ini terbukti dengan terjemahan kedua ulama yaitu alm. Prof. Dr. TM Hasby maupun Ustaz A. Hassan Bangil yang II. III. IV. V. Tempat pemilihan suara dalam lapangan terbuka. Daftar nama pemilih sudah dibuat rangkap 4 atau jamak. Daftar nama pemilih dan kolom-kolom JAGO diha- dapi/ditangani oleh dua orang petugas setiap daftar/ kolom. Diatas (head-line) dari se- tiap jalur kolom sudah diletakkan/dicetak gambar- gambar (symbol) JAGO. Petugas yang menghadap daftar-pemilih dan kolom jago tadi, berganti-ganti menurut termin yang diatur SUARA KARYA - HALAMAN III memanggil-langsung nama- nama pemilih dan yang dipanygil menjawab "NA- MA GAMBAR" (SYMBOL) yang dikehendakinya. Serta petugas hanya mencoret -tegak (ganti biting) pada kolom yang dikehendaki itu. Dalam hal ini masing- masing petugas secara se rentak semua harus men- coret tegak pada kolom yang dikehendaki, agar ada alat kontrol. ternyata tidak menyentuh semua level di masyarakat, misalnya kesan Prof. Dr. A. Baiquni, MSc yaitu Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional dalam melihat terjemahan dua versi tersebut itu dianggapnya sebagai "bahasa pesantren" yang sulit dicernakan. Politik Bahasa Nasional. Maka gurauan saya pada "primadona" Nusantara pun men- jadi-jadilah: Kenapa dulu putra- putri Ibu Pertiwi memilih Bahasa Melayu sebagai cikal bakal Bahasa Indonesia, bahasa yang miskin kosa kata dan seperangkat kekura- ngan lainnya? Mengapa tidak Bahasa Jawa saja, karena kalau kita membongkar-bongkar ter- jemahan ulama Jawa semenjak dahulu sampai sekarang tidak ada perubahan cita rasa terhadap potongan-potongan ayat Quran itu? Betul-betul bahasa Jawa adalah bahasa yang telah baku. Mau apa kalau ini fakta sejarah! Mengapa dahulu tidak memilih Bahasa Jawa saja sebagai cikal bakal Bahasa Indonesia? Ibarat memilih calon menantu, jangan- jangan Ibu Pertiwi telah salah pilih! -dadmes Memang saya hampir saja mempersetan Bahasa Melayu ini yang dianggap kambing hitam dalam kemelut kebahasaan yang hingar-bingar ini yang sebenar- nya melanda negeri ini. Tapi setelah dipikir dalam-dalam, rupa- Juindsbik acis soav Redaksi Malam Tata Usaha Orang yang absen (tidak hadir) distrip-datar saja, berarti tidak masuk di- hitung (abstain). Setelah semua pemilih se. lesai terpanggil, hasil coret- an (ganti biting) itu di- jumlah bersama-sama oleh Peni tya/Petugas. VIII. Jumlah suara yang ter- banyak itulah yang di- syahkan secara terbukan dan dilaporkan keatasan (Negara) menjadi lurah yang resmi. Demikianlah sekedar saran dari kami Iklan ALAMAT BAGIAN IKLAN SURAT (SELURUH BAGIAN): Perwakilan Jawa Tengah Jl.Lamper Sari 12 A Telp.313113 SEMARANG A.C.D. BUKAN, ANTI CELANA MAIN ! DALAM.! VI. SUARAKARYA VII. DITERBITKAN OLEH: P.T. SUARA RAKYAT MEMBANGUN PENASEHAT: Amir Moertono, Sapardjo PEMIMPIN UMUM: Sumiskum WAKIL PEMIMPIN UMUM: Djamal All PEMIMPIN REDAKSI: D.H. Assegaff PEMIMPIN REDAKSI/PENANGGUNG JAWAB SEHARI-HARI : Sjamsul Basri WAKIL PEMIMPIN REDAKSI/PENANGGUNG JAWAB SEHARI- HARI: Kajat Hartoyo RED. PELAKSANA: A.J. Bungin, Herman Rumpoko, Herutjahjo, Yop Pandie. ITU JUGA ANTI CELANA DALAM PAK! DEWAN REDAKSI: A.J. Bungin, Herman Rumpoko, Herutjahjo, Yop Pandie, Mustoffa Kamil, Leopold F.P. Runkat, S.M. Asi Siregar, J.R. Susanto, H. Hatmanto, Alfred Simanjuntak, Christ. R. Tumangger, Kusnun HM, John Syukur, Sugyanto, Manusmara, Raun Gultom, Valens Zebua. STAF AHLI: Sayuti Melik, Midian Sirait, Sudjati, Cosmas Batubara, David Napitupulu, Hendro Budijanto, Pintor Simanjuntak, R. Haryoseputro. ALAMAT REDAKSI DAN TATA USAHA/LANGGANAN : JI. Bangka Raya No. 2 Kebayoran Baru Jakarta, NOMOR TELEPON SUARA KARYA Redaksi : 797819, 797020 (langsung) 794511 794518 pes 60: Redaksi pes 63: Pem Red Perwakilan Jawa Barat Jl.Gatot Subroto Gg.Warta No.13 Telp: 56213 BANDUNG MUGA Hormat, A.W.Samosir BA Pura Bhawana - langgeng Dlingo, Mojosongo Boyolali KANDA nya kambing hitam itu adalah diri kita sendiri yang tak pernah menyadari kalau kita sebenarnya memiliki bahasa yang berpotensi tinggi untuk menjadi bahasa yang besar. Bukan isapan jempol! Karena sebagaimana pengakuan Prof. Slamet Mulyono bahwa justru Bahasa Melayu yang seka- rang diresmikan menjadi Bahasa Indonesia itu yang miskin kosa kata itu mudah dibentuk dan dikembangkan tidak seperti hal- nya Bahasa Jawa yang telah menemukan bentuknya, yang te- lah mapan, telah baku. Dengan, begitu sebenarnya telah terkuras habis, tak dapat dikembangkan lagi! Hal ini dikemukakan dalam buku alitnya: Politik Bahasa Nasional. Penutup Apa yang dikemukakan oleh Prof. Mulyono memang benar, sebagaimana halnya ketika saya melihat bahasa daerah saya sendi- ri: Bahasa Sunda. Maka dalam gurauan ini tidak lantas kita berbangga hati mempunyai bahasa yang luwes, yang berpotensi tinggi, mudah dikembangkan, ka- rena tantangan yang paling men- dasar ialah bagaimana menumbuh- kan sikap mental yang baik terhadap bahasa kita, agar men- jadi bahasa yang besar. Mari kita mencontoh bangsa Perancis itu! Mengapa kita tidak mampu meng- ikuti mereka? Tapi, setidak-tidaknya kita harus berbangga karena bahasa negara kita adalah Bahasa Indone- sia, tidak seperti halnya di India. Di sana Bahasa Inggris masih juga sebagai bahasa pengantar di samping Bahasa Hindi sebagai bahasa resmi. suara rakyat membangun : 797819 : 791352, 797020 794511-794518 pes 59 : 621691 : Jln. Gajah Mada 90 A Tingkat III Tromol Pos No. 3408 JAKARTA P.O. Box. No. 334-KBY Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 17 IN TERBIT: No. 01098/SK/Dir.PP/SIT/1971 HARGA LANGGANAN TERMASUK SKM: Rp. 2.350,- per bulan bayar dimuka, PERPOS: Rp. 2.600,- per bulan bayar dimuka. Pengiriman dengan pesawat dibebani ongkos angkutan HARGA ECERAN : Rp. 100,- per eksemplar TARIP IKLAN: Umum Rp. 700,- Keluarga: Rp. 500,- Khusus: Rp. 400,- Film Rp. 500,- (per mm kolom) IKLAN MINI: 1 baris (25 huruf) Rp. 750,- minimum 2 baris, maksimum 10 baris. BANK BNI 46 No. 001799, Bumi Daya Kebayoran Baru No. 1110 43523, BRI Kebayoran Baru No. 1729. 20 C. Giro A. 12745 First National City Bank No. 01.9892.7 Perwakilan Sumatera Utara JI. Timor 14 C Tel. 5150 69 MEDAN Perwakilan Jawa Timur & Ball Jl. Raya Diponegoro No. 62 Telp. 60568 SURABAYA. WAN New Electra L-188 C