Tipe: Koran
Tanggal: 1989-02-14
Halaman: 04
Konten
4cm HALAMAN IV TAJUK RENCANA Ulah Gerombolan Pengacau Berkedok Agama di Lampung PERISTIWA perlawanan dan pembunuhan terhadap alat-alat negara pada tanggal 6 dan 7 Februari tahun ini di Desa Talangsari, Kecamatan Way Jepara, Lampung Tengah, terasa cukup mengejutkan. Betapa ti- dak? Di tengah-tengah suasana pembangunan yang menuju tahap ting- gal landas, di mana segala potensi intelektual-material kita kerahkan dan kita garap sekuat tenaga, tiba-tiba saja terdengar berita tentang serang- kaian tindakan bodoh dan ngawur yang berunsurkan ekstremisme dan pengkhianatan terhadap asas-asas negara proklamasi kita. Gerombolan pelakunya menamakan diri Komando Mujahidin Fisabilil- lah. Satu nama keren yang tidak mengingkari nafas dan wama "religius" memang. Namun, mengingat bahwa hampir semua penganut agama di Indonesia secara faktual telah menerima Pancasila sebagai asas kene- garaan, lantas bisa ditebak bahwa gerombolan ini jelas-jelas memasang agama sebagai topeng politik mereka. Ini bukan gerakan agama yang murni. Secara fisik kekuatan gerombolan ini ditaksir tidak melebihi angka 300 orang. Tema-tema gerakan yang digemborgemborkan a.l. pemerintah RI adalah pemerintah kafir, karena itu membayar pajak kepada pemerintah haram hukumnya; menjadi pegawai negeri dan mengirim anak-anak ke sekolah negeri pun lantas terlarang; menghormati Sang Merah Putih, bendera nasional, juga satu dosa tak terampuni; UUD 45 beserta Panca- sila-nya merupakan kekeliruan; serta ABRI sebagai tulang-punggung kekuatan pemerintah yang kafir harus dilawan. Bahwa gerakan ini diorganisasi secara cukup rapi kita amati di dalam hal-hal berikut ini. Yang pertama, sasaran utamanya yakni lapisan rakyat yang kurang berpendidikan, di mana "sentimen" agama masih hidup secara kokoh. "Sentimen" (perasaan) agama yang sempit dan monolitis seperti ini sulit sekali tumbuh di antara para pemeluk yang intelektual. Jadi Lampung memang secara psikologis cocok buat kasak-kusuk gera- kan semacam ini. Jangan lupa, bahwa pengaruh PKI dahulu, pada masa- masa pra-gestapu, sangat kuat di daerah ini. Yang kedua, persenjataan yang mereka gunakan cukup "ampuh", a.l. panah beracun, senjata api dan bom Molotov, Bom Molotov dan panah beracun memang merupakan senjata-senjata yang bisa mereka produksikan dengan gampang. Yang ketiga, dalam upaya untuk mendapatkan senjata-senjata api, mereka menjalankan taktik melakukan serangan terhadap pos-pos polisi dan ABRI dengan tujuan merampas senjata. Yang keempat, gerombolan ini pun memilih daerah yang secara strategis-militer cukup tepat: daerah yang memberikan kemungkinan untuk berlindung jika terjadi aksi peng- ejaran para anggotanya. Hutan-hutan memang masih banyak di daerah ini. - Kendati kekuatan fisik gerombolan ini boleh dikatakan sudah sangat berkurang, karena 27 orang anggota militannya terbunuh -- termasuk Anwar alias Warsidi pemimpin mereka - namun kekuatan sisanya tidak boleh kita remehkan. Pandangan picik (fanatisme) dan barangkali juga adanya komando dari tokoh-tokoh tersembunyi sebagai "dalang di bela- kang layar" serta bantuan material dari pihak-pihak tertentu mesti dijadi- kan bahan-bahan pertimbangan untuk lebih waspada dan bijaksana dalam melakukan langkah-langkah pengamanan oleh para petugas yang bersangkutan. Secara politik sebagaimana juga terjadi di negeri-negeri yang nasio- nalitasnya bersifat multietnis (beraneka suku-bangsa) dan multikultural (beraneka budaya) -- letusan-letusan kekerasan yang bercirikan ekstre- mitas begini memang harus sudah bisa diantisipasikan sebelumnya. Hanya, masalahnya sekali ini para pelakunya justru lebih banyak me- nyuarakan aspirasi-aspirasi pseudo-religious (agamawi semu) di mana DI samping kewajiban, DPR atau DPRD mempunyai hak. Ada hak yang pelaksanaannya diatur dalam peraturan tata tertib Dewan, ada pula yang diatur dengan undang-undang. Hak-hak badan-badan legislatif ini menurut hemat kita sesuatu hal yang sangat prinsipiil karena hal itu sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat yang tertuang dalam UUD 1945 dan falsafah bangsa Pancasila. Sampai di mana para anggota badan legislatif itu melaksanakan hak- haknya, masih saja menjadi sorotan para pengamat. Salah satu hak yang pada akhir-akhir ini sering mendapat sorotan adalah "hak inisiatif." Gubernur Bali Oka pernah mengungkapkan salah satu hak ini ketika mengharapkan inisiatif DPRD untuk mendukung kebijaksanaan- kebijaksanaan Pemerintah Daerah dalam memasuki Pelita V. Pengung- kapan secara eksplisit "hak inisiatif" ini dikaitkan pula dengan kenyataan bahwa di daerah ini masih ada beberapa materi peraturan yang seharus- nya tertuang dalam peraturan daerah, namun masih dituangkan dalam keputusan gubernur. Ketika mengadakan temu wartawan akhir tahun 1988, Gubernur Oka juga sempat mengungkapkan adanya peraturan daerah di daerah ini yang perlu ditinjau kembali relevansinya. Baik di pusat maupun di daerah, sorotan sementara pengamat terha- dap kurangnya inisiatif lembaga legislatif ini sering dikaitkan dengan penyusunan rancangan suatu undang-undang atau peraturan daerah. Inisiatif dari pihak lembaga legislatif itu dimungkinkan oleh ketentuan perundang-undangan yang ada, namun sampai di mana DPR dan DPRD melaksanakan hak itu? Jika hak itu tidak dilaksanakan, apa sebabnya? Dalam sejarah perjalanan lembaga legislatif di Bali misalnya, ada pengamat yang menyatakan bahwa hak inisiatif penyusunan rancangan peraturan daerah bukannya tidak pernah dilaksanakan oleh anggota DPRD Tingkat I. Benar-tidaknya ungkapan pengamat itu, kiranya perlu ditelusuri, terutama dalam masa jabatan DPRD GR tahun 1967 - 1971. Dengan itu kita ingin menyatakan bahwa hak inisiatif itu kaitannya dengan pembuatan rancangan peraturan daerah, kiranya dapat dilak- sanakan apabila ada kemauan dan kemampuan. Kita tidak yakin bahwa untuk melaksanakan hak inisiatif itu terhalang oleh kendala politis. Kendala politis menyebabkan tiadanya kemauan politik dari pihak lembaga legislatif. Secara formal kita sulit mengatakan bahwa wakil-wakil rakyat kita sekarang ini dibungkam inisiatifnya. Oleh karena itu terdorong kita untuk menelusuri kendala lain, bukan kendala sar Bali Post menerima titipan dana punia Putu Dana, Jl. Raya Sesetan 53 Denpa- Panca Wali Krama di Besakih masing- Rp 500,00 Nyoman A. Wirawan, Jl. Raya Sesetan masing Nyoman Suparni, Jl. Pedungan Denpa- 45 Denpasar Rp 1.000,00 Rp 500,00 Ketut Antara, Jl. Raya Sesetan 53 Den- Dra Nyoman Sikarini, Tegallantang Ka- pasar Rp 1.000,00 Nyoman Murna, Jl. Raya Sesetan 53 ja Padangsambian klod Denpasar Rp 2.000,00 Denpasar Rp 1.000,00 sar Guru Honorer Dipecat! Ada sebuah STM swasta di Ta- banan yang memecat guru honorer- nya karena guru tersebut mengajar di STM yang lain yang merupakan saingannya. Kebetulan guru yang di-PHK tersebut adalah teman seja- wat saya. Saya ingin tahu apakah mema- ng ada peraturan bahwa pimpinan sebuah sekolah bisa memecat seo- rang guru karena si guru tersebut mengajar di dua sekolah sepanjang guru tersebut melaksanakan tugas- nya dengan baik? Hak Inisiatif yang Menjadi Sorotan Sepanjang pengetahuan saya, ka- rena saya pernah jadi guru di sana, guru yang dimaksud tidak pernah melalaikan tugasnya. Jadi kriteria apakah yang seharusnya dipakai untuk memecat seorang guru terse- but? Padahal sebelumnya si guru itu telah menyatakan bahwa dia te- lah mengajar di STM yang lain, dan alasan ini bisa diterima pimpinan STM tersebut, sehingga jadilah si guru tersebut mengajar sesuai de- ngan bidang studinya di dua STM di Tabanan. Akan tetapi entah dari mana asal- nya tiba-tiba saja ada hujan badai pemecatan (PHK) yang tak pernah diduga sebelumnya. Apakah seo- rang pimpinan bisa seenaknya me- mecat guru tersebut sesuai dengan Surat Pembaca Persyaratan: Sertakan fotokopi identitas Rp 31.730.130,55 Dana Punia Panca Wali Krama Rp 1.456.500,00 untuk Wiliasih Bali Post menerima titipan sumbangan pengobatan Kadek Wiliasih dari: 1 Wayan Mandra, Jl. Gn. Batukaru Gg. 117 Denpasar Rp 5.000,00 I Made Subitha, Jl. Gn. Ba- tukaru Gg.X/3 Denpasar Rp 5.000,00 Jumlah pene- Senin sampai siang Rp 10.000,00 Jumlah penerimaan sebe- lumnya Rp 1.446.500,00 Jumlah pene- rimaan seluruhnya Rp 1.456.500,00 rimaan penilaian subyektifnya? (biarpun guru tersebut hanya honorer) atau ada perhitungan 'bisnis' takut men- dapat saingan dari sekolah sejenis baik secara kualitas maupun secara kuantitas (takut tidak dapat murid). Tidakkah si pimpinan berpikir bahwa di antara guru dan anak di- dik ada kedekatan hubungan secara moral di samping proses belajar mengajar? Hal ini juga merisaukan guru-guru lainnya di tengah-tengah krisis moral anak didik zaman se- karang serta gencarnya tudingan terhadap kemerosotan mutu pendi- dikan. Di sini saya bukan sekadar solider terhadap teman, tetapi juga atas anjuran pemerintah agar kita cepat tanggap terhadap situasi demi kebaikan kita bersama. Nama dan Alamat Ada pada Redaksi pikiran-pikiran politik (tentang kekuatan) diterapkan dalam perilaku aga- ma. Di satu pihak hal ini bisa dipandang sebagai tindakan yang mengkon- taminasikan (mengotori) ajaran agama yang sesungguhnya, karena se- tiap agama mengajarkan para penganutnya untuk menghormati peme- rintah yang sah dan disepakati oleh mayoritas warganya, dan di lain pihak gerakan semacam ini mesti dianggap sebagai satu gerakan yang meng- abaikan hukum-hukum sejarah dan budaya, yang intinya perubahan tanpa akhir daripada kehidupan manusia sebagai makhluk budayawi.. Dua ciri utama gerakan ini bisa kita rumuskan sebagai ekstremisme dan fundamentalisme. Ekstremisme sendiri sangat berbahaya karena menutup mata terhadap kemungkinan untuk melakukan dialog, kerja sama dan saling belajar dengan golongan-golongan yang berbeda pa- hamnya. Ekstremisme telah terbukti merupakan sebab terpenting bagi berbagai tindak kekerasan yang mengorbankan banyak manusia tak berdosa. Fundamentalisme, pada gilirannya, juga menggiring pemikiran ke arah yang sangat membahayakan dan tidak menguntungkan. Funda- mentalisme di bidang keagamaan dan tampaknya memang terjadi khusus di bidang ini -- membatasi lingkup pandangan hanya pada lingkup kebenaran agama. Segala sesuatu harus dicocokkan dan diatur oleh kebenaran-kebenaran agama. Seni, politik, ekonomi bahkan ilmu peng- etahuan sekalipun harus dihakimi oleh kebenaran agama. Kebenaran- kebenaran universal-manusiawi disangkal keberadaan dan keberla- kuannya. Kerja sama antarbudaya dan antaragama tak mungkin dilak- sanakan dalam situasi ekstremisme dan fundamentalisme. Hal ini sangat membahayakan tata kehidupan bangsa yang menganut asas Pancasila khususnya dan asas demokrasi pada umumnya. Saya adalah salah seorang ang- gota dari perkumpulan Metrya Darma Kecamatan Gianyar. Lewat ruangan ini saya beserta beberapa teman sejawat ingin mengetahui ba- gaimana keadaan perkumpulan Metrya Darma tersebut? Semenjak dibentuknya sampai saat ini belum pernah ada pertanggungjawaban dari pengurus kepada para ang- gotanya (khususnya untuk keca- matan Gianyar). Jalan untuk membendung gerakan-gerakan ekstrem-fundamentalistis seperti gerakan Komando Mujahidin Fisabilillah ini jelas harus ditempuh dari dua sisi. Sisi pertama melakukan pemantauan gerakan-gerakan yang menyimpang, baik oleh rakyat maupun oleh aparat keamanan yang bersangkutan, sementara sisi kedua lebih bersifat tindakan-tindakan yang cepat dan tepat para petugas. Sehubungan dengan hal ini, kebija- kan para petugas yang kurang tanggap terhadap kerawanan situasi, sehingga timbul korban di antara mereka, a.l. Danramil Kapten Infanteri Satiman, memang bisa dibaca sebagai kekurangwaspadaan. Mestinya rombongan yang datang untuk menangani tantangan para anggota ge- rombolan yang menolak untuk datang atas panggilan yang berwajib, sudah memperkirakan kemungkinan-kemungkinan terjadinya perlawan- an bersenjata. Kekurangajaran mereka sesungguhnya sudah member- ikan tengara bahaya yang jauh-jauh waktu menuntut kesiagaan tindakan. Berkenaan dengan hal tersebut, saya selaku anggota beserta dengan beberapa teman sejawat lainnya, ingin mendapat penjelasan dari pa- ra pengurus, sejauh mana Anggar- an Dasar dan Anggaran Rumah Tangga telah dilaksanakan? Semoga para petugas keamanan tidak akan mengulangi kebijakan semacam ini. Dalam hubungan ini kita hendaklah mengingat kata-kata sekjen MUI, Projokusumo. "Masih ingat dengan gerakan Komando Ji- had? Mereka juga bermula dari Lampung yang kemudian merembes ke Jakarta." Daerah-daerah yang mempunyai sikon seperti Lampung ini cukup banyak di Indonesia. Untuk inilah kita harus ekstra-waspada! Daerah-daerah ini mempertunjukkan ciri-ciri serupa: taraf intelektualitas rendah, ketaatan agama tinggi, pengaruh pikiran-pikiran sesat sulit di- pantau dan kesempatan untuk bersembunyi di hutan-hutan cukup besar. Mengingat segala pertimbangan tadi adalah wajar sekiranya setiap insan beragama di negeri ini, yang berkesadaran politik cukup dewasa serta setia pada asas Pancasila, menyesalkan peristiwa Talangsari, Way Jepara, ini. Agama memang menuntut kesetiaan dan pengamalan kita. Akan tetapi tidak melalui jalan kekerasan dan pembunuhan. Juga sean- dainya yang dibunuh itu termasuk dalam kategori "kafir". Saya mendengar informasi bah- wa, untuk kecamatan Gianyar uang yang terkumpul sekian ratus ribu itu dibawa oleh ketua. Andaikata informasi itu benar adanya, apakah hal itu sudah sesuai dengan peratur- an-peraturan yang telah dipu- politis. Dari segi tingkat pendidikan rata-rata wakil rakyat kita, sulit pula dikata- kan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan. Namun apa yang dikata- kan oleh pakar hukum tata negara Prof Padmo Wahjono, S.H. kiranya patut kita renungkan. la termasuk pengamat yang berpendapat bahwa kendala politis itu sebenarnya tidak ada. Ketidakmampuan DPR meng- ajukan rancangan undang-undang yang merupakan hak inisiatifnya ter- jadi akibat ketiadaan sarana dan perangkat teknis yuridis. Kata Padmo Wahjono: "Jangan dikira setiap sarjana hukum bisa membuat rancangan undang-undang". Lepas dari kendala-kendala tersebut, dalam kenyataannya penyusun- an suatu undang-undang atau peraturan daerah tidak kering dari inisiatif anggota lembaga legislatif. Tidak jarang suatu rancangan undang- undang atau rancangan peraturan daerah yang dibuat oleh pihak ekse- kutif berdasarkan usul atau saran pihak legislatif. Inisiatif wakil-wakil rakyat itu juga sering mewarnai rapat-rapat koordinasi dan konsultasi dalam mematangkan suatu rancangan undang-undang atau peraturan daerah, suatu inisiatif yang sudah tentu tidak segera diketahui orang yang tidak tersangkut di dalamnya. Apalagi di kalangan anggota Dewan yang terlalu tertutup menghadapi pers, inisiatifnya sering tidak segera kelihatan. Inisiatif wakil rakyat tersebut sesuai dengan ketentuan Undang- undang Nomor 5 Tahun 1974, juga sering disalurkan lewat penyerapan aspirasi dari bawah, misalnya secara formal lewat jalur partai politik, golongan karya, dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya serta dari media massa. Hanya saja penyerapan informasi seperti ini juga sangat tergantung pada kualitas kelompok-kelompok masyarakat. Oleh karena itu berkualitas-tidaknya inisiatif anggota Dewan di sam- ping tergantung pada faktor dirinya juga tergantung pada faktor kelom- pok-kelompok masyarakat ini. Jika demikian halnya timbul pemikiran perlunya mekanisme penyerapan informasi ini ditata dan ditumbuhkem- bangkan sehingga melahirkan inisiatif-inisiatif yang lebih berbobot. Partai politik, golongan karya, kelompok-kelompok masyarakat lainnya serta media massa harus merasa terpanggil sebagai pemasok yang lebih kontinyu dan lebih berkualitas pada wakil-wakil rakyatnya. Sebaliknya wakil-wakil rakyat pun harus pula terpanggil untuk memanfaatkan meka- nisme ini secara teratur dan berkesinambungan. Metrya Darma Apa Khabar? tuskan? Pernah ada surat edaran bahwa, setiap anggota diperbolehkan me- minjam uang sebesar Rp 300.000,00 dengan bunga sebesar 1,5 persen per bulan. Namun sam- pai saat ini belum ada tindak lanjut- nya. Sudah beberapa kali saya ta- nyakan kepada atasan saya, namun selalu saya mendapat jawaban, "Belum ada realisasinya.... Rp 5.000,00 dr. Ketut Sumarsa Kardha, Jl. Tanimbar 30 Denpasar Rp 10.000,00 Wayan Sugiartha, Karyawan PT. Bank Desa Bali Respati Rp 1.500,00 Guide Rama Tour, masing-masing. Suda Rp 2.500,00 Margianta Cok Oka Sukra IB. Astawa Rp 2.500,00 Rp 2.500,00 Rp 2.500,00 Rp 2.500,00 I Nyoman Mudita, Jl. Kapten Agung Denpasar Rp 5.000,00 Dr. IGA K Wardani, Br. Saih Pe- guyangan Denpasar Rp 4.000,00 Gede Astawa, Br. Batu Mengwi Kom- plek Polri Jl. Cipanang Empang Z/4 Ja- karta Timur Rp 25.000,00 Penyumbang Rp 50.000,00 Ida Bagus Oka Suarta, Jl. Anggrek no.6 Denpasar Rp 5.000,00 I Wayan Mandra, Jl. Gn. Batukaru Gg.117 Denpasar Rp 10.000,00 I Made Subitha, Jl. Gn. Batukaru Gg. X13 Denpasar Made Ada, Sanur Staf Kantor Camat Sukawati Gianyar Rp 14.000,00 Serikat Pekerja Unit Tanjung Sari (SPSI) Rp 103.000,00 Staf karyawan Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Rp 11.000,00 Gusti Adnya, Tangeb Kapal Rp 1.000,00 Umat Hindu Kanwil Dep. Koperasi Prop. NTB-Mataram Rp 30.000,00 Staf guru dan pegawai SMP N. I Suka- Karyawan Hindu PT. Pertani (Persero) NTB Mataram Rp 15.000,00 Drs. I Gusti Putu Supartha, Humas Pemda Tk. INTB Rp 5.000,00 Ida Ayu Nyoman Bisma, Jl. Kutilang Gg. IV/4 Kaliuntu Singaraja wati Gianyar Rp 5.000,00 Rp 1.500,00 Agar tidak terjadi tanggapan yang bukan-bukan dari anggota, le- wat ruangan ini saya mengimbau para pengurus baik yang di pusat maupun yang di cabang-cabang agar memberi penjelasan sejelas- jelasnya kepada para anggota. Ka- lau waktu memungkinkan sebaik- nya saya mengharapkan diadakan suatu pertemuan agar para anggota dapat bertatap muka langsung de- ngan para pengurus. Terima kasih. CV. Hotel Tanjung Sari Sanur Nama dan Alamat Ada pada Redaksi Rp 200.000,00 Rp 10.000,00 Umat Hindu Anggota DPRD Tk. II Gianyar Rp 145.000,00 Koperasi Pegawai Negeri Satya Dharma Guru-guru/karyawan Depdikbud Kec. Denpasar Timur Rp 25.000,00 I B. Made Tina, Dusun Geria Ciwa Batuan Gianyar Rp 5.000,00 Keluarga besar Mahasiswa APDN Ma- taram Utusan Pemerintah Daerah Tk. I Bali angkatan XXI, XXII dan XXIII" Rp 64.500,00 Front Office Department Melia Bali Sol masing-masing IGst. Ngr. Mimba INyoman Sana INyoman Nada I Ketut Pesta Rp 5.000,00 Rp 5.000,00 Rp 10.000,00 Rp 69.500,00 Nyoman Jabud, Khayangan Art Shop Celuk Gianyar Rp 25.000,00 Sugiarno Umat Hindu Darma Purantara Balai Rehabilitasi Lahan dan servasi Tanah Wil VII Denpasar Rp 44.000,00 Nyoman Mandra, Br. Sangging Kamas- an Klungkung Rp 6.000,00 Made Widia, Pasar Seni Kumbasari Lt. III/15 Denpasar Rp 2.000,00 I Ketut Sumai, Br. Bindu Kesiman Den- pasar Timur Rp 5.000,00 Toko Ria, Jl. Kartini Plaza 14 Kuta Rp 1.000,00 Rp 5.000,00 INyoman Retha I Wayan Sunarya IB Suarma Made Yadnya Rp 5.000,00 I Wayan Benhur Rp 2.000,00 IB. Wage Rp 5.000,00 INyoman Sudana Rp 5.000,00 Karyawan Umat Hindu PT Astra Grap- hik, Jl. Sudirman 19 Denpasar masing- masing. I Wayan Kota Wijaya Ari Wiyono I Wayan Kania I Made Mukara I Wayan Mustika. H Tri Widodo HS Hermanto Sutomo I Gusti Kt. Kastawan I Ketut Sukartha INyoman Rencana Wayan Suarthana Ida Bagus Suamba Rp 5.000,00 Rp 1.000,00 Ida Bagus Anom, Jl. Gn. Slamet 10 Denpasar Rp 5.000,00 Drs. I Made Suartha, Jl. Serma Kator 2A Denpasar Rp 5.000,00 I Made Susila, Br. Taman Sanur Rp 5.000,00 I Ketut Pereana, Br. Sayan Bongkasa Rp 1.500,00 Penyumbang masing-masing dari : Ida Bgs. Pujaerawan, S.H Bali Post Rp 2.000,00 Rp 2.000,00 Rp 2.000,00 Rp 2.000,00 Rp 2.000,00 Rp 2.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 DECHI Sadar akan maksudnya, pemerin- tah jajahan Belanda khususnya pada waktu itu amat menanamkan "disiplin", bahkan cenderung diis- tilahkan dengan "disiplin mati". Kepala Sekolah, ataupun guru- guru yang tak becus bekerja, tanpa peduli di damprat di depan murid- murid. Yang diutamakan dalam pengawasan pada waktu itu, konon "lebih banyak hasil di lapangan" daripada administrasi pe- nyelenggaraan. Sering dilakukan sidak (inspeksi mendadak) ke ke- las-kelas, dan akan tampak hasil- nya nanti dengan segera, melalui tes-tes lisan terhadap murid- murid. Jika banyak murid yang ge- lagapan menjawab pertanyaan se- suai dengan batasan silabus, yang disalahkan bukan murid-murid, te- tapi guru kelasnya, yang pada akhirnya adalah kepala sekolah se- bagai penanggung jawab terakhir di sekolah bersangkutan. Tradisi "pengawasan" zaman Putu Werediadnya IPutu Suadnyana Supervisi di Sekolah Dasar segala aktivitas-sebagai ciri khas ke-Timur - an - pada pihak lain telah pula berkembang pengertian supervisi yang amat "longgar" atau "permisif" (membiarkan situasi sehingga ekstrimitas ini membawa berkembang seperti apa jadinya), situasi "liar" dan atau "khaos" da- lam aktivitas pendidikan. Berkem- LANGKAH pembinaan rutin terhadap penyelenggara- an pendidikan di Sekolah Dasar disebut yang pengawas- an, telah lama dilakukan oleh para pejabat "atasan". Ketika penulis duduk di bangku Sekolah dasar, yang kala itu masih dinamakan Sekolah Rakyat (SR), aktivitas manajerial tersebut telah biasa dilakukan oleh pejabat, yang lazim disebut "penilik". Bahkan, pada zaman penjajahan pun, konon terbiasa dilakukan seperti penu- turan para kakek moyang kita. Dikhabarkan, intensitas "pengawasan"-nya, amat tinggi. Tentu maksudnya dapat kita pahami, yakni agar melalui sistem pendidikannya menghasilkan para tamatan yang siap sebagai "pegawai rendahan" guna memangku jabatan kerja di kebun-kebun atau kantor-kantor. bang rasa malu, ogah, basa-basi berlebihan, dan mementingkan kulit daripada isi. Pada kutub ini, Jika ada, hanya kulit saja, yang di- kegiatan supervisi hampir "nihil". wakili oleh hasil pemeriksaan ad- ministrasi tertulis saja. Muncullah situasi saling mengibuli, saling mengintip, ABS, bahkan saling mencurigai. Kemanjaan, dan ke- licikan berkembang begitu rupa. Sedangkan, pada ekstrimitas per- tama, yang biasanya dengan fre- kuensi supervisi (baca: inspeksi) yang agak tinggi, menimbulkan si- tuasi robotisme, tertekan, dan bah- kan memberontak, karena derajat manusiawi ditekan sampai pada ti- terendah. Ni Luh Putu Sasih I Ketut Tener Ketut Sudiana Ketut Sekik Wayan Supila Wayan Sujana Mastari Kenning Supartono INyoman Suparta I Gusti Made Sukarja Budiono Sunarni Kasijo Warsidi Warsono Gede Widiasa Gst. Ngr. Sutedja I Gusti Ngurah Sudiasa Ni Nyoman Puspadi I Made Suparta I Made Suwena Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 I Putu Buda Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Wayan Sweden Gde Rai Mulyanto INyoman Sugiarto Ida Bagus Kanta Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Dari penyumbang masing-masing. Pertayadnya Rp 2.500,00 Rp 1.000,00 Ida Bagus Ketut Ngurah Ida Bagus Made Suta Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 I Wayan Gara I Wayan Gabra Asnawa Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 INyoman Djenami I Gusti Made Wira I Gede Danu Aryana A. A. Putu Armadi Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 500,00 Rp 500,00 Rp 500,00 Rp 500,00 Rp 500,00 Rp 2.500,00 Rp 2.500,00 Rp 2.500,00 Rp 2.500,00 Rp 2.500,00 I Wayan Weca I Wayan Mandra Rp 2.500,00 Rp 2.500,00 Pegawai kantor Camat Penebel masing- masing : (DR. Hadari Nawawi, Administra- si Pendidikan, 1983, hal. 103). Bertolak dari batasan etimologis tersebut, dapat dipastikan muncul- nya "ekstrimitas" dalam kegiatan supervisi. Ekstrimitas pertama, yang agak nya masih berbau kolonial adalah Drs. I Kt. Astika Jayeng Wiguna Camat Penebel terpatrinya pengertian bahwa su- Rp 3.500,00 I Nym. Parwata. BBa. Sekwilcam Pene- pervisi lebih diartikan sebagai ben- bel Rp 3.500,00 tuk kegiatan "atas-bawah" yang INym. Sukanita Kamawil Hansip tersekat oleh tembok pemisah Rp 1.000,00 yang sulit di tembus. Atasan ada- IGst. Nym. Mura Kaur Kesra lah penguasa yang memiliki kewe- Rp 2.000,00 nangan yang luar biasa untuk me- IPt. Suarnaya Kaur Pembangunan merintah, dan memberi sanksi. Ba- Rp 1.000,00 wahan adalah para pelaksana ter- endah yang hanya memiliki kewa- jiban mentaati perintah, dan men- jalani sanksi tanpa mempunyai hak berbantah atau menolak. Pe- ngertian ini, tlh dikaitkan secara kuat terhadap model kepemimpin- an "otoriter" yg mengajegkan kua- sa sendiri, tanpa perlu membuka hati terhadap suara-suara ba- wahan. I Gst. Rai Suarjana stap Kantor Camat Pnb Rp 1.000,00 I Gde Md. Ardana stap Kantor Camat Pnb Rp 1.000,00 Rp 10.000,00 I Nym. Lepod stap Kantor Camat Pnb Drs. I Dewa Gede Udiana Rp 1.000,00 Rp 3.000,00 IMd. Suparta stap Kantor Camat Pnb Rp 1.000,00 Rp 2.000,00 Rp 2.000,00 I Md. Murjana stap Kantor Camat Pnb Rp 5.000,00 Rp 1.000,00 I Gde Sudarma stap Kantor Camat Pnb Rp 1.000,00 Ni Wyn. Riniwati stap Kantor Camat Rp 1.000,00 Pnb Ni Ngh. Seriati stap Kantor Camat Pnb. Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 Rp 1.000,00 SUS... HARI INI KAU PASTI MENERIMA CINTAKU ! Ni Gst. Ayu Seriartini stap Kantor Ca- mat Pnb Rp 1.000,00 (Bersambung ke Hal XI, kol 1) penjajahan Belanda tersebut diter- uskan kemudian, walaupun telah memasuki zaman republik. Biar- pun telah lama berselang, yakni ketika penulis duduk di kelas V SR, tepatnya tahun 1962, masih se- gar dalam ingatan, ketika guru ke- las penulis kala itu, kelihatan "ki- kuk", dan "berkeringat dingin" menghadapi tes-tes lisan "peni- lik", yang diberikan kepada murid- murid. Terasa ketakutan mence- kam, karena "gezag" yang dibawa oleh penilik itu. Tak ada bangku berderit, duduk tak beringsut, dan wajah-wajah semua kelihatan se- rius mendengarkan pertanyaan, satu per satu secara bergiliran. Oleh IG. A. Raka Santa Namun, kini situasi telah ber- ubah. Pengawasan yang sekarang lebih lazim diistilahkan dengan "supervisi" telah berkonotasi lain, selaras dengan perubahan zaman. Zaman kini, yang lebih menitik- beratkan pada "pragmatisme" se- suai dengan kecenderungan pem- bangunan, telah mengangkat per- an "administrasi" (baca: data ter- tulis), di atas penyelenggaraan/ praktek di kelas. Sebenarnya sama saja. Hanya aksentuasi yang ber- beda. Sedangkan tujuannya sama, yakni, untuk meningkatkan "hasil guna" pendidikan. Hanya yang perlu ditinjau kem- bali, sejauh mana perbedaan ak- sentuasi itu membawa dampak ter- hadap hasil guna pendidikan. Se- panjang pengalaman empiris, dampak aksentuasi itu nyata di- rasakan. Tulisan ini mengajak un- tuk lebih melakukan "keseimbang- an" dalam sasaran supervisi, agar berjalan dengan proporsional. Kerancuan semantik Perkataan supervisi berasal dari Bahasa Inggris supervision yang terdiri atas dua perkataan Super dan vision. Super berarti atas atau lebih, sedangkan vision berarti me- lihat atau meninjau. Oleh karena itu secara etimologis supervisi (su- pervision) berarti melihat atau me- ninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan (orang yang me- miliki kelebihan) terhadap perwu- judan kegiatan dan hasil kerja ba- wahan. Tipe kepemimpinan otoriter telah dihapus, namun bagaimanapun se- bagai warisan "sikap mental" kolo- nial, masih juga menggejala saat ini. Sedangkan, sebagai konse- kuensi pengaruh budaya ekspresif yang mementingkan "rasa" dalam Tarikan kedua ekstrimitas tadi rupa-rupanya, kini, telah mewar- nai kegiatan supervisi kita, dan te- lah pula memunculkan kerancuan arti yang mendalam (semantik) da- ri supervisi itu sendiri. Mungkin- kah kita bisa mengayuh di antara dua karang itu? Atau dengan kata lain yang lebih santun-mung- kinkah kita mengembangkan ke- pemimpinan "jalan tengah" yang mencerminkan "keselarasan" se- bagai ciri khas bangsa? Jawaban- nya mungkin, seperti dideskripsi kan berikut ini. Angka-angka ini hanya sekadar contoh, mungkin kalau diurut bisa lebih banyak lagi. Kenyataan ini sungguh mengherankan, sebab ka- lau dilihat dari tingkat kepadatan penduduknya, Bali tidaklah terlalu tinggi (rata-rata 480 jiwa/km²). Rasio dokter dengan masyarakat yang dilayani juga tidak terlalu tinggi. Untuk Kabupaten Karanga- sem saja seorang dokter hanya me- layani 18.920 jiwa (standar 1:30.000), dan sarana pelayanan kesehatan terdepan yaitu Puskes- mas terdapat 74 buah yang tersebar di 51 kecamatan di Bali. Ini berarti ada kecamatan yang mempunyai lebih dari satu Puskesmas. Bahkan ada kecamatan yang memiliki 3 Puskesmas (Kecamatan Kintamani dan Nusa Penida). Ditambah lagi dengan adanya 327 Puskesmas pembantu sehingga rata-rata satu puskesmas mempunyai empat Pus- kesmas pembantu. Jadi kalau dili- hat dari angka, rasanya pelayanan kesehatan di Bali sudah cukup memadai. * Lalu di mana letak permasala- hannya? Rasanya memang tidak cukup jika kita hanya bicara ang- ka-angka saja. Sebab situasi dan kondisi daerah sangat banyak ber- bicara. Untuk hal ini Bali ternyata mempunyai keunikan tersendiri. Meski kecil dan penduduknya sedi- kit, tetapi Bali mempunyai tingkat keragaman yang tinggi sekali. Se- cara ekstrim bahkan dikatakan Ba- li itu bervariasi dari banjar ke ban- jar. Ada suatu daerah yang begitu suburnya sehingga penduduknya hidup di atas standar dan layak di- sebut lumbung daerah Bali, se- mentara ada daerah lain yang begi- dikehendaki selaras dengan tipe pemimpin (demokratis) dengan idiom Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing madyo amangun karso, Tut Wuri Handayani. Atas dasar itu, "supervisi" lalu lebih tepat diartikan sbb.: "Pe- layanan yang disediakan oleh pe- mimpin untuk membantu guru- menjadi guru-guru atau personil guru (orang yang dipimpin) agar yang semakin cakap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu pendidi- kan khususnya agar mampu me- mengajar belajar di sekolah ningkatkan efektivitas proses (DR.H.Nawawi, hal. 104). Berpijak pada rumusan terse- but, menjadi nyata bagi kita akan cepat berkembangnya suasana ke- lembagaan yang intim, dan harmo- nis, penuh gairah, dialogis, dan de- mokratis, dan akan besar dampak- nya terhadap peningkatan mutu pendidikan kelak. Sebenarnya, "supervisi khas Indo- nesia" ini, telah banyak yang me- nerapkan, akan tetapi mereka ka- lah popularitasnya, dibandingkan tarikan kedua kutub tadi, karena rupanya zaman belum menghenda- ki. Perlu ikhtiar yang lebih pan- jang. Tujuan dari supervisi selaras de- ngan pedoman tersebut akan lebih cenderung kita artikan membina bawahan agar dapat mengembang- kan kecakapannya dalam bertu- gas, dan mengatasi kesulitan- dengan usaha sendiri. kesulitan dengan kesadaran serta SELASA, 14 FEBRUARI 1989 Supervisi khas Indonesia Supervisi khas Indonesia tidak asing bagi kita semua, lebih-lebih bagi mereka yang mendalami P4 atau pernah ditatar P4. Pada babon P4, tercermin model supervisi yang Posyandu di Bali, Faktor Penghambat dan Alternatif Pemecahannya ANGKA-ANGKA menunjuk- kan di bidang kesehatan Bali ham- pir selalu termasuk dalam pering- kat 10 besar. Prevalensi Gondok endemik peringkat 4 (44.7%), Ka- sus seroftalmia dengan manifestasi Bitot's spot peringkat 7 (0.83%), Suspect Kolera peringkat 8 (1191 kasus). Diare akut peringkat 8 (0.45%), Infestasi Cacing Perut untuk spesies Ascaris lumbricoides peringkat 5 (34.96%), untuk Tric- huris trichiura peringkat 2 (57.11%), dan cacing tambang per- ingkat 3 (27.86%). Dalam upaya mengembangkan "Supervisi khas Indonesia" perlu digalakkan kegiatan-kegiatan : Orientasi, inservice inservice trai- ning (penataran), kunjungan kelas sehingga /sekolah, dan tatap muka/diskusi. "supervisi khas Indonesia" menja- Namun faktor penunjang seperti di semacam gerakan nasional. Mu- "keteladanan", kesejahteraan, dah-mudahan terimbau. tu keringnya sehingga jangankan untuk menanam, bahkan untuk mandi pun air sukar dicari. Dapat dibayangkan tanaman apa yang sanggup tumbuh dengan curah huj- an hanya 6 mm/hari. Belum lagi peta topografi Bali yg begitu leng- kap sehingga ada kaum nelayan dan pemberian penghargaan/san- ksi perlu terus dilakukan. Terkait pada sasaran supervisi, keseimbangan antara "penilaian, administrasi", dan "hasil di seko- lah/kelas" perlu terus dilakukan pula. Menekankan yang pertama memang lebih praktis, tetapi tidak pragmatis. Bisa jadi "kamuflase" yang ditangkap. Agar keseimbang- an lebih terjamin, akan sangat baik kiranya kalau kita melakukan lang- kah "sempalan" dalam hal "per- lengkapan administrasi mengajar guru-guru". Selama ini, guru-guru mempergunakan sebagian besar waktunya untuk berkutat pada ad- ministrasi tertulis, sedangkan wak- tu untuk mengajar praktis amat mi- nim. Padahal, mengajar jauh lebih penting dari tetek bengek admi- nistrasi, karena mengajarlah "ke- giatan inti" sesungguhnya di seko- lah. Dalam hubungan ini pulalah perlunya dilakukan "pe- nyederhanaan" (deregulasi) admi- nistrasi. SP/Sapel (satuan pelajar- an) dengan tidak ada maksud ber- malas-malas, agaknya bisa diguna- kan yang tercetak, asal sesuai de- ngan GBPP, dan dapat dikem- bangkan sesuai dengan Sikon. Sila- bus, atau program cawu, dapat di- buat seragam oleh Kecamatan se- tempat. Deregulasi semakin men- desak kita lakukan manakala di- kaitkan dengan penerapan sistem "guru kelas" di sekolah dasar. Kita semakin yakin, suksesnya pelaksanaan supervisi tersebut, di- tentukan oleh mekarnya jumlah para Penilik Sekolah (PS) SD/TK sebagai "supervisor". Hampir tiap kecamatan di Bali, rasio PS dengan jumlah SD sudah memadai. Hanya "komitmen" kita semua perlu di- tumbuhkembangkan, ruh anggota masyarakat. Banyak terdapat masalah kesehatan yang justru bersumber dari pola hidup dan perilaku yang tumbuh di ma- syarakat. Ini menuntut suatu upaya kesehatan mandiri agar ma- syarakat dapat menolong dirinya sendiri untuk mengatasi masalah kesehatan yang timbul. Untuk me- Oleh Hertog Nursanyoto wujudkan hal itu sarana yang dibu- tuhkan sebenarnya sudah ada yaitu yang tinggal di pesisir yang kumuh Posyandu. Posyandu sebagai sara- dan ada juga masyarakat yang ter- na komunikasi, informasi, dan isolasi di punggung-punggung gu- edukasi di bidang kesehatan, diha- nung. Dengan penyebaran yang rapkan berkembang menjadi suatu demikian, rasanya penambahan 10 forum komunikasi, alih teknologi Puskesmas baru lengkap dengan dan usaha pelayanan kesehatan unit pelayanan kesehatan dan dok- yang tumbuh dari masyarakat, ternya sekalipun belum tentu pe- layanannya akan menjangkau selu- oleh masyarakat, dan untuk ma- syarakat. Hanya sayang, dalam ruh lapisan masyarakat Bali. perkembangannya hingga kini Po- syandu masih jauh dari harapan ideal. (Bersambung ke Hal IX, kol 7) Meski demikian, kita tidak bo- leh berpangku tangan saja. Harus disadari bahwa kesehatan itu milik dan tanggung jawab bersama selu- 1 Catatan Bertepatan dengan HUT ke-20 PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) antara PHRI dengan ASITA (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia) di Jakarta disepakati penan- datanganan etika bisnis antara usaha perjalanan dan perhotelan. - Sepakat kerja sama bukan sesama dikerjakan. ✰✰✰ Pengurus PHRI daerah Bali diimbau membantu seluruh akomo- sesuai dengan ketentuan yang berlaku. dasi dan rumah makan di Bali agar segera memenuhi perizinan Mungkin sebaliknya PHRI minta segala liku-liku perizinan diatur yang mudah dan murah. ✰✰✰ Dikabarkan setelah dibukanya kesempatan melalui Paket Kebi- jaksanaan 27 Oktober 1988, kini ramai-ramai bank asing akan datang dan berpatungan usaha di sini. - Asal saja yang di sini tidak jadi "patung-patung."" Bang Podjok SELASA, 141 Perte PADA setiap p an Magha ini, yar pada tanggal 20 umat Buddha ker sebuah hari raya ngan hari Magha ini berulang kem Setiap peringata mengenang apa pada zaman Buc hingga peristiwa dilupakan oleh s dha pada masa sampai sekarang masa yang akan yang terjadi pada tercatat dalam se ingati secara terus turun temurun. Peristiwa yang begitu besar. H nya 1250 orang Rajagaha, di Hut (Veluvanarama). cara sepintas keli temuan biasa. Ak itu semua terda yang terjadi pada but. Empat fakto 1. Semua bhikkh tersebut tidak p janji atau membe dahulu. Pada zam Ingat sukar untu dengan cepat, ti dapat membantu ita atau kabar di lisan. Ternyata pun mereka (125 dapat berkumpu dan pada saat ya 2. Semua bhikkh tersebut di-upas tahbiskan secara Sang Buddha de khu upasampada. Penahbisan deng digunakan oleh S diri kepada me menjadi pengiku lani kehidupan bhikkhu. 3. Mereka semua pai tingkat kesuc yaitu Arahat dan tenaga batin (ab. naga batin terseb kemampuan untu nitisan yang mampuan untuk alam yang lain da lenyapnya makhl alam tersebut karmanya, berke memusnahkan an tin, berkemampu ca pikiran makl lain, berkemamp dengar suara dan dan memiliki ben kuatan gaib anta cipta dengan pik nding, dapat ben menyalin rupa, d kekuatan gaib la Mereka semua tingkat kesucian meninggal maka An MA Jul selu 173 Cha dah ber Color Rendition Chart JA AU
