Tipe: Koran
Tanggal: 1994-11-27
Halaman: 06
Konten
2cm HALAMAN 6 Bali Post Minggu Kliwon, 27 November 1994 4cm Minggu Kliwon, 27 November Sang TIN Cerpen Nanoq da Kansas SEPERTI ketika pertama kali melihat orang tua itu, saya selalu gugup saat beradu pan- dang dengannya. Entahlah, kadang-kadang tanpa dapat di- tekan, dada saya berdebar. Pa- nas, seperti dísulut nyala lilin pada ulu hati. Dan sampai pada pertemuan kami yang kelima belas malam itu, día pun masih bersikap sa- ma dengan pertemuan kami yang pertama. Orang tua itu duduk menekuk lutut di sudut, di pilar timur laut Balai Banjar tempat latihan gong itu. Dia begitu suntuk memperhatikan Sekaa Gong yang menabuh, memperhatikan kehadiran saya, ketika saya memberi con- toh beberapa pukulan pada bilah-bilah gamelan itu, ketika saya berteriak membentak di Penabuh tengah-tengah riuh suara ga melan yang lepas dari tempo kendang. Ya. Orang tua itu be- gitu suntuk dan asyik. Sampai latihan malam itu se- lesai. Dan saya telah duduk di sebelah Pak Camat dalam mo- bil dinas yang beliau setir sen- diri. Orang tua itu tiba-tiba te- lah berdiri di luar pintu dekat sekali dengan saya. "Tunggu dulu," dia meme- gang pundak saya lewat kaca mobil yang terbuka. "Maukah Cening besok malam ke ru- mahku? Rumahku di ujung jal- an ini." Dan karena gugup, saya tidak dapat segera menja- wabnya. Beberapa saat saya hanya memandang wajah o- rang tua itu. "Tentu, Ratu Aji. Besok malam biar saya yang akan mengantarnya ke sana," Pak tahun menjadi penganggur de- ngan embel-embel Sarjana Se- ni Karawitan di belakang nama saya bukanlah suatu yang nyaman. Dan walaupun honor untuk kerja ini tidak seberapa, paling tidak hal ini cukup untuk mem- buat perasaan saya tenteram, tidak terlalu tertekan oleh beb- an kesarjanaan saya yang sela- ma ini dibilang mandul oleh pa- ra tetangga. Nasib saya setelah tamat STSI memang tidak sebagus nasib teman-teman yang lain. Mereka yang dulu seangkatan dengan saya, sekarang rata- telah menjadi orang suk- ses. Ada yang mengajar di SMA. Ada yang menjadi do- sen, ada yang dikontrak hotel berbintang sebagai pengisi aca- ra kesenian hotel itu, bahkan ada yang keluar negeri untuk mengembangkan dan mem- praktikkan keahlian seninya. Hal ini kadang-kadang mem- buat saya takjub. Heran atas nasib baik mereka itu. Tapi entahlah. Ini mungkin karena kesalahan saya saja yang tidak mau mengikuti je- jak mereka. Kenapa saya dulu tidak seperti I Kompyang, seo- rang sahabat saya yang sejak masih kuliah telah menerima tawaran hotel berbintang un- tuk menjadi penabuh kontra- kan. Enak dia sekarang. Mena- buh di hotel tiap malam selama dua jam, lalu pulang dengan Bali di Los Angeles. Dan ber- ita terakhir tentangnya, bahwa teman saya itu sekarang telah kawin dengan salah seorang pengagumnya di sana. Luar biasa. kar. Gara-gara sering menari Juga seperti Ni Komang Se- di hotel-hotel besar, sekarang ia malah telah menjadi bintang film di Jakarta. Sok. Ya, saya memang sok. Kenapa saya dulu menolak ta- waran semacam itu. Kenapa saya menolak ketika Cherry - gadis Belanda yang mendalami kebudayaan Bali serta kuliah bersama saya di STSI itu, mengajak saya pergi ke negeri- nya untuk membuka sanggar di sana. Padahal, Cherry begitu berharap pada saya. Dan lebih dari itu, Cherry berterus terang menyatakan cintanya pada saya. "Kamu memang pandir," e- jek bapak saya ketika meng- etahui saya menolak "keber- untungan" yang ditawarkan Cherry itu. "Memang. Biar saja," saya mau bagaimana? menjawab seenaknya. Habis Karena malam itu Pak Ca- mat mendadak kedatangan ta- mu, beliau tak bisa mengantar saya untuk memenuhi undang- an orang tua itu. Tapi saya juga tidak diijinkan pergi sendiri ke sana. Dewi, putri bungsu be- liau yang sekarang baru duduk di kelas tiga SMA disuruh me- nemani saya. Sebenarnya saya sangat merasa tidak enak pergi pekarangannya masih dipagari bunga di sekitar kami. tembok tanah model kuno, de- "Aku memang sangat me- ngan pintu gerbang dari bata nyukai segala bunga, orang mentah beratap alang-alang. tua itu membuka percakapan. Agak seram juga kesannya. A- "Sejak masih kanak-kanak, palagi ditimpa cahaya bulan ketika desa ini baru dibuka. muncul. Di sebelah kanan pin- hutan di sini, aku telah mena- yang belum genap separuhnya Ketika orang tuaku merabas tu gerbang itu ada pohon cem- nam bunga. Ini karena aku su- paka putih yang besar dan ting- ka menari. Ya, dulu ketika ma- gi menjulang. Seandainya nan- sih kanak-kanak aku juga suka ti listrik masuk di desa ini, menari. Dan ketika sebesar tentunya pohon cempaka itu a- kalian, aku juga menabuh dan kan ditebang karena tingginya. pintar seperti kau," dia mena- tap mata saya. gong di sini," Dewi menyela. Dan orang tua itu telah me- nunggu di bawah pohon cem- "Saya banyak mendengar paka putih itu. Di tangannya cerita tentang itu dari Bapak. ada sebuah bakul kecil yang Tentang Ratu Aji ketika dulu penuh dengan bunga-bunga. mulai merintis adanya gamelan Nampaknya sambil menunggu saya, dia telah memetiknya. Dengan sambutan yang begitu gembira, saya dan Dewi di- ajaknya masuk lewat pintu ger- bang itu. Sepeda motor saya tinggalkan di luar, sebab undak pintu gerbang itu tidak me- mungkinkan untuk dilalui de- ngan kendaraan, Sambil me- langkah di samping orang tua itu saya memperhatikan suasa- na. Tenang. Ini kalau tidak bi- sa disebut sepi. Pekarangan yang secara langsung juga menjadi halaman itu cukup luas dan dipenuhi pohon pohon bunga yang teratur rapi. Nampaknya dirawat setiap ha- ri. tiba-tiba menatap mata saya Aji?" saya bertanya. Suara dengan tajam. Tiba-tiba pula saya tersengal. debaran dada dan kegugupan "Inilah gamelan yang asli. saya kembali muncul. Saya me- malingkan wajah. "Sekarang maukah kalian menari di sini?" Dan mereka adalah para pena- buh yang asli pula. Bukan am- pasnya seperti yang di Balai Banjar itu. "Saya tak mengerti," saya mengeluh putus asa. Dewi me- megang pergelangan tangan saya dengan erat dan keras. "Perhatikanlah baik-baik. "Menari?" saya agak kaget mendengar permintaannya ini. "Ya. Telah lama sekali aku tak melihat anak-anak muda menari di desa ini. Sekarang aku ingin melihat kalian mena- Kalian akan mengenal mere- ri." ka". "Tapi, tapi di sini tidak Saya berusaha memicingkan ada......" Dewi tak melanjut- mata dan memeras seluruh kan kata-katanya. Ia meman- daya ingat dan pengelihatan saya. Satu persatu dalam ca- dang saya dengan bingung. "Jangan khawatir. Kami a- haya putih yang cemerlang itu, kan mengiringi kalian menari wajah-wajah mereka saya per- di sini dengan gamelan yang as- hatikan. Astaga. Saya tak li. mengenal mereka sama sekali. "Kami?! Apakah di sini ada Tubuh-tubuh itu telah begitu orang lain, Ratu Aji?" saya se- tua dan rentanya. Kulit mereka telah begitu keriput dengan makin tak mengerti. rambut bagai kapas. Mata me- reka semua memandang saya dan Dewi. Mata-mata itu bersi- nar lembut, namun bagai nyala lilin menyentuh ulu hati saya. "Sekarang menarilah!" O- "Tapi itu hanya masa lalu. Tidak cukup untuk dikenang sebagai sesuatu yang dapat di banggakan setelah aku tua se- perti ini. Buktinya, setelah teman-temanku dulu mati se- "Ada. Kami telah lama se- mua, kami toh akhirnya diting- kali menunggu kedatangan galkan begitu saja oleh anak- kalian. Bersiap-siaplah." anak kami yang sesungguhnya Bagai kerbau dicucuk hi- kami harapkan dapat melan- dungnya, saya dan Dewi me- jutkan semua itu. Sekarang su- lakukan begitu saja perminta- dah dua puluh tahun lebih ga- an orang tua itu. Rasanya tak melan itu terbengkalai. Beku kuasa saya membantahnya, ke- dan ikut mati seperti tenagaku tika orang tua itu memasang itu. yang sudah tidak berarti ini. perangkat pakaian tari di tu- Aku bisa sedih, tapi mau ber- buh kami. Dia juga memasang buat apa lagi?" Suara orang tua bunga-bunga yang tadi dipetik itu kini gemetar. Ada sesuatu nya itu di rambut saya dan De- yang ikut saya rasakan. Barang kali ini semacam kegetiran. wi. "Ratu Aji tidak perlu sedih. Sekarang toh gamelan ini su- kuduga, kalian adalah pasang- "Gagah dan cantik. Sudah dah mulai dihidupkan kembali. an yang serasi dan pantas un- Bukankah latihan-latihan su- tuk sebuah tarian," dia meng- burnya. rang tua itu meninggalkan saya dan Dewi. Dia menuju tempat gamelan yang masih kosong Lalu suara gamelan itu mengalun. Membawa saya dan Dewi ke dalam gerakan- gerakan ringan di seluruh bagi- an tubuh kami tanpa dapat ka- gai angin. Bagai taufan. Bagai mi kuasai. Kami bergerak ba- hujan. Bagai ombak. Guntur: Daun jatuh. Air di kali. Bunga- Camat yang mungkin melihat amplop di saku. Bahkan gara- berdua saja. Tapi Pak Camat rumah. Sebuah bangunan ku- dah dimulai?" saya menghi- omentari kami dengan senyum bunga hutan tertiup angin. kegugupan saya menjawab. Aku tunggu. Jangan lupa," pundak saya. Dan Pak Camat dia melepaskan tangannya dari menekan gas. Kami pulang. Saya tidur di rumah dinas Pak Čamat. Dan malam itu su- dah hampir sebulan lamanya saya di sana. Seperti halnya ke- tika saya menyelesaikan prog- Orang tua itu mengajak ka- mi duduk di dalam rumahnya. Bukan. Bukan di dalam. A- duh, sulit saya mengatakan- nya. Di sana hanya ada satu no yang mirip Bale Gede, tapi Dewi yang ini jauh lebih besar dan panjang, sehingga mirip se- dinding-dinding di sekeliling- buah los saja. Terbuka, tanpa nya. Hanya di tengah-tengah, persis di antara dua tiang uta- gara menjadi penabuh kontra- sendiri nampak sungguh- kan itu, I Kompyang sekarang sungguh menyuruh berhasil menggaet seorang ga- mengantar saya. dari gadis Jepangnya itu, I dis Jepang. Lalu dengan modal "Kalian tidak akan rugi ke Kompyang membentuk grup sana. Orang tua yang agak a- kesenian tradisional yang khu- neh itu adalah satu-satunya sisa sus melayani hotel-hotel ber- seniman tua di desa itu. Bah- bintang dan wisatawan- kan di kecamatan ini, dialah wisatawan asing. Dan kabar- perintis adanya gamelan gong nya, belakangan ini sahabat yang dimiliki desa itu. Mung- kalian pelajari darinya," pesan itu "Ya. Mereka mulai berlatih melan itu bukan yang dulu lagi. sekarang. Tapi sekarang ga- Tanpa jiwa. Tanpa jiwa," suaranya semakin gemetar. tuanya. "Sekarang ikutilah aku. Menarilah. "Dia meng- gandeng tangan kami melang- mendekati tirai sutera itu. kah ke tengah-tengah ruangan Dan tirai itu disibakkannya. Dan cahaya putih yang ter- buh kami. Sesaat saya dan De- ang benderang menyelimuti tu- wi mengerjap-ngerjap untuk Rumput diterpa embun. Gu- nung disapu awan. Camar ter- bang di atas samudera tanpa te- pi. Kami terbuai. Kami tak mengerti. Kami tak benar- benar faham. Dan perlahan-lahan tubuh- tua itu berubah. Samar, la- tubuh para penabuh yang tua- lu....... astaga! Tubuh-tubuh ram KKN di salah satu desa di saya itu telah dua kali ke Je- kin ada sesuatu yang dapat bayangan pohon-pohon bunga Juannya mengundang saya me- kami di tengah-tengah cahaya tumbuhi jamur-jamur. Wajah- kecamatan itu tiga tahun yang lalu. Waktu itu saya juga di- tampung Pak Camat. Sekarang saya kembali kare- na diminta Pak Camat untuk melatih Sekaa Gong di sebuah desa lagi di kecamatan itu. Se- buah desa yang sangat terpen- cil dan baru saja memperbaiki perangkat gamelan gongnya setelah dua puluh tahun lebih terbengkalai. Terus terang, hal ini me- rupakan rezeki nomplok bagi saya. Bagaimana tidak? Dua Wajah Indonesia di Mata Co Schouten KETIKA pertama kali melu- kis petak-petak sawah atau keindahan alam, Co Schouten ternyata kurang tertarik. Bela- kangan, saat melukis wajah- wajah orang, barulah hatinya tergetar. Semua perenungan yang di- tuangkan Bli Ketut, panggilan Schouten, ke dalam kanvas di- pajang di Nan Ban Kan Sushi and Steak House, Sanur. Pa- meran yang berlangsung hing- ga awal Januari 1995 itu, Kamis (17/11) lalu dibuka Konsul Be- landa untuk Indonesia, Aloy- sius Purwa. Karya-karya Bli Ketut me- mang spesifik. Didominasi wajah-wajah manusia, teruta- ma wajah pria. Goresannya pun didominasi pastel. Juga ada percampuran antara pastel dengan media lain. Lukisan- nya, terkadang berlatar bela- kang lembut, terkadang ber- warna terang. Bli Ketut, pelukis asal Be- landa itu memang mencintai Indonesia, terutama Bali. Ma- ka sangat kentara goresan- goresannya didominasi nuansa. Indonesia, seperti Cok Sri, Ta- ri Pendet, Cok Bagus atau Af- fandi. Bahkan warnanya pun kini semakin matang dan mulai "nakal" bila dibandingkan de- ngan pamerannya pertama di Denpasar, 2 tahun lalu. pang memboyong grup kese- niannya untuk pentas di sana. sebuah rumah megah berasi- Lalu ketika pulang, hasilnya tektur Bali Modern. Hebat. Atau kenapa saya tidak se- perti I Ketut Lanus, yang juga teman sepondokan ketika ka- mi kuliah di STSI dulu. Dia ju- ga menjadi seorang penari kontrakan di sebuah hotel ber- bintang lima. Lalu seorang in- vestor Amerika tertarik, ke- mudian mensponsorinya untuk membuka sebuah sanggar tari jam. Warna-warna cerah me- nandai gelora mendalam dan warna lembut menyiratkan ke- damaian. Warna lembut ter- de atau Pendet. menjadi tautan matanya ada- di halaman belakang. Tak ada mang untuk ini. Orang tua itu Pak Camat ketika kami ber- kelihatan perabot rumah tang- mungkin sangat membutuhkan dangan membuat saya takjub. mereka, kaki dan rambut me- angkat. Saya dan Dewi mengendarai sepeda motor. Jarak yang ham- pir dua puluh kilo itu kami tem- puh dengan obrolan-obrolan yang kadang-kadang meman- cing tawa. Bahkan juga me- mancing Dewi untuk mencubit pinggang saya dari belakang. Kami tidak mendapat kesu- litan untuk menemukan rumah itu. Di ujung utara jalan desa. Dan satu-satunya rumah yang ga. Tampaknya di sini orang tua itu benar-benar menjalani kesendiriannya tanpa terusik ayat-dib. Dan rumah itu pak seseorang yang mau mende- ngar keluhannya. Mendengar- kan kesepiannya. sekarang gamelan itu hanya "Ya, mereka berlatih. Tapi bentang kain sutera tipis. Putih memberinya isyarat, untuk ma penyangga langit-langit ter- Dan saya memandang Dewi, dan bersih sekali. Di balik tirai memaklumi saja kesedihan o- samar-samar kelihatan rang tua itu. Barangkali tu- menyesuaikan pengelihatan itu kini ditumbuhi lumut. Di- putih itu. Lalu sebuah peman- wajah mereka, tangan-tangan Membuat Dewi takjub. Kami reka. Ya. Mereka ditumbuhi terpesona. Di balik tirai itu ter- nyata telah siap seperangkat para penabuhnya. Para pena- gamelan gong lengkap dengan buh itu telah siap duduk di be- Maksud Ratu Aji?" saya a- lakang gamelan masing- tubuh saya dan Dewi. Panas pannya itu. gak bingung mendengar uca- masing. Hanya satu gamelan yang kosong. Gamelan paling apa saat saya dan Dewi masih tak akan mengerti," orang tua itu adalah tempat Patus - pe- "Sudahlah. Cukup. Kalian tengah di barisan depan. Dan memaling-malingkan memperhatikan pohon-pohon langit-langit. Sesaat diam, lalu wajah itu tengadah memandang mimpin penabuh. nya dibangun memang untuk menyatu dengan alam terbuka. Antik juga, pikir saya. Kami duduk di lantai semen yang hitam mengkilat. Beber- ampasnya. "Siapakah mereka, Ratu lumut dan jamur-jamur. Ha- nya mata mereka yang masih dang kami. Mata-mata itu ba- nyalang bercahaya meman- gai lilin menyala, menyentuh dan menjalar sampai ke dasar dada. Lalu membakar kami. Dan, dalam api itu kami terus menari. Negara, 1992 Pergelaran Jegog "Suar Agung" Sukses di Jepang cermin pada lukisan Baris Ge- Suar Agung Jegog Jembrana, nyatu di hati masyarakat Je- bagian besar wanita. "Keter- GRUP kesenian Yayasan Suar Agung di sana sudah me- Kolid" yang anggotanya se- pimpinan Ketut Suwentra, SST pang. Setiap tampil, penonton tarikan orang Jepang terhadap Yang unik lagi, lukisan akhir Oktober 1994 lalu mewa- selalu penuh sesak. Pengun- kesenian Jegog karena perala nyala (perada. "Warna-warna wajah-wajah Indonesia karya kili Bali, selama sepuluh hari jung dari pagi sampai malam tannya alami dari bambu. Bah- Selama 5 tahun bergaul di itu saya peroleh di Bali. Se- Schouten itu bukan "pilihan- menggelar pentas di Jepang. selalu penuh. Tercatat di layar kan lagu-lagunya menyentuh Bali, karya-karya Bli Ketut mentara di negara saya tidak nya". Jika melukis ia tak susah- Pergelaran ini dalam rangka komputer pada hari biasa di hati kami," ucap Manager mendapat sentuhan warna tra- ada warna seperti itu," ujar susah mencari model, cukup memenuhi undangan panitia pengunjung rata-rata 3-4 juta, Suar Agung Yuliastuti Kazu- disional. Hal ini sangat kentara Schouten. pada lukisan Beach Boy atau dengan bergaul. Ia memang a- Japans Voklor Asosiation sedangkan hari Minggu mem- ko. Borobudur. Pada latar bela- Penciuman pelukis yang krab dengan sepeda gayung tua (JVA) untuk menghibur ma- kang objek lukisan, didominasi mantan dokter gigi ini terha- yang sebark hari setia menem syarakat Propinsi Mei yang se- unjung. Mereka pentas sehari bambu seperti itu di Jepang bludak mencapai 10 juta peng- Dulu perangkat seni dari warna merah tua dipulas de- dap warna maupun ekspresi aninya berkeliling di kawasan dang menyelenggarakan Expo dua kali. "Orang-orang di sana memang ada. Karena kemaju- ngan warna kuning emas me- wajah orang memang cukup ta- wisata Sanur. "Justru model Mei'94 yang sudah berlang- disiplinnya tinggi sekali, semua an dan perkembangan zaman, sayalah yang menawarkan di- sung pada April s.d. Septem- menggunakan peralatan cang- generasi muda sekarang tidak lukis," katanya. Namun tak se- ber 1994. "Kehadiran grup ke- gih dan serba komputer, Mere- mengenal kesenian seperti itu. tiap orang yang dijumpai ber- senian Bali di sana mendapat ka haus hiburan, dan ada yang Mereka hanya mengetahui dan kenan dijadikannya model. "Harus ada kontak mata," ka- Jepang. Bahkan, ada yang ka- sambutan hangat masyarakat masih menari-nari di atas pang- ta Schouten. Kebetulan yang gung, walaupun instrumen ga- gum dengan pakaian dan alat melan sudah berhenti," papar musik tradisional yang kita pa- Ardjana. kai," komentar pimpinan rom- bongan Suar Agung, Kabid ketika terdengar suara gamel- Ada suasana mengharukan, Kesenian Depdikbud Bali I Gusti Ngurah Ardjana. an, banyak penonton yang Rombongan berjumlah 260- nak kecil maupun orang dewa- berkali-kali berjoged, baik a- rang menampilkan tarian Je- sa. Karena sangat senangnya byar. Setiap pementasan di- banyak penonton yang secara gog, tari Joged, dan gong ke- dihibur, pada kesempatan itu awali dengan menaikkan ben- dera Merah Putih dan me- kue, permen, buah, minuman, spontan memberikan makanan nyanyikan lagu Indonesia dan memberi bunga kepada Raya. Begitu juga parade ble- para penabuh. umbul-umbul. Seluruhnya me- ganjur dengan perlengkapan nyiratkan suasana Bali yang u- tuh, layaknya seperti berada di suatu desa di Bali. Ada candi bentar, umbul-umbul, tedung, lamak, sampai paku pid-pid. Salah satu karya Co Schouten. Bali Post/Ist lah laki-laki. Dalam melukis model, ia ja- rang memilih wajah-wajah spe- sifik. Hampir tidak dijumpai wajah tua keriput atau laki-laki bercambang lebat. Modelnya biasa-biasa saja. Di bagian lain Co Shouten juga tak melupa- kan aktivitas manusia. Ia ber- ani mengetengahkan Pemain Seruling atau lukisan yang lain Kecak. Kendatipun memakai pastel, nuansa Bali nya tetap tampak. Ia memang ingin me- nyatu dengan Bali. Pada hari pertama pameran, 4 lukisannya telah laku yakni Beach Boy, Pendet, Baris da- nEkasari dengan Ayam. Harga lukisan Schoten yang dipamer- kan itu berkisar antara 240 hingga 450 dolar AS. (Suyadnyana). Terkenal Kesenian Jegog di Jepang sa- ngat terkenal, dari kota Hok- ku. Di Jepang, Yayasan Suar kado, Kyushu, sampai Shiko- Agung sudah memiliki tiga ca- Tampilnya grup kesenian Je- bang yakni di Tokyo, Osaka, gog Suar Agung di Jepang a- dan Nagoya yang dikenal de- khir Oktober lalu merupakan yang ke-19 kalinya. Jadi, nama ngan nama "Nagoya Musik buku-buku yang tersedia. Ia Profesor Yama Siro, setiap ta- mengenal melalui membaca Bali dan digemari di Jepang. memperkenalkan seni Jegog hun mengirim siswanya untuk Jembrana, Bali, sejak 1985 belajar kesenian di Bali, seper- hingga kini sudah ke-19 kali- ti menari, menabuh, dan melu- nya. Banyak sudah peminat kis. Kini jejaknya itu diikuti o- dan anggotanya, baik di Bali leh Profesor Fujitami, pimpin- maupun di Jepang. "Kalau di- an Nagoya Musik College, perkenankan oleh Pemda Bali, yang juga setiap tahun meng- grup Jegog Jepang yang ber- belajar Jegog di Suar Agung. PKB 1995 nanti menampilkan irim mahasiswa dan dosennya anggotakan wanita, harap Di Jepang, kesenian tidak ber- sifat komersial, hanya untuk kegiatan di kampus. Yuliastuti Kazuku. Maksud Kazuku, untuk stu- di perbandingan, karena ke- senian Jegog itu berasal dari Pergelaran kesenian Jegog Suar Agung di Jepang. (Ade) Bali Post/Ist Pelukis Sudila Mencari Peluang Museum Puri Lukisan Ubud, Sebuah Fenomena cita-cita. Tetapi, surutnya suatu wa- kesadaran masyarakat pada syarakat dunia. dah kesenian, tidak selalu ber- hasil karya seniman wanita, Dimulai dengan Pameran arti surutnya kesenian. Tidak termasuk perluasan bidang se- Karya Tradisional Seniman U- juga berarti surutnya pikiran ni, adalah tantangan yang ha- bud yang baru saja dibuka, masyarakatnya. Terbukanya rus diterima. Sebab, pada haki- Museum Puri Lukisan akan Ubud oleh pariwisata, dengan katnya kekuatan kesenian Bali melanjutkan fungsinya sebagai sendirinya membuka juga ke- adalah di dalam pergabungan salah satu pilar kegiatan seni di sadaran baru bagi masyarakat. segala bentuk/bidang seni se- Bali. Ini akan didukung oleh Globalisasi dan informasi suai dengan kebutuhan hidup perhatian dan bantuan peme- generasi sekarang untuk men- Bali, yang sekarang mulai hi- ki pemahaman yang sama. memberikan kesempatan bagi bersama di dalam masyarakat rintah, yang tentu saja memili- dengan keadaan kini. Bentuk kesenian yang berbeda dengan jalankan kesenian yang sesuai dup bersama dengan ma- puluhan tahun yang lampau. WUJUD RUMAH MASA DEPAN PEMUDA I Ketut Sudila ini dang ini memang tidak mele, golong lumayan. Pada Pak mengaku tergolong orang ti- wati pendidikan kejuruan for- Bendi ia belajar gaya Batuan. dak mampu. Tetapi, dia mem- mal di bidang seni rupa. Keber- MUSEUM puri lukisan U- ni dengan seniman, didukung kembali membuktikan tradisi punyai tekad membaja untuk adaannya sekarang lebih ba- Batuan yang utuh, tradisi dan hanya bagi Kabupaten Gia- dalah sumber keberadaan Mu- dari kehidupan. Sudila mempelajari gaya bud adalah sebuah aset, bukan oleh ikatan adat dan agama, a- kesenian Bali yang jadi bagian menempa diri. Pada dirinya ju- nyak dibentuk oleh bakat, di- bertutur tentang dunia mo- nyar, bukan bagi Pulau Bali sa- seum Puri Lukisan. Wadah ini ga ada semangat. Dan di be- barengi keuletan belajar melu- dern. Maka, bermunculanlah di naknya ada keyakinan serta kis dari teman. Setamat di SMP ja, bahkan bisa dikatakan aset kemudian menjadi tonggak ak- Ubud (pada khususnya, Bali kerja keras untuk mencapai Banjarangkan tahun 1990, bangsa Indonesia. Begitu di- tivitas seni yang menjadikan pada umumnya) wadah-wadah Sama Mantap sampaikan oleh Bupati Gia- kesenian bagian dari hidup seni yang dipakai untuk me- katanya, memang ada keingin- Perjalanan kesenilukisan Dengan landasan itulah dia an meneruskan Sekolah Mene- putra seorang petani ini me- ryawan, S.H. pada sambutan konsep seni di Bali. nyar Tjokorda Gde Budi Su- sehari-hari. Seperti umumnya nunjang ekonomi. Ekonomi yang asal Nyalian, Banjarang ngah Seni Rupa. Namun niat- mang belum panjang. Akan te- pribadi pada mulanya, ke- kan, Klungkung ini berkutat di nya itu kandas, karena dia sen- tapi, beberapa gaya lukisan seniman Ubud, 21 November Puri Lukisan di bawah pimpin- mi umum. Gallery dan mu- pembukaan pameran lukisan Sampai sekarang Museum mudian mempengaruhi ekono- seni lukis. Jalur tradisi tampak- diri mengaku tak sampai hati tradisi mampu dia lakoni de- lalu di Museum Puri Lukisan an Tjok Gde Putra Arta Asta- seum lukisan milik pribadi nya begitu diakrabinya. Do- banyak membebani orangtua ngan baik. Dalam bereksper- Ubud. Pameran karya pilihan wa Sukawati merupakan bukti muncul dinamis dan semarak, rongan ambisinya untuk bisa nya. Namun, dengan modal se- imentasi ia tampaknya tidak seniman Ubud ini terbuka un- keberadaan seni (lukisan pada karena didukung oleh sarana e- mapan di kancah seni ini begitu mangat dan kerja keras, ia ya main-main. Maka beberapa tuk umum setiap hari sampai khususnya) untuk daerah U- konomi. Di tengah-tengah di menghentak. Maka Sudila kin bisa hidup dari seni lukis. Ia gaya yang dicobanya sekarang 20 Desember 1994. mencoba merambahi beberapa dijumpai pekan ini di Studio kelihatan sama mantap. Ia ada bud. Proses perjalanan keseni- namika inilah, Museum Puri Wawasan Baru gaya. Itu dilakukannya Seni Lukis Wayan Bendi, di kemampuan merekayasa ben- Tetapi, aset seni tidak sama an yang diakui oleh dunia ini Lukisan kelihatan muram. Ko- Masyarakat Ubud sendiri Semata-mata untuk memper Batuan, Sukawati, Gianyar, tuk. Sudila juga telaten menata bank, atau tanah milik dan lain yang ada di Museum Puri Lu- dan lain-lain di Museum ini ti- Nyoman Suradnya, Tjok Raka dengan aset sejumlah uang di dapat dilihat dari hasil karya leksi karya lukisan, perawatan, yang diwakili antara lain oleh kaya pengalaman. Boleh jadi Apa yang dikatakannya tadi garis, dan mempunyai kelem- itu pula merupakan sebuah memang sudah terbukti. Pe- butan mengarsir. sebagainya. Seni adalah aset a- kisan. Dengan demikian, ber- dak memadai dibandingkan Kerthyasa, Tjok Kris Sudarsa- proses, sehingga pada akhirnya muda kalem yang lahir 17 Mei nanti bertemu dengan gaya 1974 ini sudah mampu meng- berapa gaya, di hatinya sudah tika, keharmonisan, agama, Ini, kalau kita memiliki kepe- tau Gallery seni luar negeri, seum Puri Lukisan Ubud. Me- Walaupun ia menapaki be- dalamnya ada pemikiran, este- tau nilai budaya manusia. Di arti pula bahwa proses perja dengan museum-museum mi- na dan lain-lain, memprakarsai lanan hidup masyarakat Ubud lik pribadi. Apalagi kalau di- wawasan baru dalam kelanjut- yang dianggapnya pas. hasilkan lukisan dalam beber- ada kepastian bahwa dia akan perubahan bentuk, asimilasi dulian dan kemampuan untuk Tetapi, kalau hanya mencari neruskan proses karya leluhur pun akan terlihat di dalamnya. bandingkan dengan museum a- Perupa berperawakan se- apa gaya yang kualitasnya ter- tetap setia menekuni seni lukis dengan waktu dan kondisi. an perjalanan wadah seni Mu- tradisi yang objeknya topeng. Aneka bentuk topeng dituang- tidak ada begitu saja. Sama Juga aset atau nilai seni ini kekurangan-kekurangan saja, masyarakat Ubud, dengan ke- kannya ke atas media gambar. halnya dengan aset/kekayaan apa saja akan memiliki keku- sadaran pada ketentuan dan Untuk itu dia harus rajin meli- materi, ia harus dihasilkan dari Pergeseran rangan dibandingkan dengan permintaan zaman. Bahwa rik semua jenis topeng yang di- kerja. Keberadaan Museum Ubud yang kemudian diterus- kekurangan-kekurangan yang dalah ekonomi, maka efektivi- Karya leluhur masyarakat yang lainnya. Dan jangan lupa, penggerak aktivitas saat ini a- anggapnya menarik untuk di- Puri Lukisan adalah hasil kerja kan, dipertahankan, dipertim- ditunjukkan pada Museum Pu- tas ekonomi harus disertakan angkat menjadi tema lukisan. sesepuh/leluhur Puri Ubud dan bangkan oleh generasi berikut- ri Lukisan sebagian besar ber- dalam kegiatan. Meskipun mu- Mutu karya Sudila lumayan keluarga, bersama dengan ma- nya, tidak hanya menghasilkan landasan pada pandangan eko- seum pada umumnya bersifat bagus. Sayang, ia tak begitu di- syarakat seni Ubud. Dimulai nilai estetika, tetapi juga tidak nomi. Sedangkan dari awal nonprofit, tidak mencari keun- kenal publik seni. Sudila me- dari terbentuknya Yayasan kalah besarnya menghasilkan mulanya Museum ini memang tungan, tetapi pelaksanaan ke- mang lugu. Ia tak banyak Ratna Warta, kebersatuan ma- dolar. Pariwisata, tanpa meng- tidak dibangun di atas konsep giatan dan administrasi me- mengetahui tata cara muncul syarakat Ubud tidak dapat di- ingkari daya tarik keindahan, ekonomi. Tetapi, karena se- merlukan dana, ke permukaan. Perupa muda ragukan, adalah aset bangsa, seni budaya, adalah juga eko- tiap belahan zaman memiliki Bahwa, kesadaran ini juga sangat berkeinginan Terbukti dari pembangunan nomi, globalisasi, interaksi de- dominasi tertentu, maka pada syarakat pada kesenian yang ti- untuk ikut ambil bagian dalam dan peletakan batu pertama ngan dunia luar, pergeseran saat dominasi ekonomi, segala dak tradisional, percampuran Pesta Kesenian Bali yang dise- yang dilakukan Perdana Men- manusia yang menimbulkan yang tak bertujuan ekonomis ide, keterbukaan pada bentuk lenggarakan setiap tahun. La- teri waktu itu, Mr. Ali Sastroa- pergeseran pikiran. Dan tentu akan surut. Alasan surutnya baru, widjoyo, bersama Menteri PK saja gaya hidup juga. Apabila Museum Puri Lukisan Ubud karya-karya (yang disebut) RI Muhammad Yamin pada ta- salah satu sisi kesenian adalah selama beberapa tahun bela- kontemporer, adalah wawasan hun 1954. Tingginya nilai ke- ekonomi, kebutuhan ekonomi kangan ini, didukung argu- yang menjadi pertimbangan bersatuan antara pengayom se- didukung oleh seni, maka ini mentasi tersebut. Museum Puri Lukisan. Juga B Bali Post/Rit Pelukis I Ketut Sudila dan karyanya. lu, ia bertanya, "Apakah saya harus bayar untuk bisa ikut pa- meran di Pesta Kesenian Ba- li?" (Made Surita) memahaminya. ma- yang menimbulkan (Yuliarsa) WAHANA COTTAGES PEGUYANGAN KAJA - DENPASAR BARAT TYPE 21/60 - 36/100 - 45/125 Tersedia juga: KEROBOKAN GREEN VILLA KEROBOKAN - KUTA TYPE:36/135-36/150-45/150 FASILITAS KPR-BTN Kantor Pemasaran PT.GAJAH WAHANA Jl. Gatot Subroto 99X/8 Telp. (0361)262147 Denpasar REI No. 13.00032 KOMPRO SO Pos REAL SOLO I Wayan Suartha DONGENG SENDIRI Jika ada kegelisahan seperti orang lain rasa maka semakin mengeras-meluas tak pernah milikku kutemukan padahal sekian malam sudah sesekali mengigau dalam kelelahan penyiasatan tetap saja berserak mengurung disisi-sisi terus melayang siapa kira begitu mengerikan dan jika ada tangis menggumpal dan langit tiba-tiba tak tahan melihat rebah sudah lapar membentang angin semesta membantu menyimpan maka laparpun berserak tak sejumputpun pernah kutemukan ada lagi yang mau berangkat? kelap kelip macam apa ini tertawa-tawa sendiri menyumpah upah kesetiaan melapangkan kesetiaan mencicipi lapar hanya untuk sendiri. Saidul Anam DI PUCUK CEMARA di pucuk cemara pikiran aku berdir menyaksikan kau menari tanpa hent dengan cekatan mengemas angka-a yang membusuk dalam mimpi dan j dengan bungkus-bungkus menggiurk sampai liur berdesakan memenuhi piring dan gelas ideologi dijual murah dengan nyanyian disco yang bergema ke sunyi rumah ibada para pembeli mulai birahi berbondong membeli keraguan inda tak mengenal bahasa antri sembari mengibarkan topeng kecantikan dan kemewahan fana yang perkasa aku masih terpesona menatap gerakan itu tangan-tangan mencakari tanah menggali kubur bagi diri sendiri. POS BUD SOLO-RUN'94 KONTEMPLASI I Oleh Putu Arya Tirtawirya SASTRA itu penaka ma- tauang. Timbal balik. Bagian yang satu adalah puisi. Satunya lagi prosa. Dengan matauang orang belanja. Beli materi. De- ngan sastra orang pun belanja. Beli konsumsi rohani. Atau membayar keingintahuan : apa yang ditulis oleh seorang sastrawan tertentu. Sejauh ma- nakah perkembangan kreativi- HAN INI CC B SUZUKI INDOMOB PT.UNITE JL. IMAM BO TELP. (0361) FAX (0361) C3405 Color Rendition Chart
