Tipe: Koran
Tanggal: 2015-01-25
Halaman: 05
Konten
E 1 JEMALA Jangan. TEMBERANG HUSNIZAR HOOD KETUA DEWAN KESENIAN PROVINSI KEPRI KUTUBKHANAH ASWANDI SYAHRI SEJARAWAN KEPRI Batam Pos, Minggu 25 Januari 2015 Syekh Muhammad Thahir Jalaluddin al-Falaki al-Azhari dari Minangkabau di masa muda (sekitar 1906). S Mahmud Mahmud ukuran sementara nelayan asing menggasak sesuka hati mereka. Atau karena isteri kawan saya itu tak pulang-pulang? Tak mungkin juga, seingat saya baru sekitar 3 hari isterinya berangkat dengan saudara-maranya sempena hendak merisik calon isteri keponakannya. Apa yang hendak diamukkan? Itu kerja yang baik dan mulia, hendak "mendirikan mesjid”, istilah orang kami. Ia sangat tau, pernikahan itu adalah ibadah. Tapi jangan pulak karena nak banyak ibadah berkali-kali pula menikah. Bengkak kepala nanti. Atau Mahmud dah rindu akan udahlah Mud, jangan pulak awak jadi sakit sendiri, mendendam di dalam hati, jadi jatuh miskin, harta habis terbuang sia- sia, sementara orang-orang itu berpesta pora dalam drama yang memalukan ini...," itu nasihat saya kepada kawan saya yang bernama Mahmud, kemarin pagi, ketika saya bergegas singgah di rumahnya. Bagaimana tidak, anak Mah- mud yang paling bungsu itu berteriak-teriak memanggil tetangga di sekeliling rumahnya, dan juga menelepon saya dengan tegagap-gagap, ia takut, melihat Mahmud, bapaknya itu menga- muk dan menghempaskan TV, ya TV satu-satunya yang mereka miliki. Tak tau kenapa, tak seorangpun bisa menjawabnya, ada juga yang berbisik-bisik di belakang saya, mengatakan kalau kawan saya itu sedang tersam puk, mungkin hantu laut sedang masuk di dalam tubuhnya. "Ah, mana mungkin hantu laut itu merasuk", bisik hati kecil saya. Angin kuat di bulan seperti sekarang ini dan mungkin baru akan agak mereda hingga tiba Hari Raya Imlek nanti, itu sudah biasa, menjadi sesuatu yang alami, setiap tahun di negeri ini, tak perlu pakai BMG melihatnya, bulan-bulan seperti sekarang ini angin kuat dan ombak meninggi, jangan harapkan nelayan bisa bersenang lenang. Mahmud sudah lama tak turun ke laut karena itu dari mana pulak hantu laut bisa mengikut. Tapi kalau hantu lain datang mungkin juga, saya dengar banyak juga sekarang nelayan mengamuk perlu bantuan karena persediaan makanan terancam, kapal tak berlayar, pemerintah daerah baru sibuk bertanya nak sewa kapal pergi ke Natuna atau Anambas sana. Juga Peraturan Menteri Kelautan yang dibuat membuat nelayan jadi terham- bat, tak boleh menangkap sembarangan harus tengok alam berita singkat yang berjudul "Ahli Falakiah Jang Masjhor Telah Tiba di Penjengat" tersebut, kepala pengarang D (redaktur) majalah Peringatan menyapanya dengan (sebagaim- ana ejaan yang lazim digunakan ketika itu) Toean Sjech Thahir Jalaloeddin Falaki alazhari bersempena nama almamater dan bidang ilmu falak (as- tronomi) yang menjadi keahlian- nya. Kedatangan Syekh Thahir ke Pula Penyengat ketika itu, tidak disiakan-siakan oleh Goeroe- Goeroe (sekolah) Agama di Pulau Penyengat. Sebelum toean Al- Allamah itu bertolak ke Singapu- ra menggunakan kapal uap "Tandjongpinang" pada 11 Mei 1939, dia telah diminta untuk mengajarkan "Ilmoe Miqat"; yakni ilmu untuk menghisab (menghitung secara astronomis) masuknya waktu sembahyang yang ketika itu "hampir-hampir hilang di moeka boemi" karena sulitnya kitab-kitab yang ada. Ruang Kutubkhanah minggu ini bukanlah bermaksud mengulas aktifitas Syekh Thahir dalam kenjungan singkatnya ke Penyengat seperti yang dilansir majalah Peringatan edisi bulan Mei 1939. Beberapa alinea di atas sekadar pembuka laluan untuk mengingat kembali hubungan rapat Syekh Thahir dengan penduduk Pulau Penyengat dan pengaruhnya di Kepulauan Riau pada masa lalu. Hubungan dan pengaruh itu telah berlangsung lama. Ianya tidak semata-mata mengalir sejak majalah al-Imam yang dikelolanya di Singapura bersama Haji Abbas bin Muham- mad Taha sejak tahun 1906 hingga 1908 hadir melalui Raja Ali Kelana dan perwakilannya yang dipimpin Khalid Hitam, ataupun melalui ilmu falakiah yang dikuasainya dan besar pengaruhnya dalam kehidupan umat Islam di Kepulauan Riau hingga awal tahun 1950-an (terutama dalam hal hisab menentukan awal Ramadhan). Hubungan Syekh Tahir dengan Kepulauan Riau (khususnya dengan kaum cerdik-cendekia di Pulau Penyengat) telah berlang- sung sejak akhir abad kesembilan belas. Hingga kini, jejak sejarah- nya masih terekam dalam baris- Mengamuk, Mengaruk Hushhh!!!... saya tau betul, kawan saya itu tak punya riwayat dari keturunan keluarga gila tapi kalau diajak "gila" kawan saya itu cah mau saja, gila dalam artian bekerja atau melakukan di luar kebiasaan, dengan tujuan menghasilkan nilai yang lebih. Meskipun demikian akhirnya terucap juga dalam hati saya"Gila!" Menurut kesaksian anak Mahmud yang bungsu itu, ia mengatakan bahwa sejak pagi Bapaknya itu awalnya tenang duduk di depan TV sambil ngopi dan ketika jam 9 barulah ia tiba- tiba tegak dan berubah sikap, memaki-maki dan menghempas- kan TV nya ke lantai kemudian TV itupun bersepai arai. hidangan masakan isterinya, hmmm...miang betul kawan saya itu, kalaulah memang seperti itu, bukankah masakan isterinya yang handal itu tak jauh beda dan apa-apa yang ada dimenu masakan restoran-restoran ternama? Tinggal pesan saja. Tapi kenapa pula TV sebiji itu yang dihempasnya? Bayangkan- lah bunyinya, TV besar gedabak itu bedentum ketika dihempas, karena TV di rumah kawan saya itu bukan TV kebanyak seperti sekarang ini, TV flat, Mahmud di rumahnya masih menggunakan TV lama seperti kotak sabun yang besar ukurannya. Napas kawan saya itu masih satu persatu turun naik, saya bisa bayangkan sebak didadanya itu masih menggumpal dan mu- ngkin sekarang dadanya itu terasa penuh dan dah hampir meletup. Tapi kita doakan janganlah itu terjadi kalau nanti meletup dadanya dengan siapa pula kami hendak bersahabat lagi. Jika sudah seperti ini saya harus menahan diri untuk mengatakan sesuatu kepadanya, harus bersabar. Silap-silap salah ucap, kawan saya itu meluap, takut dia mengaruk pulakjadinya. Ada juga dalam kerumunan tetangga yang sedang berkumpul itu di antara mereka mengatakan bahwa Mahmud itu sedang kambuh penyakit gilanya. manuskrip tua menggunakan kertas Eropa yang dijahit menjadi buku. Sekitar dua tahun yang lalu, saya menemukan manuskrip berharga tersebut dalam koleksi besar arsip dan bahan lainnya milik Syakh Tahir yang ada dalam simpanan Arkib Negara Malaysia di Kuala Lumpur. Manuskrip tersebut sesungguhnya tak berjudul. Namun, untuk ke- mudahan inventarisasi, pihak Arkip Negara Malaysia mem- bubuhkan judul "Catatan Perlayaran Syek Thahir" Dari hari pembacaan yang cermat atas manuskrip tersebut, saya menyimpulkan bahwa manuskrip tulisan tangan itu sesungguhnya adalah sebuah catatan harian (diary) Syekh Thahir yang tidak hnya menga- ndungi catatan perlayarannya melintasi benua dan lautan antara Timur Tengah dan Negeri- Negeri di sekitar Selat Melaka saja, ia adalah sebuah manuskrip bagian dari tradisi menulis catatan harian yang dikenal luas alam Melayu, dan biasanya berisikan hal menarik tentang penulisnya dan lingkungan sekitarnya. Dalam catatanya saya, pihak Arkib Negara Malaysia menyim- pan lebih kurang enam buah manuskrip catatan harian Syekh Tahir (dutulis dalam bahasa Melayu dan Arab) sebagai bagian dari koleksi besar arsip Syekh Thahir yang diperoleh dari anaknya tahun 2006. Hampir seluruh catatan harian tersebut adalah 'harta karun' sejarah Riau-Lingga yang berlum pernah dijamah oleh peneliti sejarah, filolog, dan pakar-pakar persura- tan Melayu. Jejak sejarah Syekh Thahir di Pulau Penyengat antara lain tercatat dalam sebuah manuskrip catatan hariannya dengan nomor: No. Penerimaan/ No. Rujukan 2006/0035664, yang mencatat berbagai aktifitasnya dan peristiwa yang dialamainya dalam rentang waktu antara tahun 1869 hingga 1923. Catatan harian tersebut tidak Hmmmm....oh, Saya tau kenapa kawan saya itu mengaruk, pastilah siaran TV yang sejak kemarin hampir muntah kita menyaksi- kannya, menggila dan bagai diisi oleh semua orang gila, ada peristiwa politik yang macam tak masuk akal dalam kepala otak kita. Rasanya semua orang marah dan resah. Lalu kemana marah itu akan kita lampiaskan? Gila, mereka disana mungkin sedang saling marah juga tapi rasanya bukan begitu cara kalian melam- piaskannya, bukan dengan mempertontonkan dengan kami ditulis dalam sebuah buku khusus seperti halnya catatan harian milik istana raja-raja Melayu yang biasanya mempun- yai kolom-kolom khusus tempat kemarahan yang bisa merubah akal sehat dikepala seperti nasib kawan saya Mahmud itu. Lalu semua berteriak ini tragedi Cicak melawan Buaya untuk kesekian kali dan kita dianggap kecoak di pinggir kali. Aduh mak....rasanya hamba pacal yang hina inipun tau dan dapat berpikir bahwa kalian sesungguh- nya tak berpikir bahwa ini bukan soal nasib orang per orang tapi ini lebih kepada nasib bangsa yang ingin kita wariskan untuk anak cucu kita nanti. Kisah ini takkan terhapuskan dalam sejarah tujuh keturunan. Malamnya sang ajak kawan saya Mahmud ngopi. Duduk di pinggir laut sambil mendengar derai pecahan ombak yang menjadi Catatan Harian Syekh Muhammad Thahir baris tulisan jawi yang tersurat dalam lembaran-lembaran KL 14 PIKARis ے نار SONY to cuidL 22 مان - 404 sos es Pares S och EUVEan sov istina mengisi hari, tarikh, dan peristi- wa yang akan dicatatkan. latar belakang suara kami. Saya lihat kemarahan kawan saya itu sudah mereda, ia lebih banyak mendengar daripada berbicara. "Tok saya jadi teringat kemarin ada ketua LAM Tanjungpinang ayahanda Wan Rumadi memberi- kan sekapur sirih buat ingatkan kita dalam sebuah acara, ia bilang tolonglah maknai lagu yang sejak kecil ia tau dan hingga kini ia terus coba memahami Buaya mati disepit udang. Gunung rubuh ditendang tikus Bagian awal catatan harian tersebut dimulai oleh Syekh Thahir dengan biografi singkat dirinya. Ia menjelaskan kapan ia lahir, asal-usul orang tua dan keluarganya. Pada bagian awal catatan harian itu, antara lain ia menjelaskan: "Adalah Syeikh Muhamad Thahir adalah anak Syeikh Muhamad yang masyhur dengan gelar Tuan Syeikh Cangking tempat gembala orang pada perkara yang bersangkutan dengan agama Islam bin Tuanku Syeik Jalal-al-din... Diperanakan dia oleh (xxx, tidak terbaca) di Kota Tua [Koto Tuo] Ampat Angkat oleh ibunya Gundam (xxx) Tuanku nan (xxx) Tuanku (xxx) Ampat Angkat Syekh Tuanku Baginda (xxx) Tanjung Medan. Pada jam pukul 4.45 petang hari Selasa 4 hari bulan Ramadhan 1286 Hijrah berbetu- lan 7 hari bulan Desembar 1869 Masehi..." Dalam catatan hari itu, Syekh Thahir menjelaskan bahwa ia menjejakkan kaki untuk pertamakali di Pulau Penyengat. setelah ke Bengkalis, Pakanbaru, dan balik ke Singapura lalu ke Riau (Pulau Penyengat) pada 22 Zulhijah 1310 bersamaan dengan 7 Juli 1893. Sejak saat itu ia selalu beru- Air kering diminum katak, inilah nasib bangsa dan negeri ini…..,” kawan saya itu berucap pelan. Reproduksi(facsimile) halaman pertama catatan harian Syekh Thahir koleksi Arkib Negera Malaysia. "Mungkinlah Mud, dulu orang mengatakan bangsa ini serba lambat, serba kurang dan serba kotor tapi sekarang kita merasa bangsa ini bagai seba salah, semua tak mengena, orang itu mungkin hendak kita suruh belajar Gurindam 12 Mud... Raja mufakat dengan menteri seperti kebun berpagarkan duri, Betul hati kepada raja tanda jadi sebarang kerja, Hukum adil atas rakyat tanda raja beroleh inayat Kasihkan orang yang berilmu tanda rahmat kan dirimu "Hamba lihat raja tak mufakat dengan menteri, kepada raja hati mereka tak betul, hukumpun tak adil kepada rakyar dan orang berilmu tak dikasihi, tak dipakai yang dipakai hanya orang partai,,,," ucap saya dengan tegas kepada kawan saya itu. "Besok kalau raja itu datang di kampung kita ini Mud, awak pekikkan gurindan 12 pasal ke 12 itu kuat-kuat siapa tau mereka mendengar dan akan segera bertaubat agar bangsa ini dapat selamat, lebih baik awak mengamuk dan mengaruk seperti itu bukan memecah TV, sekarang terpaksalah saya antar TV yang ada lebih satu di rumah tu ke rumah awak, siapa yang susah? saya juga yang susah"; ujar saya. obrolan TE(9) Kelana, lang-alik antara Pulau Penyen- gat, Singapura-Pulau Pinang- Johor-Summatera, dan Timur Tengah (namun tidak pernah pulang ke kampung halaman- nya di Sumatera Barat). Sejak saat itu pula ia berhubungan rapat dengan cendekia kerajaan Riau-Lingga seperti Raja Muhammad Thahir, Raja Ali Khalid Hitam, dan Said menuliskan: Abdulkadir. Di Pulau Penyengat, Syekh Thahir telah memperkenalkan metode falakiahnya kepada cendekia istana Riau-Lingga sejak tahun 1898. Dalam baris- baris catatan hariannya ia "Dan pada 15 Syafar [15 Syafar 1316 4 Juli 1898] pergi ke Riau pulau Penyengat berjumpa Syeik Muhamad Nur dan ditahan oleh Raja Muhamad Thahir Hakim bin Kawan saya itu tersenyum, "Kalau tak begitu tak pindah pulak TV awak ke rumah saya tu," balas Mahmud sambil meman- dang lalu lalang muda-mudi yang tangannya saling melingkar di pinggang. Kamipun segera pulang dan setiba di rumah ada SMS yang masuk dari Mahmud kawan baik saya itu; Indonesia, selamat malam, apa kabarmu? Ada yang menangis di depan TV seperti melihat cermin wajah lukanya Ada yang terbahak melihat lakonanmu yang sebenarnya sama sekali tak lucu Ada yang terdiam tak berdaya seperti seorang sutradara yang penuh sandiwara buta Indonesia, selamat malam, apakabarmu? al-marhum (xxx) a-rusydiah? (xxx) kerana hendak mengaji al- fala' al-hisab sampai bulan Rabi'ul-akhir pergi ke Singapura lalu belayar dengan kapal lalu Pulau Siantan Anambas bersa- ma2 dengan Syeikh Muhamad Nur bin Ismail al-Khalidi dan Haji Khali-al-din kena penyakit beri2. Maka balik ke Singapura dengan tongkang kelapa kering (xxx Syakban tahun 1316 (xxx)... Syekh Thahir juga turut punya andil dalam usaha mengirim anak-anak diraja Riau-Lingga Malam ini aku takut, karena dalan khayalku dulu aku pernah bercerita pada anakku Dan mungkin dalam waktu tak begitu lama ia akan bercerita pula pada anaknya Kalau namamu akan hilang di peta karena dikunyah cicak atau buaya Lalu dibedal kadal, ditonton bunglon yang blo'on, disorak biawak dan komodo tanpa komando Indonesia, selamat malam, apakabarmu? 5 Sungguh aku rasanya tak bisa menulis, aku malu dan aku ingin cepat tidur kemudian segera bertemu dengan isteri dan anak- anakku Akan aku katakan pada mereka, "Jangan lagi kita berbaju putih jikalau tak bersih dan jangan kita berbaju batik penuh intrik politik, kita berbaju kurung dan berkampuh saja, berlindung dari hidup yang angkuh dan angkara murka Contoh catatan ikhwal di Pulau Penyengat tahun 1898 dalam catatan harian Syekh Thahir koleksi Arkib Negera Malaysia. Lalu besok pagi kita akan cari jawaban apakah masih pantas kita menyebut diri kita sebagai bangsa yang berbudaya? Indonesia, selamat malam, semoga kau baik-baik saja. *** untuk menempuh pendidikan tinggi di Timur Tengah (Mesir) pada awal abad yang lalu. Dalam catatan hariannya ia menulis: "Pada 14 bulan Rajab 1322 (xxxx) 1904 berlayar dengan kapal (xxx) Luwis bersama dengan Syeikh Abdulrahman....lalu...memeriksa perbekalan sekolah dalam 15 hari lalu belayar (xxx) mengambil Raja Hasan, dan Tengku Adam bin Raja Haji Ali dan Tengku Usman bin Sultan Ab-al-Rahman Lingga dan dibawa ke Mesir pada bulan Sya'ban dimasukkan ke Madrasah al-Khadiri Dalilah al-Said Zain" Dari catatan harian itu, terlihat bahwa Syekh Thahir terlibat (tanpa tercium Belanda, dan taktercatat dalam arsip Belanda sezaman) dalam 'perlawanan- perlawan halus cendekia kerajaan Riau-Lingga terhadap politik kolonialisme Belanda antara tahun 1902 hingga menjelang tahun 1911. Oleh karena itu, tidak mengh- erankan bila dalam tumpukan bahan arsip miliknya yang kini tersimpan di Arkib Negara Malaysia juga terdapat salah satu salinan resmi Kontrak Politik tahun 1905 antara Resident Riouw dan Sultan Riau-Lingga (Sultan Abdurah- man Mu'azamsyahsyah) yang menjadi salah satu pemicu 'perlawanan-perlawanan halus tersebut. ***
