Tipe: Koran
Tanggal: 2002-04-26
Halaman: 10
Konten
4cm WASPADA Wacana Moral Akademik Etika Generalis Dari, Oleh Dan Untuk Kita Oleh Dr. Hasan Bakti Nasution, MA S alah seorang raja bijaksana yang menurut laporan ba- wahannya didukung mayo- ritas, ingin menguji rak- yatnya. Cara yang dilakukan cukup unik, yaitu memerintahkan seluruh penduduk negeri untuk menyerahkan satu sendok madu pada sebuah tempat yang ditetapkan. Untuk membuktikan dukungan rakyat sang raja memerin- tahkan agar acara penyerahan madu dilakukan pada malam hari. Mendengar perintah sang raja, para rakyatpun berpikir bagaimana cara memperoleh madu. Salah seorang rakyat, katakanlah si A berpikir, kalau ia cukup menyerahkan satu sendok air saja, toh tidak ketahuan karena dila- kukan di malam hari. Dan satu sendok ini tidak akan mempengaruhi ribuan sendok madu dari rakyat lainnya. Pendek cerita, keesokan harinya setelah acara prosesi dilakukan, diada- kanlah pembukaan tempat madu mela- lui acara resmi kenegaraan. Betapa terkejut, malu dan bercampur tidak percayanya sang raja ketika dibuka ternyata madu yang dikumpul tak lain adalah kumpulan air-air belaka. Kasus di atas terjadi disebabkan karena para rakyat sang raja adalah mereka yang memiliki cara berpikir yang sama dengan si A. "Kalau saya saja yang menyeleweng toh tidak apa- apa, karena yang lain kan tidak." Kira- kira begitu cara berpikirnya. Ternyata semua menyeleweng Jadilah madu digantikan air. Seharusnya si A berpikir, "kalau saya melakukan ini bagaimana jika semua orang melakukan yang sama." Cara berpikir semacam inilah yang disebut dengan etika generalis, sebuah etika yang didasarkan pada kebersamaan, yaitu mari sama-sama tidak melakukan kejahatan dan mari sama-sama melakukan kebaikan. Dalam keseharian, etika generalis cenderung terabaikan, karena cara ber- pikir si A di atas yang dominan. Dalam acara rapat, misalnya, kita selalu disip- lin untuk tidak tepat waktu, sehingga ada yang berani menawar sampai satu jam. Jika rapat dijadwalkan pada jam 10 akan ditawar satu jam menjadi jam 11, sehingga ia datang jam 11. Seperti si A di atas peserta rapat inipun berpikir, "kalau saya saja yang terlambat tidak apa-apa. Atau yang lain kan juga ter- lambat, jadi saya lambatpun tak apa- lah." Jadilah disiplin dalam keterlam- batan. Akibatnya seharusnya rapat mampu menghasilkan banyak hal, namun karena korban waktu akhirnya waktu yang digunakan hanya sedikit dengan hasil yang sedikit pula tentunya. Pengabaian etika generalis tidak jarang dijumpai dalam kehidupan lainnya dan memiliki dampak yang sangat signifikan. Maraknya korupsi, salah satu faktornya ialah pengabaian etika generalis. Masih seperti si A dalam kasus madu di atas, sang calon koruptor juga berpikir, jika dia saja yang mela- kukan korupsi tidak apa-apa. Apalah artinya jumlah sekian dibbandingkan dengan dana lainnya yang begitu besar. Sayangnya orang lain juga berpikir sama, "cuma saya saja kok." Akhirnya semua berpikir sama, sehingga madu diganti air, dan dana yang digunakan tidak sampai separuh dari yang dianggarkan. Akibatnya hasil yang dicapai asal-asalan, tidak sesuai dengan perencanaan. Tidak heran jika ada bangunan yang runtuh usai dires- Kita tak perlu terkejut jika dari survey yang dilakukan The Political and Eco- nomic Risk Consultancy (PERC) terhadap kualitas pendidikan Indonesia menem- patkan ranking pendidikan nasional pada posisi terpuruk, juru kunci alias nomor terakhir di Asia, Fenomena ini, bagaima- napun pahitnya, tetap harus diakui, dan yang lebih penting lagi disadari sebagai dasar memperbaiki atau mereformasi dunia pendidikan kita untuk mencegah pendidikan kita bangkrut. Tak ada gunanya kita asyik berdebat kusir panjang lebar seperti yang acapkali kita dengar, tapi hasilnya dunia pendidi- kan Indonesia tetap terpuruk. Debat akademis tentang dunia pendidikan ada- lah fenomena yang selalu terjadi, hampir tiada mengenal ruang dan waktu. Dan debat tersebut mulai dari kepala kampung sampai dengan menteri, dari seminar/ diskusi tingkat desa sampai dengan semi- nar nasional, dari komentar seorang kepala SD sampai dengan pernyataan dirjen. Otonomi Dan Perspektif Pendidikan Begitulah pendidikan, yang selalu tampil dalam topik yang dinamis, faktual dan hangat dalam berbagai event dan Resensi Buku mikan, atau jalan yang rusak sebelum diresmikan. Itulah memang manusia, dan pengabaian etika generalispun ada di mana-mana, termasuk di jalan raya. Dulu kita merasa lega dan aman jika berada di lampu merah, sekarang ke- nyataan sebaliknya. Anda jangan begitu yakin tidak akan apa-apa jika anda berhenti ketika lampu merah menyala. Tidak jarang terjadi tabrakan di lampu merah, karena yang di depan berhenti sedang yang di bela- kang ingin maju terus walau lampu merah menyala. Akhirnya yang di belakang menabrak yang di depan. Tidak jarang juga terjadi kema- cetan di persimpangan, padahal ada lampu merah. Mengapa!, karena lam- pu merah sudah tidak berperan lagi. Semuanya mau cepat, lalu menerobos lampu merah, akhirnya terjadi persin- tuhan dengan kenderaan lain yang seharusnya boleh maju karena berada di lampu hijau. Bayangkan semua ken- daraan dari empat jurusan bertemu di pertengahan persimpangan, maju tidak bisa mundur pun tidak juga. Akibatnya para penumpang mengu- tuk, baik yang mau bekerja maupun mau sekolah. Seharusnya perjalanan ditempuh setengah jam menjadi satu jam atau lebh. Semuanya karena cara berpikir si A dalam kasus madu di atas yang ternyata juga hadir di jalan raya. Kasus dengan semangat yang sama juga terjadi di dunia perguruan tinggi kita. Terdapat oknum mahasis- wa yang teganya mencontoh tanda tangan dosen, karena dia juga berpikir, "kan saya saja." Bahkan belakangan maraknya bisnis gelar hanya dengan jutaan, sudah tidak rahasia lagi. Mereka hanya ikut pembukaan kuliah, wisuda, bayar jutaan selesai. Kasus lainnya ada yang lebih sedikit shok etis. Dengan kuliah sekali seminggu, lalu ujian semester, ujian negara, ujian skripsi selesai. Tapi jangan tanya bagaimana kualitasnya. Salah seorang penguji idealis pusing tujuh keliling selesai ujian. Betapa tidak pertanyaan primer yang dipelajari tingkat menengah pun tidak bisa dijawab. Bagaimana jadinya du- nia perguruan tinggi kita! dan tang- gung jawab siapa?. Akankah keingi- nan memperoleh mahasiswa, melan- jutkan perguruan tinggi, lalu meng- abaikan kualitas keilmuan kita? Akan- kah pertimbangan material menga- lahkan pertimbangan akademis. Da- lam kasus populer bahasa Indonesia disebut, "Inilah pelacuaran ilmu kita." Kasus-kasus di atas sangat ditantang oleh etika generalis. Etika generalis hanya memberi nasehat. Pertama, jika anda ingin melakukan kejahatan pikirkanlah bagaimana jika semua orang melakukannya. Kalau anda lakukan juga berarti semua orang akan melakukannya. Jadilah dunia yang tidak aman, dan karena itu jangan lakukan. Kedua, kendati semua orang sudah sepakat melaku- kan suatu kejahatan, maka pikirkan- lah "minimal saya tidak melaku- kannya." Mudah-mudahan ada orang lain yang seperti anda. Dua nasehat etika generalis yang dipandang mam- pu merubah cara berpikir si A sebagai tokoh yang tak perlu ditiru di atas, yang dengan teganya menukar madu dengan air. Diharapkan madu adalah madu, dan air adalah air. Kebenaran adalah kebenaran dan kebathilan adalah kebathilan. Yakinlah kebe- naran pasti akan mengalahkan keba- thilan. (Q.S. al-Isra':81). kumpulan komentar. Baik pelaku maupun pengamat pendidikan, sepakat bahwa pendidikan adalah sesuatu yang urgen dan mendesak untuk diangkat martabat- nya pada prioritas dan tempat yang lebih tinggi, setelah sekian lama terpasung dan diborgol kekuasaan birokrasi dan politik, yang mengakibatkan pendidikan nasional kita sakit, bisu, tidak kreatif, antikritik dan takut terhadap perubahan. Genderang reformasi dan tabuh otono- mi daerah merupakan angin segar dalam dunia pendidikan di tanah air kita. Pen- didikan yang dalam kurun waktu cukup lama tidak pernah "merdeka", kini dengan semangat otonomi daerah melalui Un- dang-Undang No.22 Tahun 1999 mempu- nyai peluang untuk keluar dari himpitan sentralisasi ke sistem desentralisasi yang memberikan kesempatan untuk berkreasi secara lebih luwes. ROSDA Walaupun pada realitasnya makna otonomi itu pun ditafsir secara bervariasi antara daerah satu dengan yang lain. Hal ini sangat tergantung dari kemampuan dan kesiapan daerah dalam merespon tuntutan otonomi. DR. LAHMUDDIN NASUTION Pendidikan sebagai bagian dari pe- rubahan sistem kebijakan, mendapatkan implikasi yang cukup serius dalam kerang- PEMBARUAN HUKUM ISLAM Dalam Mazhab Syafi'i PENDIDIKAN Kualitas Pendidikan Nomor Terakhir di kantor. Terlebih-lebih guru DPK yang diperbantukan di sekolah swasta. Masa hasil pemeriksaan mereka selalu berakhir pada kata "bebas temuan." Mereka yang dipercaya untuk mengurusi, malah ikut mencicipi dana sektor pendidikan yang dipe- runtukkan pada pembangunan sarana dan prasarana sekolah. lah lembaga independen yang kredibilitas- nya tak diragukan lagi. Sebab itu seyogianya kita bersyukur, karena mereka telah memba- ngunkan tidur panjang dunia pendidikan kita agar mengoreksi diri. Jangan lagi terlena dalam dekapan guling keasyikan ajang ke- kuasaan, sementara urusan pendidikan ter- tinggal jauh di belakang, alias nomor terakhir. Kebocoran Bukanlah rahasia umum lagi, kalau kebocoran dana yang disalurkan untuk dunia pendidikan dikatakan acap terjadi. Sudahlah dana yang didrop untuk sektor pedidikan itu minim, masih pula digerogoti "tikus-tikus berdasi" yang mencari keuntungan pribadi. Sehingga dana tersebut semakin tidak sampai kesasaran: Kita sedih, entah kapan budaya sunat-menyunat dan praktik kotor menilep dana sektor pendidikan. Sebagai ilustrasi, di APBN 2001, DPR berjuang agar dana untuk sektor pendidi- kan kita bisa dialokasikan sampai 20 persen. Tapi nyatanya, jangankan 20% dari total anggara, usulan Depdiknas sebesar Rp 29 trilliun saja hanya dipenuhi Rp. 11,3 triliun (38,96 persen dari usulan). Coba bayangkan, dengan dana seminim ini (belum lagi gero- gotan tikus-tikusnya), mungkinkah kualitas pendidikan tidak menjadi nomor corot? Oleh Mahruzar Efendi, SE Pemerhati masalah sosial L embaca laporan yang disampaikan PERC (The Political and Economic Risk Consultancy) terhadap kualitas pendidikan Indonesia, membuat kita sangat terperanjat, bagaiman tidak, dari 12 negara di Asia yang mereka teliti, ternyata Indonesia menduduki urutan terakhir. Kalaulah mungkin ada negara keseribu, M apakah kita tetap berada di urutan nomor belakang? Padahal di negeri ini cukup banyak kaum terpelajar yang menyandang aneka titel, mulai dari sarjana sampai profesor, namun mengapa kualitas pendidikan kita terpu- ruk hebat seperti itu? Entahlah, terlalu naif untuk mencari kambing hitam. Yang penting, kenyataan pahit ini harus dicarikan solusinya, agar kualitas pendidikan maupun sumber daya manusia Indonesia yang dihasilkannya tidak semakin mem- prihatinkan. Tapi karena persoalan ini berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah, maka yang paling berkompeten adalah pihak pemerintah. Kita memang tidak menutup mata bahwa pemerintah telah berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indo- nesia. Namun jujur pula kita akui, upaya tersebut belumlah optimal, apalagi meng- hasilkan blue print. Kebijakan di sektor pendidikan cen- derung dilakukan berputar-putar, tanpa visi Oleh Dr. Syukur Kholil Dalimunthe, MA L FAKTA tak dapat diingkari, walaupun Malaysia mulanya banyak menggantung- kan masa depan pendidikannya kepada te- naga pendidik (guru dan dosen) asal Indo- nesia, namun kini keadaan sudah jauh beru- bah. Malaysia menjadi salah satu negara tujuan para mahasiswa Indonesia melanjut- kan pendidikan terutama jenjang S-2 dan S-3 dalam berbagai bidang, sains, teknologi, sosial dan agama. Saat ini di Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) kampus Bangi dan Kuala Lumpur saja, lebih 400 orang mahasiswa Indonesia sedang mengikuti pendidikan S- 2 dan S-3 dalam berbagai disiplin ilmu. Ba- nyak lagi di Universiti Islam Antarabangsa (UIA), Universiti Malaya (UM), Universiti Putra Malaysia (UPM), Universiti Teknologi Malaysia (UTM), Universiti Sains Malaysia (USM) dan Universiti Utara Malaysia (UUM). Ada beberapa faktor yang mendorong mahasiswa memilih Malaysia sebagai tempat belajar, pertama faktor kedekatan baik dari segi geografis, budaya, bahasa, agama dan makanan. Dari segi geografis misalnya, Ma- laysia merupakan negara tetangga terdekat. Semenanjung Malaysia sangat dekat dengan Batam, Sumatera dan Jawa; Sabah dan Sa- rawak (West Malaysia) menyatu dengan Kalimantan. Ongkos dari Medan ke Penang atau Kuala Lumpur naik pesawat misalnya, hanya sekitar ongkos Medan-Jakarta. Jarak tempus Medan-Penang atau Medan-Kuala Lumpur sekitar 45 menit, berbanding Medan- Jakarta sekitar 2 jam lebih. Budaya dan bahasa juga hampir sama; budaya dan bahasa Melayu. Memang ada tiga bangsa (orang Malaysia sebut bangsa) hidup rukun damai di Malaysia, Bangsa Me- layu (pribumi), bangsa China dan India. Na- mun dari sudut budaya dan bahasa, bangsa Melayu paling dominan. Populasi Melayu hanya sekitar 55%, China 30% dan India 15%. Namun bahasa Melayu ditetapka sebagai bahasa nasional dan Islam agama resmi negara. Judul buku Penulis Penerbit Cetakan Halaman Kesan Belajar Di Malaysia lain hanya RM 2.150 x Rp. 2.700 = Rp. 5.805.000, satu semester. Bahkan uang kuliah di UKM dengan fasilitas dan mutu pendidikan hampir sama. ka otonomi ini. Para pakar dan akademisi' pun tidak jarang berbeda visi dan pemi- kiran dalam memaknai semangat otonomi dalam perspektif pendidikan. Pada akhirnya ada kelompok pakar yang sangat khawatir dengan otonomi pendidikan dengan segala alasannya. Ada juga pakar yang sangat optimis dengan pola desentra- lisasi pendidikan, juga dengan segala argumentasi dan alasan yang menurutnya logis dan rasional. Apa pun perdebatan itu, tentunya kita tidak ingin terlalu lama larut dalam wa- cana yang tiada henti. Mencoba memulai dengan pertimbangan makro sebagai hal yang terpenting untuk diaksikan oleh elemen bangsa ini, untuk perlahan-lahan sadar tentang urgensi pendidikan bagi suatu bangsa. Walau memang sulit untuk sebuah tema besar seperti "revolusi pndidikan". dan misi yang jelas untuk membawa pen- didikan itu ke arah mana. Selama ini kita hanya lebih banyak mengejar kuantitas, mengabaikan kualitas. Sistem pendidikan terkotak-kotak hingga membuat kita gamang ketika bicara sumber daya manusia dari hasil pendidikan. : Pembaruan Hukum Islam Dalam Mazhab Syafi'i : DR. Lahmuddin Nasution Padahal di dalam undang-undang pen- didikan nasional ditanyakan secara tegas, bahwa pendidikan itu berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia. Tapi dalam realitanya, belum ada usaha nyata yang pernah dilakukan untuk me-wujudkan hal ini. Undang-undang pendi-dikan belum berfungsi sebagaimana mes-tinya. Pasal demi pasal yang tertuang hanyalah laksana rang- kaian kata-kata indah di tas kertas, belum merupakan landasan kerja. Karenanya wajar saja bila kemudian hasil penelitian PERC menem-patkan kualitas pendidikan kita diurutan nomor terakhir. : PT Remaja Rosdakarya : 1. November 2001 : Vii + 292 Marahkah kita kepada hasil penelitian PERC ini? Seharusnya tidak, mereka ada- terasa biasa. Faktor kedua, fasilitas belajar dan mutu dosen. Fasilitas belajar menurut pengakuan rekan-rekan yang pernah belajar di Amerika atau Eropa, Malaysia tidak kalah dengan universitas-universitas terkemuka di sana. Bagi para mahasiswa di Malaysia disediakan ruangan khusus lengkap dengan peralatan komputer secara cuma-cuma (gratis), apalagi mahasiswa program S-3 selalu disediakan kamar khusus belajar di kampus dileng-kapi dengan komputer ber-internet dan ber-AC, satu keadaan yang belum dirasakan umum- nya mahasiswa yang belajar di negeri ini. Sarana perpustakaan juga lengkap, baik buku-buku rujukan, jurnal lama dan baru, CD-room, internet dan raungan audi-visual (ruang pandang dengar). Menurut catatan, UKM saja berlangganan sekitar 3.300 judul jurnal dan terbitan bertarap nasional dan internasional dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Mahasiswa dengan muda dapat mengikuti hasil-hasil riset terbaru dalam bidang yang ditekuninya melalui jur- nal, CD-room dan internet, penggunaannya bebas sampai jam 11:00 malam, dan semua ruang ber-AC. Pendidikan staf pengajar (dosen) 100 persen S-2 dan S-3. Malaysia tidak meng- izinkan pengangkatan dosen berkualifikasi pendidikan di bawah S-2. Pada umumnya dosen di Malaysia alumni dari universitas termaju terutama di USA, Inggeris dan Aus- tralia, seta alumni Mesir dan negara-negara Timur Tengah untuk kajian Islam. Ada kecen- derungan kerajaan Malay-sia mengirimkan calon dosen belajar ke pusat-pusat pengem- bangan ilmu termaju di dunia. Misalnya, pengkajian dan pengembangan ilmu komu- nikasi paling maju saat ini di USA, calon dosen komunikasi pada umumnya diku- liahkan ke USA mendalami komunikasi. Staf pengajar di jurusan komunikasi, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) misalnya, hanya satu orang alumni komu- nikasi UKM (Normah Mustaffa, MA), sele- bihnya alumni Amerika paling tidak S-2 nya. Staf pengajar mereka akhirnya lebih bermutu dan berstandar internasional. Mahasiswa Indonesia tidak merasa-kan sesuatu yang asing sebagai dirasakan oleh umumnya mahasiswa Indonesia baru sampai di Amerika atau Eropa. Agama mayoritas penduduk Islam, hampir di setiap sudut mu- dah mendapatkan surau sebagai tempat shalat nyaman. Menu makanan pun hampir sama dengan ma-sakan Melayu di Indonesia. Penyesuaian makanan biasanya hanya dipelukan sekitar satu bulan, kemudian Faktor ketiga, biaya jauh lebih murah dibandingkan belajar di Amerika, Eropa dan Australia. Setelah krisis moneter dirasakan biaya di Malaysia memang jauh meningkat. Namun dibandingkan dalam negeri tiak jauh berbeda. Program S-3 Komunikasi Univer- sitas Pajajaran Ban-dung misalnya, uang kuliah satu semester sekitar Rp. 5.500.000, bahkan S-3 Komunikasi UI kabarnya sampai sekitar tujuh juta rupiah per semester. Sedangkan program S-3 Komunikasi UKM misalnya, yang kuliah plus perlengkapan Debat Kusir Dunia Pendidikan Oleh 1 L Sumaharja Ritonga siap menunggu kehancuran, demikian kata banyak pakar pendidikan. Kenapa tidak dikatakan bahwa bangsa yang tidak mempunyai sumber daya alam dan eko- nomi adalah bangsa yang siap dengan kehancuran? Atau kenapa tidak dikatakan bahwa bangsa yang tidak mempunyai perangkat politik adalah bangsa yang siap bubar? Soalnya, pendidikan adalah roh dan jiwa suatu bangsa. Dari makna besar itu maka kita mengetahui betapa pendidikan menjadi sesuatu yang menentukan. Bila bangsa Indonesia ingin bangkit sejajar dengan bangsa dan negara maju lainnya, saatnya kita bangkit dan kita bisa mulai dari pendidikan. Untuk itu, hemat saya, ada beberapa paradigma yang harus digeser secara bersama-sama, jika ingin betul secara serius bangsa ini menghormati dan memperhatikan pendidikan. Memang, banyak badan pengawas yang secara rutin diterjunkan untuk memeriksa dana yang dialokasikan pada sektor pendi- dikan. Tapi ternyata, badan pengawas itu sendiri pun tampaknya masih perlu diawasi. Perspalan pembaruan hukum Islam, telah menjadi pembicaraan hangat di kalangan pakar hukum Islam. Tuntutan agar hukum mampu merespon perkembangan zaman-mengedepankan begitu tinggi, malah terkesan kebablasan' yaitu dengan meninggalkan sejumlah kekayaan yang pernah ditinggalkan oleh para ulama terdahulu tanpa mau melihatnya sebagai sesuatu yang berharga dan perlu digali. Padahal metodologi hukum mereka (ushul Fiqh) begitu telah teruji oleh sejarah dan rentang zaman yang panjang. Kita tidak mengerti mengapa kurang respon terhadap ulama klasik, apakah karena ketidak-mengertian atau karena ketidakmampuan. Biaya hidup (makan, rumah dll) me- mang dua kali lipat lebih tinggi dari biaya hidup di Jakarta. Namun jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya hidup di Ame- rika atau Eropa dengan standar kehidupan dan fasilitas belajar hampir sama. Faktor keempat, pelayanan sangat memuaskan. 'pepatah lucu sering diung- kapkan di Indonesia kalau bisa diperlam- bat kenapa dipercepat' tidak terjadi di Malaysia. Semuua urusan selesai cepat tanpa kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Petugas melayani sangat ramah, hormat dan profesional, wajahnya meng-gambarkan keinginan untuk memuaskan hati orang yang berurusan. Publik beruru-san pun secara sadar berbaris teratur (stan in line) menung- gu giliran. Di sinilah arti penting buku ini, karena mampu menggali khazanah asy-syafi'i dari sumber-sumbernya yang akurat sambil memperlihatkan bahwa ushul fiqh syafi'i mampu menyahuti perkembangan zaman. Pembuktiannya dengan melihat bagaimana peralihan yang terjadi antara gaul gadim dan qaul jadid Asy-syafi'i. Menyelami 'cara berenang' Asy-syafi'i dalam lautan hukum begitu mengasyikkan. Dalam metode hukumnya ia berpegang pada Al-Quran, sunnah, ijma' dan qiyas. Ia berkata, "tidak seorangpun yang boleh berbicara halal dan haram kecuali berdasarkan ilmu (min jihhatil ilm) yakni berupa kabar dari Al-qur'an dan sunnah, ijma'dan qiyas. Keteguhannya berpegang kepada Al-qur'an ditunjukkan dengan berpegang hanya pada riwayat yang mutawatir, sedang riwayat yang sadz tidak dijadikan dasar bagi ushul fiqhnya. Sedang as-sunnah ia pegangi sebagai dalil bila memenuhi syarat-syarat: 1) Sanadnya harus bersambung, 2) perawinya harus tsiqah (terpercaya) dalam hal keagamaannya, 3) perawi mengerti benar makna hadis yang diriwayatkan serta mengetahui hal-hal yang dapat mengubah makna (bila Belajar di Malaysia memang ada tan- tangan tambahan, di samping harus me- mahami bahasa Inggeris juga harus me- mahami bahasa Malaysia. Buku-buku dan rujukan lain umumnya bahasa Inggeris harus diterjemahkan dulu ke bahasa Indo- nesia baru diterjemahkan ke bahasa Ma- laysia. Walaupun bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia satu rumpun, dari segi bahasa penulisan ilmiah banyak bedanya. Di samping itu, kampus-kampus di Malaysia pada umumnya sangat luas. Kampus induk UKM misalnya ada sekitar 1.102 hektare. Bagi yang tidak punya ken- deraan sendiri siap-siap jalan kaki berkilo- kilo meter, sebab tidak semua fakultas dilalui kenderaan umum. Problem lain, bagi yang tinggal di luar kampus, siap-siap menunggu bus berjam-jam kalau tidak tahu jadwal bus, sebab pada umumnya mahasiswa tinggal di luar kampus naik kenderaan sendiri, mahasiswa tidak banyak menggunakan jasa angkutan umum, angkutan umum jarang lewat. Namun secara umum, belajar di Malaysia sangat asik dan berkesan. Penulis Dr. Syukur Kholil Dalimunthe, MA adalah alumni S-3 UKM, April 2002. Perbaikan Berita berjudul "Anak Petani Raih Titel Dokter," terbit pada halaman ini Jumat lalu (19 April 2002), terdapat kesalahan setting. Titel Dokter baik pada judul maupun pada isi berita seharusnya adalah Doktor. Demikian untuk dimaklumi (red). Pertama, kemauan dan komitmen politik. Kedua, keutuhan makna pendi- dikan. Ketiga, keseimbangan penyeleng- garaan. Keempat, anggaran dan sasaran pendidikan. Kelima, guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam posisi sentral. Keenam, dari birokrasi kepemberdayaan. Ketujuh, strategi pembelajaran.Kedelapan, partisipasi masyarkat. Dalam kerangka otonomi, kedelapan paradigma ini penting dilakukan. Kira- kira demikianlah idealnya makna otonomi pendidikan jika ingin fokus dan tepat sasaran. Paradigma yang kita ditawarkan tersebut memang ideal dan barangkali cukup sempurna dalam sebuah perubahan (reformasi) konsep. Paradigma ini pun terlihat sebagai satu kesatuan yang utuh dan terintegrasi satu dengan lain. JUMAT, 26 April 2002 10 Akibatnya, semakin banyak gedung sekolah yang kondisinya sangat memelas. Sarana dan prasarananya tidak mendukung untuk dijadikan tempat mencetak pendidikan berkualitas, keculai pada urutan nomor corot dengan SDM yang corot pula. Pola Rekruitmen Parahnya kualitas pendidikan di Indo- nesia tak bisa pula dilepaskan dari pola rekruitmen guru yang dilakukan. Kalau dulu, untuk menjadi seorang guru diperlukan bejibun syarat, mulai dari postur tubuh, ke- mampuan, bakat dan sebagainya. Tapi kini, proses penerimaan guru terkesan sangat mudah. Asal ada uang sogok atau pelicin yang berbilang jutaan rupuah, sudah dapat menjadikan seseorang pe-nyandang atribut guru dengan status PNS. Akibatnya muncul "guru-guru asal jadi" yang berdiri di depan kelas. Sesungguhnya yang mer jar bukanlah status guru, melainkan status PNS. Tak heran bila kemudian kehadiran guru yang seperti ini tidak lagi memperhatikan kualitas pendidikan. Kedatangan mereka ke sekolah sekedar melepaskan beban. Tidak serius dan kadang acap menitipkan bahan ajar untuk di salin di depan kelas, sementara sang guru ngobrol atau menjajakan dagangan BERAGAM cara dari beberapa lembaga pendidikan di kota Medan dalam menyajikan mutu pengajarannya kepada masyarakat. Termasuk salah satunya, Tung Tung Play- group dan Creative Education Centre (CEC) yang turut menampilkan program pendidi- kan dini dengan sarana prasarana lengkap dan kualitas pengajar profesional untuk masa depan. Ditemui Waspada di lokasi belajar nan asri dan strategis di Jalan Jenderal S Parman Blok A No.5-6 Medan Bisnis Centre, terlihat siswa Tung Tung Playgroup (TTP) dan CECsedang asyik belajar dipandu guru di dalam kelas. Sementara puluhan orang tua tetap setia menanti anaknya di ruang tunggu sambil mengobrol satu sama lain. Sekilas tidak kelihatan adanya proses belajar mengajar di TTP tersebut karena tenangnya suasana ruangan yang full ac tanpa terdengar suara bising atau berlarian anak usia 2 hingga 5 tahun seperti halnya sekolah lain. Sementara para siswa CEC yang bernaung satu atap dengan TTP terlihat serius belajar komputer di dalam ruangan tertutup berkaca putih. Belajar Di Tung Tung Playgroup, Asyik Lho... Menurut pimpinan TTP Tjoa Li Hoa yang juga isteri sang karikatur Pak Tung Tung di Analisa, pihaknya sengaja menciptakan model pendidikan bernuansa kasih sayang, percaya diri, mandiri, kreatif, ceria, bermoral dan beretika dalam kehidupan sehari-hari. "Atas penanaman dasar inilah maka Tung Tung Playgroup berani tampil beda dengan lembaga pendidikan lainnya, walau di usianya yang masih teramat muda dalam berkiprah di masyarakat," ujar Hoa. Menurutnya, untuk tahun ajaran 2001- 2002 ini TTP membuka kelas baru untuk Baby Class usia 1,5 tahun hingga 2 tahun, Play Group usia 3-4 tahun, Kindergarten usia 4-5 tahun dan English Class. "Sebetul- nyá English dan Mandarin Class ini tidak hanya bergantung anak didik, tetapi para orang tua yang menunggu anaknya dapat juga belajar conversation di TTP" Sedang kurikulum siswa, kata Hoa, berupa pemikiran kreatif, musik, lagu dan gerakan, bahasa Mandarin, Inggeris, matematika, CBSA, meningkatkan IQ dan EQ. "Jadi siswa belajar di kelas langsung mendapat tiga bahasa yakni Mandarin, Inggeris dan Indonesia. Untuk fasilitas belajar, ujar Hoa, disedia- kan guru berpengalaman, beragam permai- nan edukatif baik di kelas maupun di luar kelas, ruang kelas ber-AC, audio visual dan TV Room, pemeriksaan kesehatan secara niat dan hati yang konsisten dan bersama- sama, juga membutuhkan kekuatan "sadar" yang besar. Komitmen Politik Dengan mengambil satu saja di antara paradigma tersebut-tentang komitmen politik misalnya, adalah terminologi dan istilah yang sudah lama sekali kita dengar, sehingga istilah itu sudah dekat dan akrab dengan telinga bangsa ini. Tetapi sebagai bentuk iterogasi "kritis", kita harus bertanya, apakah sebenarnya 'komitmen politik itu, bagaimana postur- nya, seperti apa mekanisme kerjanya dan ia ada di mana sebenarnya? Komitmen politik untuk mendorong peningkatan kualitas pendidikan, tentunya mempunyai wilayah dan ruang tersendiri. Bangunan komitmen politik tentunya tidak bisa kita harapkan dari kerelaan orang tua siswa untuk membayar BP3 putra putrinya. Di satu sisi mungkin memang demikian, tetapi apakah itu yang kita bayangkan dengan komitmen politik pendidikan di Indonesia? ia meriwayatkannya dengan makna), atau dapat menyampaikan hadisnya persis seperti yang didengarnya kalau ia meriwayatkan berdasarkan hafalan, atau ia memelihara kitabnya jika ia meriwayatkannya dari kitab, 4) riwayatnya selalu sesuai dengan riwayat para ahli, 5) perawi tidak melakukan tadlis, 6) persyaratan tersebut harus terpenuhi pada setiap tingkatan dalam jalur periwayatan hadis tersebut. Syarat-syarat yang telah dikemukakan Asy- syafi'i ini akhirnya menjadi acuan bagi para ulama hadis belakangan. Memang tidak salah jika Asy-syafi'i itu digelar dengan "na sirus-sunnah" (penolong sunnah). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebenarnya adalah tumpuan harapan bangsa Indonesia untuk memperjuangkan nasib pendidikan di republik ini. Namun Dalam persoalan ijma', Asy-syafi'i mengakui telah banyak terjadi, namun ia cukup berhati-hati menggunakan istilah itu. Ijma' itu hanya untuk masalah yang benar-benar diketahui secara luas telah menjadi kesepakatan, biasanya itu terjadi dalam masalah-masalah pokok, sedang masalah furu' hanya terdapat sedikit kesepakatan. Mengenai hal ini, terdapat dua kemungkinan. Bila diketahui tidak ada perbedaan, kita mengatakan, "kita tidak mengetahui adanaya khilaf" Dan jika diketahui ada perbedaan, kita katakan, "mereka berijtihad, tetapi mereka berbeda pendapat." Qiyas merupakan metode yang diterima Asy-syafi'i dalam melakukan ijtihad, malah beliau mengatakan ijtihad itu adalah qiyas. Jadi hukum- hukum yang tidak disebut secara jelas oleh nash dicari hukumnya melalui pendekatan qiyas. Tapi qiyas itu kebenarannya bertingkat, berdasarkan tingkatan kejelasan suatu illat, maka qiyas itu dibagi Asy-syafi'i dengan qiyas Aqwa, Musawi dan ad'af. Sedang ditinjau dari pemberlakuan hukum ashl (pokok) pada far (cabang), maka ia terbagi kepada Qiyas illat dan syabah. Hal baru yang lain-banyak kita dapatkan dalam buku ini antara lain: 1. Tidak ditemukan kaitan atau pengaruh langsung berubahan kondisi lingkungan dengan perubahan fatwa dari qaul qadim ke qaul jadid, yang ada hanyalah dalam bentuk-bentuk; a) Penetapan metode pemahaman terhadap nash-nash berdasarkan kaidah kebahasaan, yang diperoleh dari kebiasaan berbahasa masyarakat Arab, misalnya, kalimat amr (perintah) harus difahami sebagai tuntutan wajib. b) Penetapan kedudukan dalil-dalil tertentu, misalnya hadis ahad ditetapkan berdasarkan perilaku sahabat, dimana mereka menerima Fenomena ini sangat berbeda dengan guru tempo doeloe yang jelas jauh ber- kualitas. Mereka sadar bahwa tugasnya adalah mendidik anak bangsa agar menjadi manusia berkualitas. Timbulnya kesadaran guru tempo doeloe yang seperti ini karena pola rekruitmen mereka sangat baik dan berkualitas. Hingga sampai-sampai negara tetangga meminta tenaga guru dari kita. Malaysia adalah contoh nyata di tahun 60- an yang meminta tenaga guru di Indonesia. Tapi kini apa lacur, kita yang malah tung- gang langgang belajar ke luar negeri. Terle- bih-lebih dalam satu dasawarsa belakangan ini. Mengapa? Karena secara jujur pun, jauh sebelum survei yang dilakukan PERC, kita telah mengakui secara diam-diam kalau kualitas pendidikan kita nomor paling akhir, dibandingkan negara-negara lain di ASEAN. Penutup Amburadulnya kualitas pendidikan di Indonesia, disebabkan tidak sinkronnya kebijakan pemerintah dengan perangkat- perangkat pendukung pendidikan. akibatnya kita hanya menang kuantitas tapi kalah kualitas. Karena itu kualitas pendidikan - kita menjadi nomor terakhir di ASEAN. Untuk merubah kondisi ini, tiada jalan lain bagi pemerintah, kecuali secepatnya membenahi kebijakan usang sektor pendi- dikan, yang selama ini penerapannya acap berputar-putar tanpa adanya blue print jelas. Potret Versus Kondisi Objektif Bangsa yang mencoba mempermain- kan pendidikan adalah bangsa yang siap- Suatu idealitas tetapi mungkin akan sulit sebagai sebuah realitas. Karena pergeseran paradigma ini tidak hanya membutuhkan waktu relatif lama, tetapi juga membutuhkan materi yang besar, kerja pikiran sebagai pergerakan, kerja Soal Pembaruan Hukum Islam reguler oleh dokter, kegiatan belajar luar kelas (taman), perpustakaan, ruang bermain yang luas dan menu makanan yang disesuai- kan dengan keinginan mayoritas orang tua. Beragam Siswa Kemudian, menurut Hoa, setiap kelas diisi oleh 10 orang siswa dengan tenaga guru berjumlah dua orang yang masing-masing bertanggungjawab atas perkembangan dan kemajuan anak didiknya. "Setiap hari atau seminggu sekali anak diberikan buku hasil kemajuan belajar di kelas kepada orang tua. Dan orang tua memberi respon jawaban atas kemajuan itu." Menurut Ho, seminggu sekali siswa dibawa ke audio visual dan TV room untuk mempraktekkan bahasa Inggeris dan Man- darin mereka langsung di hadapan teman- temannya. Kemudian menunjukkan benda- benda yang terlihat di televisi, berbicara, menghapal dan sebagainya. Full Praktek Sedang pimpinan cabang CEC, Soffian Yusuf mengatakan, pihaknya membuka belajar dan latihan komputer dalam berbagai program baik untuk tingkat usia 5 hingga 15 tahun maupun kalangan dewasa dan orang tua. "Kami juga memakai sistem pelajaran full praktek dengan menggunakan masing-masing siswa satu komputer yang dipandu dua orang guru dalam satu kelas." Menurut Soffian, semua materi belajar komputer tersebut berupa mengetik 10 jari, matematika, menggambar, vocabulary, grafik design, kreativitas, logika berpikir dan pemrograman komputer. "Selain itu siswa diajarkan metode multi media, scan gambar dan mencetak ke kertas dengan printer LQ atau berwarna." Sementara jadwal belajar, kata Soffian, disesuaikan dengan permintaan siswa dalam seminggu dengan waktu pagi, siang, sore dan malam. "Uniknya disket dan diktat belajar diberikan secara gratis kepada siswa bila ada tugas di sekolah maka siswa bebas mencetak dengan printer berwarna atau scanner." Sedang program paket belajar setengah tahun, ujar Soffian, berupa Computer Pro- gramming Language, Business Program- ming Language, Web Design Internet, Technical Computer, Office Professional dan Paket Modul untuk SMU. Untuk paket satu tahun, lanjut dia, Computer Science, Account- ing Programming dan Art Design. "Satu paket lainnya yakni Paket Kursus. Ruslan Chalid kondisi objektifnya memperlihatkan bahwa sedikit, bahkan hampir tidak ada sama sekali, keseriusan yang ditujukan untuk mempedulikan nasib pendidikan. Mereka hanya sibuk urusannya sendiri. Mereka merasa besar dengan predikat yang disandangnya, sehingga seluruh tugas dan kewajibannya sebagai wakil rakyat diabaikan. Hal ini membuat kita makin tidak mengerti untuk yang kesekian kalinya. Tetapi apa pun masalahnya, ada satu "dongeng" menarik yang tak salah kita sampaikan. Jika negara ingin aman, maka amankanlah guru. Jika pemimpin ingin selamat, maka dekatlah dengan guru". Barangkali ini sebagai jawaban dari kebingungan para praktisi dan penga- mat pendidikan selama ini. Mereka lupa dengan sesuatu yang sebenarnya dekat dengan mereka, bahwa memperbaiki pendidikan artinya memper- baiki profesionalisme dan kesejahteraan guru secara seimbang. Dan yakinlah bahwa selama guru masih ada, pendidikan kita masih belum bangkrut. Ada waktu untuk berubah dan ada pula kesempatan untuk memperbaiki. Tentunya tak mung-kin jika hanya dengan berdebat kusir.* khabar dari hanya seorang, lagi pula orang yang adil itu tidak akan berbohong. c) Penetapan masuk atau tidaknya kriteria tertentu dapat didasarkan atas kebiasaan masyarakat, misalnya apakah zaitun dizakatkan atau tidak. Jadi kondisi lingkungan tetap mempengaruhi perubahan fatwa itu, tetapi jelas tidak secara langsung. 2. Syafi'i adalah seorang mujtahid yang melakukan ijtihad secara berkesinambungan, begitu juga dia mendorong para pengikutnya untuk melakukan ijtihad, baik berijtihad terhadap pendapat-pendapat yang telah dikemukakannya apalagi hal yang baru. Karena bagi Syafi'i kebenaran ijtihad itu tidaklah mutlak hanya bersifat relatif. Jadi Syafi'i tidak pernah ikut atau mendorong tertutup pintu ijtihad, bahkan ijtihad dan tarjih adalah dua hal yang tidak pernah berhenti. 3. Hukum dalam mazhab Syafi'i mempunyai daya gerak yang memadai untuk merespon kondisi objektif masyarakat, namun pentingnya perhatian kepada kondisi zaman bukanlah berarti harus mengikuti dan menyesuaikan diri dengannya. Pengaruh kondisi zaman tidak bersifat mutlak. Di samping kelebihan-kelebihan yandak adanya pengertian pembaruan disebut di atas, buku ini memiliki beberapa kekurangan, diantaranya, yang kongkrit dari penulis, sehingga dalam membaca pembaruan dalam mazhab Syafi'i kita tidak mempunyai pegangan yang jelas pembaruan yang dimaksud penulis. Selain itu penulis tidak memberikan contoh bagaimana prinsip-prinsip pembaruan yang dilakukan dalam mazhab Syafi'i menanggulangi persoalan kekinian. Sehingga kekuatan ushul fuqh Syafi'i hanya terlihat dalam teori atau hanya nampak pada zaman klasik-tidak meng-kini. Tetapi bagaimanapun, buku ini sangat berguna bagi khazanah ilmiah bidang hukum Islam. Agaknya kita dapat mengatakan "jangan biara dulu, sebelum anda membaca buku ini" kepada orang yang mengaku bermazhab Syafi'i atau orang yang "patentengan" anti mazhab khususnya mazhab Syafi'i. Wallahua'lam. Ismail Hasyim Mahasiswa PPS-IAIN Sumatera Utara Color Rendition Chart WASPA TEPAK EKSP 300 seharga Iman Jalan Le 100 F Beli S MEDAN (Was nya 100 peminat te dan toke potong d daerah tingkat I menyatakan diri sapi impor bakala yang akan masuk Mei 2002 sebany Masuknya sap merupakan reali yang dibentuk pe pengusaha lokal Australia dalar Working Group on Food Cooperatio Perth-Australia p lalu. Saat itu dele dipimpin Ketua Indonesia (Kadin) Pempropsu dan Kepala Dina Sumut Ir Abdul mengatakan jumla dilaporkan Direk Peternakan Deli Subrata, sebagai p berhubungan lar pihak swasta di A 20% Ja JAKARTA (An men Permukiman Wilayah (Depkim catat hingga kini di lintas timur Su mencapai 20 per Menkimpras Jakarta Kamis me panjang jalan na timur Sumatera s km, sekitar lima pe kondisi rusak bera rusak ringan. "N rusak ringan itu b menjadi rusak be yang terus mener kendaraan yang m load' (kelebihan be Menurut dia, sakan yang cuku lintas timur Sum sejak tahun 2000, a Lembaga MEDAN (Wa Sumut mendesa lembaga internasion ADB dan World Ba jadikan negara m sapi perah dengan n ber daya alam (SDA tingan ekonominy dung di balik kepen lisasi dengan meng daraan AFTA, APT Direktur Ekse Panjaitan menga kepada Waspada, R kaitan dengan sema bumi akibat keser lompok orang sek peringati Hari Bum April 2002. Walhi mendesa menindak tegas para kungan dan tidak ganda atau bertinda tegas namun kenya GOLDEN GILOSE BEST PIC 4BEST PICTURE 4 362 LORD R PETRON EMPIRE 6: 13.00-15 EMPIRE 2 13.00-15 Lead Us into temptation antonie BANDE angelina J ORIGINA ST FR PRESIDENT: 13. PRISAI-1 13. EMPIRE 3 : 13.
