Tipe: Koran
Tanggal: 2020-06-07
Halaman: 04
Konten
Kerupuk Mi Ojay Khas Cimaung Tetap Booming lipat dari biasanya. Perminta- annya juga bisa berlipat-lipat. "Biasanya saya menyetok kerupuk enam bulan sebe- lum puasa. Lantaran per- mintaannya biasa berkali- kali lipat, yang lima bal bisa jadi 20 bal (satu bal sama dengan 5 kg). Yang 10 bal bisa jadi 30 bal, yang biasa 20 bal bisa 50 bal," katanya. T MENJEMUR KERUPUK - Pegawai sedang menjemur kerupuk di pabrik kerupuk mi ojay, Rancasalak, Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Selasa (2/6). Tak Terganggu Pandemi Covid-19 ERIK matahari yang menyengat tak membuat dua pria ini beranjak di lapangan tempat menjemur keru- puk. Mereka membereskan dan me- milah-milah kerupuk yang sudah kering. Panas matahari siang itu adalah berkah buat mereka kare- na kerupuk hasil olahannya bisa cepat kering. Di dalam pabrik yang tak jauh dari lapangan itu, puluhan perempuan sangat telaten mencetak kerupuk dari adonan tepung tapioka. Mereka memang sudah ahli menggunakan alat pencetak kerupuk tanpa mesin ini. Kerupuk yang sudah dicetak itu kemudian diku- kus di tempat pengukusan berukuran dua meter kali dua meter. Hanya satu jam kerupuk itu dikukus untuk kemudian dijemur di lapang- an atau halaman pabrik itu. Kesibukan itu terlihat di pabrik kerupuk di Ranca- salak, Desa Cimaung, Keca- matan Cimaung, Kabupaten Bandung, Selasa (2/6) slang. Pabrik kerupuk itu merupa- kan satu-satunya di sana. Namanya kerupuk mi ojay. Pabrik kerupuk mi ojay ini yang memasok kerupuk mentahan ke rumah-rumah produksi kerupuk sangrai di daerah itu. Di Rancasalak ada sekitar 11 rumah produksi pengolah kerupuk mi ojay. Kerupuk yang sudah disang- PATI ral itu oleh pemiliknya diberi merek bermacam-macam. "Kami memasok kerupuk mentahan ke Pangelengan. Ciwidey, dan Banjaran. Pembuat kerupuk sangrai di sini semuanya ngambil mentahannya di sini," kata pemilik pabrik mi ojay, Ma- ulana Syarif (45), di pabrik miliknya, Selasa (2/6). Kerupuk mi ojay sudah menjadi kuliner khas di Cimaung. Di sepanjang Jalan Banjaran-Pangalengan banyak jongko atau wa- rung yang menjual kerupuk ini. Biasanya pembelinya adalah para wisatawan yang hendak ke Pangalengan atau pulang dari sana. Kerupuk yang dijual di sana adalah kerupuk yang sudah matang. Kerupuk ini matangnya bukan digoreng. tetapi disangrai mengguna- kan pasir di wajan berukur- an besar. Menurut Syarif, kerupuk ini booming-nya saat Rama- dan. Kalau lagi Ramadan, ka- tanya, produksi beberapa kali RAGAM 4 MINGGU, 7 JUNI 2020 ribun Jabar Kalau dulu waktu sama ayah, pabrik ini meng- hasilkan dua kuintal per hari. Kalau seka- rang berkembang terus. Bisa satu ton, dua ton, kadang lebih, apalagi kalau bulan puasa MAULANA SYARIF, PEMILIK PABRIK KERUPUK MI OJAY Bahkan ketika pandemi virus korona, kata Syarif, permintaan tidak berkurang. "Ramadan kemarin juga sama begitu. Virus korona tidak berdampak ke keru- puk, mah," kata Syarif. Meneruskan Usaha Ayah PABRIK kerupuk mi ojay sudah berdiri sejak 2002. Usaha ini dirintis oleh Oman Suparman. Oman, yang menderita stroke, kemudian menu- runkan usahanya ke anaknya yang nomor dua, Maulana Syarif (45). Begitu juga dengan pen- Jual kerupuk yang sudah matang. Mereka saat Rama- dan ketiban rezeki. Banyak yang mengambil kerupuk yang sudah matang ke sana, seperti ke pabrik kerupuk Si Cepot yang tak jauh dari pabril kerupuk mi ojay. "Pembelinya datangnya ada yang dari Bojongpulus. Arjasari, Kamasan, Leuwi- handap, dan Pangalengan," kata Titi (42), pegawai keru- puk Si Cepot. Menurut Titi, banyak yang datang ke sini beli eceran. Saat Ramadan, katanya, ada yang membeli tujuh bung- kus. Pembelinya menurut Titi, naik motor. "Kerupuknya disimpan di stang, di mana-mana, difoto di-online-kan. Itu teh buat Lebaran, buat saudara-sauda- ranya," kata Titi. (januar ph) Oman memiliki enam anak. Satu orang me- ninggal dunia. Syarif dan adiknya meneruskan usaha ayahnya ini. Syarif mengelola pabrik kerupuk mentahannya di Rancasalak, Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung. Adapun adiknya mengelola kerupuk sang- rai yang pabriknya masih berada dekat pabrik kerupuk mi ojay. Sebelum membuka pabrik kerupuk Oman bekerja di pabrik tekstil di Patal Banjaran. Men- jelang pensiun dia memutuskan untuk membu- ka usaha ini bersama temannya. "Kalau dulu waktu sama ayah, pabrik ini menghasilkan dua kuintal per hari. Kalau seka- rang berkembang terus. Bisa satu ton, dua ton, kadang lebih, apalagi kalau bulan puasa," kata Syarif. Syarif mulai mengelola pabrik ini pada 2012. Kemudian oleh Syarif produk kerupuk terse- but disertifikasi halal dengan merek kerupuk mi ojay. "Sudah sertifikasi halal, dulu, saat ada pengurusan gratisan," kata Syarif. Menurut Syarif, kerupuk ini tadinya bernama Kerupuk Mie Oman. Dan, katanya, sampai se- karang masih terdaftar dengan merek tersebut. Kerupuk ini disebut kerupuk mi ojay karena saat memakannya dicelupkan ke mi bakso atau sambal oncom. Dalam bahasa Indonesia ojay berarti berenang. Syarif berkisah, kerupuk ini sebetulnya sudah ada di daerah Jawa. Namun, Syarif memodifi- kasi bentuknya. Kemudian kerupuk ini berbeda karena cara penggorengannya tidak mengguna- kan minyak melainkan dengan disangrai. "Dulu, mah, kerupuk ini biasa-biasa saja pembelinya, paling buat pelengkap berkat buat yang pulang hajatan," kata Syarif. (januar ph) TRUST e CETAK KERUPUK Pegawai sedang mencetak kerupuk di pabrik kerupuk mi ojay, Rancasalak, Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Selasa (2/6). Mesin Cetaknya Buatan Sendiri M AULANA Syarif (45). pemilik ke- rupuk mi ojay, mempekerjakan 40 karyawan di pabrik. Syarif mempekerjakan warga di sekitar pabriknya di Rancasalak, Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupa- ten Bandung. Karyawan di pabrik Syarif ini dibayar harian. Pegawai laki-laki dibayar 70.000- 75.000 per hari. Adapun pegawai perem- puan mendapat bayaran Rp 45.000- 50.000 per hari. Menurut Syarif, upah dibedakan karena perempuan kerjanya enggak berat, hanya mencetak. Syarif mengatakan pegawai laki-laki dibayar lebih besar dari pegawai perem- puan berdasarkan tanggung jawab dan beratnya pekerjaan. Pegawai perempuan di pabrik Syarif bertugas mencetak keru- puk di mesin yang telah disediakan. Adapun pegawai laki-laki mendapat- kan pekerjaan yang lebih berat, seperti mengangkut kerupuk, menguleni, me- ngukus, dan lain-lain. Ida (45), karyawan pabrik kerupuk mi ojay, mengaku bekerja mulai pukul 06.00 hingga 15.00. Ida sudah lama bekerja di sini, sekitar dua tahun. Tak hanya Ida, suaminya pun bekerja di pabrik ini. FOTO-FOTO: TRIBUN JABARANUAR PH Ida sehari-hari mencetak kerupuk di mesin cetak. Namun, Ida tak bisa meng- hitung kerupuk hasil cetaknya. "Saya enggak tahu soalnya enggak pemah dihitung. Kan, ini bukan borong- an tapi diupahnya harian. Tergantung lagi semangat, kalau lagi semangat bisa mencetak banyak kerupuk," kata Ida yang berputra dua ini. Ida mengaku belajar sendiri menggu- nakan mesin cetak kerupuk. Menurut- nya, orang lain pun bisa melakukannya. Asal tekun, kata Ida, pasti bisa, sehari langsung bisa. Ida bersama puluhan perempuan la- innya setiap hari mengoperasikan mesin cetak. Mesin ini merupakan buatan pab- rik tersebut. Terbuat dari bambu, kayu, tabung, dan juga tambang. "Kalau dulu satu mesin itu untuk banyak orang. Sekarang satu mesin untuk seorang. Mesinnya buatan sendiri. Bahannya dari bambu lan kayu yang ditarik oleh tambang," kata Syarif. Mesin itu, kata Syarif, awalnya dari Tegal. Pabrik ini bisa membuat mesin tersebut setelah ada orang Tegal yang bekerja di sana. Tadinya hasil cetakan kerupuknya bentuknya masih kerupuk mi jawa. (januar ph) Tidak Pakai Pengawet Kimia K ERUPUK mi ojay yang dijual di Rancasalak, Desa Cimaung, Ke- camatan Cimaung. Kabupaten Banjaran, ada dua jenis. Yang pertama kerupuk super dan yang ke- dua kerupuk biasa. "Harganya pun berbeda. Yang super harganya Rp 72.000 per bal (5 kg) dan yang biasa harganya 68 ribu." kata pemilik pabrik mi ojay. Maulana Syarif (45), di pabrik miliknya, Selasa (2/6). Menurut Syarif, ada perbe- daan antara yang super dan yang biasa. Kalau kerupuk super, kata Syarif, dalam pengolahannya langsung dijemur. Adapun yang biasa, kata Syarif, kerupuknya dijemur mengalami penundaan yang disebabkan cuaca atau pence- takan kerupuknya dilakukan pada sore hari. "Kendalanya memang itu. Apalagi kalau musim hujan. Tapi yang penting bisa nyetak dulu. Dijemurnya bisa kapan saja. Asal jangan jamuran ke- rupuk mentahnya. Kalau dua hingga tiga hari, bisa. Lebih dari tiga hari pasti jamuran," katanya. Untuk mengawetkan keru- puk buatannya, Syarif tidak menggunakan bahan penga- wet kimia, tapi menggunakan garam. "Makanya bertahan tidak terlalu lama. Paling kuatnya sampai tiga hari," katanya. Selain garam untuk peng- awet, kerupuk ini terbuat dari tepung tapioka, pewarna makanan, dan air secukupnya. Semua bahan itu kemudian di- campur. Diuleni dan disimpan semalam. "Besoknya baru proses pen- cetakan. Sebelumnya diulen lagi sebelum dicetak," kata Ujang (30), karyawan pabrik tersebut. Tepung untuk bahan ke- rupuk mi ojay asli Lampung. Tapi, kata Syarif, distributor- nya ada di daerah Baleendah. "Kalau pewama pakai pewarna makanan. Pakai warnanya lemon yellow. Pewarnanya dipa- sok langsung dari Jawa Timur," kata Syarif. Syarif memilih warna kuning karena ciri khasnya dari dulu warna kuning. Pernah, kata- nya, membuat kerupuk yang berwarna egg dan kemerah- rahan, tapi konsumen inginnya tetap yang kuning. Syarif mengaku bisa meraup omzet Rp 15 juta per hari. Untungnya, kata Syarif, bisa Rp 2 juta per hari. "Itu sih cuma hitungan, tapi enggak tahu sih, kalau prakteknya mah, kadang enggak segitu," kataya. (januar ph)
