Tipe: Koran
Tanggal: 2021-04-23
Halaman: 13
Konten
JUMAT WAGE, 23 APRIL 2021 (11 PASA 1954) ILUSTRASI JOS "KAMU udah nunggu lama?" tanyaku sekadar basa-basi sembari bersalaman ala ABG dengannya. "Baru lima menit kok," ucapnya setelah mellihat jam silver yang melingkar di tangannya. "Oh, sukur deh, btw dia siapa?" tanyaku sambil melirik cowok yang sedari tadi belum juga membalikkan badan. Tapi sedetik kemudian dia membalikkan badan dan tersenyum manis kepadaku. Oh tidak! "Hey, aku Raga, pacarnya Alin," ucapnya memperkenalkan diri dengan senyum yang setia nangkring di bibirnya, "Kamu" lanjutnya sambil menatap intens diriku seperti berusaha mengingat sesuatu. Aku yang ditatap begitu intens pun membeku, lidahku kelu, keramaian di sekitar tak lagi ditangkap indra pendengaranku. Aku mengenalnya. Dia- "Kamu Mika kan? Kita pernah duduk sebangku waktu lomba CCA," serunya tanpa dosa menyadarkanku. "I iya," ucapku tergagap. Kaca Biar Aku Pergi Cerma Devi Riska Amelia M 21. "Wah, jadi kalian udah saling kenal ya!" Alin berbinar senang, "Jadi, yang aku ceritakan tempo hari tentang orang yang aku suka itu si Raga, dan ternyata Raga juga suka aku—" "Kemudian tadi siang aku nembak dia," potong Raga tersenyum lebar sambil mengaitkan tangannya dengan tangan Alin dan mengangkatnya ke atas. Mereka berdua tertawa bahagia di depanku yang terdiam bagai orang bodoh ini "Kita main yuk!" ajak Raga menggandeng tangan Alin dan menghampiri berbagai wahana permainan. Aku mengikuti mereka dari belakang. Dadaku sesak melihat tautan tangan mereka dan beralih menatap tanganku sendiri. Tangan Raga yang selama ini aku bayangkan membalut tangan kecilku, kini sedang membalut tangan gadis lain yang merupakan sahabatku. Aku menyukai Raga. Bertemu dengannya di lomba CCA tiga bulan yang lalu membuatku tau rasa cinta pada pandangan pertama. Aku mencari akun sosial medianya dan mengepoi kehidupannya. Katakanlah aku seorang stalker, aku E 50 KAWANKU ARENA KREASI ANAK PUISIKU Ombak Biru Oh ombak pantai yang biru Alangkah setia menemaniku Suara merdu memikat hatiku Agar aku selalu memandangmu Wahai pantai yang jelita Kirimkan ombak cantikmu itu Agar aku bisa bermain bersamanya Menunggu waktu yang senja Yasmin Nur Daria Kelas 2A SD Muhammadiyah Sleman Jalan Kenari, Sidomulyo, Sleman MARI MENGGAMBAR ILUSTRASI JOS Askia Kayla Nazifa Kelas 2B SD Bangunharjo, Sewon, Bantul. A YO Kirimkan Karyamu! Ayo kirim karyamu di Rubrik KACA-Kedaulatan Rakyat, edisi Jumat untuk siswa-siswi SLTP-SLTA. Kiriman naskah bisa berupa: Opini tema aktual - Siswa Bicara, puisi - Parade Karya, cerita remaja, profil siswa-siswi berprestasi. @Cantumkan identitas diri, nama penulis, sekolah, kontak HP/WA, email, nomor rekening. @ Materi tulisan - foto difile sendiri-sendiri. Naskah yang dimuat ada honorarium. @ Materi dikirim ke kedua email: jayadi.kastari@gmail.com, jayadikastari@yahoo.com. Terima kasih. (Redaksi KACA-KR) menyukainya diam-diam. Tidak ada satupun orang yang aku beri tahu tentang perasaanku, begitu juga Alin. Tapi hari ini, aku sukses dibuat patah sebelum hati ini tersambung. Mirisnya. "Raga, ayo naik bianglala," pekik Alin dan langsung menarik tangan Raga. Raga yang ditarik pun tak keberatan, dari raut wajahnya dia nampak senang. Aku lagi-lagi hanya bisa mengikuti mereka. Bahkan sepertinya mereka lupa akan keberadaanku. Ingin sekali aku memisahkan diri agar hatiku tak semakin nyeri, namun yang kulakukan sekarang hanya menurut layaknya kerbau dicucuk hidungnya. Aku berjalan cepat menghampiri mereka. "Alin, tolong temani aku cari toilet ya, kebelet nih," pintaku pada Alin dengan raut tidak enak. "Oh, boleh-boleh. Kamu tunggu di sini sebentar ya, Ga, aku ngantar Mika dulu," pamit Alin dan diiyakan oleh Raga. Kami bergegas mencari toilet dan akhirnya menemukannya. "Aku tunggu di luar ya, Mik," "Nggak, kamu ikut masuk," ujarku menatap Alin datar. "Hah? Ta-eh eh eh," Alin terkejut tapi aku tidak memedulikannya. Sebelum ia sempat menolak aku sudah menarik tangannya untuk memasuki toilet bersamaku. Aku segera mengunci dari dalam dan menatap Alin tajam. "Putusin Raga!" perintahku mutlak dengan tangan yang sudah mencengkeram kuat lengan Alin. "Hah? A-apa?" Alin terkejut dan kebingungan. Ia menatapku tak percaya. D "Putusin Raga! Raga milikku, aku menyukainya!" ucapku CERNAK STAMA mempertegas semakin menyudutkannya. "Ng nga nggak, Ka kamu ke-" Ayo Kirimkan Karyamu ! I bulan April kali ini seluruh umat Muslim di dunia menyambut bulan suci Ramadan. Biasanya mereka berpawai keliling, berbagi makanan, dan saling memaafkan. Namun, karena pandemi kegiatan pawai keliling ditunda sementara. Walaupun Ramadan tahun ini tak seperti biasanya, Ahmad dan keluarganya selalu bergembira dan bersemangat menyambut Ramadan. Sampai-sampai dia bangun lebih awal untuk membangunkan sahur. Ibu dan Abah sangat bangga padanya. Saat hidangan sudah tersedia, Ahmad makan sampai tiga piring tanpa sisa. Dia juga minum air banyak sekali setelah makan. "Ahmad, kalau makan jangan kebanyakan. Makanlah sebelum lapar, berhentilah sebelum kenyang," Ibu menasihati Ahmad yang sedang bersendawa. "Biar nanti aku nggak lapar pas puasa Bu, hehehe," jawab Ahmad sambil tertawa. "Aku bilang putusin Raga! Ngerti nggak sih!" geramku dan menjambak kuat rambut panjang Alin yang lebih panjang dari rambutku. "Akhhh, sakit, Mik, hiks hiks," isak Alin kesakitan. Air matanya mulai keluar, tapi iba tak kunjung kurasakan. "Mik, Mik, hey," panggil sebuah suara yang menyadarkanku dari lamunan. "Eh, ya, ap apa?" Aku tergagap mendapati Alin dan Raga yang sudah berdiri di hadapanku. "Aku ngantuk Bu, aku mau tidur dulu," lalu, Ahmad buru-buru beranjak ke tempat tidur. "Ahmad jangan tidur setelah sahur, nanti perutnya sakit lho. Kita ngaji dulu yuk," teriak Abah dari balik pintu kamar Ahmad. Setelah Abah membukanya, Ahmad tampak tertidur pulas. "Kamu melamun ya? Jangan suka melamun, nanti kesambet," nasihat Raga disambut kekehan kecil Alin. "Ck ck ck, kebiasaan emang, Ga," decak Alin gemas sambil menggelengkan kepalanya. "Ayo, keburu penuh bianglalanya," sahut Raga dan diangguki Alin. Mereka berjalan meninggalkanku yang masih setia dengan keterdiaman. Apa itu tadi? Dalam lamunanku aku melabrak dan menyakiti Alin agar menjauhi Raga? Kenapa jahat sekali! Aku merutuki diriku yang bisa-bisanya melamunkan hal buruk seperti tadi. Padahal selama ini Alin adalah temanku yang paling setia. Ya! Aku akan berusaha mengubur perasaanku dalam-dalam. Tidak akan kubiarkan perasaan konyol ini merusak persahabatanku dengan Alin. Tidak akan! Aku melangkah menyusul Alin dan Raga yang berjarak beberapa meter di depanku. Tangan mereka tetap setia tertaut membuat dadaku lagi-lagi terasa sesak. Namun aku janji hanya untuk malam ini. Hari esok kupastikan perasaan ini pergi bersama harapan yang selama ini aku pendam. *** Tak lama kemudian, kumandang Imsak diikuti Azan Subuh terdengar keras sehingga membangunkan Ahmad dari tidurnya. Dia bergegas mencari sarung dan songkok lalu, pergi ke masjid. Rupanya Ahmad ditinggal dulu oleh Abah saat ketiduran tadi. Suasana hening dan sejuk membuat Ahmad semakin mengantuk. Saat pulang, dia digendong Abah karena tak kuat berjalan. Maklum, ini adalah pertama kalinya anak berumur *) Devi Riska Amelia, siswa SMKN 1 Sewon ILUSTRASI JOS Ahmad Belajar Berpuasa Oleh: Umi Nur Baity lima tahun itu Puasa Ramadan. *** dia mengangguk setuju pada ide ibunya. BAKAR Karya: Khanif Sholakhuddin Di tengah jalan, Ahmad melihat pedagang es keliling yang terbiasa lewat. Rasa haus dan lapar membuatnya tergoda. Ahmad melihat Anton mendekat. Dia membawakan dua potong es berbungkus plastik putih menerawang. "Hei Mad, siang-siang gini lebih seger minum es lilin. Aku sudah bawain ini satu buat kamu," Anton memberikan es lilin padanya namun, Ahmad agak ragu. "Makasih ya," Ahmad menerimanya dengan senang hati. "Kamu mau ke mana? Kok bawa bekal sih?" tanya Anton heran. Habis semua barang terbakar Habis semua tubuh terbakar. "Aku mau ke rumahmu, tadi aku disuruh ibu nganterin makanan ke sana," jawab Ahmad. ILUSTRASI JOS Khotbah pagi itu tak lagi terdengar Kosong.. "KEDAULATAN RAKYAT" Di mana kini kita dapat berdoa Jika yang tersisa hanya bau arang dan jelaga? Mungkin mereka pikir kita ini sekumpulan kera Yang bisa mereka buru dan tangkap tak kenal rupa Sungguh ingin aku bertanya Apa kini makna cinta? Bila yang sungguh terjadi hanya bunuh dan luka Apa kini makna Tuhan? Bila yang benar mereka sembah ialah kumpulan iblis dan setan. Berdiri aku bersaksi Atas nama Tuhan Yang Maha Suci Bilamana aku berhenti sebab takut oleh mereka Bolehlah Kau ambil nyawaku Saat itu juga HARI INI Karya: Khanif Sholakhuddin Siang itu, terik matahari menyengat panas sekali. Ahmad disuruh ibunya mengantarkan nasi untuk tetangganya yang berdekatan dengan masjid. Sebenarnya Ahmad malas karena di luar panas. "Bu memangnya mereka nggak puasa?" tanya Ahmad keheranan. HALAMAN 13 Parade Puisi DEBAT KUSIR TENTANG IKAN Karya: Khanif Sholakhuddin "Mereka lain agama dengan kita nak, jadi mereka nggak puasa. Walaupun berbeda, kita tetap harus berbuat baik sama mereka. Apalagi di bulan Ramadan kali ini pastinya pahala jadi semakin banyak deh," Ibu menjelaskan padanya panjang lebar. Tak lupa Ibu menceritakan pada Ahmad kalau mereka juga pernah menolong Ahmad sewaktu jatuh dari sepeda dulu. Ahmad masih mengingat kejadian itu, lalu Aku inginkan ikan bakar Namun mereka inginkan ikan goreng Kau pula inginkan ikan asam pedas Akan diapakan ikan ini? Sedang kita kelaparan disini Kebingungan, akupun bertanya pada sang ikan "Hei Ikan.. apakah kau lebih suka dibakar, digoreng, atau ditumis asam pedas?" "Kalau kau bertanya pada hamba Tuanku, tentu hamba ingin tetap hidup dan kembali berenang" Dan ikanpun mulai dibakar. Nanti, esok, lusa, entah apa yang kan terjadi Apakah masih tetap seperti hari ini? Hari ini, dimana kita masih risau tentang apa akan terjadi Detik ini, dimana ada seorang payah yang masih bisa bepuisi Sungguh, aku tak mengerti Untuk apa kita berbuat hari ini Bilamana tak satu orangpun mau bermimpi Bilamana tak ada satu mulutpun mau bersaksi Waktu memang boleh tak berbatas Namun kita tak boleh tersilap Bahwa kita bisa hidup hanya sepersekian waktu Bahwa kita bisa berpuisi hanya sepersekian hidup Maka dari itu, Tunggangilah kendara waktumu dengan penuh kebajikan Karena kita tak pernah tau Berapa angka sepersekian itu diambil darimu *) Khanif Sholakhuddin, siswa SMA N 2 Bantul "Sekalian tak bawakan aja kalau gitu ya. Nanti bilang makasih ke ibumu ya," ujar Anton sebelum berbalik pergi. Sepotong es lilin pemberian Anton mulai mencair di tangan kirinya. Mendadak rasa haus dan lapar semakin menjadi-jadi. Ahmad melirik kanan-kiri lalu, bersembunyi di balik pagar belakang masjid yang ditumbuhi semak-semak. Perlahan dia membuka bungkus plastik itu kemudian, menikmatinya sampai habis. Setelah itu, dia pulang ke rumah sambil berlarian. Baru sampai di teras, ibu bertanya kenapa Ahmad lama sekali tadi. Ahmad agak ragu menjawab. Tanpa disadarinya, ibu melihat bekas es krim cokelat melekat di pipi Ahmad. "Ahmad tadi minum es krim ya? Kenapa mukanya cemong gitu?" Ibu menatap Ahmad serius. Ahmad diam sambil menunduk. "Nggak Bu, tadi anu, anu Bu, anu...," Ahmad ragu-ragu menjawab. Dia takut dimarahi Ibu. "Ahmad kan lagi puasa, kenapa tadi Ahmad minum es krim? Kan Ibu nggak kasih uang jajan sama Ahmad. Tolong jujur dong sama Ibu," Ibu memposisikan dirinya agar sejajar dengan Ahmad. "Tadi di tengah jalan aku ketemu Anton terus dia beli es krim. Ahmad nggak minta tapi malah dikasih sama Anton. Terus bekalnya tadi Ahmad titipin ke Anton. Pas mau pulang, Ahmad haus Bu. Padahal tadi udah minum banyak pas sahur. Karena nggak kuat, jadi es krimnya Ahmad minum di belakang pagar masjid biar nggak ketahuan Abah," Ahmad menjelaskan panjang lebar pada ibunya. Setelah itu, Ahmad dihukum ibunya untuk bersih-bersih masjid selama seminggu. Ahmad juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Ahmad akan bersungguh- sungguh dalam berpuasa Ramadan sampai akhir bulan nanti. Mendengar hal itu, ibunya sangat bangga karena Ahmad sudah berani bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri. ***** Sukoharjo, 12 April 2021. Umi Nur Baity, pelajar SMAN 1 Tawangsari. Tinggal di Sukoharjo, Jawa Tengah. ILUSTRASI JOS
