Tipe: Koran
Tanggal: 1997-06-14
Halaman: 10
Konten
Sabtu, 14 Juni 1997 TAMAN REMAJA & PELAJAR Pelajar yang (Belajar) Menghajar " aku tak punya lawan, ya, Tuhan namun, jika terpaksa ada lawan, biarkan kami seimbang dalam kekuatan agar hanya kebenaran yang menang.... (Kahlil Gibran) PELAJAR belajar, itu adalah hal yang biasa. Pelajar (belajar) menghajar, ini baru luar biasa. Pelajar ke sekolah membawa buku, pulpen atau mengerjakan pekerjaan rumah (PR), adalah rutinitas yang melegakan hati dan pikiran kita karena semua itu adalah kewajibannya. Tapi, bila pelajar ke sekolah malah membawa belati, clurit, samurai bahkan pistol yang disimpan dalam tas sekolahnya, ini jelas fenomena yang meng- gidikkan bulu roma. Lalu, bila kita mempersan- dingkan dua wacana kondisi pela- jar diatas, kita tentu akan terkesima. Dunia pelajar pada wacana pertama, sejak 4 tahun terakhir ini, terpinggir oleh wacana dunia pelajar pada bagian yang kedua. Pandangan ini tidaklah dikedepankan untuk mendramatisir keadaan para pela- jar kita hari ini. Tapi, begitulah. Terasa makin hari, berita dan potret-potret pelajar yang menghajar lebih sering terdengar dan dilihat ketimbang gambaran tentang pelajar yang seharusnya rajin belajar. 313 *** DAN fenomena pelajar yang menghajar (dalam istilah pasaran disebut tawuran) mencuatkan paradigma, bahwa dunia pelajar kita saat ini tengah dibelit masalah. Pelajar kita tengah sakit. Pola "hajaran" mereka itu tak lagi bisa dikategorikan sebagai manifestasi dari sebuah kenakalan ala remaja, tapi malah terkejawantah sebagai pola laku kriminal. Kita tentunya masih ingat saat kota Medan sedang menggelar pesta untuk pelajar lewat kegiatan "Gebyar Pelajar (6 30 Sekolah Menengah Kejuruan se- Sumut", akhir Maret lalu, se- jumlah pelajar menghajar pelajar lainnya. Taman Ria Medan jadi berdarah. Wajah pelajar Medan tercoret arang. Dunia pelajar ter- toreh jejak hitam tentang kerusuhan sesama pelajar. Se- jumlah pelajar luka-luka. Lain- nya diamankan. Oleh: Malin Murad Tidak cuma Medan yang punya kisah tentang pelajar yang menghajar. Sejumlah kota besar di Indonesia, juga menyimpan sederetan catatan tentang hal ini. Di Jakarta, menurut catatan Polda Metro Jaya, sekitar 150 kasus pelajar yang menghajar telah terjadi sepanjang tahun 1996 lalu. Sapa Pengasuh Sobat muda, Baru-baru ini terjadi lagi peristiwa pengeroyokan yang dilakukan sekelompok pelajar salah satu SMU di Jakarta Pusat terhadap seorang pelajar dari sekolah lain. Akibatnya fatal: pelajar yang dikeroyok itu akhirnya tewas mengenaskan. Dia adalah korban ke sekian dari tawuran yang berawal dari masalah sepele. Sungguh, kita amat prihatin membaca berita- berita semacam itu. Sobat muda, hendaknya kalian berpikir seribu kali kalau diajak teman untuk ikut tawuran. Nah, coba simak artikel Malin Murad ini. Ini berarti: setiap tiga hari ter- jadi kerusuhan antarpelajar di kota metropolitan itu. Setiap tahunnya, di tanah Jakarta, berkisar dua ribuan pelajar mesti ditangkap karena terlibat tawuran. Tiga ratusan dari mereka luka luka. Dan puluhan pelajar mesti tewas secara mengenaskan. W Buat Suzan Yanti di T.Tinggi, terima kasih kembali untuk pemberitahuannya kepada kami. Cerpen Anda masih dalam pertimbangan. Oya, soal informasi yang Anda butuhkan itu tentu saja tak mungkin kami muat di sini. Anda bisa langsung menghubungi sumbernya seperti teman-teman lainnya. Oke? Salam kreatif Itu baru akibat fisik yang diterima. Kerugian lain yang diakibatkan tawuran secara material telah melahirkan potret pelajar yang vandalistis. Sejumlah bangunan gedung sekolahan mesti hangus terbakar. Sejumlah Seandainya anak itu adik gue, maka gue ber- janji akan menjaga dan menyayanginya seperti se- lama ini gue menyayangi si Broni, anjingnya Bobin yang warna coklat itu. bus dan kenderaan mesti jadi puing-puing yang menyisakan asap kehancuran. Catatan terbaru, di minggu kedua bulan April lalu, Daud Yusuf seorang pelajar STM mesti merelakan kepalanya ditancap sebilah clurit selama 8 jam. Sering Gugun mengintip anak itu jika sedang bermain-main dengan temen-temennya, hingga akhirnya di suatu sore ketika anak lekaki itu se- dang duduk di halaman depan rumahnya, Gugun menghampirinya. "Dik, nama elo siapa ?" sapa Gugun ke anak itu. "Nama gue Joli, panggilan sehari-hari Jojon, julukan kerennya be te en alias bocah tua nakal. Kalo nama Abang siapa ?" "Nama gue Gugun, biasanya temen-temen manggil gue si Macho", Gugun juga enggak mau kalah. Bocah itu memandang Gugun dengan ma- ta disipitkan sebelah. "Wah, elo cocok sekali dengan gambaran adik yang gue bayangkan selama ini yang matanya ge- de sebelah. Bagaimana kalo kita mengangkat sau- dara menjadi abang adik bagaikan saudara seda- rah daging", kata Gugun berapi-api. "Sedarah daging....? Emangnya golongan da- rah Abang apa ?" Joli menggaruk-garuk kepala nya. Dan, realita pelajar yang menghajar makin memperpan- "Golongan darah gue....? Dulunya golongan darah gue AB, kalo sekarang ... gue enggak tahu lagi golongan darah gue apa", kata Gugun yang jang daftar kerusuhan sosial dan aksi kekerasan yang makin marak saja terjadi di bumi Indonesia ini. *** DONGENG ANAK SEKOLAHAN Catatan Singkat dari Gugun Oleh GUGUN sudah dari semenjak kecil selalu pu- nya keinginan agar dapat memiliki seorang adik. Hal itu udah dinyatakannya dari dahulu kala ke- pada emak dan babenya. Namun selalu menda- pat tanggapan yang negatif karena menurut ba- benya mereka udah 'pensiun'. "Mak, Gugun mau minta adik lagi, kalo bisa yang jantan, gagah, lemah lembut dan yang mata- nya gede sebelah. Tapi jangan lupa juga, bahwa adik yang Gugun minta, otaknya harus sepinter Gugun juga". Begitulah kata Gugun sambil meng- gayut manja sama emaknya. "Hush .... dasar otak mesum, luh!" balas emak Gugun sambil mukanya memerah. Tapi kerinduan akan hadirnya seorang adik ti- dak pernah hilang, hingga pada suatu hari, ada keluarga yang baru pindah ke kampungnya Gu- gun dan tinggal di ujung gang dekat rumah Gu- gun. Tetangga baru itu pindahan dari Jawa, sua- tu keluarga yang terdiri dari seorang ibu, bapak dan seorang anak tunggal. Pada anak kecil inilah Gugun seperti melihat wujud impiannya akan se- orang adik. Hingga Gugun sering berlari ke da- lam kamarnya dan membuka sebuah buku kecil warna merah jambu dan menulis.... MUDAHNYA kini pelajar yang menghajar sesama pelajar, tidaklah berawal dari sebuah ben- turan prinsipil yang memang mengharuskan mereka untuk melakukan itu. Pukulan, ter- jangan bahkan tikaman yang dilancarkan, tidaklah diawali oleh sebab-sebab yang mendasar. Pelajar membakar, membacok dan membunuh rekan-rekannya, tidaklah perilaku mereka itu dibasiskan pada "keharusan" un- tuk melakukan itu karena mempertahankan diri dan idealisme murni mereka. Tapi, pelajar yang menghajar justru ter- jadi dikarenakan tema-tema yang sepele. Amat naif sekali bila terdengar kasus pelajar yang menghajar justru umumnya dipicu dari alasan yang tak rasional. Kita tak Frans X.I luar biasa pinternya itu. Joli memandang heran ke arah Gugun, lantas beberapa detik kemudian dia tersenyum dengan licik. "Mungkin sekarang ini golongan darahnya udah jadi AB Three, 'khan lagi ngetrend sekarang ini?" kata si Joli memancing Gugun. Sementara Gugun yang emang bloon ngangguk-ngangguk bangga. "Oke deh, kita jadi saudara angkat. Sekarang, bagaimana kalo kita makan-makan untuk nge- rayain momen penting ini? Tentunya sebagai yang lebih tua, abang yang nraktir gue". Gugun kembali ngangguk-ngangguk dan me- reka langsung pergi ke warung Mas Kendro, yang deket sekolahan itu. Menjelang senja barusan me- reka pulang, Joli langsung ke rumahnya sendiri dan Gugun juga langsung berlari ke kamarnya, membuka buku warna merah jambunya dan me- nulis Wah, hari ini asyik sekali karena gue udah mendapat adik yang bener-bener matanya gede se- belah. Tapi, herannya adik gue itu makannya dah- syat banget. Tadi di warung Mas Kendro, adik gue itu menghabiskan dua mangkok bakso, tiga po- tong pisang bakar, dua porsi cap cai ama dua ge- las es teler. Jadinya gue terpaksa menghabiskan uang jajan selama seminggu. ESOKNYA, Gugun bertemu dengan kedua so- hibnya, Bret dan Bobin, di sekolah. Sepanjang hari di sekolahan, Gugun hanya bercerita tentang Joli yang udah menjadi adik angkatnya. Karena kele- wat banyak bercerita tentang adik angkatnya, sampe-sampe mulut si Gugun hampir berbusa. Se- dangkan Bret ama Bobin yang udah bosan sete- ngah mampus hampir aja telinganya berbuih men- dengar celotehan Gugun. "Pokoke, adik gue itu merupakan produk baru hasil era globalisasi sekarang ini. Lo orang mesti gue ajak ke rumah untuk kenalan dengannya", ka- ta Gugun semrawutan, masih tentang adiknya. Bret ama Bobin terpaksa ngangguk supaya celo- tehan si Gugun enggak bertambah lagi porsinya. Makanya, siang itu sehabis pulang dari seko- lah, dengan berat hati, Bret dan Bobin mengikuti Gugun pulang ke rumah. Sesampainya di rumah Gugun, mereka meninggalkan tas mereka dan ber- jalan ke rumah Joli yang di ujung gang. Setelah dipanggil-panggil yang keluar malahan emaknya. "Ngapain elo nyari-nyari si be te en? Dia 'khan belom pulang sekolah ?" tanya emak si Joli. "Enggak ada apa-apa, Bu. Hanya mau nge- nalin adik saya itu ama temen-temen saya", kata habis pikir kenapa karena memin- ta api rokok, karena lirikan, karena bersiul terlalu keras atau karena menunggu bis di depan sekolah lain, justru mesti ber- pada saling pukul, saling uju bentur, saling tikam dan selanji t- nya saling mengucurkan darah. Sebagai pelajar, tampaknya kita tak cuma bisa memandang gejala ini dengan cuma mengusap dada sebagai tanda prihatin. Atau menganggap seolah-olah hal itu hanyalah sebuah realita yang cuma bisa selesai begitu saja seiring dengan bergulirnya detik-detik waktu. Atau, sikap dan tingkah laku para pelajar yang menghajar akan pudar dan sirna begitu saja bila didiamkan sembari menunggu petunjuk datang dari Tuhan kepada untuk menyadarkannya. mereka Pun kita tak juga bisa sepenuhnya menyalahkan teman- teman yang menghajar itu sebagai tokoh utama yang mesti bertang- gung jawab terhadap kelakuan- nya yang sadis dan kasar itu. Karena untuk ter- Kenapa jadinya sebuah prilaku kekerasan, ada banyak jendela yang menerima angin untuk masuk sehingga mempengaruhi suasana hawa di dalam ruangan. Seperti juga mereka itu, ada banyak faktor di luar diri mereka yang telah mempengaruhi sikap dan perilaku mereka untuk mudah menghajar. Dan mesti kita pahami, bahwa faktor-faktor tersebut harus lebih dulu mendapat perhatian yang mendalam dari kita untuk sama- sama disiasati. Bagaimana pun juga, pelajar adalah produk dari masyarakat di mana dirinya tumbuh dan dibesarkan. Ia adalah out-put dari sebuah tatanan sosial yang mengitari keberadaannya. Adanya realita pelajar-pelajar yang menghajar tidak bisa dilepas dari tata nilai yang menyertai per- tumbuhan alam pikir dan kondisi psikologis mereka. Situasi dan kondisi masyarakat yang sakit ANALISA GURU -- 1 Tham g 97 secara sosial butuh lebih dulu un- tuk diobati ketimbang lebih dulu menghujat mereka. Bila ingin menyehatkan pelajar maka lingkungan di mana si pelajar itu tumbuh juga mesti sehat. Trus, kita perlu melihat lagi pola pendidikan di sekolah yang kita rasakan hari ini. Pember- dayaan badan dan lembaga konseling di sekolah menjadi sasaran berikutnya untuk dihidupkan keberadaannya. Persoalannya, pelajar-pelajar yang menghajar biasanya berasal dari produk rumah tangga dan keluarga yang sakit. Kearifan guru dan para pendidik untuk memahami anak didiknya yang "sulit" menjadi argumen yang tak bisa ditawar. Tambahan lain, menghidupkan kegiatan-kegiatan ekstra dan in- tra di sekolah hendaknya terjaga irama kontinuitas pelaksanaan- nya. Targetnya, aktifitas-aktifitas yang konstruktif-rekreatif- edukatif yang dilakoni para pela- jar pada tahap berikutnya dapat menyedot energi mereka untuk mengalir ke sana. Bukan malahan energi muda mereka berubah wujud menjadi aksi kekerasan di jalanan. Lalu satu hal klise mungkin perhatian orang tua di rumah menjadi mutlak adanya. Curahan kasih dan sayang orang tua hen- daknya tidak hanya diwakili oleh pencukupan kebutuhan material semata tapi lebih dari itu, tum- buhnya suasana yang harmonis dan asri di rumah tangga yang dibangun orang tua akan mencip- takan yang menghargai kelembutan dan persaudaraan. anak-anak Gugun dengan bangga. Terang aja emaknya Joli kaget sambil mikirin kapan dia melahirkan anak lain yang mukanya bloon begini. Tapi sebentar sa- ja keningnya berkerut, kemudian dengan muka itu cemberut dan tanpa berkata apa-apa wan kedela lama kemudian ngaran suara piring dan peralatan pecah belah lain-lab nya berpecahan di dalam rumahnya Joli. "Busyet si Bejo, pantesan aja dia minta pin- dah dari Jawa ke sini! Rupanya di sini ada anak dan istri pertamanya. Ngakunya perjaka, ternyata anaknya udah segede itu, mana bloon lagi! Pada- hal katanya dia dipindahtugaskan. Awas kalo dia udah pulang, gue babat dia sampe ludes!" Itulah teriakan dari wanita yang mengaku sebagai emak- nya Joli. Ketiga anak sekolahan itu segera meninggal- kan rumah Joli setelah melihat adanya gelagat eng- gak Tepat di pertengahan jalan ereka ber- temu dengan seorang anak kecil yang berseragam putih merah. "Hoi.... Joli!" Gugun berteriak senang ka- rena bisa bertemu dengan adiknya itu. "Hoi... juga, apa kabar Bang Macho?" "Fine ....!" jawab Gugun kayak iklan obat aja. Sementara Bret ama Bobin bingung sendiri mendengar nama panggilan Gugun yang kece itu. "Bang Macho, ini ada obyek bagus buat kita. Mau ikutan, enggak ?" "Obyek apaan tuh?" "Begini.... nanti senja di stadion Teladan ada pertandingan sepakbola dalam rangka Liga Cen- til yang akan ditayangkan secara langsung di tivi melalui acara Sinema Laga. Yang bertanding nan- tinya adalah antara kesebelasan Perseru (Persatuan Sepakbola Rusuh) melawan kesebelasan PSGM (Persatuan Sepakbola Gerbong Maut). Nah.... gue mau ngajak Bang Macho ikut taruhan karena gue udah yakin siapa yang bakalan menang tawuran". "Menurut elo kesebelasan mana yang bakalan menang?" tanya Gugun penasaran. "Terang aja kesebelasan PSGM yang bakalan menang dalam perkelahian ini", jawab Joli dengan senyum liciknya. "Kok elo yakin ?" "Soalnya ... kesebelasan PSGM itu punya pen- dukung yang bereputasi hebat selama kurun waktu setahun terakhir ini". "Kalo gitu gue ikutan taruhan deh! Taruhan- nya berapa ?" Gugun merogoh kantong bajunya. "Cuman sepuluh rebu aja. Enggak enggak lebih". Joli mengulurkan tangannya meng- ambil uang sepuluh rebuan dari Gugun, lalu de- ngan langkah riang meninggalkan mereka. "Gun....!" Bret menepuk bahu Gugun. "Kenapa ?" "Berjudi itu haram lho... lagipula ngapain elo menghabiskan duit elo untuk bertaruh gituan. 'Kan sayang ?" "He ... he .... he... nanti kalo gue udah me- nang taruhan, elo berdua pasti iri. Elo orang udah ngelihat pinternya adik gue itu 'kan? Kecil-kecil udah pinter mengintip peluang dan celah bisnis. Emang hebat tuh bocah tua nakal !". "Tapi, elo udah dikibulin ama tuh bocah! Ba- rusan ketemu dua kali, elo udah menghabisin ba- nyak duit. Lo sadar enggak ?" Bobin ikutan nimbrung. "Alaaa..... elo berdua aja yang iri. Udah deh kita bubaran". Gugun meninggalkan Bret ama Bo- bin yang masih berdiri terpaku melihatnya. Gu- gun langsung pulang ke rumah, masuk ke kamar dan menarik buku merah jambunya Bret ama Bobin cemburu ngelihat hubungan gue dengan adik gue. Tapi gue cuek aja, cing ! Selesai menulis, Gugun tertidur di kasurnya sambil tersenyum. ***** Malamnya, tepat pukul sembilan malam, Gu- gun bangun dan teringat dengan taruhan yang udah diikutinya. Tanpa banyak basa basi, dia lang- sung keluar menuju ke rumah Joli. Tepat di de- pan rumah Joli, Gugun berteriak, "Joli...! Be te en....! Adikku tersayang....!" Tak lama kemudian, Joli keluar dari dalam. Begitu melihat bahwa yang mencarinya adalah Gu- gun, Joli langsung tersenyum. "Bagaimana hasil pertandingan di stadion Te- ladan tadi ? Apa kita menang taruhannya?" "Tadi gue udah nonton pertandingannya, ANAK SEKOLAHJO TAWURAN SIAPA YANG SALAH? Berikutnya, seruan dan him- bauan kepada teman-teman pela- jar yang masih "belum sadar" adalah juga penting. Bahwa tawuran harus dipahami sebagai aksi yang hanya menyisakan kerugian dan kemudaratan. Caranya bisa dimulai macam- macam. Seruan pada diri pribadi adalah lebih penting. Lalu menyeberang kepada teman satu bangku, satu kelas, satu sekolah atau satu kompleks tempat tinggal. *** KORBAN-KORBAN tawuran terus berjatuhan. Ada yang mati muda sia-sia. Ada yang menang- gung cacat seumur hidupnya. Ada orang orang yang kehilangan Kata Mutiara dan Nasihat 1. Setiap manusia mempunyai tiga karakter yaitu : Yang dia pamerkan Yang benar-benar dia miliki Yang dia kira memilikinya (Alphonse Karr) 2. Orang yang berbudi tinggal di belakang layar, tetapi sebenar nya ia ada di tempat yang paling depan (Lao-Tse) 3. Apabila kepercayaan kepada seseorang telah hilang lenyap, dan apabila kehormatannya telah musnah, maka matilah orang itu (Whitter) 4. Di mana-mana orang miskin dianggap sepi Ovidius) 5. Tiada barang sesuatu pun yang lebih jelas mencerminkan kelemahan daripada kekejian (kelicikan) (Napoleon) Bang. Perta ma-tama, kedua kesebelasan saling menyerang dengan sambitan batu ama tomat bu- suk. Lantas pendukung kedua kesebelasan mulai berpartisipasi dan menjelang ronde pertengahan, para pemain sepakbola yang lagi lark-laarkka- Pangan tiba-tiba berhenti sambil garuk-garuk ka kinya. Kemudian wasitnya bilang 'gatal nih ye....', un sehingga para penonton pada pulang sambil bilang 'daag jamur ....!", maka terpaksa pertandingan dihentikan tanpa adanya pemenang dan duit yang sepuluh rebu itu jadi amblas deh". Gugun menjadi lemes lututnya mendengar per- nyataan Joli yang entah bener atau enggak beri- tanya itu. 6. Terlalu ramah menyebabkan timbulnya hinaan. (Pepatah Prancis) (Kiriman: Laurence) "Oke dah....! Kalo gitu gue pulang dulu deh", kata Gugun mulai beranjak meninggalkan Joli. "Tapi, Bang Macho hati-hati lho kalo mau pu- lang lewat gang ini". "Kenapa agaknya ?" "Enggak ada apa-apa, cuma banyak tahi ku cingnya". Maka pulanglah Gugun dengan kepala menun- duk dan memperhatikan setiap benda yang mencu rigakan yang ada di jalanan. Joli yang melihat dari kejauhan hanya ketawa sendiri sambil menggu- mam, "Gile ah bodo amat tuh gendut". DI SEKOLAH, Gugun menceritakan kega- galan taruhannya kepada Bret ama Bobin yang udah gerem bukan main melihat kepolosan temen- nya. Namun semua perkataan mereka mengenai ke curigaan akan tindak tanduk si Joli enggak per- nah mendapat tanggapan dari Gugun. Bahkan ká- rena merasa kedua temannya enggak mendukung, maka Gugun udah memutuskan untuk es ke te de- ngan Bret ama Bobin. Cilaka enggak ? ORANG TUA mata pencaharian karena tawuran telah meluluhlantakkan tempat mereka mencari penghidupan. Ada pihak-pihak yang menderita akibat perlakuan kasar dan sadis para anak bangsa. kata Sepertinya, kita masih sulit memahami makna dan hakikat dari "solidaritas". Semestinya, kata solidaritas tidaklah kita terjemahkan dalam aksi keroyokan terhadap sesama teman. Kata solidaritas tidaklah ditafsirkan dalam bentuk ke-aku- an yang sombong. Tidak pula dalam kibasan. tinju dan klewang. Tapi kata solidaritas semestinya dipahami sebagai butiran pikir tentang per- saudaraan dan perdamaian. Ten- tang persatuan dan kesatuan ***.- Pada mata pelajaran terakhir, guru biologi me- reka, yang biasanya dipanggil Pak Leon itu, ma- suk ke dalam kelas dua fisik dan memberikan aca- ra terakhir kepada mereka. Acara yang membo- sankan itu diakhiri dengan pengumuman yang ber- bunyi seperti ini ***** "Anak-anak semua, mulai minggu depan kita akan praktikum. Direncanakan praktikum kita tentang anatomi, sehingga kita akan mengadakan pembedahan terhadap beberapa hewan seperti ga- jah, lalat dan jerapah. Nah, rencananya setiap ha- bis jam praktikum, kita ngadakan acara karaoke ria sambil nonton film dari laser disc. Walaupun sekolahan kita terbatas dalam hal dana, tapi geng- sinya itu lho....! Makanya untuk itu kita akan membutuhkan uang praktikum yang dikumpul da- ri kalian masing-masing sebesar dua puluh rebu. Pengumpulan uang praktikum selambat-lambat nya tanggal tiga puluh lima. Asyik 'gak... syik 'gak syik 'gak ?" Lantas sambil bersiul-siul guru yang gemuk itu berjalan keluar ruangan kelas. Bel panjang ber- bunyi dan semua murid-murid membereskan bu- ku-bukunya. Tapi Bret yang sedari tadi melamun, tiba-tiba berdiri dan menarik tangan Bobin yang duduk di belakangnya. "Bob ... tunggu dulu, gue ada ide, nih", de- mikian bisik Bret ke telinga Bobin. Gugun yang udah es ke te ama mereka pulang sendirian. Namun tanpa diketahuinya Bret dan Bo- bin membuntuti dari belakang sesuai dengan ren- cana Bret. Untuk menghindari agar Gugun eng- gak tahu bahwa mereka membuntutinya, maka mereka menjaga jarak sejauh setengah meter di belakang Gugun. Bobin sengaja memakai kaca- mata hitamnya supaya kelihatan seperti bintang di film-film India. Hasilnya, di perjalanan mere- ka mendapat sumbangan uang receh sebesar dua rebu karena banyak yang mengira si Bobin ini orang tuna netra. Seperti biasanya, Gugun langsung pulang ke Halaman 10 Kontak Sayang (Kts) From: Fussy Dentist Especially for: The Red Rose. Happy birthday on 12th June 1997! Moga makin giat dalam segalanya, asal nggak hiperaktif. Oya, satu lagi sudah tiba. Kapan-kapan kalau punya waktu datang ya? From: Haryanto & David Tio Selamat menempuh ujian, dan Dear: Muchsin di Pulo Brayan. semoga sukses! From: Chi To: Hui & Ali at Sutomo 2/1-1. Gue harap kalian nggak pindah sekolah. 'Ntar menyesal karena temen-temen di sini ho-ho-e. To: SG-JR at Sutomo 2. Moga-moga cepat dapat gandengan supaya malam minggunya lebih asyik dan seru! Dari: B2 "Y3" N Untuk: Mr. Nice Guy di 326900. Nah, gitu dong jadi teman! Tapi kok sudah datang tidak mau kenalan sich? Selamat ya sebagai tim penterjemah di GG. Kapan acara makan-makannya? Dari: 1278 To: Betty at Tanjung. Do you know who I am? God bless you. To: Erlina T. at Skytel. My promise to you belum terpenuhi. Please ditagih, oke? Love in Christ. From: Secret-Affair To: Fans. Sudah lama tak jumpa di "Kts", kangen ya? Saya lagi sibuk akhir-akhir ini, mohon maaf ya? To: Mr. Vampire. Boleh nggak saya tahu nama aslimu? Kok pake nama ini? Emangnya elu si tuan dari segala vampire? From: R2 To: Nelly & Ellya Koesyono. Selamat atas juara vokal solo, dan mana traktirnya yang kamu janjikan? Dari: Fang Buat: Beton, Busiki, Tedy, Chiang, Yadi, Sin, Robert, Huan, Pite. Ada acara baru, jangan lupa ajak teman lu yang ini yach? Salam kompak selalu, oke? From: Samo Hung To: Mr. Vampire. Biangnya sudah ketahuan. Tebak siapa saya! To: 1278. Selamat bertanding, semoga berhasil! To: Metty at Lippo. Sudah tentukan pilihan Anda belum? Gue juga mau ikut lho?! To: Mrs. Batman. Persiapan Anda lebih baik. Eh, kok menghilang? Jangan dipikirin deh! To: Super Girl. Tak boleh dong sabotase sampai-sampai Mr. Vampire berpaling dari yang lain. From: Slyvia/Thalia To: Yinny Hei. Gadis Sampul, gimana berhasil nggak dengan. James? Kalo 'ntar berhasil, kita-kita ini ditraktir lho?! To: Diana. Gimana kabar tentang Edy loe yang hitam itu? He...he... Moga-moga kalian akur-akur aja ya? From: Johan (Se Wie) your classmate at Sutomo-2 To: Agu, Akang, Athek, Apek. Jangan asyik soh-po, belajar dong! To: Ahui (Amiau). Asyik ya sama si dia? From: Suminy To: Juli. Ikutin saja nasehat Uno agar cepat putih, he...he... To: Bule. Apa kabar si Senen? Moga-moga tambah kribo. From: Yena To: Kak Eci dan Kak Arjuna di Jakarta. Halo, kakak berdua yang caem, gimana kabarnya di sana? Kirim surat lagi dong berikut alamat yang jelas, oke? Salam kangen selalu. From: Someone Especially for: Nelly at SMU HK 1-3. I heard that you have a boy friend. Is that true? Or you don't believe what I said? See me, as if you never knew. Hold me, so you can't let go. Just trust me. I'll make you see all things that your heart needs to know. I'll be waiting for you. sajalah, biar cepat. HUMOR Kusnadi: Baiklah, ceritanya begini, Pak: Saya di rumah adalah cucu satu-satunya. Manajer: Jadi kamu anak tunggal? MELAMAR KERJA Seorang pria bernama Kusnadi yang ingin melamar kerja di PT. Suka Ngibul, di- interview manajer personalia. Manajer: Siapa naamamu? Kusnadi: Nama saya Kusnadi Ran Daniel Ismail, Pak! Manajer: (heran) Kok panjang amat sih? Kusnadi: Ceritanya panjang, Pak. Coba Manajer: ceritakan (penasaran) Kusnadi: Bapak mau yang mana, cerita yang panjang atau yang singkat saja? kamu Manajer: Yang singkat (Mimi/Cin Ling) boleh tahu". Bret menyodorkan amplop itu ke Joli. rumah, meletakkan tasnya, lalu segera keluar la- gi ke rumah adiknya si Joli. Pada saat Gugun udah mulai jauh dari rumahnya, saat itulah Bret dan Bobin masuk ke rumah Gugun. Joli langsung aja nyambar tuh amplop sambil bilang, "Kalo gitu. mau, mau dong!" "Tante ...!" Bret memanggil emaknya Gugun AH "Isinya ada dua puluh rebu lho!" Dengan gaya pil Btecat cu 10 es meyakinkan Bret berbalik dan meninggalkan Joli dari luar rumah. "Oh Bret, Bobin masuk saja. Si Gugun ba- yang masih tersenyum dengan licik membayang- rusan aja keluar, apa dia nggak ngajak elo ber- kan duit yang udah di tangannya. Berikutnya Bret dua?" Emak Gugun menyambut. ikutan gabung dengan Bobin, Gugun ama Broni yang sedari tadi bersembunyi di balik daun pisang itu. **** "Oh enggak, Tante, Kami ke sini cuma mau ngambilin uang praktikum Gugun yang mau disetor ke sekolah sekarang. Apa tadi Gugun eng- gak ngasitahu ke Tante bahwa kami mau prakti- kum dan setiap murid dikenakan biaya dua pu- luh rebu?" kata Bret dengan nada yakin. "Enggak tuh...." "Sekarang ini Gugun lagi nunggu di ujung gang dan dia nyuruh kami ngambilin duit buat praktikumnya". "Golongan darah gue...? Dulunya golongan darah gue AB, kalo sekarang... gue nggak tahu lagi golongan darah gue apa," kata Gugun yang luar biasa pinternya itu. Joli memandang heran ke arah Gugun, lantas beberapa detik kemudian dia tersenyum licik.... "Kalo begitu, elo tunggu bentar deh", Emak si Gugun melangkah masuk ke kamar dan keluar dengan selembar uang dua puluh rebuan di tangan- nya. Bret mengambil duit itu dan langsung mena- rik tangan Bobin keluar dan pulang ke rumah ma sing-masing. Malamnya sesuai dugaan Bret, jam tujuh te- pat, Gugun datang ke rumahnya dan berteriak- teriak di luar. "Hoi.... Bret, elo jangan kira bisa ngibulin emak gue. Walaupun elo udah terkenal liciknya di sekolahan, jangan coba-coba dengan gue, si Ma- cho yang beken itu !" "Tenang dulu, Gun. Kita bicara baik-baik nan- tinya", Bobin yang sedari tadi juga udah nunggu di rumah Bret, membukakan pintu pagar. Gugun melangkah masuk dengan gaya pongah. Bret yang ngelihat gaya si Macho, hanya menahan senyum nya. "Elo berdua ikutin gue aja". Bret berjalan ke- luar diikuti Gugun dan Bobin. Mereka berjalan kaki, ketiganya diem, Bret di depan, Bobin di tengah, Gugun di belakang ama si Broni yang juga enggak mau ketinggalan. Tak berapa lama kemudian, Bobin udah menyadari bahwa mereka sedang ke rumah Joli, namun herannya Gugun sendiri enggak menyadari bah- wa mereka sedang dalam perjalanan ke daerah tempat tinggalnya. Begitu sampe di ujung gang ru- mah Joli, barusan Gugun merasa sepertinya me- ngenal daerah ini. "Lho... itu 'khan rumahnya Joli? Ngapain elo bawa gue ke sini ?" Gugun memandang tajam ke arah Bret. "Tenang aja.... elo berdua nunggu en sembu nyi aja di balik sehelai daun pisang yang tumbuh di depan rumahnya Joli, biar gue sendiri aja yang masuk". Maka, Bobin Gugun ama si Broni berebutan deh sembunyi di balik selembar daun pisang yang emang satu-satunya tempat persembunyian di sa- na. Sedangkan Bret langsung masuk ke dalam, me- ngetuk pintu. Kebetulan yang buka pintu si Joli sendiri, di sampingnya ada seorang anak sebaya nya. "Eh... elo 'kan temennya si dungu itu. Nga- pain elo ke sini?" Joli bertanya sambil matanya disipitkan sebelah. Kusnadi: Betul, Pak! Waktu saya lahir, bapak memberi nama Kusnadi. Kakek bilang ditambah dong namanya Ran Daniel. Terus, nenek saya nambah lagi Ismail. Jadi nama saya ya Kusnadi Ran Daniel Ismail. Begitulah ceritanya, Pak! Manajer: Oh... begitu (mengangguk puas) Baiklah, kamu saya terima tapi dengan syarat namamu saya tambah lagi yaitu Santos. Kusnadi: ??? "Enggak ada apa-apa, gue cuman mau nitipin duit buat si Gugun. Elo bisa tolong nyampein ke Gugun 'kan ?" Bret menarik selembar amplop yang telah dilem dari saku bajunya. "Kok enggak langsung aja ke rumahnya ?" "Si Gugun lagi keluar. Gue males nungguin dia pulang. Jadi berhubung elo udah dianggap adik- nya, maka gue minta tolong elo buat menyampai- kan duit ini ke dia kalo nanti dia ada ke sini, Gue enggak mau nitipkan ke rumahnya, soalnya nih duit ada rahasianya, jadi emaknya Gugun enggak www "Apaan yang elo berikan ke Joli tadi ?" Gu- gun berbisik ke hidungnya Bret. "Duit yang gue ambil dari emak lo", jawab Bret santai tanpa memperdulikan Gugun yang ter kejut. "Kok elo kasikan ke dia ?" "Gue cuma nitip ke dia untuk disampein ke elo. Kalo dia jujur, pasti dia kembalikan ke elo. Pokoknya sekarang elo tenang aja deh!" Sesuai juga dengan dugaan Bret, tak lama ke- mudian Joli udah keluar dari rumahnya dengan konconya. Tampaknya mereka seneng banget sam- pe-sampe enggak tahu bahwa mereka sedang di- buntuti ama Bret dan rekan-rekannya. Setelah di- ikuti terus, ternyata mereka ke warungnya Mas Kendro yang buka dua puluh empat jam itu. Me reka berdua masuk ke dalam, sedangkan Bret dan rekan-rekannya terpaksa hanya ngintip dari sam- ping warung. "Pokoknya elo mau makan apa saja, tinggal pesan! Hari ini gue yang jadi cukongnya. Iya eng- gak, Emong?" Begitulah kedengaran suara si bo- cah tua nakal itu lantang. Anak yang dipanggil Emong itu, dengan gaya yang enggak kalah lantangnya menggebrak meja dengan keras hingga kumis Mas Kendro naik tu- run. Lantas dengan suara keras berteriak, "Saya mau yang paling enak". "Gue minta jumpia basah... lumpia basah ama bakpia", kata si Joli ke Mas Kendro. "Gue minta es cendhol, dicampur ama tuak se dikit". Maka mulailah kedua bocah itu berpesta ria, diselingi tawa mereka. Di samping warung, Gu- gun udah kebat-kebit jantungnya mikirin duit praktikum yang dipertaruhkan dalam adegan ini. Setelah menghabiskan semua makanan yang dihidangkan, sampailah saatnyaMas Kendro meng antarkan bon ke meja bocah-bocah itu. Joli me- masukkan tangannya ke saku dan menarik amplop putih yang diberikan Bret tadi. Gugun yang ngin- tip sambil jongkok dari tadi, langsung aja lemes lututnya sampe jadi berlutut. en!" "Amblas deh duet gue! Kurang asem si be te "Tenang aja... Lo lihat aja baik-baik", kata Bret memberikan dukungan ke Gugun yang sudah hancur hatinya mikirin adik yang enggak beres itu. Gugun meneruskan mengintip. Joli berusaha keras membuka amplop itu, na- mun akhirnya karena neggak sabaran lagi maka dikoyaknya amplop itu, lalu ditariknya lembaran uang dari dalainnya. Saat itulah matanya melo- tot seperti habis ngelihat genderewo aja. Sedang- kan Bret ama Bobin udah terkekeh-kekeh di luar. Bahkan si Broni udah terbahak-bahak. Sedangkan Gugun yang ngelihat kejadian di dalam masih eng- gak ngerti hingga akhirnya "Semprul luh.... Dasar bocah tengik. Elo ki- ra gue dagang pake modal dengkul. Masak elo mau bayar pake uang monopoli ? Gile....!" Ke- dengaran suara makian Mas Kendro yang mem- bahana. Ternyata tuh duit yang di amplop tadi cu- ma duit permainan monopoli, pantes aja ..... "Nih duit elo", kata Bret mengulurkan selem- bar duit dua puluh rebuan. Gugun mengambilnya, lantas mereka bersalaman. Tapi gilenya, si Gugun masih belom ngerti ju- ga kenapa si Joli dimaki-maki Mas Kendro. Ha- nya saja dia langsung pulang ke rumah, mengam- bil buku merah jambunva dan menulis .... Ternyata si be te itu kurang asem juga. Ka- lo tahu begitu lebih bagus gue sayangi si Broni dari pada menyayangi anak ingusan itu. Gue udah ka- pok en enggak mau minta adik lagi, nanti gue min- ta seorang kakak aja sama emak dan babe gue. Moga-moga aja mereka mau.
