Tipe: Koran
Tanggal: 1992-08-13
Halaman: 06
Konten
2cm Halaman 6 Harian Untuk Umum Bali Post Pengemban Pengamal Pancasila Terbit Sejak 16 Agustus 1948 Tajuk Rencana Sikap Bijaksana, Penundaan Berlakunya UULLAJ MELALUI Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu) nomor 1/1992 yang mulai berlaku tanggal 11 Agustus 1992, pemerintah me- mutuskan menunda berlakunya UU nomor 14/1992 tentang lalu-lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) se- lama satu tahun yakni dari tanggal 17 September 1992 hingga 17 September 1993. Dalam penjelasannya mengenai penangguhan berlakunya UULLAJ tersebut, Menteri Sekretaris Negara, Drs. Moerdiono, mengungkapkan setelah diteliti secara cermat dari berbagai sudut, ternyata persiapan untuk melaksanakan UULLAJ itu masih perlu waktu yang lebih lama. Persiapan yang dimak- sud menyangkut aparatur pemerintah sendiri serta kalangan masyarakat luas. Pada dasarnya UULLAJ bertolak dari pemikiran bahwa lalu-lintas yang berkaitan dengan substansi dan hajat hidup seluruh anggota masyarakat harus diatur sedemikian rupa sehingga siapa saja yang menggunakan jalan merasa aman, tertib, nyaman, dan lancar. Tidak tertibnya lalu-lintas menghambat mobilitas seluruh pemakai jalan serta seluruh penduduk. Pemikiran ini bertumpu pada pengalaman selama ini. Jalan raya dipandang sebagai arena "peng- aniayaan dan pembunuhan". Dalam setahun dapat terjadi 1,5 juta kasus pelanggaran, 27.000 di antara- nya mengakibatkan kecelakaan dengan korban me- ninggal 11.000 jiwa. Angka kematian di jalan raya di Indonesia tergolong tertinggi di Asia. Di tengah niat pemerintah menertibkan lalu-lintas dan angkutan jalan itu muncul kontroversi yang ber- kepanjangan, tidak saja dari kalangan pakar dan praktisi hukum serta anggota DPR, melainkan telah menyebar secara luas ke sebagian lapisan masya- rakat. Kontroversi dan sikap menentang itu terjelma dalam berbagai pernyataan sikap, unjuk rasa, dan demonstrasi. Bahkan terbetik informasi akan ada ancaman mogok jika pelaksanaan UULLAJ itu di- paksakan juga. Menurut hemat kita, tindakan pemerintah me- nangguhkan berlakunya UULLAJ itu sungguh bijak- sana, karena mencerminkan beberapa hal. Dalam pandangan kita, pemerintah telah memperhatikan keberatan, argumentasi, dan berbagai pendapat yang timbul. Respons tersebut dijadikan dasar per- timbangan sehingga pemerintah berani mengambil keputusan, menunda berlakunya UULLAJ tersebut. Langkah ini tidak harus diartikan secara negatif bahwa pemerintah begitu saja mengabulkan pres- sure dari masyarakat, atau takut terhadap ancaman tindakan yang lebih keras lagi dari masyarakat. Dalam negara yang demokratis dan menganut falsafah Pancasila yang mengindahkan penilaian atas bobot masalah, kebijaksanaan pemerintah ini malahan kita nilai positif, sebab mewujudkan salah satu sendi demokrasi. Yang kita maksudkan adalah pemerintah bersikap apresiatif, menghargai, dan menempatkan secara proporsional aspirasi masya- rakat. Apa yang berasal dari pemerintah tidak sela- manya benar dan yang datang dari masyarakat tidak selamanya salah. Kesan bahwa pemerintah tidak akan mundur da- lam menjalankan keputusannya dapat memperkuat asumsi dan sikap yang terbentuk dalam masyarakat yakni dengan kekuatan dan kekuatan yang ada pa- danya pemerintah dapat memaksakan keinginan- nya, tanpa menghiraukan aspirasi dari bawah. Sikap semacam ini dapat menjerumuskan pemerintah ke dalam tindakan yang absolut dan sewenang- wenang. Pelajaran yang dapat kita petik dari kasus UUL- LAJ ini sungguh banyak. Beberapa di antaranya kita catat di bawah ini. Kontroversi itu memunculkan ber- bagai pandangan yang positif yang memperkaya ca- krawala kita, khususnya dari segi hukum dan perun- dangan. Misalnya dipersoalkan tentang hak uji ma- terial terhadap produk peraturan perundangan, apakah bertentangan atau tidak dengan UU atau peraturan yang statusnya lebih tinggi. Hal lain yang kita catat adalah pernyataan sikap sementara anggota DPR terhadap UULLAJ itu. Mengherankan bahwa produk yang dalam prosedur pembahasannya melalui lembaga terhormat itu kembali dipersoalkan oleh anggota DPR sendiri. Pa- dahal sebelum disetujui untuk dijadikan UU, ran- cangannya (RUU) dibahas lebih dahulu di DPR da- lam beberapa tahap. Menurut jalan pikiran kita, tanggapan anggota DPR terhadap UU yang dalam proses pembuatannya harus melalui pembahasan di DPR, justru menimbulkan tanda tanya. Jangan- jangan hal ini hanya merupakan upaya menyembu- nyikan kelalaian sendiri. Timing atau waktu diluncurkannya RUU dan pem- bahasannya di DPR mungkin tidak cocok. Pada waktu itu perhatian kita semua tertuju pada pemi- lihan umum sehingga hal yang menyangkut aktivitas dan mobilitas kita sebagai makhluk manusia lolos dari pengamatan. Atau memang dengan sengaja di- percepat prosesnya supaya tidak menimbulkan kon- troversi. Kita semua kaget dan mulai bereaksi justru ketika RUU itu sudah menjadi UU. Untuk meng- ubahnya saja perlu UU baru. Sikap lain yang juga terbentuk dari munculnya berbagai pendapat dan pandangan mengenai kasus ini adalah meskipun masyarakat telah menyerahkan hak dan kedaulatannya kepada DPR melalui pemi- lihan umum dan karena itu DPR-lah yang mewakili kepentingan masyarakat dalam berbagai perwujud- annya, tetapi masyarakat tetap mempunyai hak un- tuk menyatakan pendapatnya sendiri jika pendapat itu tidak tertampung atau tersalurkan melalui lem- baga DPR. Sambil mengambil hikmahnya ingin kita sampai- kan bahwa anggota DPR, DPRD I dan DPRD II tetap dituntut memiliki kepekaan yang tinggi terhadap apa saja yang menjadi aspirasi masyarakat. Sikap kritis masyarakat harus diimbangi dengan kepekaan yang tinggi. Penundaan berlakunya UULLAJ sudah tentu memberikan kesempatan kepada pemerintah dan aparatnya untuk mempersiapkan diri sebaik- baiknya. Persiapan diri ini juga hendaknya diimba- ngi dengan bagaimana mempersiapkan masyarakat menerima kehadiran undang-undang ini dengan cara-cara yang persuasif, dengan argumentasi yang masuk akal dan diterima dengan rela. Mengaitkan pandangan yang beraneka ragam dengan sikap melawan pemerintah atau dengan persitiwa internasional seperti KTT Gerakan Non- blok, rasanya terlalu jauh dan tidak berada dalam konteks. Yang kita syukuri adalah mekanisme pe- nyampaian pendapat ini berlangsung baik dan di- tanggapi secara positif oleh pemerintah. Perlukah Dewan Kehormatan DPR? BEBERAPA waktu yang lampau tersingkap se- jumlah kasus yang membuat mata kita terbeliak le- bar tanda ketakpercayaan dan keberangan. Soal- nya, beberapa anggota DPR -- lembaga negara yang terhormat -- ternyata bisa saja melakukan hal- hal yang kurang terpuji sehubungan dengan uang. Dengan berbagai dalih memang keterlibatan me- reka itu disangkal oleh yang bersangkutan, membe- rikan kesan bahwa tuduhan yang dilemparkan ke- pada mereka itu hanyalah isu isapan jempol, atau bahkan jika mereka benar-benar telah melakukan- nya, hal itu bukanlah kesalahan. Sehubungan de- ngan kasus ini, agaknya Kharis Suhud, Ketua DPR/ MPR RI, lantas memandang perlu adanya Dewan Kehormatan dan Kode Etik DPR. Bisa dimengerti bahwa usulan Kharis Suhud ini mendapat tanggapan pro dan kontra yang cukup ra- mai di dalam masyarakat. Sepintas lalu, usulan ini masuk akal dan akan memberikan manfaat yang cu- kup besar karena akan bisa menangkal berbagai pe- nyelewengan yang dilakukan anggota-anggota De- wan. Akan tetapi, jika kita amati secara teliti, adanya Dewan Kehormatan ini justru membuktikan bahwa ada tradisi perwakilan kita dan peraturan- tidak peraturannya sesungguhnya bisa dipertahankan. Yang pertama, tradisi recall anggota oleh organi- sasi politik yang bersangkutan. Tradisi ini secara ti- dak langsung mengakui bahwa para wakil rakyat di DPR itu sebenarnya lebih cocok disebut "wakil or- pol". Mereka harus menyesuaikan dengan kehen- dak dan kepentingan orpol mereka. Jika mereka berbicara vokal, tetapi membahayakan nasib dan kepentingan orpolnya -- yang mungkin malah meng- untungkan rakyat mereka bisa dicabut oleh orpol- nya. Kalau orpolnya bersikap kompromis terhadap penguasa, maka secara otomatis mereka pun harus menyesuaikan omongan dan sikapnya dengan kebi- jakan dan kehendak penguasa. Hal semacam ini je- las membawa risiko tertentu. Walaupun secara ma- terial misalnya jika kebijakan eksekutif benar- benar bisa dipertanggungjawabkan dan bahkan harus didukung -- bisa diterima, namun sikap manut dan kompromis terhadap penguasa tetap merupa- kan suatu kelemahan fungsional, karena tugas DPR adalah tugas mitra yang seimbang wewenang dan kekuasaannya dengan eksekutif. Hanya MPR-lah yang berada di atas mereka. Fungsi DPR bukanlah fungsi subordinat atau inferior ketimbang eksekutif. Oleh karena itu, jika se- tiap anggota DPR yang berpenampilan tegas, mem- perjuangkan kepentingan rakyat banyak, yang se- ring dianggap bisa disisihkan sementara atas nama pembangunan, lantas terancam oleh bahaya tinda- kan "pencabutan" justru oleh orpol yang sesung- guhnya harus melindunginya, selamanya di negeri tercinta ini tak bakal ada anggota-anggota DPR yang bisa dan berhak disebut demikian. Tradisi re- callmerupakan sebuah pekerjaan rumah yang mesti digarap dalam waktu dekat ini kalau kita bersikap serius dan jujur terhadap nasib rakyat. Yang kedua, tradisi litsus yang ketat oleh ekseku- tif. Litsus penelitian khusus memberikan kesan bahwa orpol atau OPP yang ada itu pada hakikatnya hanya pajangan dalam sistem demokrasi kita. Me- reka tidak dipercayai kemampuannya untuk memilih dan mencalonkan jago-jagonya. Kalau jago-jago yang disodorkan OPP itu dianggap "berbahaya" maka mereka bisa dijegal lewat litsus. Dalam hal ini lantas kita bertanya, "Adakah OPP yang sengaja menampilkan jago-jago yang bereputasi dan ber- prestasi buruk?". Akal sehat tentu menjawab "ti- dak". (Hingga saat ini kategori ekstrim kanan dan ekstrim kiri merupakan cap yang membuat seorang caleg bisa terdampar di depan pintu gerbang Dewan yang terhormat ini). Dalam atmosfir sistem perwakilan semacam ini, bisa diduga bahwa adanya Dewan Kehormatan DPR hanyalah akan menambah ruwetnya meka- nisme demokrasi kita, karena bukannya memberi- kan penilaian yang jujur, ia dikhawatirkan malah bisa menjadi hakim yang berat sebelah. Kalaupun Dewan Kehormatan itu harus ada, maka yang layak berfungsi demikian itu tak lain dan tak bukan hanyalah rakyat sendiri, yakni pemegang kekuasaan tertinggi, serta pengadilan. Rakyat mengadili para wakil mereka atas dasar tingginya prestasi yang mereka tampilkan, sementara peng- adilan (hukum) mengadili mereka menurut pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan. Dengan demikian, tidak ada tempat dalam lembaga terhormat ini bagi wakil-wakil rakyat yang tak ber- fungsi, tak berprestasi dan tak mampu menjaga nama baiknya dari segi moral. Bukan rahasia umum lagi apabila dalam sistem perwakilan kita sekarang ini, banyak caleg yang di- tampilkan OPP sebenarnya tidak mendapat restu dari rakyat atau tidak dikenal kualitas intelek serta moralnya. Kalaupun rakyat memilih, hal itu semata- mata karena mereka mempunyai hak pilih dan sedikit-sedikitnya percaya pada kebijaksanaan OPP yang bersangkutan. Dalam hubungan ini, kiranya dalam masa mendatang perlu diciptakan satu sis- tem pemilihan di mana para caleg itu benar-benar figur-figur yang dikenal dan direstui rakyat dalam arti sedekat mungkin dengan idealnya. Agak aneh rasa- nya, apabila seseorang yang tinggal di Jakarta dan selama hidupnya melakukan bisnis di sana, tiba-tiba saja dicalonkan OPP yang mendukungnya sebagai figur yang mewakili Sumatera Utara atau Maluku. Lebih-lebih jika diketahui bahwa orang tersebut da- lam sepak terjangnya tidak pernah memperhatikan nasib daerah yang diwakilinya. Sistem perwakilan kita sekarang memberi pe- luang besar bagi timbulnya gejala yang mengkha- watirkan: The wrong man in the wrong place. Orang yang salah (tidak cocok) ditaruh di tempat yang tidak cocok. Surat Pembaca Persyaratan: Sertakan fotokopi Identitas Kebudayaan Bali sedang Dijual Bali Post Memerangi Kejahatan Internasional saja akan bersumber kepada ilmu hukum diplomatik sebagai salah satu subunsur dari ilmu KAMIS, 13 AGUSTUS 1992 KABAR & KOMENTAR hukum internasional dalam "Senin Kamis" Perpustakaan Masjid pengertiannya yang luas. BAGAIMANA pun, yang namanya kejahatan, baik kecil, atau besar, baik yang lokal, regional, nasional maupun internasional, bisa saja terjadi, di mana pun dan kapan pun. Bahkan tiupan angin globalisasi yang sekarang terasa melanda ham- pir di seantero belahan bumi kita ini, telah ditumpangi juga berbagai modus keja- hatan untuk juga berupaya mengembangkan sayap petualangannya itu tanpa pembukaan Aseanapol ke-12 batas, baik kuantitas dan kualitas maupun lahan sasarannya. Namun bagaimana pun besar- nya ancaman dari berbagai keja- hatan, masyarakat di mana pun akan memantaunya baik lewat sarana formal maupun secara swadaya. Hal ini pun telah ber- laku juga bagi negara kita yang selalu tidak putus-putusnya ba- gaimana caranya ditemukan mo- dus yang akurat dalam hal menghadapi berbagai macam ke- jahatan. Diakui memang bahwa karena adanya perkembangan teknologi yang kian canggih, su- dah barang tentu pengaruhnya akan sampai juga kepada mutu kejahatan yang selama ini ada dan makin berkembang itu. Apa- rat kepolisian kita yang telah di- percayai untuk mengemban tu- gas keamanan dan ketertiban masyarakat tidaklah tinggal diam. Bersama-sama dengan masyarakat, Polri telah bertekad memberantas semua kejahatan secara tuntas, tanpa peduli ba- gaimana canggihnya kejahatan tersebut. Bahkan disinyalemen jenis kejahatan sekarang cende- rung berkembang dari yang se- mula berasal dari tangan-tangan yang kasar, sekarang mengarah pada tangan-tangan yang halus, dengan baju yang cukup per- lente. Oleh karenanya modus pe- nanggulangannya haruslah di- ubah sedemikian rupa, kalau perlu dengan bekerja sama apa- rat kepolisian di beberapa ne- gara jiran seperti ASEAN, dan beberapa negara sekitarnya. Agaknya modus kepiawaian ke- jahatan telah memasuki ka- wasan internasional dengan me- nyalahgunakan berbagai sarana hukum internasional, seperti de- ngan berlindung pada penero- bosan batas-batas negara ter- tentu. Untuk mengatasi problem yang nampaknya kian hari kian berkembang ancaman yang di- lancarkan oleh jenis-jenis keja- hatan bereputasi internasional, maka tepatlah jika aparat kepo- lisian di seantero negara ASEAN telah berembuk membentuk wa- dah apa yang disebut sebagai "Aseanapol". Sangat menarik untuk kita si- mak bersama mengingat hal ini telah sempat dikemukakan pada oleh Menteri Undang-undang Brunai Darussalam bernama Pengiran Laila Kanun Diraja annya selalu meningkat meng- rapi dan jauh dari kesan-kesan Pengiran Haji Bahrin yang me- ikuti arus perkembangan yang seram atau menakutkan. Bah- nyatakan antara lain bahwa para penjahat internasional ada di bidang teknik, ekonomi kan mereka para pelaku tersebut bahkan sosial budaya. Antara hanya tinggal duduk di atas yang telah menggunakan batas- kedua kutub tersebut nampak- kursi empuk, naik turun kenda- batas negara sebagai perisai bagi nya saling kejar mengejar antara raan mewah atau memakai sa- persembunyian para penjahat yang satu dengan yang lain. Di rana canggih seperti komputer kaliber internasional tersebut. satu pihak dengan perkem- ataupun sarana teknologi tinggi Sarana perisai untuk berlin- bangan tersebut masyarakat lainnya. Karenanya untuk dungnya para penjahat tersebut, akan menjadi lebih dewasa, na- mengantisipasi kejahatan se- dengan demikian haruslah dihu- mun di lain pihak jenis kejahat- rupa itu tidaklah mudah, sebab bungkan dengan ilmu kekebalan annya pun akan menjadi lebih dengan mata telanjang saja su- diplomatik sebagaimana telah matang, sehingga karena ada- kar orang membedakan mana diatur dalam United Nations nya perkembangan yang kejar orang yang jahat dan mana pula Conference on Diplomatic Inter- mengejar, maka haruslah kon- orang yang sebenarnya tidak ja- course and immunities tentang disi yang semacam itu perlu di- hat. Menerapkan jaring-jaring Viena Convenstion on diplomatic pantau secara cermat, sehingga untuk menjerat mereka pelaku betapa pun matangnya jenis ke- kejahatan white collar, memer- jahatan namun pihak aparat ke- lukan keterampilan tersendiri, polisian harus mampu memiliki yaitu merupakan pengetahuan sarana penangkal yang ampuh kepolisian bersifat plus, artinya harus ditambah dengan berbagai dan handal. cabang-cabang ilmu tertentu. Dari semua sasaran tersebut, nampaknya tidaklah dapat di- hindarkan agar bagaimana pun kejahatan internasional harus- lah dapat diperangi baik dalam pengertian preventif maupun re- presif. Sebagaimana diketahui lewat berbagai media massa, maka da- lam forum Aseanapol ke-12 ter- sebut antara lain telah dibahas tentang ancaman yang mungkin ditimbulkan dari jenis kejahatan internasional yang semakin canggih, khususnya yang terjadi di sektor penyelundupan, lintas perdagangan gelap narkotika, masalah kejahatan ekonomi, uang palsu dan penipuan kartu kredit bank, masalah ekstradisi dan penyerahan penjahat bu- ronan, pertukaran informasi dan komunikasi mengenai orang orang yang diinginkan (wanted), dan juga tidak ketinggalan akan dirumuskan berbagai hal ten- tang pertukaran personil dan program latihan kerja sama di antara kepolisian negara-negara ASEAN. Di samping itu masalah bajak laut atau perompakan juga dibahas dalam konferensi ke-12 tersebut. Kejahatan Tangan Halus Di antara sekian banyak jenis kejahatan berpredikat interna- Sasaran Pokok sional, sebagian esar memiliki Forum aparat kepolisian yang ciri khas yaitu bahwa pelaku ke dicetuskan oleh negara-negara jahatan internasional adalah ASEAN yang disebut sebagai berasal dari mereka bertangan Aseanapol, ternyata sudah ber- halus. Biasanya kalau tangan diri lebih dari satu dasa warsa. halus maka busana yang dikena- Baru-baru ini Aseanapol yang kannya selalu merupakan bu- terdiri atas kepala-kepala kepo- sana perlente, trendy, bahkan lisian negara-negara ASEAN te- berjas dasi. Oleh karenanya ter- lah sampai kepada konferensi hadap penjahat-penjahat yang nya yang ke-12 yang diadakan di sedemikian, acapkali orang ke- ibukota Brunai Darussalam, mudian menyebutnya sebagai Bandar Seri Begawan, tanggal 3 pelaku kejahatan berleher baju s.d. 5 Agustus 1992. Tentu saja putih atau lazim dunia interna- sasaran pokoknya adalah bagai- sional menyebutnya sebagai mana caranya ditemukan suatu white collar criminal. argumentasi yang mantap da- lam hal menanggulangi berbagai jenis kejahatan yang keberada- Oleh R. Didi Guhardi, S.H. Umpamanya saja dalam hal ke- jahatan kartu kredit atau keja- hatan perbankan, mau tidak mau para pejabat berwenang ha- rus memiliki ilmu ekonomi per- bankan yang cukup. Di samping itu tidak kurang pula beberapa istilah asing yang harus secara mantap dikuasai oleh para peja- bat kepolisian. Selanjutnya perlu diingatkan relation yang masih dihormati oleh hampir seluruh negara, dan yang lazim disingkat sebagai Konvensi Wina 1961. Dalam Konvensi Wina terse- but antara lain telah diatur ten- tang adanya pengakuan secara universal mengenai kekebalan diplomatik yang meliputi tempat kediaman dan tempat kerja atau kantor perwakilan pejabat diplo- matik. Ketentuan tersebut dike- nal pula sebagai teori exterrito- rial, yang menganggap bahwa tempat kediaman dan tempat kerja atau gedung perwakilan adalah merupakan wilayah yang dianggap berada di luar wilayah negara penerima, sehingga ber- laku hukum dari negara peng- irim, dengan demikian tempat kerja kepala perwakilan tidak juga karena yang dihadapi ada- dapat diganggu gugat atau invio lah merupakan penjahat berkali- lable, karena merupakan bagian ber internasional dengan bentuk daripada daerah teritorial ne- kantong-kantong mafia serta gara pengirim. Selanjutnya ada memiliki organisasi yang leng- juga ketentuan yang menyata- kap, maka penanggulangannya kan bahwa kantor perwakilan haruslah berupa penyatuan po- asing tidak dapat dimasuki oleh tensi kepolisian di seantero ne- siapa pun, baik badan-badan gara yang bersangkutan c.q. atau aparat kekuasaan negara para kepolisian di negara-negara penerima, kecuali dengan perse- ASEAN. Oleh karena itu ga- tujuan kepala perwakilan yang gasan dari forum Aseanapol bersangkutan (ketentuan pasal ke-12 yang akan membicarakan 22 ayat 1 Konvensi Wina 1961 yo masalah pertukaran personil Convention on diplomatic officer dan program latihan patut didu- atau Pan American Convention kung sepenuhnya karena akan Havana, tanggal 20 Februari mengimplementasikan adanya 1928, pasal 16). Kondisi yang demikian agak- keseragaman kerja dan kesa- maan kehendak yang didasari nya mungkin saja disalahguna- oleh kesamaan ilmu pengeta- kan yaitu umpamanya ada saja huan penyidikan. negara-negara tertentu lewat Oleh karenanya untuk meng- perwakilannya di luar negeri te- hadapi jenis kejahatan berta- lah memberikan perlindungan ngan halus tersebut, pihak terhadap warganya yang dinilai aparat pun harus memiliki ta- melakukan kejahatan bagi ne- ngan halus dalam arti memiliki gara di tempat perwakilan terse- tingkat intelektualitas yang cu- kup seraya dengan tidak meng- enyampingkan pengetahuan ada ketentuan lain yang bermak- ilmu kepolisian pada umumnya. but berada. Memang sebenarnya masih sud memberikan pembatasan atas kekebalan diplomatik seba- Kekebalan Diplomatik gaimana disebutkan itu, seba- Masih ada jenis kejahatan gaimana telah ditulis dalam pa- yang menarik yang perlu dianti- sal 41 ayat 3 Konvensi Wina 1961 sipasi oleh negara-negara yang menyatakan bahwa kantor ASEAN khususnya para pejabat perwakilan tidak boleh diguna- kepolisiannya yaitu mengenai kan untuk tindakan-tindakan Dalam kejahatan berkategori kejahatan yang menumpang ke- yang bertentangan dengan pe- white collar tersebut biasanya pada adanya kekebalan diploma- laksanaan tugas dan fungsi per- mereka bertampan menawan, tik, yang althans hal ini tentu (Bersambung ke Hal. 8, kol. 6) Genderang Perang Melawan Kekerasan Bergaung di Ashram Gandhi Candidasa rasan manusia. kekerasan harus tidak bersifat kekerasan, melainkan justru ke- lembutan, kasih sayang, bahkan kemanutan. Resep ini telah di- praktekkan Gandhi, Kristus, rasan. Apalagi dalam hidup sehari-hari, di mana kesadaran tidak selalu terkendalikan. Kedua, manusia yang poten- sial kekerasan hidup berdam- pingan dengan manusia yang berpotensi sama. Muslim Da- lidd memformulasikannya, ma- nusia yang keras membentuk masyarakat yang keras pula. De- ngan demikian, setiap lembaga yang dibentuk manusia poten- sial menelorkan kekerasan, baik itu negara, masyarakat, ke- luarga, bahkan agama. Oleh Kasubmahardi W. Ketiga, manusia adalah (4-Habis) DALAM kolokwium yang tiga hari itu telah tercapai sejumlah kesepakatan, walaupun diwar- nai perbedaan pendapat. Namun perlu dicatat, di tengah suasana dan banyak lagi pejuang- alami Candidasa dan kesederha- pejuang kemanusiaan yang naan Ashram Gandhi, perbe- memperoleh sebutan martir. daan yang muncul dari titik pan- Di ujung ekstrim kiri terdapat dang yang sama ternyata dapat resep yang amat berlawanan. dikristalisasikan dalam sebuah Kekerasan hanya bisa diatasi de- tekad untuk memerangi keke- ngan kekerasan yang lebih be- rasan manusia. Memang sebuah sar. Demikianlah setidak- kesepakatan kecil, namun berni- tidaknya yang dilakukan kaum lai kemanusiaan besar. militer dan politisi. Demikian Dari Candidasa telah muncul pula yang dipikirkan dan dijal- kesadaran baru, bahwa pada ha- ankan masyarakat dunia pada kikatnya manusia bersifat keras. umumnya. Semboyan yang ber- Kekerasan memang merupakan laku adalah violence can only be bawaan manusia itu sendiri. Se- overcome by greater violence. mua peserta, dan rasanya semua Ulah Irak terhadap Kuwait, makhluk yang memiliki kedudu- orang, setuju bahwa kesadaran yang notabene adalah keke- kan istimewa dalam struktur adalah langkah awal yang amat rasan, dijawab dengan peng- alam ini. Dia adalah gabungan penting dari semua usaha, ter- erahan kekuatan militer Se-, dari malaikat dan setan. Dalam masuk menanggulangi keke- kutu, yang juga wujud dari ke- istilah Erich Fromm, dalam kuatan. Seorang teroris harus diri manusia terkandung dua Walaupun semua peserta sa- dihukum, kalau perlu dengan macam kecenderungan, biophi- dar dan sepakat bahwa keke- cara menghukum seluruh bang- lia dan necrophilia. Namun keis- rasan harus ditanggulangi, na- sanya melalui embargo. timewaan manusia tidak terba- mun akhirnya mereka masih ha- Sedikit lebih lunak, masih ter- tas dari adanya dua macam ke- rus berhadapan dengan dapat di ujung kiri, adalah resep cenderungan tersebut, tetapi persimpangan jalan: bagaimana kompromistis. Untuk menang- justru pada kemampuannya kekerasan itu harus dihadapi? gulangi kekerasan diizinkan menggantungkannya. Kebaikan Di ujung kanan paling ekstrim, penggunaan kekerasan, asal itu sering dipakai sebagai selubung tersedia sebuah resep. Keke- dilakukan demi memberantas untuk tindak kejahatan, dan ke- rasan harus tidak dihadapi, bah- kekerasan dan menegakkan ke- jahatan dicarikan pembenarnya kan dipikirkan pun tidak. Dia manusiaan. Penembakan secara melalui ide-ide kebaikan, Parah- harus dibiarkan seperti apa ada- massal terhadap para penjahat nya lagi, kebaikan secara ter- nya dengan kita tanpa berpikir, dapat dibenarkan sejauh dengan ekayasa digerakkan untuk tu- tanpa berbicara, tanpa gerakan. alasan demi memberantas keja- juan jahat. Kemampuan inilah Akhirnya, kekerasan itu akan hi- hatan dan menegakkan keter- yang telah membuat manusia se- lang dengan sendirinya. Kalau tiban dan memelihara keter- bagai makhluk termunafik di an- orang mulai berpikir dan berniat tiban masyarakat. Untuk mem- tara makhluk-makhluk yang informasi memerangi kekerasan, maka pi- peroleh yang lain. Bagaimana manusia yang kirannya akan berhadapan dibutuhkan, kekerasan sering pada dirinya terkandung keke- muka dengan kekerasan, dan de- pula dijalankan dalam proses in- rasan hendak memerangi keke- menjadi kekerasan. Tidak ada tersangka. ngan sendirinya dia akan pula terogasi (penyidikan) terhadap rasan, sementara semua ciptaan manusia potensial untuk mela- lagi batas antara dirinya dengan Namun masalah kekerasan ti- kukan kekerasan? Dr. Victor kekerasan itu sendiri. dak berhenti di situ. Sampai hari Tanya sampai pada jawaban Masih di ujung ekstrim kanan, ini, setiap pembicaraan meng- yang tidak terlalu ambisius. terdapat resep non-violence. Ke- enai usaha memerangi keke- Memberantas secara tuntas me- kerasan harus dihadapi dengan rasan akan dihadapkan pada se- mang tidaklah mungkin. Apa non-kekerasan. Setiap usaha un jumlah dilema kemanusiaan. yang mungkin kita lakukan se- mencegah tuk memerangi kekerasan po- Pertama, manusia sendiri ada- kadar tensial, melahirkan kekerasan lah kekerasan potensial. Bahkan menguranginya. pula. Oleh karena itu, untuk ti- dalam pembicaraan tentang Senada dengan pendapat itu, dak terjerumus dalam keke- upaya menanggulangi keke- hampir semua pakar setuju rasan sendiri, usaha menangkal rasan bisa muncul tindak keke- usaha memerangi kekerasan Tanggapan atas Eksekusi Tanah Dadya dan Menunjuk berita Bali Post, masalah tersebut adalah masa- Yang benar adalah tanah terse- Kamis 30 Juli 1992, halaman 3 lah Dadya dan bukan masalah but bukan tanah warisan leluhur kolom 4 s.d. 7, ada beberapa yang saya pribadi. atau orangtuanya I Nengah Sari. saya anggap perlu untuk dilu- 2. Kolom 6 baris 4 dari bawah, Orangtuanya I Nengah Sari ti ris yang senang mencari pica di ruskan sesuai dengan proporsi disebutkan bahwa Pengukuran dak pernah membeli tanah Da- tempat suci, malahan sekarang yang sebenarnya antara lain: tersebut juga tidak diketahui dya dan sebaliknya Dadya tidak ada yang cari ilmu pengeleya- 1. Kolom 6 baris 11 dari ba- oleh penyakap. Yang benar ada- pernah menjual tanah kepada kan. Tetapi terus terang, saya wah, disebutkan bahwa : I Ne- lah tidak diketahui oleh pemilik orangtuanya I Nengah Sari. belum bisa mempercayai keikh- ngah Sadri memohon pemba- tanah yaitu Dadya. Sebab tanah Tanah tersebut hanya pernah di- tapi biasanya agak teler-teler) lasan orang tersebut. Mereka ti- talan pengukuran/sertifikat. tersebut tidak mempunyai pe- gadaikan oleh Dadya kepada I dan "mebakti" di Pura Ka- dak mau menyisakan waktu un Sebenarnya yang memohon pem- nyakap dan tidak pernah disa- hyangan Tiga tanpa pengeta- tuk bikin banten jotan apalagi batalan tersebut adalah pihak kapkan kepada orang lain. Saya tidak bisa berhenti tang ke Bali untuk menikmati nya sebagai Taman Hindu saja? senyum-senyum sesudah selesai membaca Limits of Tourists' Role in Balinese Culture yang dimuat dalam Bali Post English Corner 30 Juli 1992. Ternyata ada kesalahpa- Yang suka berpakaian adat (te- diri melalui jalan penyadaran dan pendidikan: penyadaran sendiri, penyadaran orang lain, dan pendidikan diri sendiri serta pendidikan orang lain. Usaha itu bisa dimulai dengan diri sendiri, anak-anak dalam keluarga mau- pun lembaga pendidikan formal, maupun juga dalam masyara- kat, melalui cara-cara yang ber- sifat non-violent. Usaha sema- cam ini walaupun tidak keli- hatan megah, tetapi terasa amat mendasar. Sangat menarik adalah kesan yang diberikan Ibu Gedong Oka sewaktu menjawab perta- nyaan wartawan. Tentu saja se- minar semacam International Colloquium on Human Violence ini ada manfaatnya, namun pada akhirnya makna sebenarnya akan ditentukan para peserta- nya. Apakah mereka datang un- tuk sekadar duduk dan mende- ngarkan, ataukah untuk mema- hami persoalan dan kemudian dalam menjalankannya langkah-langkah yang nyata? Dalam sebuah diskusi di meja makan, pernah tercetus sebuah gagasan kecil namun rasanya mendesak. Kenyataan menun- jukkan bahwa kekerasan amat erat hubungannya dengan ke- kuasaan dan kekuatan, entah itu fisik, psikologis, sosial, maupun politik. Menghilangkan keke- rasan seratus persen memang ti- dak mungkin, tetapi akan sangat afdhol apabila usaha ke arah itu selalu dilakukan, Dalam upaya luas, dan menyeluruh rasanya kontrol sosial bisa berperan be- sar. Kontrol sosial akan meno- pang kesadaran dan kontrol pri- badi, di samping mendorong tin- dakan institusional oleh para petugas terhadap pelaku kekerasan. Tidak boleh dilupakan, peran agama, melalui para penganut- nya, sangat menentukan dalam upaya memerangi kekerasan tanpa kekerasan. Lembaga ini amat potensial untuk menakluk- kan tanpa mengalahkan dan ber- perang tanpa prajurit, karena senjatanya adalah kasih sayang. Wayan Gangsar (ahli warisnya bernama I Nengah Dunung) dan kepada I Wayan Gejer (Ahli wa- risnya bernama I Komang Satri). 4. Karena gadai-menggadai tersebut, lantas timbul sengketa di Pengadilan Negeri Karanga- sem tahun 1961 (perkara lama yang mana tergugatnya adalah I Wayan Gangsar dan I Wayan Ge- (Bersambung ke Hal.8, kol. 1) RASANYA kalau ada berita tentang "senin kamis" perpus- takaan masjid tidak lagi meng. ejutkan kita ("Perpustakaan masjid Baiturrachman Bang- kit Kembali", Bali Post, Kamis 6 Agustus 1992 hal. 5). Malah mungkin bukan berita lagi, ka- lau perpustakaan masjid hi- dup "senin kamis" bak kerakap di atas batu. Hidup enggan Imati tak mau. Mungkin akan bernilai berita, kalau ada per- pustakaan masjid yang tum- buh dan kembang dengan cara yang wajar. Ideal sekali, jika koleksi bukunya memadai. Ada katalog, ada rak yang rapi dan jamaah meminjam serta meng- embalikan dengan disiplin, ada kartu anggota, ada iyuran, dst. Keberadaan perpustakaan di masjid agaknya mengacu pada fungsi masjid yang ingin dicoba kembalikan sebagai- mana 'zaman Nabi' (Drs. Sidi Gazalba: "Masjid Pusat Iba- dah dan Kebudayaan"). Seba- gaimana persepsi yang ada pada umat bahwa masjid me- miliki multi fungsi. Ia tidak se- kadar tempat sujud atau iba- dah dalam arti sempit, seba- gaimana arti kata "masjid' (tempat sujud), tetapi masjid juga berfungsi sebagai media pembinaan umat. Pembinaan yang mencakup dua aspek ke- hidupan umat, yaitu aspek ba- tin atau mental spiritual, de- ngan salat, khutbah, peng- ajian, dsb. Yang kedua pembinaan aspek lahir, atau material jasmaniah, berupa Usaha Kesehatan Masjid (UKM), pembinaan ekonomi umat berupa koperasi, dsb. Adapun perpustakaan, kita maklumi menempati posisi strategis dalam pembinaan umat. Ia bisa diharap untuk pembinaan mental sebagai ha- sil bacaan dari kitab dan buku- buku agama dan akan meng- hasilkan manfaat material, jika buku yang dibaca adalah buku-buku keterampilan, atau buku-buku teknologi tepat guna, dsb. Namun umat menganggap masjid tem- pat yang sakral di sana-sini masih terasa ada, sehingga masjid hanya dipakai untuk meratap dan mengadu (bagai kuburan, yang oleh Nabi, hal tersebut dilarang). Pada gilir- annya, masjid sebagai satu ba- ngunan cenderung menjadi ba- ngunan yang kurang produk tif. Waktu-waktu senggang antara waktu salat yang satu dengan lainnya, bangunan masjid menjadi mati tanpa aktivitas. kecenderungan Meskipun keakraban antara umat Islam dan masjidnya su- dah cukup memadai bahkan te- lah dijadikan acuan oleh umat lain, namun tentulah masih di- perlukan peningkatan. ("Mari lah kita akrab dengan pura, se- bagaimana kaum muslimin akrab dengan masjidnya," tu- lis Putu Setia dalam "Cende- kiawan Hindu Bicara" hal. 224, Yayasan Dharma Na- radha, 1992). Peningkatan keakraban itu, pertama me- nyangkut kuantitas umat, ka- rena belum semua umat pergi ke masjid sejum-at sekali, apa- lagi jamaah lima waktu. Yang kedua, menyangkut masalah persepsi umat terhadap mas- jid, seperti sudah disinggung. Anggapan bahwa masjid ada- lah tempat yang sakral memus- tahilkan kehadiran buku-buku profan, pengetahuan umum apalagi buku seksologi (yang tentu diperlukan bagi jamaah dewasa). Demikian pula terha- dap kehadiran remaja masjid yang membuat grup vokal atau remaja masjid yang bergaya tomboy, yang pergi ke masjid ti- dak lagi membawa sajadah atau mushaf al Qur-an, tetapi gitar. nunggu khutbah Jumat atau kalau ada musibah kematian. Itu pun ayat dan surahnya ya itu-itu saja, tidak sepenuh Ki- tab Al Qur-an.. 'Hambatan' lain dalam mengembangkan perpusta- kaan masjid adalah masih ba- nyaknya pandangan bahwa hanya membaca Al Qur-an saja yang berpahala. (Apalagi kalau membacanya dalam arena kenduri. Pahala bisa du- nia akhirat. Di dunia berupa 'berkat' di akhirat berupa gan- jaran sorga). Sehingga ada anggapan, kalau membaca buku yang lain tidak berpa- hala. Apa benar? Membaca Al Qur-an me- mang mengacu pada pencarian pahala tersebut. Saking berpa- halanya, sampai-sampai biar tidak tahu maksudnya pun te- tap dibaca dan dibaca. Itu su- dah baik, tetapi tidak adakah yang lebih baik. Memahami maksud teks Al Qur-an dengan membaca terjemahnya tentu le- bih baik, bagi yang tidak me mahami bahasa Arab. (Suatu hal yang aneh dan termasuk yang menjadi keheranan umat Islam kawasan Timur Tengah yaitu bahwa orang Islam Indo- nesia itu tidak bisa menulis, Arab, bahkan tidak mengerti bahasa Arab, tetapi bisa mengaji/membaca Al Qur-an dengan baik). Terjemahan Al Qur-an ma- sih perlu dijabarkan dan pen- jabarannya bisa berupa hadist, tafsir dst. Bahkan berbagai buku ilmiah, langsung tidak langsung adalah penjabaran pula dari Al Qur-an. Jadi dari sudut mana pun membaca itu bagi umat Islam adalah kewa- jiban di samping berpahala. Lalu sekarang nyatanya per- pustakaan kita "senin-kamis", hidup dengan napas yang satu- satu. Tentu perlu kita carikan kiat untuk menghidupkannya. Namun sebagaimana kata para pakar, Islam itu satu sis- tem, yang satu bagian dengan lainnya saling terkait. Membe- nahi perpustakaan, tanpa membenahi yang lain, tentu tak akan banyak membuahkan hasil. Bagaimana tingkat keimanan, tingkat keilmuan, kemampuan sosial ekonomi- nya dsb. Lagi pula di sana-sini nam- pak gejala kemunduran bu- daya. Dari budaya membaca (ingat para santri yang belajar kitab kuning dengan metode sorogan/ mengkaji kitab di depan kyahi) menjadi budaya mendengar dan budaya me- nonton. 'Menonton' ustadz Zai- nuddin MZ misalnya. Mende- ngarkan atau menonton cera- mah baik-baik saja, tetapi bahwa budaya membaca me- miliki nilai tambah, nilai le- bih. (Perintah-Nya kan lebih dulu membaca. Bacalah dan bukan dengarkan). Oleh karena itu, kalau seka- rang budaya membaca itu se- dang kita galakkan, kita sam- but baik dan kita ikut dalam gerakan pembudayaan mem- baca itu. Berbagai perpusta- kaan telah dicoba. Ada yang mencoba dengan istilah per- pustakaan terbuka, yaitu peng- urus masjid menyediakan ber- bagai buku, juga majalah dll. lalu jamaah dapat membaca di masjid bahkan juga dapat membawanya pulang ke ru- mah. Tetapi semuanya harus dikembalikan, jika telah tamat dibaca. Apa lacur? Persediaan kepustakaan tidak lama habis ludes. (Ini pengalaman Masjid Raya Denpasar). Padahal kita tahu, semua kitab, buku bah- kan majalah serta brosur terse- but adalah benda-benda wa- kaf. Adakah jamaah/umat be- lum memahami arti wakaf. Nah perlu penyuluhan lagi. Perpustakaan terbuka atau tertutup memerlukan disiplin Kesimpulannya masih di- kita semua. Dalam masalah ini perlukan pembinaan yang teringat kita akan kalimat terus menerus sehingga pema- yang ditulis oleh Gus Dur (Al haman umat tentang masjid Mukarrom Bapak dan tentang Islam semakin K.H.Abdurrahman Wahid) un- utuh dan merata. tuk pengantar satu buku : "Ka- Sesungguhnya, kalau dila- lau ada orang yang mau me- cak dari 'sononya', kehidupan minjamkan buku, maka orang perpustakaan masjid mestinya itu bodoh, tetapi lebih gila lagi akan sangat subur. Betapa ti- kalau orang yang dipinjami dak? Wahyu yang diturunkan buku, mau mengembalikan oleh Allah kepada Nabi-Nya buku yang dipinjamnya itu." didahului dengan perintah Tetapi tidak mengapa kita "membaca". (Al Qur-an S. Al gila, kalau kita gila agama dan 'Alaq 1-5). Jadi memang meng- gila ilmu, begitu tangkis Pak herankan jika ada umat Islam Ghofar Ismail (ayahanda pe- yang tidak 'hobi' membaca, pa- nyair Taufik Ismail) dalam dahal membaca itu suruhan suatu ceramah beliau. (Nah ini agamanya. Ada juga yang su- hasil budaya mendengar). dah gemar membaca, hanya Pada zaman peningkatan terbatas jumlahnya dan objek kualitas sumber daya manusia bacaannya. Meskipun tidak seperti sekarang ini, semakin dapat disebut buruk (malah su- berarti makna budaya mem- dah dianggap berpahala), se- baca dan semakin nyata mak- bagian umat membaca Al Qur sud kalimat: Kalau engkau an di waktu-waktu tertentu ingin tahu kualitas seseorang saja. Misalnya, pada malam tengoklah bahan bacaannya. Jum-at, di masjid sembari me- ●Wasil Abu Ali Catatan Kata Gubernur Bali, Oka, generasi muda harus dapat me- nangkal adanya kesan hura-hura, loyo dan kurang kreatif. - Cekal kesan yang pudarkan tipe ideal pemuda ha- rapan bangsa di masa depan. Menpora Akbar Tanjung mengatakan, sebenarnya tidak ada usul membubarkan KNPI. Yang ada hanya koreksi bagi KNPI untuk meningkatkan potensi yang dimiliki. - Koreksi diri memang tidak semudah koreksi orang lain. Setelah ramai pro-kontra UULLAJ, akhirnya pemerintah memutuskan menunda setahun pelaksanaan undang- huan kepada siapa mereka me- gebogan (tetapi kalau bisa nyu- Dadya Tangkas Kuri Agung, 3. Kolom 7 baris 16 dari atas, Rp 92.461.307 untuk Pura Mandharagiri undang tersebut. haman antara beberapa orang muja? Si Turis akan jawab "Ti- wun banten ke Pura dan difoto Apit-Yeh Manggis - Karangasem disebutkan bahwa: selanjutnya I asing dan orang Bali (atau orang dak berguna kepada siapa oleh supaya semua orang di rumah yang anggotanya berjumlah 19 Nengah Sari (Sari bukan Sadri) Semeru Agung di Jatim asing--siapa sebenarnya Anda, karena Tuhan ada di mana- bisa kagum, wah betapa hebat!) KK, dengan suratnya No yang mewakili tergugat menu- Monsieur Kadek?) atau mungkin mana". Oke, oke, tetapi untuk Juga tak mau mengerti tentang 02/DTK/III/1991 dan ditandata- turkan, pengelolaan tanah itu di- Bali Post menerima titipan sumbangan dana punia untuk Pura hanya ada salah pengertian dari orang Bali, ada Betara-Betari prinsip Rwa Bhinneda atau rein- ngani oleh ketua/kelihan Dadya dasarkan atas warisan leluhur Mandharagiri Semeru Agung di Jatim dari: pihak "turis". yang tertentu yang melinggih di karnasi cara Bali (karena menu- Yang saya ingin tahu, kenapa setiap pura dan tidak boleh rut orang Bali, hanya orang Bali, (2 orang). Fotokopi surat terlam nya yang sudah membeli tanah Wayan Kembir, Bukit Desa Jimbaran Kuta pir. Jadi bukan Nengah Sadri Dadya tersebut dan seterus- Jumlah penerimaan sebelumnya ada sejenis tamu/turis yang da- disembarakan-Nya. Juga ada tu- (Bersambung ke Hal. 9, kol. 1) yang membatalkannya, sebab nya.... dst...... Jumlah penerimaan seluruhnya Rp 5.000 Rp 92.456.307 Rp 92.461.307 Rupanya perlu masa "tenang". Bang Podjok KAMIS, 13 AGUSTUS 1992 Sulit Dapa Benar Per Jakarta- Sulit untuk mendapat informasi dalam jual beli perusahaan (akuisis bat kurang terbukanya perusahaan sinyalemen dua direktur perusaha 'Di Indonesia pembeli saham mel atau perusahaan yang akan me- S mer saa usa lai eks lakukan akuisisi tidak dapat dan mengandalkan informasi yang tuk diberikan penjual mengenai keadaan saham atau perusa- pen haan yang ditawarkan," kata di- rektur PT PDFCI Securities, Hindarmojo Hinuri dalam semi- nar dua hari "Strategi dan Mana- jemen restrukturisasi usaha" di Jakarta, Rabu. Menurut dia, pengamat atau konsultan yang terbaik pun sa- ngat susah untuk memprediksi- ya kan kondisi perusahaan atau sa- ham yang diperjualbelikan, mes- memiliki kipun mereka seperangkat metodologi untuk menguji kebenaran data yang disajikan. "Mereka rata-rata hanya mampu memberi informasi mengenai perusahaan atau sa- ham yang tepat sekitar 80 sam- pai 95 persen saja kepada pem- beli," tambahnya. Kondisi seperti ini disinyalir tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di pasar bursa maupun dalam pembelian per- usahaan di luar negeri," kata Hindarmojo. be K I Ja BU ga da us ro Le la Senada dengan pendapat Hin- na darmojo, Direktur Eksekutif PT ra Peregrine Sewu Securities, Des- pe wandhy Agusman mengatakan, Ba Untuk memperoleh data yang da benar, pembeli seharusnya na membawa konsultan sendiri un- ka tuk meneliti kebenaran infor- m masi yang disajikan penjual saat m PPh Dipot terhadap to Denpasar (Bali Post) - Pajak penghasilan (PPh) yang d dipotong oleh pihak lain ternyata P berandil besar terhadap sukses- a nya penerimaan pajak di Bali, di- b bandingkan pajak yang dibayar S kan sendiri oleh wajib pajak y P (WP). S t a 2 Η S t Kakanwil XIV Ditjen Pajak r Denpasar Drs. Abroni Nasution p yang ditemui Bali Post Rabu ke- marin menjelaskan, gejala sema- cam itu merupakan pertanda ja tingkat kepatuhan WP untuk membayar pajaknya masih ku- t rang. Padahal dilihat dari sistem perundangan yang berlaku sebé- tulnya WP telah diberi keper- cayaan untuk menghitung sen- diri serta melunasi pajaknya, atau sering disebut azas self as- sisment. "Namun kenyataannya r masih seperti tadi," ucap Abroni. Pembayaran pajak pengha- silan yang selama ini melalui dua cara, pertama dibayar lang- sung oleh WP baik perorangan maupun badan, dan kedua dipo- Dari Sarasehan Per t I Konglome KEHADIRAN konglomerat dalam kehidupan ekonomi dan pembangunan bangsa di masa depan atau pembangunan jangka panjang tahap II (PJPT II), ternyata masih menjadi de- bat panjang. Konglomerat seba- gai sosok antara diperlukan atau tidak "digugat" dalam sarasehan pameran pembangunan 1992 yang diselenggarakan Kanwil Deppen Bali di Gedung Jaya Sabha Denpasar, Selasa (11/8). Tak kurang dari Profesor Ir. Putu Japa Winaya dan Drs. Su- gawa Korry terseret dalam per- debatan "sengit". Boleh jadi, de- bat tersebut sebagai debat an- tara guru dan muridnya. Sebab, kedua sosok itu hadir tidak saja sebagai pribadi tetapi juga seba- gai wakil zamannya. Debat tersebut bermula dari makalah "Perkembangan Per- ekonomian Nasional dalam Me- masuki Era Tinggal Landas" yang ditulis Pimpinan Bank In- donesia Cabang Denpasar, J. Ira- wan. Kemudian merembet ke persoalan kehadiran konglome- rat yang dilemparkan peserta dari Listibiya dan RRI Singaraja yang mempersoalkan peranan konglomerat dalam konteks pembangunan ekonomi dan pembangunan bangsa itu, Prof. Japa Winaya menilai kurang memberikan sumbangan. Menu- rut dia, keberadaan konglomerat seolah-olah mematikan go- longan ekonomi lemah, karena posisinya yang mampu "men- cengkeram" dan menguasai medan perekonomian. Sehingga, dalam masa selanjutnya tam- paknya keberadaan konglome- P.T. S K Spesial Produksi Ka Berkualitas Export Jenis Kain: Cotton, Rayon Cotton, Rayo Cotton Licra dll. Denpasar Surabaya Jakarta : Jl. Ra : Jl. Ke Fax. : Kom Jl. Ga Telp. 38511 Color Rendition Chart
