Tipe: Koran
Tanggal: 1997-08-25
Halaman: 12
Konten
Ball Post/repro Ubud benyak menda- kisan-lukisan tradisi diangkat pun makin na, hingga Bali kon- rinya kurang, jika ia pernah tinggal atau ber- ran di Ubud," kata pe- kelahiran Tabanan itu. sisi lain, katanya, kole- atau masyarakat pemi- lukisan merasa tidak apabila tidak langsung beli lukisan di Ubud. di tempat lain mereka Bali Post- sreg atau kurang me- kan. Jangan lupa, pe- galeri juga cukup besar m menumbuhkan iklim mage ini," papar Koman. Sutiawan MARGA AJAYA ER DRUM MINA OTO NO.1 ASAR 9963 COURSE Ow.21-PL/II 1994 ARA COURSE Can yang sukses OGRAM 0 a luas menanti anda tra-puth lulusan SMU dan yang mpil dan profesional di bidang IN .!!! Pendidikan 1 Tahun setelah 01 control pada mobil 1994 TU TEMPAT PENDAFTARAN COURSE sar) akan langsung disalurkan G. 41143 Gunarsa: Ubud, "Kota Suci" Seniman Tidak banyak desa atau kota yang memiliki nasib seberuntung Desa Ubud, desa sejuk dengan geliat renik budayanya. Desa sekitar 30 km utara jan- tung kota Denpasar ini, merupakan kawasan wisata dengan alam yang sejuk dan dinamika kehidupan kesenian yang nyaris tak pernah mandek. Bahkan, silih berganti seniman- seniman dunia menetap di desa ini hingga akhirnya ada yang benar-benar menetap seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet, Arie Smit dan Antonio Blanco. Bahkan, jenazah R. Bonnet pun sempat diaben di Ubud mengiringi perabuan Tjok. Sukawati. Lantas, bagaimana selanjutnya dalam konstelasi seni rupa kita? Mampukah ia tetap sebagai kiblat para perupa? Ikuti perbincangan Bali Post dengan Drs. Nyoman Gunarsa, pelukis yang mantan dosen ISI Yogyakarta dan pemilik dua museum megah Museum Seni Lukis Klasik Bali di Klungkung dan Museum Seni Kontemporer Indonesia di Yogyakarta. Bagaimana dengan desa- desa yang lain? Tentu saja desa-desa lainnya di Bali juga meru- pakan pusat kesenian, ke- senian kita hidup hampir di seluruh pelosok desa. Le- bih-lebih dengan kota Klungkung yang di masa lalau pernah sebagai pusat kebudayaan Bali. Tetapi secara jujur, saya mengakui Ubud yang paling menonjol sekarang. Kehidupan kese- nian di sini didukung masyarakatnya, kondisi daerah, dan tentu saja pari- wisatanya, sehingga benar- benar bertemu antara per- tumbuhan dan fungsi kese- niannya. Lho, ini jelas. Dalam era global nanti justru Ubud Bagaimana Anda meli- di dunia internasional se- akan makin banyak berpe- hat Ubud dalam konstelasi bagai "kota" seni. kesenian kita? Saya melihat sudah se- jak lama Ubud sebagai salah satu pusat kesenian, desa yang mampu muncul sebagai pusat kebudayaan di Bali. Sebab, harus kita akui di sanalah terjadi per- temuan arus kebudayaan berbagai daerah, berbagai bangsa di dunia. Ini satu kebanggaan, sebuah desa mampu muncul sebagai desa internasional. Ini ten- tu saja berkat peran sesepuh serta anglurah masyarakat setempat di masa lalu dan sekarang seperti mendiang Tjokorda Sukawati (salah seorang pendiri Kelompok Pitama- ha-red). Selama ini kan ada anggapan bahwa yang dise- but kota budaya itu hanya Jakarta, Yogyakarta dan Bandung. Padahal, Ubud juga tak kalah populernya ran sebagai jembatan bagi seniman-seniman kita. Oleh karena itu, pemerin- tah perlu memikirkan bagaimana "menjaga" Ubud agar tetap menjadi acuan para seniman dunia. Mak- sudnya, bagaimana pemda setempat yakni Pemda Gi- anyar, tidak sampai ke- colongan dalam menata Ubud. Kita menginginkan alam Ubud dengan pemba- ngunan sarana pariwisata bisa saling menjaga-mak- sudnya jangan sampai Ubuditu nanti seperti Kuta atau Nusa Dua. Sebab, kar- akter alam dan ma- syarakatnya sangat khas, lebih-lebih dengan kehidu- pan keseniannya. Kalau pembangunan di Ubud tak terkendali, bukan tidak mungkin tak ada lagi seni- man yang mencari inspira- si di Ubud, sebab bisa kehi- langan magisitas. Nah, ini Benar. Sekarang kita melihat Ubud makin kokoh Porupa Berlomba dengan Pariwisata DENGAN makin sema- raknya kehidupan seni rupa di Bali, khususnya seni lukis, yang seperti berlom- ba dengan perkembangan dan kehirukpikukan indus- tri pariwisata, apakah para seniman lukis masih sem- pat merenung dan menem- patkan diri dalam kehidu- pan berkesenian yang kre- atif? Tidakkah kita ragu mengenai keberadaan kita yang bisa-bisa terlebur dalam kegalauan kehidu- pan pariwisata yang mate- rialistis? Yang paling menonjol nanti dalam seni rupa? sebagai pusat, sebagai kib- yang penting diingat. lat para perupa, khususnya pelukis. Di Ubud kan kita bisa melihat adanya perte- muan pelukis-pelukis top Indonesia dan dunia. Mere- ka tak semata-mata men- cari inspirasi di Ubud, juga mengadakan pameran di merasa "harus" pernah Ubud. Jadi, ini memperli- hatkan Ubud diakui seni- man sebagai kiblat per- jalanan kesenirupaan mere- ka. Secara etimologi, kata ubud juga berasal dari kata ubad (obat). Jadi, secara psikologi ini bermakna ka- lau orang mau diaobati ji- Ubud, ke kota seni, dengan wanya ya... bisa datang ke menonton dan melihat karya-karya seni di sana. Bagaimana dengan di era global nanti? Apakah Ubud akan banyak berpe- ran? Achmad Sopandi tampaknya bukan nama baru dalam seni rupa Indonesia, khususnya di jajaran perupa yang suntuk menggeluti seni etnik. Seniman Sunda ini memang membenamkan dirinya dalam keeksotikan dan keraga- man adat, etnik, untuk kemudian dibahasakan di atas kanvas. Bahkan, untuk memperdalam pengetahuannya tentang berbagai etnik di Tanah Air, ia pun bak seorang antropolog, suka berlama-lama tinggal di suku pedala man seperti yang dilakukannya pada suku Badui di Jawa Barat. Bahkan, Sopandi juga sempat lama tinggal di Bali dan pertama kali menggelar karyanya di Museum Seni Lukis Klasik Bali Klungkung. Sementara di Gane- sha Gallery di Four Seasons Resort Bali, 3-30 September 1997, merupakan pameran untuk kedua kalinya. Sopandi memang sosok seniman nyentrik yang sangat piawai menangkap renik etnik budaya. Kemurnian intensitasnya sangat jelas terhadap para tetua dari suku yang dikenal tertutup ini, yang menghindari orang luar dan semua jenis teknologi modern, namun mereka menerima Sopandi sebagai salah seorang warga nya. Kebersamaannya dengan berbagai suku ini memperkaya pandangan estetika Sopandi. Dalam pameran ini perhatiannya difokuskan pada suku Bajo yang tidak banyak dikenal. Orang sering menjuluki mereka gipsi laut yang tinggal di sepanjang pantai Flores. Terinspirasi oleh tradisi unik tersebut, karya Sopandi Galeria 2 Satu Samudera, Satu Kehidupan Sopandi yang benar-benar milik masa kini, modern. Keunikannya juga merupakan hasil dari keyakinannya bahwa tidak ada sifat yang bertentangan antara kemajuan dan apa yang disebut orang dunia primitif. Melalui karyanya dia menghargai tradisi-tradisi ini dengan cara memperkenalkan mereka kepada pengamat seni zaman ini. Untuk membuktikannya, karya Sopandi tidak hanya terdiri atas goresan di kanvas yang menarik dengan bermacam- macam bayangan tercampur dengan warna tanah, tetapi juga dengan pemasangan beberapa aksesori yang menyertai pamerannya, seperti yang dilakukannya kali ini, yaitu dengan membangun rumah tradisional suku Bajo lengkap dengan peralatan hidup mereka sehari-hari. Ini dilakukan bukan untuk melepas dari akar buda- yanya, melainkan sebagai pemacu pertumbuhan yang diakibatkan perpaduan kemajuan dan seni kesuku- an bagi keuntungan semua pihak. Kehidupan orang-orang Bajo mem- bawa arti khusus bagi kepulauan Indonesia, karena nenek moyang mereka tersebar di seluruh nusantara bertahun-tahun yang lampau. Besar kemungkinan mereka pada mulanya hidup di dekat pantai dengan cara hidup yang tidak jauh dari nyanyian orang Bajo, "laut adalah tempat tidurku, ombak adalah bantalku." Sopandi, seorang gipsi alami yang juga pendukung setia pelestarian lingku- ngan Bagaimana Anda meli- () hat fenomena sekarang? Sekarang dengan makin banyaknya galeri yang ber- mutu dan museum seni, jelas akan makin mem- kiblat para seniman, perkokoh ini sebagai khususnya pelukis, baik nasional maupun interna- sional. Jadi, bagi para pe- lukis kalau belum pernah menetap atau pameran di Ubud belum merasa kelop jadi pelukis. Ubud, nanti- nya bisa jadi pintu gerbang- nya seniman. Bahkan, suci"-nya seniman. Pelukis Ubud seakan menjadi "kota belum merasa bangga kalau belum pernah bergumul di saing dengan seniman lain- fokuskan di pusat? Ubud. nya. Dengan demikian Ubud kan bisa jadi kota jem- batan" atau neraka? semacam ini memang terja- di juga di Montmatre, Pa- ris, tempat berkumpulnya pelukis dari berbagai bang- sa yang pada mulanya merupakan daerah perjua- ngan untuk mencari jalan menjadi seniman lukis terkenal pada suatu saat. Tetapi, belakangan ini sua- sana di sana menjadi berubah, menjadi tempat perjuangan sekadar untuk hidup dan jauh dari citra semula. Demikian juga hal nya dengan Bali tidak lagi menjadi tempat berjuang untuk menjadi pelukis ter- hormat. Lihatlah betapa se- maraknya pameran demi pameran, sepertinya tiada Gejala tersebut makin hari tanpa kegiatan pame- hari makin mewabah pada ran, ya... di galeri, hotel atau banyak pelukis yang tinggal di restoran sekalipun. De- dan berkarya di Bali ngan kondisi dan kesibukan yang menempatkan Bali se- yang sedemikian memang bagai tempat untuk men- tidak akan bisa menyiap- cari nafkah hidup. Mereka kan diri untuk tampil se- tidak lagi menjadikan Bali bagai seniman lukis terna- sebagai sumber inspirasi- ma. kreatif, tetapi menjadikan Bali sebagai sumber men- cari nafkah. Kehidupan Benar. Kini banyak se- niman yang mengadu nasib di Ubud. Mereka tak sema- ta datang untuk me- nangkap magisitas Ubud, juga mencari penghidupan di Ubud. Sebab, harus di- akui transaksi lukisan di Ubud masih cukup tinggi banyak kolektor seni mera- sa harus membeli lukisan ke lumbungnya, yakni Ubud. Padahal, mereka bisa mendapatkan lukisan dari pelukis yang sama di kota lain. Tetapi, karena la- bel Ubud sebagai kampung seniman, mereka merasa bangga ka- lau bisa membeli lukisan langsung di kampung seni- mannya. Jadi benar kalau Ubud itu bisa sebagai jem- batan bagi seniman untuk mendapatkan tiket ke ke suksesan atau malah jadi neraka. Tidak sedikit seni- man yang namanya melam- bung justru ditembakkan dari Ubud atau justru terkubur karena kalah ber- Itu bisa saja, karena perkembangan secara aka- demis kan memang dari Jakarta, Bandung, dan Yo- gyakarta. Secara politis dan kekuasaan memang itu bisa saja dilakukan orang-orang yang ingin menutupi nama Ubud. Tetapi, dalam ke- nyataannya kan kita meli- hat Ubud masih tetap men- jadi acuan, menjadi kiblat para pelukis. Sebab, Ubud muncul secara alamiah - dari kekuatan dalam, baik seakan-akan alam maupun masyarakat- nya. Sebetulnya, orang tak perlu ribut-ribut mempro- mosikan Ubud sebagai pu- sat kebudayaan, sebab ke- nyataannya memang de- mikian. Jadi, sebenarnya dalam kehidupan berkese- nian itu tidak perlu politi- sasi, yang diperlukan ada- lah kejujuran. Tetapi belakangan tam- paknya ada indikasi agar kiblat seni rupa berpaling ke pusat, ke Jakarta. Bagai- mana menurut Anda? Saksikan Pameran di Tiara Dewata 1 Agustus s/d 14 Agustus '97 BLE Tetapi sekarang kan ber- bagai forum seni rupa di- MEMANG, kita melihat berkhayal bahwa semua E JIKA kini banyak orang yang ribut dan pesimistis terhadap dampak glo- balisasi, tampaknya tidak demikian halnya dengan masyarakat Ubud. Masyarakat desa seni ini sejak lama sudah mengenal pembauran peradaban akulturasi sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Ubud se- jak puluhan tahun silam. Tampaknya, tidak berlebihan jika akhirnya banyak yang menjuluki Ubud sebagai desa internasional-desa yang dihuni manusia dari berbagai bangsa. Mungkin sama seperti Kuta, Sanur, dan Nusa Dua sekarang. Namun, jelas karakternya berbeda. Jika ketiga ka- wasan yang disebut belakangan men- jadi kota berbagai bangsa karena fasi- litas wisatanya, ramainya wisatawan dan menjadi "terminal" persinggahan, Ubud dalam pengertian ini bukanlah seperti itu. Ubud, sebelum akhirnya kini sesak oleh hotel-hotel berbintang dan toko-toko seni yang menjamur di pinggir jalan, ada- lah gadis desa de- ngan wajah asli. Lebih dari itu, ke- hidupan seni bu- daya di desa ini tampak tak pernah henti ber- denyut. Suara se- marpegu- lingan sea- kan pernah henti me- ngalun dari satu puri ke puri lainnya dan dari satu pura ke pura lainnya. Kondisi para seniman lukis muda tampil dengan keper- kasaannya dan dengan ke- garangan sapuan ekspresi- abstraknya. Namun, pada akhirnya mereka akan Seperti pernah dilontar- kan Prof. Drs. But Muchtar mandek juga yang terbawa (alm), Rektor ISI Yogyakar- oleh kejenuhan diri dalam ta, dari sekian banyak menggeluti karya abstrak, masyarakat Bali yang me- tanpa sempat lagi merenu- milih melukis sebagai pro- ngi kondisi sosial dan alam fesinya, kalau saja bisa la- sekitarnya. Jelas sekali be- hir lima-sepuluh orang se- danya dengan karya para bagai seniman-pelukis pelukis Aborigin-Australia, dalam tiap kurun waktu yang menyiratkan impian sudah merupakan "ke- budaya akarnya yang sem- menangan dan kebanggaan pat kita saksikan dalam pa- bagi Bali". merannya di Museum Puri Pernyataan semacam itu Lukisan Ratna Warta, sewajarnya menjadi doro- Ubud beberapa waktu lalu. ngan dan cambuk bagi in- Dalam situasi demikian san pelukis, terutama pe- tiada lembaga yang bisa lukis muda, untuk tidak mengajak mereka kembali terpuruk dan terseret ke- kepada idealisme, karena hidupan industri pariwisa- mereka telah memilih ta, tetapi tetap memiliki jalannya sendiri yang terba- idealisme dalam perjua- wa arus kebingaran dunia ngan sebagai pelukis. Per- wisata. Tetapi, gerak ke- cayalah, hidup sebagai se- hidupan seperti itu me- niman tetap terhormat di mang tidak perlu kita risau- kalangan masyarakat Bali kan karena tidak mungkin dan internasional. kita mengharapkan dan • Nyoman Tusan Tidak juga. Bahkan, ber- bagai forum perhelatan seni rupa nasional maupun in- ternasional berlangsung di Ubud. Kita harus ber- syukur dengan adanya tiga museum yang menjadi soko guru desa ini yakni Muse- um Puri Lukisan, Museum Neka, dan Museum Agung Rai. Jadi kehadiran ketiga museum ini sangat berarti bagi eksistensi Ubud se- bagai pusat seni rupa. Bisa saja orang menarik-narik agar Jakarta menjadi kib- lat, tetapi apakah panda- ngan seniman dan kolektor seni seperti itu? Kan belum tentu. HI-SPORTY Kira-kira sampai kapan Ubud bisa seperti itu? Kita memang bisa ber- harap, bila perlu selama- nya. Yang lebih penting kan bagaimana pemda serta masyarakat setempat bisa tetap menjaga citra Ubud. Tetapi, yang jelas, Ubud akan tetap menjadi satu kenangan, satu memori bagi seniman dan para pen- cinta seni. (Pewawancara: Dwikora Putra) UANG MUKA RINGAN MESIN TOTAL BARU 86 Mesin generasi mutakhir tipe 4-JA-1, 2500cc, Direct Injec sion, berkekuatan 86 Ps, suaranya lebih halus, dan membuat Si Rass Diesel Isuzu Panther lebih bertenaga serta makin in lag mereka yang memilih me- lukis sebagai tumpuan hidupnya akan menjadi pe- lukis terkenal. DIESEL Makin Gagah Lebih Gaya Pick-Up LC SI RAJA BUNGA O Wuuzz... tak inilah yang tampaknya menyebabkan banyak orang asing akhirnya tak kuasa untuk tidak jatuh cinta. Bahkan, seorang penyair pernah menulis sajak bertajuk "Ubud" dan menyebut desa ini sebagai "yang ber- nas adalah padi". Magisitas alam Ubud dan kerama- han masyarakatnya serta renik kekayaan kulturalnya memang harus diakui membuat banyak orang asing enggan meninggalkan desa ini tanpa menorehkan kenangan. Bahkan, bagi para seniman, khususnya para pelukis, Ubud mulanya seakan gadis tujuh be- lasan yang renum dan menantang untuk kemudian diterjemahkan ke atas kanvas. Maka, sejumlah seniman pun sepertinya harus bergumul dulu di Ubud sebelum menjadi besar. Seba- liknya, seniman-seniman besar pun seakan belum merasa kelop menjadi seniman sebelum pernah bergumul di kampung dingin ini, baik lewat pame- ran atau pun "bertapa" dalam waktu yang cukup lama. Ini memang ke- nyataan yang sulit ditampik. Tidak su- lit melacak biografi seniman asing yang pernah menetap di Ubud seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet, Hofker, La Ma- jeur. Atau yang hingga kini masih tetap setia pada Ubud seperti Arie Smit, An- tonio Blanco, dan Han Snel. Pelukis-pelukis papan atas Indone- sia pun seakan tak mau melewatkan ASTRA MOBIL CABANG DENPASAR : Jl. Gatot Subroto 7-9 Denpasar Telp.420125, 420127, 420441, 440443, Fax. 420126 (khusus Panther) CABANG KUTA : Jl. Raya Kuta No22 Blok 2-3 Telp. 755404, 757954 (Khusus Truk Elf) 2500 Cring! Cring! Cring! ISUZU Zambrud 2500 cc PRICE PURCTION perjalanan kesenirupaannya tanpa "bertapa" terlebih dahulu di Ubud. Sang maestro Affandi misalnya, pelukis Yogyakarta itu cukup lama menghirup sejuknya udara pedesaan Ubud. Pe- lukis lainnya seperti Abas Alibasjah, Srihadi Soedarsono, Widayat, Hendra, Soejojono, hingga pelukis-pelukis muda yang kini coba-coba mengadu keberun- tungan di desa seniman ini. *** Halaman 21 KINI arus seniman ke Ubud tak bisa dibendung. Bahkan, belakangan seperti tak terbilang pelukis-pelukis luar (baca: luar Bali) yang mencoba menangkap alam Ubud ke atas kanvas- nya atau sekadar menjadikan Ubud sebagai batu loncatan untuk mencapai menara kejayaan. Jika ditelaah-dari sisi berkesenian - fenomena ini memang makin me- nguatkan Ubud sebagai salah satu pu- sat seni Indo- rupa nesia, bah- kan dunia. Ini me- m ang sudah ter- bukti de- ngan keda- tangan para seni- man-seni- man mae- stro ke desa ini, yang tak semata- mata "menik- mati' Ubud lebih dari itu justru mampu menggai- rahkan ke- hidupan seni rupa di kampung ini. Sebab, tidak se- mua kota seni atau kota budaya yang memiliki na- sib baik - "dikunjungi" seniman-seni- man besar dan menjadi bagian perjala- nan mereka. Sebut saja bagaimana jasa Walter Spies dalam mengembangkan teknik melukis di Ubud, yang kemudi- an melahirkan mazab Pitamaha, kemu- dian Arie Smit yang "penggembala" corak young artist di Penestanan. Corak ini hingga kini masih tetap hidup dan menjadi bagian dari kesemarakan ke- hidupan seni rupa kita. Lebih dari itu, Ubud kini memiliki "segi tiga emas" - Museum Puri Lukisan, Museum Neka, dan Museum Seni Agung Rai - yang sulit ditandi- ngi kota seni lainnya. Kehadiran tiga poros seni rupa ini yang menampil- kan karya-karya maestro Bali, Indone- sia, bahkan dunia, jelas memperkokoh keberadaan desa ini sebagai salah satu kiblat dinamika seni rupa dunia. Bah- kan, banyak seniman senior menyebut Ubud sebagai zambrudnya khatulisti- wa yang akan tetap menjadi mutiara dalam konstelasi seni rupa dunia. Sayangnya, ketika nama desa ini makin melambung di seantero jagat, tampaknya tak cukup maksimal dibarengi dengan pengendalian pemba- ngunan. Hotel dan art shop pun kini muncul bak jamur di musim hujan. Lan- tas, masihkah ada padi yang bernas? Dwikora Putra GRAND ROYALE DEALER PT. BUANA PERKASA DEWATA PERMAI Jl. Teuku Umar 99 Denpasar Telp.243648, 264274, 243649 Fax. 264072 PT. AGUNG MITRA AUTORAYA JI. Imam Bonjol 401 A Denpasar Telp. 0361-484948, 483979, 481211, 483813 Fax. 0361-484908 DEALER PT. LOMBOK MEGAH MOBILINDO Jl. A.A. Gde Ngurah 74 Lombok Telp.(0364) 27725, 27727, Fax.27820 Cakranegara-Lombok-NTB C. 77396 Color Rendition Chart 4cm
