Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bernas
Tipe: Koran
Tanggal: 1992-03-15
Halaman: 04

Konten


2cm 4. MINGGU PON, 15 MARET 1992 BUDAYA Kapal TATKALA Lik Kupingan mendengar berita bahwa kapal penumpang yang nekad mau menuju ke Dili itu akhirnya balik ke Darwin, hatinya bersorak-sorai. Kegembiraannya karena pertama-tama kapal-kapal kita yang bersiaga tak perlu memuntahkan peluru. Ini artinya, betapa pun nekadnya, kapal Portugal itu masih bisa qinawe becik, masih bisa dan mau mendengar usul-usul yang bisa menghindarkan tindak kekerasan. Ini yang sangat penting. Akan tetapi, benarkah dengan kembalinya kapal nekad ke Darwin, artinya misinya gagal? Nanti, gek-gek, targetnya ya cuma segitu. Maksudnya, mahasiswa-mahasiswa Portugal itu kan bukan orang bodoh. Mereka sudah tahu bahwa Republik ini pasti tidak akan rela ada kapal edan masuk perairan tanpa izin. Apalagi, tujuannya sudah begitu kentara. Pasti pasukan-pasukan air Republik akan matek aji, dan sesumbar, jangankan hanya satu kapal, sejuta kapal lengkap dengan tankernya, kapal induk, kapal bapak, kapal anak, kapal mertua, maju bersama, akan dilumatkan habis-habisan. Sebab, memasuki wilayah negara tanpa izin sama saja maling. Nah, ciri-ciri maling itu, menurut Dr Goenawan Soemodiningrat, adalah kalau sudah mangan tidak eling. Maka, menurut Lik Kupingan, mahasiswa-mahasiswa itu pasti sudah mempertimbangkan dengan masak-masak akibatnya. Jika demikian, mungkin tujuan yang sebenarnya dan akan tetap dirahasiakan adalah ya cuma lewat saja. Pokoknya bikin kacau. Lalu, jika nanti para pasukan air tidak sabar dan melepaskan peluru meriamnya, blung... mereka akan semakin bersorak-sorai. Sebab, pancingannya kena. Dunia internasional akan mengeritik kita. Kalau kita mau pinjam duwit dipersulit. Apalagi kalau ada yang luka, lebih celaka lagi kalau ada yang mampus. Dan paling celaka kalau kapal edan itu tenggelam. Pak Ali Alatas akan panik. Pak Widjojo Nitisastro yang menjadi salah seorang anggota barisan mencari utangan pusing, karena jalannya ditutup. La, Pak Marie Mohammad akan semakin panjang kerja lemburnya untuk memburu pembayar pajak. Wah, memang sungguh edan, kapal nekad itu. Tiba-tiba Lik Kupingan berpikir lain. Bagaimana seandainya kapal edan itu dibiarkan saja merapat ke Dili. Kalau para mahasiswa itu naik ke darat, sambut saja dengan meriah. Para ratu kecantikan, ratu leher, ratu rambut, ratu paha, ratu deodorant, diminta mengalungkan bunga. Mereka diarak ke hotel berbintang lima. Pesta besar-besaran diselenggarakan untuk mereka. Lalu mereka diajak ke Bali, ke danau Toba, diajak pula menghadap Sri Sultan Hamengku Buwono X yang ramah dan bijak itu. Jangan sampai mereka diberi kesempatan bicara soal kasus Dili. Makan, minum, tontonan, terus disuguhkan. Kalau perlu diajak bersepeda gembira, atau lari marathon. Yang senang badminton diajak main bulu tangkis melawan jago All England, Rudy Hartono. Yang gemar tenis dihadapkan mbak Yayuk Basuki atau Pak Moerdiono. Yang senang tinju berhadapan dengan Ellias Pical. Yang senang main drama ikut worshop teater Gandrik di pasar sapi, atau bergabung dengan ketoprak plesetan pimpinan mas Bondan itu. Pokoknya, keinginan jahat penumpang kapal edan itu disambut dengan kasih sayang. Bahkan, kalau mereka pamit diberi sangu: mempelam, salak pondoh, klengkeng, rambutan, ketela pohon, getuk lindri, ongol-ongol, gudeg, sate kambing... dan dipesan agar jangan kapok main-main ke Indonesia. Sebab, bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai. Tatkala ide cemerlang ini diinformasikan kepada Bu Lik, sang ratu rumah tangga kaget. Dikatakan oleh beliauwati itu bahwa ide Lik Kupingan yang demikian memang bagus. Tapi bisa juga dikatakan edan. Sebab, persoalannya bukan kita tidak mau menyambut mereka baik-baik, tapi masalahnya kehormatan. Bukan kehormatan sembarangan, tetapi menyangkut kedaulatan, harga diri. Dan mempertahankan harga diri adalah kewajiban kita karena oleh Sang Maha Pemurah kita telah diberi kepercayaan bernegara. Kalau kita hanya lomah-lameh, artinya tidak bertanggungjawab. Mendengar komentar panjang lebar Bu Lik yang demikian itu Lik Kupingan menjadi sadar perlunya prinsip saling menghormati agar cita-cita kasih di antara sesama terlaksana. Tapi ini sulit: C Yang sedang trendy, "hormatilah daku, agar dikau bisa aku permainkan....... (Bakdi Soemanto) Makmun Teha Ada Saatnya Fakta Tak Bicara berjalan bersama di titian semu berbagi rasa: ria dan rintih melerai ragu serta basa-basi mencampak banyak jarak tampak (seakan seirama dendang langkah) lalu mengapa tanya setia bergayut diam mendekam tak lantas pergi melepas rasa percaya satu per satu menghantar nuansa tercipta perlahan buram kembali pada cinta sebatas ucap kembali pada gamang sebatas bimbang (aku bergerak pelan - sendiri - tanpa tengok melangkah tawar membekal kenyataan hidup). Nugroho Edhie Santosa Suatu Siang di Kamarku Ada langit yang gelap dan kelabu udara kian panas menyiksaku topeng-topeng mengurung jiwaku mengejek dan mencemoohku Ada tikus-tikus berkeliaran mengerat dan menghancurkan segalanya tanpa pernah pedulikan semua perut kenyang lantas menghilang Ada dinding yang kian rapuh digerogoti rayap dan usia sebentar lagi akan terpelanting dan langit akan mencabik isi kamarku SH.MINTARDJA: lisah dan kecemasan. SERI MAS DEMANG Lorong yang Panjang 3 Yogyakarta, November 1991 Di serambi samping rumah Ki Jagabaya, seorang perempu- an muda duduk tepekur. Wajah- nya pucat dan tubuhnya masih saja gemetar. Perempuan itu su- dah mau minum beberapa te- guk wedang jahe hangat. Na- mun ia masih tampak sangat ge- Nyi Mertasentana yang mem- bawa perempuan itu ke rumah Ki Jagabaya bersama Ki Merta masih menemaninya. Sementara Ki Jagabaya hilir mudik dari se- rambi ke dapur. "Makan ya Ngger?" Nyi Merta mencoba untuk membujuknya. "Bukankah kau belum akan dari pagi? Nyi Jagabaya sudah menyediakan makan bagimu. Jangan kecewakan dia." Perempuan itu memandang Nyi Merta dengan pandangan kosong. Namun ia masih belum mau menyentuh nasi dan lauk- pauknya yang dihidangkan oleh Nyi Jagabaya. Bahkan ketika Nyi Jagabaya sendiri membujuk- nya, perempuan muda itu masih saja menggeleng. Ketika kemudian Ki Jagaba- ya, Ragapati dan Ki Merta da- tang dan langsung duduk di se- rambi, maka perempuan itu menjadi ketakutan. Hampir saja ia bangkit dan berlari. Tetapi Nyi Merta memegang tangannya sambil berkata, "Jangan takut. Itu Ki Jagabaya dan Mas De- mang. Ki Jagabaya adalah pemi- lik rumah ini." BERNAS Wajah Seni Patung Indonesia nyebab kena apa suatu karya seni patung selalu tak bisa lepas dari masalah space dan unsur- unsur lain misalnya arsitektur. Demikian dominan kedudukan arsitektur, karena dimensi fungsi bagi manusia, sehingga karya seni patung akan selalu menjadi subordinasi arsitektur. Kalau demikian halnya maka ekspresi seni patung harus me- rupakan resonansi ekspresi ar- sitektur, paling tidak ini yang terjadi di Indonesia sampai saat ini. Banyaknya monumen-mo- numen yang dibangun oleh pe- merintah memperkuat status karya patung sebagai bagian da- ri suatu bangunan yang lebih besar. Dampak adanya proyek- proyek pemerintah untuk mem- bangun monumen-monumen memang besar sekali buat per- tumbuhan pendidikan seni pa- tung. Di satu sisi proyek ini memberikan peluang besar dan kesempatan bagi para dosen dan mahasiswa untuk mem- praktekkan keterampilannya, Sun Ardi EBELUM seni rupa Barat masuk Indonesia, bah- kan jauh sebelum arus besar kebudayaan Hin- du/Budha masuk Indo- nesia, bangsa ini telah mengenal produk-pro- duk seni patung. Patung-patung etnis pada umumnya tidak me- rupakan perwujudan gejala visual tetapi visualisasi dari keyakinan yang bersifat magi. Demikian pula produk-pro- duk patung yang kena penga- ruh arus besar kebudayaan Hindu dan Budha. Kita bisa lihat patung-patung pada stupa Borobudur (abad kedelapan) dan candi Prambanan (abad ke- duabelas), juga pada candi- candi yang lebih muda yang tersebar di Jawa Timur. Figur- figur manusia dan binatang diwujudkan tidak jauh dari wujud-wujud mereka menurut pengamatan mata. Tetapi peng- gayaan, stilisasi, dilakukan tidak dengan mengacu secara ketepa- tan anatomis. Jadi sebenarnya sejak awal- nya seni patung Indonesia me- mang tidak mengacu kepada gejala visual semata. Sejak seni Yunani Klasik maupun acuan- acuan seni rupa Renaisans diba- wa masuk oleh kebudayaan Ba- rat ke Indonesia lah nilai-nilai- nya lalu menjadi acuan yang penting bagi seni rupa di Indo- nesia, bahkan bekasnya masih sangat kuat melekat hingga kini baik di sekolah dasar maupun sampai di pendidikan tinggi. Antara lain, perupaan, baik dwimatra maupun trimatra, se- lalu mengacu kepada perhitung- an anatomis yang tepat, serta mengandalkan pengamatan ma- ta semata. Setelah di Indonesia berdiri lembaga-lembaga pendidikan seni rupa (ASRI, 1950 dan ITB. 1964) maka wajah seni patung Indonesia pun mengalami peru- bahan-perubahan besar. Setelah Indonesia merdeka Figur manusia terutama atau yang semacamnya selalu menja- di obyek sentral seni patung. Pada awalnya penampilan pa- tung-patung realis yang terba- nyak. Realisme dalam seni pa- tung realis yang terbanyak. Re- alisme dalam seni patung selalu menampilkan figur-figur manu- sia dalam moment tertentu, se- macam stop action dari suatu proses kegiatan manusia. Acuan yang utama dipergunakan ada- lah pendekatan/kepersisan ke- pada objek/model. Pada tahun limapuluhan tam- pil patung dari pahatan batu masif yang jadi suatu monumen kini. Patung itu ialah potret Jenderal Sudirman, karya Hen- dra Gunawan, yang hingga se- karang masih berdiri di depan gedung DPRD DIY. Pada tahap- tahap awal para pematung mu- da keluaran akademi selalu me- nonjolkan dimensi teknis. Gura- tan fisik akibat dari suatu kete- rampilan selalu menonjol. Gura- tan batin terkadang menjadi nomor dua. "Sebaiknya kau makan mes- kipun sedikit. Kau akan menjadi tenang dan tidak akan gemetar lagi. Mungkin kau menjadi gem- etar bukan karena lapar. Tetapi Beberapa kecenderungan muncul misalnya seorang pema- tung muda agar tidak disebut ketinggalan zaman, melakukan Ons Untoro S KEHIDUPAN teater di Yogya seperti berada di simpang jalan. Di satu pihak ingin memoderni- sir dirinya, di pihak lain satu kakinya masih tertinggal di masa lalu. Dalam posisi sema- cam ini terlalu sering orang menjadi bingung kapan melihat, teater. Orang-orang tua senang melihat ketoprak, karena bagi mereka jelas sosoknya, tapi orang muda terasa tidak dina- mis melihat jenis kesenian terse- but. Kalau kemudian mencoba disuguhi teater modern, malah seperti dibuat bingung. Jenis kesenian ini tidak menemani individu yang kesepian, tetapi malah seperti membuat tegang. Lalu untuk mengatasi ketoprak dan teater modern, muncullah apa yang belakangan ini dikenal atau menamakan dirinya seba- gai Ketoprak Plesetan. Munculnya sinetron sebagai bentuk "Teater Kaca" nampak- nya mencoba menempatkan te- ater dalam kehidupan modern. Bentuk pertunjukan ini terasa lebih efektif karena penonton tidak mesti harus datang di suatu gedung, tetapi cukup duduk di depan televisi sambil santai. Komunikasi yang dilaku- kan dengan penonton, tentu saja berjarak, betapa pun sen- tuhan emosi bisa dilakukan. Pasti ada perbedaannya antara teater panggung dengan sine- tron, tetapi lebih pada teknis. Tidak berbeda pula Ketoprak yang ditampilkan di TV, tapi lebih mengusung kasus pang- gung. Pola pertunjukan dalam kehidupan modern tampaknya memerlukan formulasi bentuk, dan sinetron agaknya bisa dise- but sebagai salah satunya, kalau dalam ketoprak mungkin seperti apa yang dilakukan Siswondo HS dengan groupnya Siswo Bu- doyo. Menunjuk pada teater - khusus di Yogya-- mungkin seperti apa yang dilakukan Teater Gandrik. Formula ini kalau digambarkan dalam ma- sakan seperti daging ayam, antara formula Kentucky dan ayam goreng jelas berbeda, tetapi bahan bakunya sama. Formula dari Kentucky ini lebih dipengaruhi kehidupan modern, demikianlah formula jenis me- dia massa semacam Citra dan yang sebentuk lebih disukai pembaca ketimbang jenis media lain misalnya, meski sama-sama informasi sebagai bahan baku yang diolah. Kalau pada jenis plesetan yang semakin rame. Pada kasus ini, teater Gandrik terasa lebih mempunyai pilihan. Ia tidak seperti teater modern yang mencoba memperkenal- kan diri dengan wajah serius juga tidak tampil secara tradisio- nal. Ia mencoba bentuk lain. Ketoprak plesetan ini seperti tari, mungkin seperti apa yang memberikan satu simbol ketidak dilakukan Didiek Nini Thowok. pastian kehidupan modern. Ia Dari formulasi bentuk sema- hadir secara gamang, tetapi Perempuan itu memandang Ki Jagabaya dan Ragapati ber- ganti-ganti. Namun ia tidak me- ngatakan sesuatu. Di wajahnya masih membayang ketakutan yang mencengkam. Ki Jagabaya pun kemudian berkata sambil tersenyum, "Ber- istirahatlah. Jangan gelisah. Kau berada di rumahku, rumah seo- rang Jagabaya. Karena itu, ja- ngan takut." Perempuan itu tidak menya- hut. "Baiklah," berkata Ki Jagaba- ya, "aku tidak akan bertanya apa-apa lebih dahulu. Sebaik- nya kau minum dan jika kau mau, makanlah. Keadaanmu a- kan menjadi semakin baik." Perempuan itu masih berdi- am diri. Tetapi ketakutannya tampak mulai berkurang. Ki Jagabaya pun kemudian justru meninggalkannya. Diajak- nya Mas Demang untuk duduk di pendapa bersama Ki Merta- sentana. cam ini yang nampaknya, keto- prak jenis kesenian tradisional yang dijaga supaya tetap ada dalam kehidupan modern, dan oleh Bondan Nusantara diolah menjadi Ketoprak Plesetan. Mengapa ketoprak plesetan? Lalu apa yang diplesetkan? Pada pertanyaan pertama menunjuk pada suatu kondisi kesenian modern yang membutuhkan su- atu bentuk lain, dan bentuk yang dipilih lebih pada "suasana waktu senggang" karenanya si- tuasi humor lebih diberi tekan- Ketoprak Plesetan Jenis Kesenian yang Gamang Formulasi yang gagap Apapun bentuknya, yang je- las ketoprak plesetan sudah hadir. Ia merupakan suatu, ben- tuk karya seni yang mencoba hadir dalam kehidupan modern. Terlepas bentuk tersebut seka- dar menempel dari yang sudah ada, ini menjadi soal lain. Seba- gai bentuk hiburan yang men- coba lain, setidaknya menarik. Pertama: Mencoba mencari for- mat lain dari Ketoprak. Kedua: Mempertanyakan casting dari kondisi imajinatif. Persoalannya kemudian terle- tak pada pilihan formulasi. Dari sinilah kemudian saya melihat betapa Ketoprak Plesetan hadir dengan ragu-ragu. Ia seperti berada di depan pintu kehidup- an modern. Dari jauh kelihatan sebuah sosok baru, tetapi ketika orang mencoba melihat agak dekat menjadi sulit meraba. Ini bukan ketoprak yang pernah di- kenal, juga bukan teater modern yang mencoba memperkenal- kan diri. Keraguan memilih ben- tuk ini, yang agaknya dengan nada guyon disebut sebagai ke- toprak plesetan, yang barang kali sekadar menirukan model jika kau makan, ketahanan tu- buhmu akan bertambah baik." Perempuan itu masih tetap ti- dak menjawab. Tetapi sikap Ki Jagabaya membuatnya sedikit tenang. usaha mendeformasi figur-figur konsep-konsep pasca modern. realisnya dari yang sederhana hingga ke deformasi total, mere- ka lakukan, dan hanya itu saja, sekadar menghilangkan bentuk- bentuk yang rumit dari obyek realisnya dan nampaknya de- ngan alasan hanya demi kepen- tingan komposisi dan menda- patkan predikat "modern", Yang tampil akhirnya bentuk-bentuk "baru" tanpa makna. Karena itu, ketika Ki Jagaba- ya dan Ragapati kemudian me- ninggalkan serambi itu, maka perempuan itu pun telah mene- guk lagi minuman yang dihi- dangkan kepadanya. Perempu- an itu sudah tidak lagi gemetar. Wajahnya pun tidak lagi terlalu pucat. Pada tahun tujuhpuluhan G. Sidharta (Bandung), juga Sunar- yo (Bandung) menampilkan gu- bahan baru. Patung itu unik, dicat warna-warni, ada kesan dekoratif. Hal ini bisa diamati antara lain pada patung Dewi Sri karya G. Sidharta. Arus pasca modern mulai menyusup ke se- ni patung Indonesia. Sebelum- nya, pada tahun enampuluhan, G. Sidharta (Yogya) menggubah patung modernnya yang monu- mental, dipasang di depan ge- dung Pabrik Semen Gresik. Cukup mengagetkan, pada wak- tu itu, sebuah patung modern "Minumlah," Nyi Merta mem- persilakannya pula. Perempuan muda itu meng- angguk. Ia pun meneguk lagi minumannya yang masih ha- ngat. "Itu tadi Ki Jagabaya, Ngger," berkata Nyi Mertasentana, "mu- ngkin kau tahu tugas seorang jagabaya. Karena itu, seperti yang dikatakannya tadi. Jangan takut. Kau berada di bawah per- lindungannya. Sedangkan yang muda tadi adalah Mas Demang. Anak Ki Demang yang sudah meninggal. Ia adalah satu-satu- nya orang yang berhak mewa- risi kedudukan ayahnya. Meski- yang dideformasi total bisa tampil sebagai patung monu- mental yang menjadi unsur eks- terior penting suatu lingkungan Pabrik Semen. Sejak itu, sedikit demi sedikit. terutama setelah tahun 1966, di- kenal oleh masyarakat pema- tung jenis patung dengan wujud figur-figur dideformasi total, tidak masif "dingin", kadang- kadang terlalu sederhana dan tidak unik. Ini memang ciri-ciri modernisme. Hal demikian, la- ma kelamaan akan membosan- kan. Warna-warna unik dari individu menjadi hilang. Akhir- nya muncullah karya-karya pa- tung yang dipengaruhi oleh BULAN terlanjur meracuni hi- dup lelaki itu. Sejak dia masih menjabat sinder pada sebuah pabrik gula di kotanya, lelaki itu punya kegemaran memandang bulan. Dia sering berkeliling dengan sepeda dinasnya ke ke- bun-kebun tebu terdekat, de- ngan maksud untuk terjun lang- sung mengawasi tanaman tebu dari incaran pencuri. Anak-anak dan orang dewasa yang malam itu sengaja mau menebang be- berapa batang tebu lari terbirit- birit setelah tahu kedatangan lelaki itu. Dia memang cukup berwibawa dan ditakuti oleh anak-anak yang suka mencuri tebu. Bahkan para pencari ra- pak pun dibuatnya takut juga. Jika ada pencari rapak yang an. Pada pertanyaan berikutnya lebih menunjuk pada imajinasi peran dengan realitas peran. Karenanya, Yati Pesek dan Mar- woto diberi peran yang berlain- dupan modern, sehingga de- ketahuan langsung ditangkap oleh lelaki itu dan diserahkan ke kantor polisi. an dengan imajinasi. Ini juga termasuk pilihan tembang pada saat gandrung. Sebut misal, imajinasi orang terhadap lakon. Sampek Ingtay kemudian di- kontraskan dengan pelakunya. ngan sendu ia mengatakan : Problem pada abad 19 bahwa Tuhan telah mati, tetapi pro- blem pada abad 21 manusia telah mati. Pilihan bentuk pada kehidupan modern lebih pada yang sifatnya materi, dan ini menjadi ukuran keberhasilan. dengan figur manusia/keluarga temporer Barat seperti karya mendapatkan pengalaman dan paian nilai-nilai pada produk 69) dan pematung Nyoman Nu- Constantin Brancusi, Henry Moore, Germaine Richer, Pev- ner. Hans Arp, Tatlin, Naum Gabo, Barbara Hepworth dan Alexander Calder. mencoba menaklukkannya. Mi- rip seperti kaum urban yang. tinggal di kota. Tidak mempu- nyai kepastian tetapi berusaha untuk bertahan. Demikianlah, dengan rasa gamang ketoprak plesetan hadir sambil tertawa. Ia menertawa- kan dirinya dalam kehidupan modern yang tidak mempunyai kepastian dalam memilih ben- tuk. Kemudian kuantifikasi ekonomis menjadi pegangan keberhasilan. Kalau selama dua hari misalnya, jumlah penonton sekian ribu, ini artinya keberha- silan. Persoalan sesudahnya sekian penonton menjadi lupa apa yang pernah ditontonnya menjadi urusan masing-masing. Erich Fromm tampaknya gusar melihat manusia dalam kehi- pun ia masih muda, tetapi ia mempunyai tanggungjawab yang tinggi terhadap kademang- an ini. Meskipun ia belum dires- mikan menjadi demang, tetapi tugas itu sudah diembannya." Perempuan itu mengangguk kecil. Nyi Merta tersenyum. Ia mu- lai berpengharapan, bahwa pe- rempuan itu akan egera mau berbicara. Dengan lembut Nyi Jagabaya pun kemudian bertanya, "Siapa namamu, Ngger?" Beberapa pematung mulai me- nggarap, warna-warna etnis, ke- unikan pribadi dan lain-lainnya. Konsep modern dianggap tidak bisa mengakomodasi pluralitas kehidupan. Gejala pluralitas dan ketidakseragaman cita rasa este- tis muncul menonjol karena dibutuhkan bak orang mengi- nginkan variasi lauk-pauk. Keu- nikan patung-patung G Sidharta, Sunaryo, juga karya-karya Cokot maupun Amrus Natalsya misal- nya, lebih beragam, segar dan lebih menarik. Perempuan itu memandang Nyi Jagabaya dengan tatapan mata yang kosong. Perlahan- lahan bibirnya bergerak. Tetapi ia belum mengucapkan kata-ka- ta sama sekali. Namun demikian pengaruh patung-patung modern Barat memang masih kuat di Indone- sia. Pengamat seni rupa Dan Suwaryono, atas dasar penga- matannya pada pameran Sení Patung Kontemporer Indonesia. di TIM dan Balai Seni Rupa Jakarta tahun 1973, 1981, dan 1985, menilai masalah seni pa- tung Indonesia sebagai berikut: Wujud yang muncul belum ber- geser dari wujud patung Kon- Dan ketoprak plesetan seba- gai suatu karya seni, seperti mengaburkan proses kesenian yang sedang mencari bentuk dalam kehidupan modern. Se- buah kesenian yang memberi perspektif pada kehidupan modern seperti tersandung dengan hadirnya jenis ketoprak plesetan. Kalau Sri Ratu lakon yang dipentaskan oleh Teater Gadjah Mada di Purna Budaya, dan gratis tetapi juga tidak mampu mengundang banyak penonton, mungkin bisa dikata- kan kegagalan, betapapun mungkin berusaha menyentuh emosi kultural. Bentuk teater ini secara yakin hadir dalam kehi- dupan modern, tetapi orang masih ragu dalam merespon. Dan ketoprak plesetan yang hadir dalam bentuknya yang gamang, orang dengan senang menanggapinya, setidaknya dengan berbondong melihat. Mengapa saya menyebut keto- prak plesetan gamang? Sederha- na sekali: saya meletakkan keto- prak di suatu tempat dan orang mengenalnya sebagai ketoprak, dan teater modern di tempat yang lain dan orang juga me- ngenalnya. Kemudian muncul Teater Gandrik mencoba men- cari tempat lain, dan orang "Saya tidak butuh pasang mengenalnya sebagai teater listrik. Saya cukup pasang len- sampakan. Ketika tiba-tiba keto- tera di pojok-pojok rumah saya prak hadir dalam bentuk plese- dengan minyak tanah. Bapak tan, pada dua tempat itu tidak mau meratakan listrik di wila- kelihatan, juga pada tempat yah sini terserah. Tetapi seu- yang coba dibangun teater Gan- mur-umur saya tidak akan turut drik. Di sinilah rasa gamang itu pasang," kata lelaki bekas sinder muncul. *** itu saat menghadap kadesnya. "Baiklah, Ngger. Beristirahat- lah dahulu. Biarlah nanti kau berbincang dengan Ki Jagabaya dan Mas Demang. Kau dapat menceritakan kesulitanmu kepa- da mereka supaya mereka dapat membantumu, mengurai pesoal- anmu." Perempuan muda itu masih tetap berdiam diri. Di Pendapa Ragapati tiba-tiba berdesis, "Tetapi bukankah ia Proyek-proyek Monumen Seni patung Indonesia itu kini nampaknya tertatih-tatih untuk bisa berdiri sendiri de- ngan mengandalkan ekspresi pribadi semata-mata. Seni pa- tung memang berbeda dengan seni lukis: perbedaan ini teruta- ma nampak pada medianya, tingkat kesulitan pembuatannya dan kebutuhan ruang untuk tempat kedudukannya. Kebutu- han ruang bagi suatu produk seni patung ini salah satu pe- Kewibawaan lelaki itu sema- kin kukuh ketika di kepalanya bertengger topi khas milik sin- der. Lebih bikin merinding lagi jika lelaki itu naik sepeda motor yang oleh orang banyak sepeda motor itu disebutnya obok De- ngan obok itulah dia pergi ke kantor yang jaraknya kurang lebih duapuluh tiga kilometer. Sedang sepeda dinasnya hanya ia kendarai sewaktu berkeliling ke kebun tebu terdekat. Jika malam-malam berada di kebun tebu, lelaki itu sering memandang bulan bulat di la- ngit. Hatinya berdesir-desir. Daun-daun tebu yang runcing digoyang angin, menambah in- dahnya suasana purnama ma- lam itu. Kelelawar yang menge- pak-ngepak membuat lelaki itu semakin tenggelam ke alam ke- indahan yang tak terbatas dan tak terkatakan. Baru setelah pukul empat dini hari, dia pu- lang ke rumah dengan perasaan berat karena harus meninggal- kan bulan di langit barat yang makin indah menerkam perasa- annya. Balan di Pangkaan Husen Kertanegara Begitu, lelaki yang kini telah lebih banyak tinggal di rumah menikmati sisa ketuaannya, per- nah menjadi momok bagi para pencuri tebu. Dan kebiasaannya memandang bulan sejak masih jadi sinder telah menjadi candu bagi hidupnya. Dan sikap ang- kuhnya selaku sinder pun masih tegar sampai sekarang. bukan seorang perempuan yang bisu?" uang. Namun di sisi lain proyek ini juga menyita waktu yang cukup banyak bagi para dosen dan mahasiswa yang terlibat di dalamnya. Hal ini berakibat renggangnya mereka dengan se- bagian besar tujuan-tujuan pen- didikan seni patung di lembaga- nya. Dampak negatif yang mu- dah diduga adalah tidak konsis- tennya dosen-dosen seni patung yang terlibat dalam proyek-pro- yek ini, dalam melakukan tugas- tugas mendidiknya di lembaga, motivasi yang menurun akan pencapaian tujuan pendidika seni patung dan mulumnya wak- tu bagi para mahasiswa dalam menyelesaikan studinya. "Tidak," sahut Ki Mertasenta- na, "sekali ia mengucapkan dua patah kata, aku takut." Ki Jagabaya angguk. Katanya, "Ia juga tidak tuli. Ia mendengar orang berbi- cara. Tetapi tekanan perasaan- nyalah yang agaknya membuat- nya berdiam diri." Beberapa saat Ki Jagabaya, Ragapati dan Ki Merta duduk di pendapa. Mereka berteka-teki tentang perempuan yang belum pernah mereka lihat itu. "Agaknya mereka bukan penghuni kademangan ini," ber- kata Ki Merta. "Ya," Ragapati mengangguk- angguk, "jika perempuan itu penghuni kademangan ini, se- tidak-tidaknya kita tentu sudah pernah melihatnya." Namun dalam pada itu, Nyi Jagabaya pun telah menyusul mereka yang duduk di penda- pa. Katanya, "Ki Jagabaya. Pe- rempuan muda itu sudah mau berbicara." "Bagus. Aku akan mengaju- kan beberapa pertanyaan." "Tetapi hati-hati. Jika hatinya Dia dipanggil ke Kantor Desa karena dilaporkan oleh bebera- pa orang bahwa lelaki itu telah dak pasang listrik. melakukan provokasi untuk ti- "Tetapi saya mohon Pak Sin- der jangan menakut-nakuti war- ga desa yang berminat pasang listrik." Kades itu masih mena- ruh hormat kepada lelaki tua itu dengan memanggil Pak Sinder. Sungguh panggilan itu sangat disukai oleh lelaki itu sepenuh hati. "Saya tidak menakut-nakuti warga desa. Saya cuma bilang dengan beberapa orang, bahwa sebaiknya kalau kita tak mau kehilangan jati diri kita, ya ja- ngan pasang listrik. Saya bilang begitu apa adanya. Saya bilang demikian karena saya yakin lis- trik akan memakan cahaya bu- lan. Bahkan memakan keindah- an alam yang ada." Kilah lelaki itu penuh keseriusan dan penuh nada keangkuhan. "Apa yang Pak Sinder mak- sudkan listrik akan memakan cahaya bulan?" "Purnama akan tak ada lagi, karena listrik telah menerangi seluruh bagian desa. Suasana alam akan menjadi panas. Bulan menjadi tak berarti lagi." Kades manggut-manggut. la ragu-ragu untuk membantahi pensiunan sinder itu. Terus terang hati Kades masih sung- kan menghadapi sisa-sisa kewi- bawaan yang terpancar di wajah lelaki tua yang kini dihadapi- nya. "Soal bulan tidak ada hu- bungannya dengan listrik masuk desa, Pak Sinder," kata Kades tiba-tiba. "Itu menurut saudara. Menu- rut saya tetap terkait. Bagaima- na pun cahaya bulan masih ki- ta butuhkan." tersinggung lagi, mungkin ia ti- dak akan mau menjawab perta- nyaan-pertanyaan Ki Jagabaya." Ki Jagabaya mengangguk. Katanya, "Baiklah. Aku akan mengangguk- menjaga agar pertanyaanku ti- dak membuatnya ketakutan la- gi." Ki Jagabaya, Ragapati dan Ki Merta pun kemudian telah pergi ke pringgitan. Demikian mere- ka masuk, perempuan muda itu tampak menjadi tegang. Tetapi Nyi Merta itu pun ber- kata, "Mereka ingin berkenalan denganmu, Ngger. Mereka ingin tahu, siapakah namamu dan da- ri mana kau datang. Mereka ten- tu akan bersedia membantumu. Mungkin kau memerlukan per- lindungan dari ancaman yang membuatmu ketakutan." Perempuan itu memandang Nyi Merta dengan penuh harap- an. Kalau memang demikian hal- nya apakah tidak malah sebaik- nya kurikulum pendidikan seni patung yang disesuaikan untuk mengantisipasi kondisi ini. Se- hingga harapan lembaga untuk memproduk seniman patung yang kreatif dan mandiri sema- ta-mata bisa diperkecil. Selama ini, iklim di lembaga pendidikan seni patung di Yogya cenderung mengarah ke proyek-proyek pe- sanan. Kita tak menutup mata, banyak dijumpai patung-patung pesanan/monumen di negeri kita ini yang bernilai tinggi, lihat saja antara lain: Patung Pembe- basan Irian karya Edhi Sunarso di Lapangan Banteng Jakarta, Patung Karya But Muchtar di depan Gedung MPR Jakarta, Patung karya G. Sidharta di Pabrik Semen Gresik dan pa- tung potret Ki Hadjar Dewanta- ra karya Hendra Djasmoro di Taman Siswa Yogyakarta. Sambil mengangguk dan ter- senyum Nyi Merta itu pun ber- kata, "Nah, jawablah pertanya- Bagaimanapun juga seorang pematung yang baik mampu menampilkan nilai-nilai sim- bolik yang diembannya. Eks- presinya dapat ditangkap ma- syarakat lewat karyanya. Penca- paian produk semacam ini, de- ngan nilai yang tinggi, tentu lebih sulit dibandingkan penca- an-pertanyaan mereka." Perempuan itu termangu-ma- ngu sejenak. Namun kemudian ia pun mengangguk. "Ngger, desis Ki Jagabaya, individual. Produk pesanan tentu melewati proses yang panjang untuk mempertemukan nilai-nilai si pemesan dan pema- tungnya. Hal ini tentu memerlu- kan kecakapan tersendiri bagi si pematung untuk mencapai kata sepakat dengan si pemesan. Kiat khusus ini tentu seharusnya tanpa mengorbankan nilai-nilai idealnya. Produk pendidikan Bagaimana sekarang dengan produktivitas lembaga-lembaga pendidikan seni patung kita? Salah sebuah lembaga ndidik an tinggi seni rupa tertua di Indonesia ialah ASRI Yogyakar- ta, cikal bakal FSRD ISI Yogya- gondez "Terserah Pak Sinder. Apa yang Pak Sinder katakan itu te- kanannya menyangkut kebutu- han pribadi. Sedang program listrik masuk desa adalah demi kebutuhan kita bersama dan bu- kan kebutuhan saya pribadi se- laku Kades." Pulang dari menghadap Ka- des, yang usianya jauh lebih muda, lelaki itu bertambah menyimpan kemarahan. Sema- ngatnya untuk tidak lis- pasang trik membara. Pribadi lelaki itu merasa tersinggung lantaran di- panggil oleh Kades. Sebab seca- ra tidak disadari hati lelaki itu terlanjur menganggap bahwa status sinder adalah lebih tinggi dibanding Kades. *** karta, sejak awal berdirinya pada 1950 telah membuka ju- rusan seni patung. Output awal- nya, dihitung sejak 1955, hingga kini sudah selama 30 tahun. Kita berhandai-handai bahwa paling tidak setiap tahun me- munculkan hanya seorang pe- matung handal saja, maka hing- ga kini lembaga pendidikan seni rupa di Yogya ini seharus- nya memunculkan sebanyak 36 pematung handal. Yang dimak- sud dengan pematung handal di sini ialah pematung yang secara konsisten mandiri dan terus menerus menghasilkan patung- patung kreatif, seperti apa yang diharapkan oleh tujuan pendi- dikan lembaganya. Tetapi ke- nyataannya, jumlah pematung handal produk lembaga ini bisa dihitung dengan jari tangan. Kemana output lainnya? Mereka terjun dalam berbagai profesi: dosen/guru, pegawai, disainer, penggarap produk tiga dimensi masal, pelukis dan lain-lainnya. Di Bandung, FSRD ITB, sama saja. Hanya dua pematung diha- silkan selama seperempat abad oleh sebuah pendidikan tinggi khusus seni patung (Sanento Yuliman, 1989). Yang dimaksud adalah pematung Sunaryo (19- arta (1979). Sebenarnya ada sekitar 30 alumni Jurusan Seni Patung di lembaga ini, namun tak seorang menggeluti patung mematung sebagai kegiatan utamanya. "Baik, baik," Nyi Jagabaya mendekapnya, "Ki Jagabaya ha- nya ingin memujimu. Kalau kau merasa tidak cantik, tidak ada salahnya, Ngger." Tidak mengherankan bahwa dalam beberapa dasa warsa pematung-pematung handal yang tampil tak banyak beru- bah. Di sisi lain sulit pula untuk bisa menandingi apalagi meng- gusur kedudukan seorang Edhi Sunarso, kaisarnya proyek-pro- "Tetapi bukankah aku tidak cantik?" bertanya perempuan itu mulai menangis. yek monumen bertaraf nasional yang sudah bercokol di singga- sananya sejak lebih dari tiga puluh tahun silam. Yogya, Februari 1992 kan, barangkali Kades tidak akan memberi kesempatan ter- lalu banyak untuk program lis- trik masuk desa, pikir lelaki itu. Datanglah giliran musim penghujan setelah kemarau panjang dikeluhkan orang di mana-mana. Di musim penghu- jan inilah kegelisahan lelaki itu memuncak. Pasalnya setiap kali dia berdiri di halaman rumah untuk menyaksikan bulan di la- ngit, benda bercahaya lembut itu tidak menampakkan diri, ka- rena tertutup oleh awan ber- arak. Kejadian itu berlangsung kurang lebih tiga bulan. Setiap purnama tanggal 15 bulan Jawa harapan lelaki pensiunan sinder itu patah. Bulan tak muncul ju- ga karena mendung begitu ge- lap. Perasaannya sedemikian terhukum. Hiburan satu-satunya adalah menunggu koran setiap pagi sambil minum teh hangat bikinan anaknya yang masih ti- nggal serumah dengan dia. Me- nunggu datangnya koran dan membacanya setiap pagi meru- pakan rutinitas satu-satunya yang memiliki lelaki tua itu. Suatu pagi terjadi gegeran. Ketika lelaki pensiunan sinder itu membuka koran yang baru saja diantarkan oleh loper, tiba- tiba dia berteriak keras sekali. Sebuah bulan sebesar bola ten- dang lebih sedikit jatuh ke pan- gkuan lelaki itu. Orang-orang mulai berdatangan. Lelaki itu menimang-nimang bulan yang penuh cahaya lembut, yang ba- ru saja jatuh di pangkuannya. "Apa Pak Sinder?" tanya seo- rang tetangga.. "Bulan. Nih lihat. Betapa manisnya dia. Betapa lembutnya dia. Ha-ha-ha-ha... bulan, oh, bulan." BULAN bulat menjadi baya- ngan hidup yang menguntit le- laki itu. Setiap kali dia ingat panggilan Kades, yang pernah didatanginya, bayangan bulan Orang yang berkumpul se- purnama mendadak membersit makin banyak. Tetapi mereka ke tempurung kepala lelaki bekas sinder itu. Pada malam tak berani masuk ke dalam me- hanya berhenti di halaman dan hari bayangan bulan itu menjadi nyaksikan lelaki itu sedang kenyataan, karena lelaki itu me- menimang bulan di pangkuan- nyaksikan dengan mata kepala nya. sendiri bulan yang bercahaya di langit sambil berdiri dan duduk di halaman rumah. Sementara halaman rumah seluruh tetang- ga telah terang benderang oleh listrik, halaman rumah pensiun- an sinder itu masih gelap. Po- jok-pojok rumah tetangga telah bergelantungan lampu lima watt, sedang di pojok-pojok ru- mah pensiunan sinder itu masih menggelantung lentera dengan minyak tanah. Setiap kali melihat bulan di langit lewat halaman rumahnya yang gelap, lelaki itu mendapat- kan kepuasan batin tersendiri. Seandainya Kades bisa merasa- kan seperti apa yang aku rasa- "barangkali kau tidak berkebe- ratan menyebut namamu." "Tetapi aku tidak mau pu- Perempuan itu memandang lang. Jangan kembalikan aku ke Nyi Merta sesaat. Ketika ia meli- rumah dan kepada orangtuaku." hat Nyi Merta mengangguk, ma- "Kenapa?" bertanya Ki Jaga- ka terdengar perempuan itu baya. menjawab perlahan sekali, "Na- maku Nastiti." mu?" "Apa warna bulannya Pak Sinder?" tanya tetangga itu lagi. "Keemasan. Hebat sekali. Dia jatuh di pangkuan saya dengan tiba-tiba. Ini karunia. Sekalipun di pagi begini, bulan tetap ber- cahaya." "Sebaiknya Bapak anda diba- wa ke rumah sakit jiwa seka- rang juga. Dia jelas kena stres. Habis Bapak anda tak pernah mau srawung dengan tetangga. Sejak ibu anda meninggal dan Bapak anda jadi duda, pikiran Bapak anda berselisih. Beliau begitu dibayangi oleh kejayaan semasa jadi sinder. Cepat bawa ke rumah sakit sebelum terlam- bat." kata seorang tetangga kepada anak lelaki pensiunan sinder itu. "Tidak. Aku tidak mau." "Baik, baik," desis Nyi Merta- Ki Jagabaya mengangguk- sentana, "jika kau memang t angguk. Katanya, "Nama yang ingin pulang, maka biarlah kau cantik. Secantik parasmu." Orang-orang yang duduk di sekitar perempuan muda itu ter- kejut. Tiba-tiba saja ia berteriak, "Tidak. Aku tidak cantik. Aku ti- dak mau cantik." tetap di sini." Sang anak masih diam. Se- mentara itu lelaki tua di ruang tamu masih berteriak kegira- ngan sambil menimang bulan di pangkuannya. *** Nyi Mertasentana segera me- nyahut, "Mereka tidak akan tahu bahwa kau ada di sini." Ki Jagabaya mengerutkan da- hinya. Untuk beberapa saat ia berdiam diri sambil mengang- guk-angguk. Ragapati yang sempat meng- amati wajah perempuan muda i- tu, harus mengakui bahwa pe- "Sudahlah," jawab Nyi Jaga- rempuan itu memang cantik. baya, "jangan hiraukan." Meskipun ia tampak kusut, letih "Tetapi ayah dan ibu tentu akan mengambilku, jika mereka tahu aku ada di sini." Perempuan muda itu menjadi dan ketakutan, tetapi kecantik- tenang kembali. Sementara Ki annya masih tetap membayang di wajah yang pucat itu. "Ngger," Nyi Jagabayalah yang kemudian bertanya, "kau selama ini tinggal di mana?" (Bersambung) agal berkata, "Baiklah. Aku minta maaf. Tetapi barangkali kau tidak berkeberatan untuk memberitahukan kami, di mana rumahmu dan siapa orangtua- Color Rendition Chart BER Asuhan: dr Soeliac Kolesterol Da. Dokter Ytb Saya karyawan peru lalu, pada saat perusah setelah difoto rontgen d ternyata jantung saya r Lima tahun lalu tens 150/100 mmHg. Namus karena kesibukan, saya darab saya sering menc pusing. Hasil lain yang tak r yang jauh lebih tinggi a perokok berat, namun berusaha mengurangin perusahaan, saya sukar Dokter, melalui rubri penyakit saya tersebut b menurunkan kadar kol Atas penjelasan dokte Bapak Agus Yth Jantung kita yang ber ruangan yaitu dua seram ruangan tersebut, merup terdiri dari anyaman sera jantung meningkat, mak peregangan agar tetap d baik. Pada keadaan awa dilatasi atau pelebaran m Bila keadaan melanju jantung, yang disebut ba menimbulkan pembesar rontgen dan dapat pula rekaman jantung. Penye macam. Misalnya anemia kelainan otot jantung, pe masih banyak sebab yar dibiarkan berlanjut dapa jantung atau keadaan Bapak Agus, menging Bapak derita, ada kemun dise-babkan karena pen hipertensi ini kita biarka kerusakan organ-organ E mengakibatkan stroke, ja dapat mengakibatkan ke Saran kami, segeralah seperti merokok, koleste lupa untuk selalu mengo usahakan mencapai norm Untuk kolesterol, sebena beberapa jenis kolestero (High density lipprotein, lipopratein) cholesterol terhadap penyakit pemb menguntungkan tubuh k perbandingan antara DH diusahakan agar berkisar Untuk itu Bapak dapa benar, teratur dan terawa laut dan mengurangi kom mengandung lemak jenu kholesterol seperti otak, Apabila Bapak ingin men jantung bapak, dapat dil: yaitu pemeriksaan echoc berhasil. "Dingin di Bu Mien Uno Ytb Pertama-tama, saya t menunaikan ibdab puas Bu Mien diterima oleh A Bu, saya adalah wan sedang suami saya seora bank di Jawa Tengab. E sama-sama sibuk atau k ranjang akhir-akhir ini : Bukan itu saja, komu Sebab apabila suami dan langsung membersihkan dan tidur. Sejauh ini, saya tidak ada the other woman, se suami saya terlalu lelab. tergoda dengan lelaki la: Saya malu untuk sela. ia melakukan kewajiban tidak tenang tidur di sar lebih senang tidur sendir Bu Mien, kondisi yang untuk melakukan kenda sendiri di kantor. Tetapi siang, atcu pergi ke suat mengarah ke seksual. Sa- itulah yang akan mendo petunjuknya saya sampa Jawaban Ny Ld, selamat berpua tahun, wanita yang sudah kejenuhan yang menggam cinta tak tergetar-getar lag membosankan. Ini fase ya itu laksana bunga, yang h segar dan cemerlang. Untuk mengatasi hal it antara suami dengan And ketika sedang pacaran. Mi ke luar kota. Suasana rutin Seringkali suami memang kantor, sehingga terlalu le- Anda sebagai pengusah mitra yang menarik dan le baiknya, Anda cepat-cepa 'kelihatannya tidak ada ap di awal minggu. Hi-langka hubungan Anda cukup sa Yogyakarta Minggu, 15 Maret 1992 Dokter Umum buka pukul 09.C Budiman, Jl Poncowinatan 5; dm Sutarjo Tjokromihardjo, Jl Melati dr Ngudi Ws, JI Nagan Kidul 38 A; di Selatan Mg IIV/175; dr FX Samidjo- RS Ludiro Husodo Tama JI Wirat Dokter Gigi buka pukul 09.00-11 tomo Nawawi, Jl Letjen Haryono 5 Tegalrejo, Depan SMP 11. Dokter Gigi buka pukul 16.00-1 43; drg Prihatiningsih, JI Mawar 1 Apotek buka biasa pukul 09.00 - Yogyakarta: Apotek Dian Farm Jendral Sudirman no 10; Apotek S Farma, Jl Gejayan 5 Telp 86530; Apotek Babarsari, Jl Laksda Adisu Demangan Baru 5 Telp 62663; A 5620; Apotek Kusuma Indah, JI KL km 6 Kentungan; Apotek Pelita, JI Farma 20, Jl Malioboro 179 Telp 6 Apotek Hayam Wuruk, Jl Hayam Parangtritis No 104 Telp 61169; A Rumah Sakit buka pukul 09.00- KHA Dahlan 14 Yogyakarta, Bp. Bedah 'Patmasuri" Ji, Mayjen DI F hari kerja maupun hari libur selama Ambulans Gawat Darurat 118 PM Sidobali UH 11/402 telp. 2683. RL Dongkelan Yogyakarta, buka 24 jam Yogyakarta, Jl. Tegalgendu No. 25 hari kerja pukul 14.00 16.00. Yogyakarta Tutup). RS Ludiro Hus Yogyakarta. Buka 24 jam.