Tipe: Koran
Tanggal: 2001-05-28
Halaman: 09
Konten
m rah Han harmonis antara Dimpin (penguasa dan anya kukuhnya suatu nasib sepenanggungan pada suasana tolong- n keadilan. d manakala dalam sip musyawarah dan un sebaliknya, bila aan dianggap enteng, uan dan permusuhan ber pada Kalam Ilahi ah dalam kehidupan ri nama sebuah surat As-Syura, artinya soalan, atau dalam ngkin orang berbeda m hal ini pemikiran ada pemikiran sendiri. ersama itu diperlukan sat perhatian mestilah ihak pada kebenaran, beri kesempatan atau nyampaikan pendapat lak, mengutamakan penaran dan keadilan, sifatnya adalah semu nah. akan mengikat semua ma, serta dilaksanakan sadaran yang ikhlas. a adalah bahwa usaha di tangan Tuhan, kal kepada Allah SWT. membulatkan tekad wakkallah kepada Al- ng yang bertawakkal. Dalan, kembali kepada aling ampuh dan tepat. ndapat adalah hal-hal enjernihkannya dapat ausyawarah itu adalah ka diselesaikan dengan Sumaharja Ritonga i Aceh (1) Gelap man listrik itu sering ng mau atau sedang hususnya shalat Magrib t pemadaman itu sangat yang sedang mengaji mah maupun di tempat- ti di masjid maupun di idak hanya itu. Hampir mi, masyarakat pengguna Banda Aceh mengeluh diberikan perusahaan kibat ketidaknormalan maka semakin panjang menghujat pihak-pihak aan negara tersebut. keluhan pelanggan un- dah menggunung. Tapi, g sakit berat, sulit untuk alau sudah berulangkali bulan terakhir, penyakit is dan tak mampu lagi a, kecuali dengan dokter mi tampaknya belum juga g PLN. ktronik agaknya sudah begitu arus PLN tidak kinerja. Di sini lebih tera- gu, terkadang konsumen seperti wartawan harus arinya dalam mengirim arus listrik putus pada al kenyamanan dikaitkan ra umum di Aceh tidak "a situasi daerah dimana kan menambah semakin yang sebenarnya. sudah sering diingatkan Onsumen maupun oleh -an, ketika pihak PLN untuk berdialog dalam dan keluhan dari pihak mpok masyarakat lain- p angin lalu saja dan pi- ban pamungkasnya, an- sak belum datang mesin asan lainnya. keras yang dilontarkan tahun yang lalu, sampai lam memberi pelayanan , masih saja bobrok. nyebut.. Oh PLN ku Sa- sampai kapan deritamu ini berakhir? Tapi yang pa boleh buat) harus puas ah perusahaan publik ni, PLN tak mampu me- an kata lain begini: Habis (Bersambung) lansursyah/Aldyn NL h' Waspada Iskandarsyah WASPADA ACEH SUPLEMEN Mungkinkah Free Port Sabang Berkembang? ADALAH sebuah fakta sejarah yang sulit dibantah bahwa sejak dari zaman "Kerajaan Aceh Darussalam" dahulu, Sabang yang berada di pulau Weh itu, sudah dikenal oleh manca negara, namanya tenar melintasi nusantara antar benua. Sabang yang letaknya di- takdirkan sangat strategis de- ngan pelabuhan alamnya yang representatif, di atasnya ter- dapat sebuah danau yang pe- nuh historis dan pulau Rubiah- nya yang romantis menawan turis, sejak dulu telah berfungsi sebagai Pelabuhan Bebas yang selalu disinggapi oleh kapal de- ngan berbagai tipe dan jenis. Dengan tiga keunggulan dan keunikan yang penulis tulis di atas, Sabang yang berada di sebuah kawasan/wilayah Indo- nesia bagian utara paling barat itu, di samping telah menarik perhatian banyak negara, di segi lain telah dikagumi oleh banyak bangsa, sehingga kebe- radaan dan kehadirannya telah membuat namanya menjadi pembicaraan dari masa ke masa. Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, nama- nya yang hampir hilang dari peredaran, dibangun dan dipo- pulerkan kembali oleh nyanyi- an yang berjudul "Dari Sabang sampai Merauke" yang diku- mandangkan anak sekolah se- luruh nusantara. Dengan ada- nya nyanyian itu, maka murid SD di Merauke sana, telah me- ngenal dan menghafal nama Sabang, kendati mereka tidak tahu persis di mana letak dan bagaimana bentuknya. Danau Aneuk Laot yang air- nya jernih dan tawar, memenu- hi syarat untuk diminum, apa- lagi untuk mendinginkan mesin kapal, telah mengharuskan ka- pal yang lalu lalang, baik dalam urusan dagang maupun mem- bawa penumpang di kawasan Asia Tenggara, terutama bagi kapal yang melintasi Selat Ma- laka menuju Singapura, India dan sebaliknya, mau tak mau harus singgah di Sabang untuk mengisi air, baik untuk minum, mencuci, memasak, mendingin- kan mesin dan sebagainya, ka- rena telah lama dalam perjalan an mengharungi gelombang pa- sang. SESENGGUKAN dan kucuran air mata bukan lagi sebuah fenomena yang sudah dijumpai di dalam keseharian rakyat Aceh hari ini, bahkan darah- darah segar kerap muncrat di setiap raga warga hingga nyawa pun ikut melayang oleh eskalasi konflik yang tak pernah mengenal rasa iba. Namun, kurucan air mata dan sesenggukan kali ini sangat dirasakan lain. Dan jauh lebih mengembangkan dari butiran-butiran bening air mata-air mata sebelumnya. Haru- membiru ini pula yang terjadi antara ibu Gubernur Ny Hj Marlinda Abdullah Puteh MSi dan para janda serta anak- anak usia sekolah dari kalangan korban tindak kekerasan. Keharusan kapal tersebut mampir di Sabang adalah logis, karena sesuai dengan kema- juan teknologi pada waktu itu. Keadaan kapal masih sangat sederhana, di samping kecepat- annya tidak begitu kencang, di- segi lain tangki airnya masih relatif kecil. Lagi pula, pada waktu itu, kapal laut belum mampu menyuling air asing menjadi air tawar. Kejadian miris ini terjadi persisnya di sekretariat kantor Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi (PWI- R) Koordinator Aceh Timur, beralamat di Jalan A Yani Nomor 120 Langsa, pekan lalu. Di dalam acara peduli anak bangsa, PWI-R selaku pihak panitia penyelenggara ikut menyumbang paket bantuan, berupa beras dan sepasang pakaian anak sekolah serta sejumlah buku kepada kalangan yang terkena dan tertimpa musibah dari konflik Aceh yang kian berseteru. Penyerahan paket bantuan ini masing- masing dilakukan kakanda Marlinda, sebutan akrab oleh pengurus PWI-R Aceh Timur. Dalam pada ini Bupati DR H Azman Usmanuddin MM bersama istrinya Drh Hj Sukiyawati MM yang mendampingi Marlinda ikut menyerahkan paket Dan karena letaknya yang sangat strategis dan keunggul- an yang dimilikinya itulah, ma- ka dulu Sabang menjadi tem- pat/pelabuhan yang sering di- kunjungi/disinggapi oleh kapal dari segala penjuru. Dengan ba- nyaknya kapal yang berlabuh di pelabuhan alam Sabang yang dalam tanpa gelombang itu, sambil membawa sejumlah anak buah yang terdiri dari ber- bagai suku bangsa dan berbagai ragam budaya dan bahasa, membuat kota Sabang selalu ramai. Grafik keramaian Sabang akan semakin tinggi, setelah agama Islam masuk ke Aceh khususnya dan Sumatera umumnya, sebab di kala itu bila umat Islam yang ada di pulau Sumatera termasuk Aceh, ingin menunaikan ibadah haji, selu- ruhnya harus pergi ke Sabang. Sebelum mereka ke Sabang, ca- lon jamaah haji tersebut ber- kumpul terlebih dahulu di Ban- da Aceh (dulu namanya Bandar Aceh Darussalam). Selama berkumpul di Ban- da Aceh, mereka membuat mendirikan kemah-kemah, ter- utama di Kampung Pande, Pe- langgahan dan Kampung Keu- dah. Setelah itu, mereka secara bersama-sama berangkat atau diberangkatkan ke Sabang. Da- ri Sabang mereka naik kapal laut terus berlayar menuju Mekkah (berbulan-bulan dalan perjalanan dilautan). Karena para calon jamaah haji itu ber- kumpul terlebih dahulu di Ban- da Aceh sebelum ke Sabang me- nuju Mekkah, maka Aceh dise- Refleksi Ny Marlinda Puteh Di Sekretariat PWI-R Aceh Timur: Menangkap Desah, Menyeka Air Mata bantuan bagi rakyat yang tengah dirundung malang itu. Kakanda Marlinda dan Sukiyawati yang terlihat akrab dan ramah dalam "menggauli" para penerima paketan ini di antara mereka saling menyirat keterharuan mendalam, hingga butiran-butiran bening mengalir dengan sendirinya. Lelehan bening bak tali-temali yang mengalir dari masing-masing bola mata mereka bagai di luar kesadaran. Sampai-sampai menimbulkan pertanyaan di antara para undangan dari unsur Muspida, mahasiswa dan sejumlah wartawan yang bertugas di Aceh Timur. Bahkan ada pertanyaan yang sulit dapat diterjemahkan melalui satu sisi kacamata pandangan biasa. Adalah siapa biang penyebab penumpahnya air mata mereka? Sepertinya pertanyaan ini tak perlu ditanggapi. Karena pihak pengurus PWI-R sangat menyadari bahwa merekalah sumber penyebabnya. Artinya karena PWI-R yang mempertemukan mereka sehingga tumpah ruah semua keluh kesah di antara mereka. Akankah ini dapat terulang kembali? but "Serambi Mekkah". Menurut sejarah, sampai pada awal abad ke 19, Sabang masih ramai, setelah itu kera- maiannya kian berkurang dan terus berkurang. Berkurang dan menurunnya keramaian Sabang itu, adalah akibat dari perkembangan teknologi kedir- gantaraan dan teknologi kapal laut yang kian pesat. Pada awal kemerdekaan, nama Sabang nyaris hilang dari peredaran zaman. Setelah Sa- bang dijadikan/dikukuhkan oleh pemerintah sebagai pela- buhan bebas lewat Undang-un- dang No 3 Tahun 1970, nama Sabang mencuat kembali. De- ngan keluarganya Undang-un- dang No 3 Tahun 1970 itu, ma- ka Sabang menjadi satu-satu- nya pelabuhan bebas di Indo- nesia. Sebelumnya Ny Hj Marlinda Abdullah Puteh MSi mengharapkan agar kegiatan peduli anak bangsa yang bersifat sosial dan lebih menyentuh kaum dhuafa serta kalangan marginal, seperti diselenggarakan PWI-R ini untuk terus dilaksanakan pada waktu-waktu mendatang. "Saya salut dan bangga atas kerja rekan-rekan wartawan yang tergabung Walaupun Sabang telah menjadi/berfungsi sebagai pela- buhan bebas, namun hampir 100 persen kegiatannya adalah mengimpor barang dari luar ne- geri, sedangkan hasil bumi Aceh seperti kopi, pala, pinang, kela- pa dan kelapa sawit, cengkeh dan sebagainya, tetap diekspor lewat pelabuhan Belawan di Sumatera Utara. Berbagai upaya telah dila- kukan oleh pemerintah daerah agar hasil bumi Aceh itu tidak dibawa ke Medan untuk dieks- por lewat pelabuhan Belawan, tapi harus diekspor di pelabu- han laut yang ada di Aceh, na- mun usaha itu tidak pernah ber- hasil. Walaupun pelabuhan bebas Sabang era tahun 1970-an itu hanya impor barang luar negeri saja, namun pelabuhan bebas itu relatif ramai, karena keba- nyakan masyarakat yang ada di Sumatera bahkan orang-ora- ng Jakarta sekalipun, banyak yang datang ke Sabang untuk membeli barang dari luar negeri seperti pakaian, barang pecah belah, ambal, jam tangan, mi- nyak wangi, sepatu dan seba- gainya. Ini logis, karena seperti yang telah penulis paparkan di atas, Sabang adalah satu- satunya pelabuhan bebas di In- donesia pada waktu itu. Setelah pelabuhan bebas Sabang ditu- tup dan Undang-Undang No 3 tahun 1970 dicabut (dengan Kepres) maka Sabang yang ta- di bawah payung PWI-R," cetus Marlinda mantan aktivis pers juga penyiar TVRI Stasiun Pusat Jakarta, ini. Pada kesempatan bimbingan dan pengarahan yang berlangsung sangat singkat sekira 15 menit di sekretariat PWI-R Aceh ini, Marlinda selain berharap agar kegiatan tersebut untuk terus berlanjut, sekaligus acung jempol. "Bila semuanya melakukan seperti ini saya yakin sekali bahwa konflik yang tengah melanda di bumi Aceh akan mereda," tukasnya seraya mengatakan Aceh ke depan hidup secara aman dan sentosa. Karenanya, lanjut Marlinda, mari kita saling bahu membahu membangun Açeh agar dapat menjadi sebuah negeri yang Baldatul Warrabur Ghafur. Khususnya kepada insan pers, dia berharap, di dalam menjalankan profesi kewartawanan untuk selalu menjunjung tinggi kode etik jurnalistik dengan menampilkan berita-berita yang berimbang. "Dan, tidak dengan berita-berita yang deskruktif," pinta Marlinda. Selain itu, di berharap, agar dalam mencari dan mewawancarai sumber harus secara tepat, benar dan akurat, bukan dari kalangan yang memanas- manasi dan meramu opini- opini miring yang pada gilirannya bertujuan menangguk keuntungan pribadi. "Di samping berita-berita kritik yang bersifat membangun jangan pernah terkesampingkannya," demikian Marlinda. Agusni AH dinya tergolong ramai menjadi sepi, sehingga Sabang sering dijuluki seperti negeri tak ber- tuan. Sepinya Sabang pasca pela- buhan bebas tersebut adalah wajar, karena akibat kemajuan teknologi perkapalan, menye- babkan kapal-kapal yang lalu lalang melintasi lautan Indone- sia dan Selat Malaka yang ingin ke Singapura, India, Thailand dan sebagainya, tidak perlu lagi singgah ke Sabang untuk me- ngisi air. Ini adalah logis, karena di samping kecepatan kapal cu- kup kencang, disegi lain tangki airnya sudah besar. Lagi pula, kapal-kapal ter- sebut banyak yang sudah mam- pu menyuling air laut menjadi air tawar. Ditambah lagi, in- dustri pesawat udara juga su- dah maju pesat, sehingga dalam berpergian orang tidak lagi me- nghandalkan kapal laut, tapi telah mulai beralih naik pesa- wat udara. Demikian pula da- lam menunaikan ibadah haji, Sabang tidak lagi sebagai pela- buhan bagi calon haji seperti pada zaman kerajaan Aceh Da- russalam dulu. Dengan berbagai kemuda- han yang diberikan oleh pesa- wat udara, orang sudah mulai tertarik memilih naik pesawat udara dalam menunaikan iba- dah haji, karena dinilai lebih efisien, hemat waktu dan tena- ga, delapan jam sampai ke Mek- kah, ketimbang dengan kapal laut yang berhari-hari pergi, dan berhari-hari pulang, ka- dang-kadang dirampok pula oleh perompak di tengah lautan dalam perjalanan. Segala peru- bahan dan kemajuan tersebut, membuat Sabang kian sepi dan sunyi dari kesibukan. Dibuai Janji Kebijaksanaan pemerintah pusat menutup pelabuhan be- bas Sabang dengan mencabut Undang-undang No.3 Tahun 1970 tentang pelabuhabn bebas Sabang tersebut, telah men- buat rakyat Aceh merasa terpu kul, sehingga akibat kebijak- sanaan itu, lalau menimbulkan bermacam-macam image ter- hadap pemerintah pusat. Oleh karenanya, tuntutan rakyat Aceh agar pemerintah pusat menghidupkan kembali pelabuhan bebas Sabang terus- menerus bermunculan. Walau- pun harapan dan tuntutan ter- sebut menggebu-gebu dan men- deru-deru, namun permintaan itu tidak mendapat tanggapan atau tidak ditanggapi oleh pe- merintah pusat, sehingga Saba- ng yang tadinya ramai tetap sepi seperti negeri tak bertuan. Untuk meredam tuntutan tersebut, pemerintah mengasih Permen yang berisikan pro- gram-program manis untuk membangun masa depan Saba- ng. Misalnya, Sabang dijanjikan akan dijadikan kawasan indus- tri rotan, perikanan, sampai ke- pada gagasan BJ Habibie mem- bentuk Kapet, yang kesemua- nya itu tidak pernah menjadi kenyataan. Rakyat Aceh dibuai dengan khayalan pemerintah Daerah Istimewa Aceh untuk menjadikan pulau Aceh sebagai pusat industri terbesar di Asia Tenggara yang dimodali oleh seorang konglomerat kawakan dari Hongkong. Rakyat Aceh dibius lagi dengan gendang IMT-GT yang luar biasa merdu, sehingga da- lam rangka IMT-GT tersebut pejabat teras pemerintah dae- rah sibuk bolak-balik ke Ma- TAK bisa dipungkiri bah- wa konflik bersenjata yang me. landa bumi Aceh telah me- rambah ke segala sendi kehi- dupan masyarakat. Tak terke- cuali aktivitas ibadah sehari- hari dalam menjalankan sya- riat agama. Letusan senjata api atau ledakan bom yang datang tiba-tiba telah menjadi momok tersendiri bagi setiap warga masyarakat. Siapapun anak manusia yang tinggal di Bumi Serambi Mekkah saat ini selalu diba- yang-bayangi oleh berbagai tindak kekerasan. Sudah se- perti hantu, pelaku kekerasan gentayangan di mana-mana. Tak peduli siang, apalagi di malam hari. Korban bisa me- nimpa siapa saja, anak-anak, kaum perempuan, kalangan rakyat kecil, ulama, pejabat, tentara, polisi, atau kalangan yang diduga terlibat Gerakan Aceh Merdeka. laysia sampai membawa reket dan fotografer segala macem. Ternyata, gagasan tersebut ha- silnya nihil, karena pulau Aceh yang rencananya akan diba- ngun dengan hotel berbintang tujuh masih seperti dulu. Kodrat kehidupan manu- sia pada dasarnya anti de- Rusa-rusa yang telah lebih duluan ada di tempat itu yang dulu ikut risih dan resah kema- na ia akan pergi seandainya pulau itu telah berubah menja- di kawasan industri, kini telah tenang kembali, karena ia tak lagi merasa terganggu. Labih aneh lagi, kabarnya konglo- merat kawakan dari Hongkong yang dibanggabanggakan itu, sempat menipu, padahal dulu rakyat Aceh mampu menipu Belanda. Demikian pula gema IMT- GT yang dulu menggelora, se- karang sudah seperti batu jatuh kelubuk. Walaupun demikian, gagasan yang berada di awang- awang tersebut sempat mem- buat rakyat Aceh terlena, sehi- ngga tuntutan rakyat Aceh un- tuk menghidupkan kembali pe- labuhan bebas Sabang tersebut, bisa tenggelam di telan dan di- makan oleh beragam program yang nihil-nihil dan sirna dibuai dan dibius oleh berbagai janji- janji muluk, yang tujuannya tidak lebih hanya untuk meng- alihkan perhatian masyarakat. Move Politik Setelah rakyat terkulai me- ngalihkan perhatian yang me- nyebabkan tuntutan terhadap pengembalian pelabuhan bebas Sabang sirna, tiba-tiba dan de- ngan tidak disangka-sangka timbul kemauan politik peme- rintah untuk menghidupkan kembali pelabuhan bebas Sa- bang yang sudah lama dikubur itu. Gagasan pemerintah pusat untuk menggali kembali kubu- ran pelabuhan bebas Sabang tersebut, dinilai oleh banyak pihak sebagai kemauan yang mendadak dan harus cepat diu- judnyatakan. Ini sangat berala- san, karena penetapan pelabu- han bebas Sabang tersebut se- perti tidak sempat lagi menanti undang-undang, tapi harus di- segerakan dengan menetapkan peraturan pemerintah peng- ganti undang-undang (Perpu). Dalam waktu yang relatif singkat, keluarlah Perpu No 1 Tahun 2000 tentang pelabuh- an bebas Sabang. Penulis me- nyebut, bahwa pelabuhan be- bas Sabang yang lahir dengan Perpu No 1 tahun 2000 ini ada- lah pelabuhan bebas Sabang jilid kedua. Banyak orang me- ngira bahwa pelabuhan bebas Sabang jilid kedua yang lahir lewat Perpu No 1 Tahun 2000 ini, nuansanya lebih bersifat move politik untuk meredam konflik politik di Aceh, sehingga karena kelahirannya terkesan mendadak segala sesuatunya tidak dipersiapkan secara ma- tang. ngangkan, Sabang sekarang tidak sama lagi dengan Sabang tempo doeloe. Kalau semasa kerajaan Aceh Darussalam tempo hari Sabang bisa ber- fungsi sebagai tempat per- singgahan berbagai jenis kapal untuk mengisi air untuk berba- gai keperluan kapal dan anak buah. Sekarang fungsi tersebut su- dah berakhir, karena kapal se- karang jauh lebih canggih de- ngan kapal zaman dulu. Begitu pula, kalau dulu Sabang men- jadi tempat berkumpul bagi ora- ng Islam yang ada di Sumatera bersama-sama naik kapal laut untuk menunaikan ibadah haji Mekkah, kejadian yang mem- banggakan seperti itu telah ting- gal dalam sejarah. Dan, kalau pada tahun 1970-an Sabang adalah satu-satunya pelabuhan bebas di Indonesia, sekarang sudah ada saingannya yaitu Ba- tam. Selanjutnya, kalau semasa pelabuhan bebas Sabang tahun 1970-an, orang provinsi Suma- tera Utara, Riau, Jambi, Suma- tera Barat, Lampung, Palem- bang bahkan orang Jakarta se- kalipun sering membeli barang luar negeri ke Sabang, sekarang mereka-mereka itu membeli barang ke Batam. Hal itu mengejawantah dan nampak dalam perilaku hidup sehari-hari. Tindak kri- minal, kejahatan kemanusia- an (entah itu dilakukan oleh siapa), dendam, saling curiga, Bahkan di Banda Aceh pun pada saat itu barang-barang da- ri Batam telah bertaburan dijual di toko-toko, di swalayan dan sebagainya. Singkatnya, segala keunggulan yang dimiliki oleh Sabang yang menyebabkan ka- pal dari segala penjuru harus singgah di pulau yang penuh sejarah itu, telah ditinggalkan oleh zaman yang berubah amat cepat. Kalau kita mengharapkan kedatangan kapal ke Sabang untuk membeli hasil bumi Aceh, itupun sulit karena sejak dari era pelabuhan bebas Sabang versi Undang-undang No 3 Ta- hun 1970 yang lalu pun, ternya- ta hasil bumi Aceh mengalir ke Medan untuk diekspor lewat pelabuhan Belawan. Bagaimana menghambat dan membendung agar hasil bu- mi Aceh tidak dibawa ke Bela- wan lewat Medan, itupun tidak semudah membalikan telapak tangan, karena mau tidak mau, suka tak suka, pelabuhan Be- lawan di Sumatera ini tetap do- minan, sukar untuk disaingi. Sementara untuk eksport pu- puk dan migas yang ada di Aceh, telah memiliki pelabuhan ter- sendiri seperti Krueng Geu- kueh. Kesimpulannya, apabila pe- merintah daerah bersama ba- dan pengusaha kawasan perda- gangan dan pelabuhan bebas Sabang tidak bekerja ekstra ke- ras dan tidak instensif dan agre- sif melakukan lobi dan nego- siasi, baik di dalam negeri mau pun luar negeri, vertikal dan horizontal, ada indikasi bahwa hambatan internal dan ekster- nal yang akan dihadapi dalam menumbuhkembangkan pela- buhan bebas (free port) Sabang akan tetap membayang dan menghadang, bertum-pang tindih silih berganti. Walaupun demikian, ke- mauan politik pemerintah me- nghidupkan kembali pelabu- han bebas Sabang itu, harus dan perlu kita sambut dengan penuh rasa gembira. Namun perlu kita catat dan kiranya harus kita ingat bahwa untuk menumbuh kembangkan pela- buhan bebas itu, tidaklah semu- dah membalikkan telapak tangan. Lebih-lebih pada tahun 2000 nanti Indonesia akan me- masuki era perdagangan bebas bagaimana nasib pelabuhan bebas Sabang itu nanti, akan Ini bukan tidak beralasan, semakin sarat dengan misteri karena akibat perkembangan dan padat dengan teka teki. zaman dan kemajuan teknologi Wallahu a'lam. terutama dalam bidang tran- sportasi yang semakin mence- ngan segala wujud kekerasan. kian menjauhkan kultur Manusia sebagai khalifah budaya Aceh dari pangkal Allah di muka bumi, dicipta- agama. kan untuk menghalau makh- luk Allah supaya terhindar dari permusuhan dan saling menumpahkan darah. Semua agama juga menuntun ma- nusia ke arah kedamaian dan kerukunan hidup, saling ke- nal, toleransi, dan tepo seliro. Dalam konteks spirituali tas, menjalankan ajaran aga- ma akan mendekatkan ma- nusia kepada Tuhannya. Ju- ga mengukuhkan tali persau- daraan di antara sesama ma- nusia. Aceh, yang masyara- katnya dikenal kuat dengan muatan-muatan spiritualitas ke-Islaman, setelah sekian ta- hun dilanda konflik kelihatan muatan-muatan itu kian ko- song dan pudar. Pengusaha Walet Aceh Di Utara Hindari Pemeriksaan Tim Penertiban TIM penertiban walet Aceh Utara, sebaik- nya mendatangkan ahli usaha budidaya rung walet dari luar Aceh. Jika tidak, tim ini akan dikerjai oleh para pengusaha burung walet di daerah ini. Sejarah Peradaban Islam STAI Malikussaleh Lhokseu- mawe, kepada Waspada belum Sudah hampir satu bulan tim tersebut be- kerja, sebegitu jauh belum nampak hasil yang maksimal, ditinjau dari aspek apapun sesuai unsur tim yang terlibat, terdiri dari beberapa lembaga daerah, dinas/instansi di lingkungan pemdakab Aceh Utara. Sejarah peradaban Islam membuktikan kultur ke-Islam- Jangankan dari sisi aspek lingkungan, kesehatan, ekonomi dan lain-lainnya, sisi pen- dataan jumlah tempat usaha budidaya burung walet saja yang paling gampang, masih belum seusai kenyataan lapangan dengan laporan yang disampaikan para camat, lurah dan kades kepada tim. Seperti di Kecamatan Banda Sakti (pusat) Kotif Lhokseumawe, data yang disampaikan camat kepada tim hanya baru sebagian yang berlokasi di beberapa jalan dalam kota. Sedang di beberapa tempat pinggiran kota, masih be- lum tercantum dalam laporan camat Banda Sakti. Demikian pula menyangkut aktivitas usa- ha, dari sejumlah 119 tempat di Kecamatan Banda Sakti dan Kecamatan Muara Dua, dilaporkan baru berproduksi sebesar 30 persen. Lama kegiatan usaha, dilaporkan sejak tahun 1997-2001 (tiga tahun) terakhir. Padahal, ke- nyataan di lapangan yang terpantau masya- rakat umum usaha budidaya walet di Kotif Lhokseumawe dan sekitarnya sudah mulai nampak 10 tahun lalu. Sinyalemen ketidakjujuran laporan ter- sebut kepada tim, tidak saja terjadi di lingku- ngan kota administratif Lhokseumawe, tidak diduga di beberapa kecamatan lainnya di Aceh Utara, seperti Kecamatan Tanah Jambo Aye (Pantonlabu), Lhoksukon dan Kecamatan Sa- mudera Pase (Geudong) serta lain-lainnya. Dari berbagai sumber yang dihimpun Was- pada, sudah sulit dideteksi, gerakan apa si- nyalamen ketidakjujuran penyampaian data Ancaman-ancaman seperti di atas akan tetap menimpa ka- langan wartawan, manakala pihak-pihak yang bertikai tidak mau tau dengan hukum-hu- kum dan kaidah perang. Dalam konvensi Jenewa 1949, warta- wan dikategorikan sebagai orang sipil yang harus dilindu- ngi keberadaannya dalam sua- tu konflik bersenjata. Karena orang sipil, dia tidak boleh melakukan tindak keke- rasan dan tidak boleh terlibat dalam sengketa. Sebab itu, se- mua serangan terhadap popu- lasi sipil dilarang oleh hukum Humaniter Internasional. Ma- lah serangan semena-mena ter- hadap mereka dapat dikate- gorikan sebagai kejahatan perang. Kalau mau jeli melihat, war- tawan yang tengah melakukan misi profesional mereka di me- dan konflik, dapat disebut se- bagai aktor kemanusiaan. Rua- ng lingkup tugas kemanusiaan internasional telah berubah sejak berakhirnya perang dingin.. "Akibat konflik yang berke- panjangan, umat Islam Aceh telahtiba pada titik iman yang labil. Realitas itu dapat dili- hat, bagaimana masyarakat menyikapi persoalan hidup sehari-hari. Tak urung, kada- ng masyarakat menjadi apatis laku akhlak manusia. terhadap ajaran agama," kata Berbicara tentang akhlak Drs Zainuddin Yusuf, Dosen dan moral dalam konteks Is- SENIN, 28 MEI 2001 11 lama ini. lam, tak bisa lepas dengan ta- sawuf. Ulama-ulama sufi me- nggiatkan ajaran agama dengan amalan tasawuf me- Warna Islam dalam kultur reka. Mendekatkan diri kepa- masyarakat Aceh saat ini se- perti kerakap yang tumbuh di atas batu sungai. Mati tidak, hidup laksana bayang-baya- ng. Sukar untuk menakar ke- dalaman iman dan ukuran spiritualitas yang mengeja- wantah dalam norma hidup keseharian masyarakat. Wartawan, Aktor Kemanusiaan Di Daerah Konflik Harus Mendapat Perlindungan Hukum Humaniter DI Guinea-Bissau, seorang Marsekal Angkatan Udara per- nah mengancam sebuah sta- siun radio akan dijadikan sasa- ran militer, karena tertuduh sebagai alat propaganda pihak pemberontak. Pasukan grilya Colombia juga pernah mendek- larasikan dua orang wartawan dijadikan sebagai target militer, sebab dituduh sebagai "circu- lation channel" untuk pihak lawan. an berkembang sangat pesat. Dalam banyak hal tugas wartawan dan pekerja kema- nusiaan lainnya sering kali ber- hubungan dekat. Keduanya se- lalu saling ketergantungan. Meskipun masing-masing mempunyai fungsi dan agenda masing-masing, namun kedua- nya saling tergantung untuk mempublikasikan peristiwa atau untuk menyampaikan informasi kepada tim ini terjadi. Kendati, jika diukur dari harga air liur burung walet tersebut yang sangat menggiurkan, tidak heran dan patut diduga dalam persoalan ini pula sudah terkon- taminasi nuansa KKN. Jumlah bencana, termasuk konflik bersenjata, yang mem- butuhkan intervensi kemanu- siaan bertambah sangat ba- nyak. Dan mungkin akibatnya sekarang ada lebih banyak lagi organisasi kemanusiaan diban- ding waktu lampau. Pada saat yang sama peliputan wartawan (Pengamat masalah politik) terhadap masalah kemanusia- Drs Burhan Konflik Hambat Aktivitas Ibadah Malam Hari Harga walet di pasaran dunia, bergantung dengan perhitungan dolar Amerika Serikat. Harga air liur walet tersebut, kini mencapai 18,5 dolar/kg, berarti jika dikalikan dengan kurs Rp 12.000/dolar harga air liur emas bu- rung tersebut mencapai Rp 10 juta/kg (kualitas biasa). Sedangkan kualitas nomor satu, de- ngan ciri-ciri berwarna putih kristal, harganya saat ini mencapai 1.800 dolar US per kg (Rp 21,6 juta/kg). Dalam hubungannya de- ngan kondisi Aceh saat ini, Kalau burung walet ini hidup secara ala- miah di gua, untuk satu gua standar ukuran satu pintu toko diperkirakan mendapat pe- nghasilan sebayak 9.000 kg/tahun (tiga kali panen). Sebab, air liur burung yang banyak mengandung hormon tumbuh-tumbuhan ters- ebut, masa penennya terjadi setiap 3,5 bulan sekali. Jika walet yang hidup secara alamiah saja, dapat menghasilkan air liurnya sebanyak 9.000 kg/tahun, tidak tertutup kemungkinan walet yang sengaja dibudidayakan di atas toko hasilnya bisa berlipat ganda. Namun taroklah 1.000 kg/tahun untuk satu lantai toko dan dikalikan saja dengan harga Rp 10 juta/kg, berapa miliarkah hasil walet di Lhokseumawe, Aceh Utara, dengan tempat usahanya dari tiga lantai? Merujuk dari kalkulasi di atas, sebagai- mana versi taksiran masyarakat, pengusaha dan pengelola walet di beberapa daerah lain di luar Aceh. Kabupaten Asahan dan Man- dailing Natal (Madina) Sumatera Utara (Su- mut), misalnya. Wajarlah sebaik Bupati Aceh Utara, Ir H Tarmizi A Karim, MSc membentuk tim penertiban walet di daerah ini, para pe- ngusaha walet di kotif Lhokseumawe pada menghilang di lokasi walet, sehingga menyu- litkan tim untuk melakukan penelitian. ●M Jakfar Achmad Dalam berbagai situasi, wartawan dapat memfasilitasi aksi-aksi kemanusiaan di dae- rah konflik. Sebagai contoh, himbuan International Com- mittee of Red Cross (ICRC) pada awal 1991 mengenai pember- sihan etnis dan kekejaman yang menggemparkan di Bosnia. ICRC pada waktu itu melaku- kan tekanan terhadap politisi yang terlibat. Dan itu merupa- kan satu-satunya cara untuk mengubah situasi pada waktu itu. "Pada saat metode negosiasi ICRC yang tradisional untuk melindungi korban perang de- ngan cara membuat represen- tasi pribadi kepada pemerintah tidak lagi efektif, ICRC terpaksa beralih ke media massa," kata Fadillah Agus dalam seminar Peranan Wartawan di Daerah Konflik di Hotel Bumikarsa Ja- karta beberapa waktu lalu. Sebagai contoh, Fadillah menambahkan, ketika Somalia tidak lagi menarik sebagai pion bagi negara adidaya, sehingga tidak lagi mendapatkan perha- tian dari pihak-pihak yang ber- kepentingan. Karena prihatin banyaknya korban, ICRC me- ngimbau negara-negara PBB, dan sejumlah LSM interna- sional... manakala segala aktivitas ma- lam hari terkendala oleh situa- si keamanan, otomatis aktivi- tas ibadahpun menjadi terga- nggu. Lebih-lebih lagi masya- rakat dengan kondisi iman yang labil, prosesi ritudl dan ibadah di malam haripun an hanya bisa dibangun atas dasar perilaku-perilaku peme- luknya. Di samping kemauan menjalankan syariat, moral dan akhlak merupakan sendi dasar yang menentukan arah perkembangan peradaban itu sendiri. Bahkan Rasulullah Muhammad SAW diutus un- kian jarang dilakukan. tuk menyempurnakan peri- "Jangankan bertahajjud dan berzikir, untuk shalat Isya dan Shubuh berjamaah di masjid atau di meunasah pun kami mulai ketakutan sendiri. Memang tak ada pemberlaku- rib malam-malam di perkam- an jam malam, tapi usai mag- pungan menjadi sunyi dan mencekam. Tak ada lagi orang yang berani melintas," sebut Tgk Husen, seorang warga de- sa di wilayah timur Aceh da Allah dengan bacaan-baca- an zikir di malam hari meru- pakan amalan utama yang tak pernah mereka tinggalkan. Utara. Kusyu' dan menyerahkan se- gala persoalan hidup hanya kepada Allah semata adalah tiba-tiba ada orang bersenjata pilar iman seorang mukmin yang tengah melintas ke kam- sejati. pung. Nah, apa jadinya bila pada saat itu terjadi kontak tembak, pasti kita yang tak "Kami takut bila saat tu run ke masjid atau meunasah, Namun tidak berhasil. Im- bauan tersebut baru diterima oleh dunia, setelah The New York Times memuat gambar- gambar sangat mengerikan akibat konflik perang di Soma- lia. Lebih lanjut media massa juga merupakan forum tempat mendiskusikan masalah-ma- salah seperti ketidakmampuan mekanisme internasional da- lam menyelesaikan bencana de- wasa ini. Melalui diskusi-dis- kusi ini, badan-badan pemberi bantuan kemanusiaan dapat menunjukkan kekurangan me- reka. Juga termasuk untuk ke- perluan mencari dana dalam melaksanakan program-pro- gram kemanusiaan mereka di bagian dunia yang mungkin ter- lupakan. Sebaiknya, aktor-aktor ke- mnusiaan seperti delegasi Pa- lang Merah juga sering nem- bantu wartawan yang tengah bertugas di daerah konflik. Di banyak kawasan konflik, warta- wan sering sangat bergantung kepada delegasi Palang Merah karena mereka merupakan sa- tu-satunya sumber wartawan mendapat akses untuk masuk ke kawasan tersebut. Ketika wartawan menjadi korban oleh konflik tersebut, Palang Merah (dengan segala keterbatasan- nya) memberikan perlindungan dan bantuan kepada mereka. Untuk meningkatkan per- lindungan terhadap wartawan yang bertugas dalam misi pro- fesional yang berbahaya, kantor pusat ICRC Jenewa mendiri- kan Hot Line pada bulan Ok- tober 1985. Badan itu turut didukung oleh North American National Broadcaster Ascocia- tions (NANBA), yang dapat di- hubungi 24 jam kalangan war- tawan, staf editorial, dan orga- nisasi relevan lainnya, untuk menginformasikan situasi da- rurat yang membutuhkan aksi segera bagi wartawan yang be- rada dalam bahaya (hilang, di- tangkap atau ditahan). Bustami Saleh tahu apa-apa dengan urusan politik juga kena getahnya," tambah seorang warga yang lain. Pantauan Waspada di kampung-kampung dalam Kabupaten Aceh Utara mene- mukan aktivitas balai-balai pengajian pada malam hari Juga sering terganggu. Teruta- ma bila siang hari terjadi pe- nyisiran oleh aparat keaman- an sehingga terjadi baku tem- bak dengan pihak GAM. Oto- matis aktivitas pengajianpun terpaksa ditindak karena tak ada murid yang berani men- datangi balai pengajian. Pengajian umum yang sering digelar di setiap masjid pun kini nyaris terhenti sama sekali. Kadang peserta kajian datang. Begitu juga sebalik- ada, tapi gurunya tak berani nya. "Di masjid ini, pengajian semacam itu telah terhenti sa- ma sekali," jelas Tgk Ramli, mala Kecamatan Seunuddon. iman Masjid Teungku Keu- Muh Nasir Age Color Rendition Chart 2cm
