Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Waspada
Tipe: Koran
Tanggal: 2002-02-25
Halaman: 06

Konten


4cm WASPADA DEMI KEBENARAN DAN KEADILAN Harian Umum Nasional WASPADA Terbit sejak 11 Januari 1947 Pendiri: H. MOHAMMAD SAID (17 Agustus 1905 - 26 April 1995) Hj. ANI IDRUS (25 November 1918-9 Januari 1999) Pemimpin Umum: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab: H. Prabudi P. Said Wakil Pemimpin Umum/Wapemred: H. Teruna Jasa Said Pemimpin Perusahaan: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA Redaktur Pelaksana Azwir Thahir, Sofyan Harahap. Dewan Pelaksana Redaksi : T. Junaidi, Hendra DS, Edward Thahir, Muhammad Joni, Sumaharja Ritonga, Nurhalim Tanjung. Akmal AZ, Rudhy Faliskan Alamat Kantor Pusat, Penerbit, Redaksi, Tata Usaha/Periklanan Jalan Letjen Suprapto/Brigjen Katamso No.1 Medan 20151 Tel. (061) 4150858 (3 saluran). Faks: (061) 4510025 e-mail :waspada@indosat.net.id Kantor Biro redaksi/Perwakilan Periklanan : (1) Bumi Warta Jaya, Jalan Kebon Sirih Timur Dalam No. 3 Tel. (021) 322216 Faks. (021) 3140817 Jakarta Pusat (2) Perwakilan Waspada Jalan Ratu Syafiatuddin No. 21-C Tel. (0651) 22385 Banda Aceh 23122 (3) Jalan Listrik No.11 Lhokseumawe Tel. (0645) 44206 (4) Komplek Windsor Square Blok B No. 28 Nagoya, Batam Tel. (0778) 430923 Penerbit PT Penerbitan Harian Waspada Komisaris Utama: Tribuana Said Direktur Utama: dr. Hj. Rayati Syafrin, MBA SIUUP: 065/SK/MENPEN/SIUUP/A7/1985 tanggal 25 Februari 1988 ISSN 0215-3017 Percetakan: Percetakan Web PT Prakarsa Abadi Press, Jalan Letjen. Suprapto/Brigjen Katamso No. 1 Medan 20151 Tel.612681 Isi di luar tanggungjawab pencetak Harga iklan tiap mm kolom Rp. 7.000 ukuran 42 mm. Tajuk Rencana Menggugat Parpol Dan Anggota Dewan D anggota dewan sudah demikian tinggi. ari berbagai angket yang dilakukan terhadap keberadaan sejumlah parpol dan anggota DPR/DPRD hasilnya sangat mengecewakan. Mayoritas responden menyatakan takkan memilih parpol yang sama lagi pada pemilu mendatang, dan mereka pun kecewa dengan kinerja anggota dewan yang tidak aspiratif terhadap rakyat Tidak hanya pada PDI Perjuangan, tetapi juga pada parpol lainnya, seperti PAN, Golkar, PPP, PKB, PBB dll. PDIP yang diharap-harapkan "wong cilik" ternyata tak jalan juga dalam menegakkan hukum. Buktinya, KKN terus berjalan Program reformasi kandas. Masyarakat semakin miskin dan jumlah pengangguran meningkat. Bahkan, orang-orang yang dikenal vokal dan idealis di partai berlambang banteng gemuk itu malah mundur dari keanggotaan DPR/partai, seperti Sophan Sophiaan dan Dimyati Hartono. Padahal, ketika kampanye pemilu merekalah yang berkoar-koar ingin menegakkan hukum, ingin memberantas KKN, ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pokoknya mengumbar janji- janji muluk. Namun setelah terpilih orientasinya tidak lagi bekerja untuk rakyat, tetapi bagaimana mengolah sesuatu untuk mendapatkan uang. Termasuk mengolah uang negara untuk berfoya- foya dengan modus studi banding dll. Sejumlah anggota dewan terlibat perbuatan melanggar hukum, menjadi backing bangunan bermasalah, perambah hutan, judi dll. Yang memprihatinkan kita kalangan DPR malah kurang mau tahu dengan situasi bangsa yang sudah terpuruk. Mereka bahkan sudah meminta gajinya dinaikkan. Memang gaji pokok, dari Rp 4,2 juta menjadi Rp 12 juta (hampir 200 persen). Kalau gaji DPR pusat naik dipastikan anggota legislatif di tingkat provinsi dan kabupatan akan mengajukan hal yang sama. Sebenarnya, kita tidak iri dengan gaji anggota legislatif yang demikian tinggi. Rakyat pun ikhlas asalkan mereka mampu bekerja dengan maksimal Artinya, kerja dan perjuangan para wakil rakyat setimpal dengan gaji yang mereka terima setiap bulan. Bukan sebaliknya makan gaji buta. Kita menilai wajar kalau kalangan praktisi dan pemerhati hukum dari berbagai organisasi dan individu di Sumut mengeluarkan pernyataan sikap bersama di antaranya meminta seluruh anggota DPRD tingkat provinsi, kabupaten dan kota di Sumut agar lebih aspiratif terhadap kehendak rakyat, LSM dan akademisi. Anggota DPRD di daerah ini, katanya, masih terkesan arogan dan menunjukkan dirinya sebagai wakil partai politik, bukan wakil rakyat. Yang disebutkan aktivis Ornop Darwin P, SH itu kita nilai sama dengan keluhan di berbagai daerah di Indonesia. Karena itu bisa kita sebutkan, kekecewakan masyarakat pada partai politik dan Ancaman Global Terhadap Generasi Muda Islam Kecanggihan ilmu dan teknologi di bidang telekomunikasi serta penguasaan dan pemilikan modal dan perangkat media komunikasi massa oleh Barat telah menyebabkan dan mengakibatkan terjadinya kepincangan arus informasi global. Arus informasi global yang dilancarkan oleh adidaya Barat melalui media cetak dan media elektronik ke masyarakat negara-negara berkembang yang ma-yoritas penduduknya Muslim ataupun negara-negara Islam, pada hakekatnya merupakan suatu ancaman yang sangat dahsyat. Kenyataan ini merupakan salah satu bentuk pemaksaan Barat melalui "indoktrinasi dan propa- ganda" yang dituang oleh media massa (media cetak: buletin kantor Berita, jrunal, majalah suratkabar harian dan media elektronik: radio, televisi, internet -jaringan komputer internasional. Melalui globalisasi yang begitu deras dilandakan ke Dunia Ketiga, berbagai konsep, ideologi serta kebijakan yang hanya menguntungkan dan demi kepentingan para adidaya Barat itulah yang dipaksakan untuk ditelan dan dihayati oleh masyarakat negara-negara berkembang. Barat yang merupakan masyarakat fundamentalis sekular secara sistematis dan simultan telah meman- faatkan dan mendaya gunakan media film (bioskop) TV dan internet sebagai perangkat untuk menghapus nilai nilai agama dari masyarakat Dunia Ketiga khususnya negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Keberadaan anggota legislatif sekarang ini memang kuat. Mereka tidak bisa di-recall oleh partainya lagi sebagaimana tahun-tahun sebelumnya sehingga apapun yang mereka buat dan lakukan bisa berjalan mulus sampai akhir periode. Masalah recall ini memang perlu diperdebatkan lagi melihat banyak kasus yang merugikan rakyat. Kita setuju lembaga recall dihidupkan kembali dengan membuat undang-undangnya yang baru, asal recall yang dimaksud bukan untuk membungkam anggota DPR dan DPRD yang vokal, tetapi untuk mengganti anggota dewan yang nakal, yang malas datang, yang kerjanya tidur ketika rapat dll yang negatif sifatnya. Kita belum melihat lembaga legislatif tanggap dan benar-benar memperjuangkan aspirasi masyarakat. Kalaupun ada yang tanggap, itu hanya sekadar mendengarkan keluhan saja, tetapi tidak bersungguh-sungguh (fight) untuk memperjuangkan sampai mencapai hasil yang menguntungkan masyarakat/rakyat. Padahal, mereka dibayar untuk membela kepentingan rakyat. Bukan memperkaya diri sendiri, terlalu berpihak pada partainya ketimbang pada rakyat yang memilihnya. Kita mengkhawatirkan kalau pimpinan parpol dan anggota lembaga legislatif tidak memperhatikan keluhan rakyat yang semakin kritis maka gugatan terhadap mereka akan semakin membesar. Pada moment tertentu tingkat kepercayaan masyarakat akan terkikis dan pada akhirnya mereka akan muak dengan parpol dan anggota dewan yang aji mumpung. Konsekuensinya rakyat akan mencar pilihan alternatif partai lain, atau kalau sudah tidak punya pilihan mereka menjadi golput. + Mereka tetap mendukung industri hiburan tanpa reserve dengan bertindak selaku sponsor dan produsen. Bilapun mereka menolak kekerasan tetapi menerima tayangan-tayangan yang bersipat amoral, homosek-sualitas, perzinaan, pornografi serta gaya hidup serba permisif yang ditayangkan dan dinikmati serta diteladani oleh khususnya generasi muda. Kita dapat menyimak dan mencermati kecende- rungan perilaku remaja dan anak-anak muda yang semakin meninggalkan ajaran agama dan banyak ter-jerumus dalam perilaku menyimpang, seperti pe-nyalahgunaan narkoba dan seks bebas dan homoseks. Bulan Februari ini remaja melalui siaran radio, tayang TV dan internet di seluruh dunia dihebohkan oleh gelegar "Valentine's Day", Hari Kasih Sayang. Padahal apa yang terjadi berkaitan dengan "Val- entine's Day" sama sekali tidak sesuai dengan jiwa dan tidak dibenarkan oleh agama Islam. Bukankah kehadiran "Valinten's Day" yang katanya adalah memperingati hari kasih sayang, tetapi yang terjadi adalah aktivitas pasangan muda mudi bukan muhrim, sehingga terjadi pergaulan bebas tanpa batas. Gaya hidup permissif-kebebasan individu ala Barat mendorong mereka untuk serba modern ala Barat: akhlak, gaya hidup, pakaian serta etik dan budaya. Begitu pula maraknya aksi kejahatan berupa pem- bunuhan, perkosaan, tindakan main hakim sendiri dan gangguan keamanan maupun ketertiban serius dalam masyarakat, hendaknya mendorong umat Islam untuk menghentikannya. Dengan demikian media massa memang benar- benar memiliki kemampuan untuk membentuk dan mengubah ideologi, perilaku, serta sebagai alat transformasi budaya sosial sesuatu bangsa. Barat memang tidak memakai senjata dan kekuatan militer melainkan dengan memanfaatkan media massa dan media telekomunikasi serta alat tranportasi muttakhir. Bentuk imperialisme gaya baru di bidang ideologi, serta nilai-nilai sosial sesuatu negara juga disiarkana melalui arus informasi global yang mengagung- agungkan konsep kebebasan serta sekularisme ala Barat. Barat juga mengindentikkan bahwa Islam yang merupakan "gerakan radikal, fundamentalis dan fanatis serta teroris internasional" harus ditangani secara khusus dan dibasmi. Termasuklah ke dalam proses globalisasi pemahaman dan penerapan HAM dan demokrasi ala Barat yang sesungguhnya selain bertentangan dengan tata nilai masyarakat beragama (Islam, Nasrani dan Budha!) di Dunia Ketiga, juga bersifat berat sebelah dan hanya-bertujuan menghancurkan tata kehidupan beragama. Di Barat (khususnya beberapa negara bagian AS), praktek pernikahan kaum sejenis (homosex- lesbian dan gay) dan kumpul kebo (free sex) adalah wajar-wajar saja dan merupakan aplikasi hak-hak asasi manusia yang dilindungi secara hukum. Tidak demikian halnya di negara-negara sedang berkembang yang Islami dan tidak mengikuti konsep Barat. Melalui pengaruh media telah terjadi erosi kemanu-siaan, ancaman serius terhadap keutuhan umat dan masyarakat Muslim adalah munculnya egoisme individual, egoisme kelompok maupun egoisme politik secara berlebihan. Padahal jelas-jelas egoisme itu, apalagi egoisme politik dan kelompok dengan dalih kepentingan politik, suku, agama dan kelompok tertentu saja, sangat berten- tangan dengan ajaran akidah Islam yang dapat semakin menjerumuskan umat Islam ke dalam jurang kehancuran. Justru ancaman yang ditujukan kepada Islam itu diarahkan kepada generasi mudanya di seluruh dunia dengan membuai dan menina bobokkan para remaja Muslim dan Muslimah dengan konsep kebebasan dan modern sehingga terlena serta menyimpang dari ajaran Islam.- SUDUT BATUAH *Ketua MUI Sumatera Utara HA Fuad Said mengatakan,perbedaan jadwal Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijjah 1422 dengan Malaysia tidak masalah - Hanya sedikit membingungkan! *Anggota Komisi IV DPR Ir H Bambang Pranoto dikabarkan marah karena petugas Bandara Soekarno-Hatta kurang sopan dalam pemeriksaan penumpang - Wakil rakyat saja bisa marah,konon lagi rakyatnya *Setelah adanya pernyataan Lee Kuan Yew dikabarkan ratusan pemegang paspor Indonesia ditolak masuk ke Singapura karena berbagai sebab - Wah negeri jiran mulai termakan ucapan Pak Lee Wak Doel SENIN, 25 PEBRUARI 2002 6 Menggugat Keberadaan Wakil Rakyat rapa daerah lain seperti di Sumut, kalangan anggota dewan menuntut gaji/honor dan tunjangan dinaikkan, serta fasilitas istime- wa lainnya. perwakilan politik kita menjadi kompleks dan mengandung sejumlah persoalan pelik, sehingga perwakilan dalam konteks ini tidak mudah kita pahami sebagaimana "seseorang mewakilkan orang lain". Hal ini patut menjadi pemicu untuk menggugat keberadaan wakil rakyat. Jika mereka benar-benar mewakili rakyat, me- ngapa seolah-olah tidak merasakan betapa getimya kehidupan rakyat di zaman serba susah ini. Rasa empati mereka terhadap kehidupan rakyat seolah tidak ada. Wakil rakyat kita bukanlah tipe utusan (terikat), melainkan wali (bebas). Tipe pertama seorang wakil harus menyam- paikan mandat (aspirasi) persis sama de- ngan permintaan yang mewakilkan, tidak boleh ditambah atau dikurangi. Sedang tipe wali, seorang wakil mendapat keperca- yaan untuk melakukan tindakan atas nama yang mewakilkan. Oleh Sumaharja Ritonga Redaktur Opini enarkah keberadaan lembaga le- B wakil rakyat telah menjalankan fungsi dan kewajibannya memperjuangkan secara habis-habisan aspirasi rakyat? Apakah mereka peka dan peduli dengan suara dan jeritan hati nurani rakyat? Atau apakah mereka kurang tanggap terhadap persoalan- persoalan sosial yang ada ? Peranan lembaga perwakilan rakyat kita sebenarnya sudah lama mendapat so- rotan dari banyak pihak. Meski di era re- fomasi, kesan anggota dewan kurang tang- gap terhadap masalah di masyarakat tam- paknya masih saja terjadi, seperti ketika pemerintah mengumumkan akan menaik- akan harga bahan bakar minyak (BBM), kala itu pihak DPR paling nyaring bersuara menolak rencana pemerintah tersebut. Sejumlah anggota dewan perwakilan rakyat itu seolah-olah berlomba-lomba menunjukkan bahwa mereka sangat me- ngerti aspirasi rakyat dan memperjuang- kannya "habis-habisan". Mereka memberi kesan begitu manis, seolah-olah paham betul pada penderitaan rakyat yang sudah terseok-seok oleh himpitan ekonomi dan rentetan kenaikan harga barang-barang yang seakan tidak mengenal berhenti. Harapan ketika itu adalah kepada DPR yang dalam teorinya adalah wakil- wakil rakyat dengan kewajiban memper- juangkan secara habis-habisan aspirasi rakyat. Apalagi ketika itu suara-suara dari anggota DPR seirama dengan jeritan nurani rakyat, yaitu menolak kenaikan harga BBM. Tetapi memang, teori tidak selamanya sama dengan praktik di lapangan, setelah kian hari pembahasan soal rencana ke- naikan tersebut dibicarakan pemerintah dengan DPR, kian menunjukkan penu- polah DPRD tidak jarang menjadi sorotan publik sejak berpindahnya fokus kekuasaan dari pusat ke daerah dalam era otonomi daerah sekarang. Menurut FAM Sumut bahwa berbagai kasus yang ditangani DPR hampir semua mencerminkan kinerja buruk, beberapa oknum anggota dewan membuat loby dan konspirasi yang me- nguntungkan pengusaha, bahkan menjadi juru bicara pengusaha atau pejabat yang bermasalah (Waspada, 3/1/2002). Lain lagi menurut FKPPJ Medan. Bahwa anggota DPRD mengeluarkan ber- bagai pernyataan vokal, tetapi pada dasa- mya karena frustrasi (Waspada, 20/1/2002). Pada kasus lain, meskipun menjelang 20 hari berakhirnya tahun anggaran 2001, DPRD belum juga menyentuh RPAPBD dalam upaya melengserkan walikota Me- dan akibat kegagalan salah satu fraksi da- lam menolak LPJ Tahun Anggaran 2000. Sebenarnya masih banyak lagi tindak- an-tindakan tidak terpuji lainnya oleh ok- num anggota dewan yang tidak mungkin diuraikan satu persatu dalam tulisan ini. Namun, paling tidak dari ketiga kutipan di atas memberikan indikasi bagi kita bah- wa anggota DPRD belum memahami pro- porsi bidang tugas dan wewenangnya. Meskipun diakui bahwa ada beberapa ang- gota dewan yang menjalankan idealisme- nya untuk membela kepentingan masyara- kat. Tetapi seperti kata pepatah, 'gara- gara nila setitik, rusak susu sebelangga'. Akibat ulah beberapa oknum anggota de- wan menjadi rusak citra DPRD di mata masyarakat. Oleh Gul Bakhri Siregar Mahasiswa Pascasarjana MAP-UGM runan kadar pembelaan terhadap nasib rakyat. Perlahan-lahan tapi pasti, suara DPR pun semakin melemah, dari yang semula menolak berubah menjadi mengu- sulkan penurunan persentase kenaikan harga BBM tersebut. Sampai di sini, agaknya rakyat betul- betul tak dapat berharap apa-apa dari DPR. Dapat dikata, DPR tak berkutik "mela- wan" kemauan pemerintah menaikkan harga BBM. Rakyat pun kecewa berat melihat sikap wakil mereka. Tetapi, di balik kelemahan dan kurang aspiratifnya dewan itu, justru Presiden Megawati baru- baru ini mengeritik legislatif karena euforia kebebasan dan kekuasaan pada saat ekse- kutif sedang berbenah. S aat ini, telah terjadi pro dan kon- tra terhadap permasalahan po- litik, yaitu pemanggilan para mantan petinggi TNI/Polri oleh KPP HAM. Pihak TNI/Polri sendiri sudah memutuskan bah- wa mereka tidak akan mengizinkan KPP HAM Trisakti, Semanggi I dan II untuk memanggil para mantan jenderal, apalagi melakukan pemanggilan paksa karena sudah ada rekomendasi dari hasil Pansus DPR-RI tentang ketiga kasus ini bahwa tidak ada pelanggaran berat HAM. Membawa-bawa Nama Rakyat Sesungguhnya euforia itu sudah ber- langsung lama, bahkan lembaga wakil rakyat itu kini terjebak, sehingga realitas politik lembaga itu belakangan menunjuk- kan perkembangan kurang mengembira- kan. Namun, kita mencatat lembaga itu kini memainkan peran lebih baik diban- dingkan semasa rezim orde baru. Begitu kuatnya kontrol itu sehingga menimbulkan kesan berlebihan. Hal ini sesuai dengan pasal 43 UU No.26 Tahun 2000 tentang peradilan HAM, yaitu peradilan HAM dapat diben- tuk dengan Keppres atas usulan DPR- RI. Sementara itu, pihak Komnas HAM dan KPP HAM tetap berpendirian bahwa karena negara kita adalah negara hukum, maka siapa pun yang dipanggil oleh KPP HAM harus memenuhi pemanggilan ter- sebut. Opini yang berkembang di masyara- kat seperti yang tercermin dalam pemberi- taan di berbagai media massa termasuk di kalangan mahasiswa bahwa tidak Rakyat pun mulai khawatir, karena mereka senantiasa membawa nama rakyat dalam mengambil kebijakan. Sementara rakyat menilai sejumlah kebijakan legislatif tidak sejalan dengan aspirasinya. Realitas ini menimbulkan sejumlah kebijakan kon- troversial, misalnya dana mobilitas untuk anggota DPRD di beberapa daerah, seperti di Jateng dan Papua yang bernilai ratusan juta rupiah. Dengan alasan agar mobilitas anggota dewan lebih leluasa dalam menyerap aspi- rasi rakyat, mereka menyetujui kebijakan kontroversial tersebut. Kemudian, di bebe- Citra jelek kembali menerpa tubuh korps kepolisian Indone- sia. Belum tuntasnya kasus pe- nyerbuan dan pemukulan warta- wan Waspada, sudah muncul kasus yang jauh lebih serius ya- itu penganiayaan 3 warga Jalan Tuasan Medan, satu di antara- nya tewas dan dua lainnya cidera berat. Penganiayaan dilakukan oleh 7 orang polisi dengan pang- kat perwira pertama, bertugas di Sekolah Polisi Negara (SPN) Sempali Medan. Kita warga biasa yang me- nyaksikan dan mendengarnya hanya bisa terenyuh dan merasa miris. Seorang warga, Suryanto Oleh Toni Ervianto Direktur Pusat Kajian Tawang Alun Tanggerang kolompoknya, atau partainya. Padahal eksistensi mereka duduk sebagai anggota legislatif dikarenakan pilihan rakyat. Kon- disi masyarakat agar DPRD mampu seba- gai pengontrol yang memegang kedaulatan rakyat. Pergeseran politik dominan yang du- lunya dikuasai birokrasi sipil dan militer ke politisi (parpol) sekarang, yang semula dicita-citakan untuk memudahkan penyele- saian persoalan di tingkat lokal, tampaknya belum memenuhi harapan banyak kalang- an. Politisi kita masih banyak belum siap untuk memainkan peranannya sebagai perpanjangan tangan kepentingan rakyat. Justru yang terjadi memanfaatkan kesem- patan aji mumpung dan balas dendam ketika masa sebelumnya tidak ikut menik- mati bagian dari kekuasaan itu. Melihat perkembangan belakangan ini, akibat dari ulah beberapa anggota legis- latif daerah telah menimbulkan degradasi legitimasi dari masyarakat. Terutama di- akibatkan isu sekitar politik uang (money politics). Benar atau salah, hampir semua proses pemilihan bupati/walikota dan la- poran pertanggungjawaban (LPJ) kepala daerah dipercaya publik telah terjadi politik uang. Hal ini juga dikuatkan oleh hasil penelitian Fakultas Hukum USU yang merekomendasikan perlu upaya perbaikan dengan meningkatkan moral anggota DPRD (Waspada, 8/12/2001). Namun sayang, meskipun kuatnya indikasi ini. sampai sekarang belum pernah diadakan pembuktiannya oleh aparat penegak hu- kum. Kenyataannya juga memang kapabili- tas dan kualitas anggota dewan sekarang dinilai lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini antara lain dipengaruhi tingkat pendidikan dan keba- nyakan di antaranya adalah pendatang baru dalam percaturan politik lokal. Dike- mukakan ini bukan berarti mereka harus berpendidikan sarjana atau meski mengha- dirkan orang lama. Tetapi paling tidak dipenuhinya pemanggilan KPP HAM oleh para mantan pentinggi TNI/Polri menun- jukan bahwa TNI/Polri masih memiliki arogansi, tidak patuh pada supremasi hukum dengan melakukan pembangkang- an serta defencee mechanism dari TNI Polri yang terlalu berlebihan. Namun, rumors yang berkembang bahwa hasil penyelidikan KPP HAM sela- lu dua, yaitu tidak ada pelanggaran berat HAM atau diduga ada pelanggaran berat HAM. Namun, dengan memperhatian track record tokoh-tokoh dan anggota yang direkrut oleh KPP HAM yang dikenal sudah memiliki "negatif vester interst" terhadap TNI/Polri, seperti misalnya Albert Hasibuan, Usman Hamid (Kontras/ Sekretaris KPP HAM), Jhonson Panjaitan (anggota KPP HAM/PBHI) dan Asmara Nababan (anggota KPP HAM/Sekjen Komnas HAM) maka disangsikan KPP HAM akan bisa bekerja secara independen. Siapa Mewakili Siapa? diperlukan keseriusan dalam pengkaderan dan pendidikan politik bagi anggota dewan. Diperlukan persyaratan-persyaratan teknokratis yang harus dipenuhi sebelum ia menjadi anggota legislatif. Dan inilah yang seharusnya menjadi tugas parpol. Bukan hanya sekadar memobilisasi massa agar mau mendukung suatu parpol dan bukan pula hanya sekadar mendatangi rakyat ketika menjelang pemilu seperti yang terjadi selama ini. Cuma, apakah Pemilu yang jurdil tadi dapat menjamin anggota dewan cukup representatif mewakili pemilihnya? Kita jangan dulu buru-buru mengatakan bahwa orang yang duduk di DPRD sekarang me- rupakan representasi dari para pemilihnya. Sebab, yang terjadi ketika seseorang me- milih anggota DPRD, maka sebenarnya ia sedang membayangkan memilih Mega- wati atau Amien Rais di tingkat pusat. Ini adalah fakta berdasarkan hasil suatu penelitian bahwa sebenarnya pemilh itu sangat diragukan ketika mencoblos tanda gambar parpol untuk DPRD, maka ia akan tahu siapa orang yang dipilihnya. Sosialisasi para caleg Pemilu 1999 sebenar- nya tidak menyentuh kelapisan masyarakat paling bawah, kalaupun boleh dikatakan bahwa politik lokal itu sesungguhnya nyaris tidak ada. Tidak Ada Unsur Pelanggaran HAM Kalau menilik kepada statuta Roma tentang kriteria pelanggaran berat HAM, Ketika rakyat tengah berjuang keras membanting tulang, memeras keringat untuk mendapatkan sesuap nasi, wakilnya di legislatif justru berpesta dengan uang rakyat. Menikmati perjalanan ke berbagai daerah, bahkan ke luar negeri dan berbagai fasilitas lainnya, termasuk mesin cuci, mobil-mobil baru yang menggiurkan, hingga ponsel. Ini amat ironis. Ketika rakyat miskin semakin miskin, tapi wakilnya hidup kaya dan berfoya-foya. Di manakah sense of crisis mereka? Apakah mereka tidak me- lihat angka-angka kemiskinan di negeri ini. Sebelum krisis pertengahan 1977, jumlah penduduk miskin kita bisa ditekan menjadi 11 persen (22,5 juta jiwa). Namun memasuki masa krisis hingga 1999, jumlah itu meningkat pesat menjadi 24 persen atau 39 juta jiwa. Bahkan Bank Dunia memperkirakan pada tahun 2001 lalu jumlah penduduk Indonesia di bawah garis kemiskinan mencapai 60 persen. Dari jumlah itu 10 hingga 20 persen ter- masuk miskin absolut. Kita bisa memprediksi ke- mungkinan sang korban hanya bercanda atau basa-basi kepada para polisi ketika ia bertanya "Apa ada demo ya". Hal yang sangat wajar terjadi dalam etika pergaul- an sehari-hari. Tapi sang perwira ternyata tidak memiliki sense of humor tak bisa menerima ucapan demikian, sehingga tindakan ke- kerasanlah yang diterima sang agen pasir tersebut. Neo Orde Baru Penerapan Undang-Undang No.22/ 1999 tentang Pemerintahan Daerah mem- berikan peran dan posisi lembaga legislatif bukan lagi sekadar partner pemerintah, melainkan di tingkat pemerintahan daerah posisinya demikian kuat, seolah-olah me- rangkap eksekutif dan legislatif. Ada kesan yang bisa kita tang- kap dari peristiwa tersebut, bahwa bhayangkara negara Indonesia- setidaknya di Medan punya ang- gapan atau perasaan mereka ada- lah makhluk super, hebat, berkua- Bargaining position mereka sangat kuat. Bahkan mempunyai kekuatan hukum Dari segi penyampaian pendapat, di- akui anggota DPRD sekarang memang cenderung lebih berani berdebat dan lebih vokal. Namun sayang, keberaniannya ini tidak didukung oleh pengetahuan teknis dan pengalaman berpolitik yang memadai. Hal ini lebih dikarenakan era reformasi sekarang yang memberikan kebebasan untuk berbicara bagi setiap individu, terle- bih-lebih anggota legislatif yang secara legal formal memihak hak dan kewenang- an untuk itu. Tapi, apakah keberanian dan kevo- kalan itu mempunyai bobot dan kharisma tanpa didukung pengetahuan dan pema- hamannya di bidang tugas legislasi. Latar belakang pendidikan dan pengalaman yang minim, meski berada pada legitimasi yang kuat, tentu tidak akan mampu mengim- bangi birokrasi yang relatif lebih berpenga- laman terutama selama orde baru. Tidak heran jika ditemukan oknum anggota de- wan yang cenderung mengada-ada tidak meletakkan suatu persoalan sesuai pro- porsinya. Apabila kita merujuk referensi yang ada, beberapa indikasi yang diprediksikan sebagai penyebab anggota dewan ini mem- punyai kinerja buruk, antara lain menyang- kut berapa lama dia bisa berperan (du- ration in office), untuk masa keanggotaan dewan di Indonesia adalah 5 tahun. Walau- pun demikian, seberapa usia keanggotaan itu tetap akan masih lebih lama usia ekse- kutif sehingga legislatif hanya berorientasi jangka pendek daripada jangka panjang. Kondisi ini berakibat sulit baginya secara kontiniu (continouitas) berkerja dengan sebuah visi jika dibandingkan dengan pihak eksekutif. Polisi, Benarkah Tulisan harus ditandatangani dan disertai harus menemui ajalnya hanya dia salah ngomong di depan orang Pelindung Masyarakat? yang seharusnya menjadi pelin- kuti, diberi pelayanan istimewa dalam satu urusan (di kantor-kan- tor misalnya) dan akhirnya bisa bertindak sewenang-wenang ter- masuk memberi "pelajaran" ke- pada orang-orang tertentu dengan cara mereka sendiri. yaitu genocida atau pemberangusan etnis, suku dan lain-lain, serta kejahatan terhadap kemanusiaan atau berdadarkan pasal 7 UU No. 26 Tahun 200 tentang "Peradilan HAM" yaitu yang dimaksud dengan pe- langgaran berat HAM harus memiliki kri- teria yaitu bersifat direncanakan, sistematis dan tindakan yang meluas, maka memang dalam kasus Trisakti, Semanggi I dan II tidak mengandung unsur-unsur ini. Selain itu, tindakan TNI/Polri saat itu adalah dalam rangka menghandle situasi yang sudah "messy" (amburadul) karena adanya amuk massa dan mahasiswa yang ingin menggagalkan agenda Sidang Umum MPR-RI. Atau dengan kata lain, tindakan yang dilakukan oleh petinggi operasional TNI/Polri saat itu adalah ber- sifat on the behalf of institutions, sehingga wajar kalau saat ini mereka dilindungi oleh institusi TNI/Polri. Indikasi tidak adanya pelanggaran berat HAM juga dicerminkan dari hasil Pansus DPR-RI. Meskipun, pada waktu merumuskan rekomendasi Pansus tersebut yang kemudian diplenokan oleh DPR- RI diawali dengan voting seperti diakui oleh Firman Jaya Daeli (anggota Komisi II DPR-RI/anggota Pansus) di mana PDI- P.PKB dan PDKB walaupun berpendapat untuk mencopot kepala daerah, seperti yang terjadi terhadap Walikota Surabaya. Namun, posisi ini justru memunculkan sejumlah persoalan politik, mengingat dalam politik senantiasa bicara "siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana" Di wilayah ini para pemain politik berupaya mendapat kekuasaan dengan trik dan strategi. Padahal mereka belum banyak belajar berpolitik, selain politik rezim orde baru. Maka, jika dicermati trik- trik politiknya mirip ulah politikus rezim orde baru. Dunia politik nyata-nyata membuat negara ini tersesat dalam kubangan kebo- hongan dan koruspi. KKN-korupsi, kolusi dan nepotisme-kini menjamur, bahkan virusnya makin ganas. Ada yang mengusulkan agar orang-orang parpol menjadi "pembudaya" KKN saja, bukan berkoar sebagai pelindung rakyat. Mereka hanya memikirkan dirinya. Melihat perkembangan kondisi nega- ra yang makin hancur, masihkan kita perlu mempercayai dan bergantung pada wakil rakyat dan penguasa negara? Melihat fe- nomena itu, sejumlah kalangan mulai kha- watir akan bangkitnya "neo orde baru" dengan semua sisi-sisi gelapnya. Benar, bahwa seorang polisi berbadan tegap, kekar, sangar, kuat dan punya senjata, tapi bu- kan menunjukan bahwa mereka lebih hebat atau lebih utama dari profesi lainnya. Tegap, sangar dan kekar justru karena tuntutan tu- gas untuk memberi perlindungan dan keamanan bagi warga masya- rakat. Jadi, seharusnya "kelebih- an" polisi tersebut dipergunakan apabila berhadapan dengan para maling, penjahat dan bandit. Bu- Benarkah mereka berpolitik ala orde baru, namun berbaju reformasi? Tak ubah- nya rezim itu, ulah politikus era reformasi pun menempatkan rakyat sebagai objek politik kekuasaan untuk mendapatkan se- jumlah keuntungan pribadi dan kelompok. Dalam mengambil kebijakan mencari celah-celah hukum untuk melegalkan ke- putusan dengan mengatasnamakan rakyat secara sepihak. Simaklah kasus dana mo- bilitas anggota DPRD Jateng dan Papua. Dengan dalih untuk menyerap aspirasi rakyat, dana itu dilegalkan melalui Perda. Padahal, dana itu bersumber dari dana taktis gubernur. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Apabila dikaji, ironi itu tidak terlepas dari konsep politik perwakilan. Pengertian Kemudian, karena akibat dari struktur dalam organisasi politiklah yang menye- babkan seseorang menjadi anggota parle- men, bukan disiapkan secara matang bakal menduduki jabatan sebagai wakil rakyat. Untuk kasus anggota dewan kita lebih didominasi oleh faktor dadakan sebagai akibat era reformasi yang memberikan kebebasan membentuk suatu partai. Dan untuk tatanan lokal, semua lebih banyak sebagai penggembira akibat kebebasan itu, tetapi bernasib baik diuntungkan oleh situasi transisi dari era orde baru ke era reformasi. Terpilih sebagai anggota dewan lebih disebabkan faktor emosional pemilih yang sudah jenuh dengan kelakukan politik masa sebelumnya. Fenomena penyimpangan dan penye- lewengan kekuasaan yang dilakukan ang- gota dewan hampir rata-rata telah terjadi pada setiap daerah. Ada kesan bahwa ang- gota dewan yang seharusnya sebagai wakil rakyat tidak lagi memperjuangkan aspirasi rakyat Yang terjadi justru lebih cenderung mewakili kepentingan dirinya sendiri, KPP HAM Versus TNI/Polri, Siapa yang Menang? Dan yang terakhir, sangat dipengaruhi perubahan lingkungan (change of envi- ronment) baik lingkungan masyarakat maupun lingkungan dewan itu sendiri (lingkungan institusi dan lingkungan in- dividu). Kemapanan orang sekitar ling- kungan anggota dewan akan mempe- ngaruhinya untuk memperoleh hal yang sama. Misalnya, kendaraan pribadi yang dimiliki anggota dewan ataupun birokrat Pemda akan mempengaruhi anggota de- wan lainnya untuk memiliki fasilitas yang sama. Tidak heran, dibanyak daerah se- menjak menjadi anggota DPRD, diapun memiliki mobil pribadi yang kontras de- ngan kehidupan sebelumnya. Melihat akuntabilitas dan kualitas anggota dewan kita sekarang menjadi eva- luasi bagi kita, bagaimana sebetulnya kader representasi anggota dewan hasil pemilu 1999 ini? Diakui bahwa anggota DPRD hasil Pemilu 1999 adalah pemilu yang cukup demokratis dari masa sebelumnya Meskipun kalangan tertentu mengkritisi masih ada upaya-upaya permainan kotor dan kecurangan dilakukan parpol tertentu. Namun dapat dikategorikan hanya sebatas pelanggaran yang relatif kecil, kebanyakan adalah persoalan administratif, pencurian start kampanye, kekerasan dalam kampa- nye, dan menjelekkan parpol lain. Semua- nya secara substantif sebenarnya tidak merusak proses pemilu yang jurdil secara umum. ada pelanggaran berat HAM dalam ketiga kasus ini ternyata kalah voting dengan Partai Golkar dan kawan-kawan yang berpendapat tidak ada pelanggaran berat HAM dalam ketiga kasus ini. Walaupun demikian, karena sudah merupakan keputusan politik maka re- komendasi Pansus ini harus bersifat me- ngikat luar dan dalam. Oleh karena itu, adalah wajar juga kalau Asmara Nababan menyebutkan DPR-RI telah arogan dan otoriter karena mengeluarkan rekomendasi ini. Memusingkan Presiden Terjadi pro dan kontra terhadap masa- lah pemanggilan KPP HAM terhadap para mantan jenderal disebabkan karena adanya kerancuan dari dua undang-undang yang mengatur tentang masalah HAM yaitu Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 ten- tang Komnas HAM serta Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM, maka tampaknya akan banyak ka- sus-kasus HAM yang akan sulit dicarikan jalan keluarnya. Surat Pembaca fotokopi KTP atau tanda pengenal lainnya. Benar dan objektif. Maksimum 1 folio, sa, status yang lebih tinggi. Maka kan justru diterapkan bagi warga mereka pun harus dihormati, dita- sipil yang belum jelas kesalahan- nya seperti yang dialami Suryan- to. Selain itu, kriteria kasus HAM mana- kah yang patut diselesaikan melalui pera- dilan HAM dan mana yang tidak, juga belum terjadi kesepakatan. Bila hal ini berlanjut terus maka akan menimbulkan Dalam praktiknya, perwakilan tipe kedua menimbulkan banyak persoalan, karena mereka tidak jarang menyalahguna- kan kepercayaan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Dengan mengatasna- makan wakil rakyat, mereka bisa berbuat apa saja, sementara terwakil tidak men- dapat keuntungan. Mereka mengatasnamakan wakil se- cara sepihak, dengan mengabaikan prinsip- prinsip perwakilan demokrasi. Lebih parah lagi, perwalian mereka bukan dari rakyat, melainkan dari partai politik atau kelompok politik tertentu. Peristiwa yang memilukan tersebut bisa menjadi gambaran bagaimana profil polisi Indone- sia yang ganas dan sangar, tapi tidak pada tempatnya. Emosional karena tak mampu mengenda- likar diri, dan sangat minim pe- mahaman terhadap etika pergaul- an dan norma hukum. Sebab para polisi dimaksud sudah pada level perwira dan bertugas di SPN ko- non lagi yang lebih rendah pang- kat dan pendidikannya. Negara Indonesia adalah ne- gara hukum. Itu artinya di depan hukum tidak ada yang berbeda atau istimewa termasuk polisi. Penyelesaian hukum memang Jadi, bagaimana mungkin menuntut pertanggungjawaban wakil rakyat, padahal mereka bukan wakil rakyat? Secara de jure, para wakil rakyat memang mempu- nyai kekuasaan mewakili masyarakat, namun secara de facto; kekuatan kewe- nangan dan cara-cara menggunakannya menjadi pertanyaan, karena produk ke- bijakan mereka mempunyai dampak luas bagi nasib rakyat. Pada dasarnya, lembaga legislatif itu merupakan wahana komunikasi politik. Tempat berkomunikasi antara wakil dan rakyat. Meskipun nama lembaga itu le- gislatif (pembuat undang-undang), namun persepsi masyarakat tentang lembaga ini lebih ditekankan pada fungsinya sebagai komunikasi politik ketimbang pembuat undang-undang. Dari kondisi yang demikian, memun- culkan pertanyaan bagi kita, sebenarnya anggota DPRD itu mewakili siapa? Ter- lepas dari pertanyaan tersebut, yang je- las saat ini mereka telah terpilih dan telah duduk sebagai orang yang mewakil rakyat. Kinerja mereka yang buruk merupakan refleksi dari proses politik lokal yang belum matang. Jikapun tidak boleh dikatakan wajar saja menghasilkan produk kinerja dan ke- bijakan dengan predikat semu yang katanya membela kepentingan rakyat. Namun ke- nyataannya lebih banyak membela kepen- tingan pengusaha dan pejabat yang berma- salah. Kepentingan dan tuntutan rakyat dinomorduakan karena (barangkali) tidak memberikan kontribusi apa-apa bagi pri- badi maupun kelompoknya. Bagaimana Solusinya Otoritas (tapi bukan representasi) yang dimiliki DPRD yang kini sebagai badan legislatif daerah hendaknya dilihat sebagai proses maju jika dibandingkan ketika ia sebagai bagian dari Pemda (UU No.5/ 1974). Dengan "mengandalkan" DPRD sebagai wakil rakyat dan memuat elemen- elemen yang progresif, maka bisa diharap- kan terjadinya check and balance dalam sistem pemerintahan daerah. Dengan demi- kian dapat pula diharapkan berlangsungnya Dua Sisi Kegiatan dan muatan utama komuni- kasi politik adalah mencari masukan mela- lui komunikasi intensif antara wakil dan rakyat, menguji, mencari dukungan dan mengupayakan agar masukan itu menjadi pijakan keputusan pemerintah. Ini sejalan dengan dasar rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mempunyai hak untuk ikut menentukan arah kebijakan peme- rintah. keresahan. Untuk itu, segera dilakukan revisi terhadap kedua undang-undang ini. Pro-kontra tentang kasus pemang- gilan para mantan petinggi TNI/Polri kalau dilihat dari perspektif kedua kubu yaitu KPP HAM/Komnas HAM dengan kubu Mabes TNI/Polri memang tidak akan per- nah ditemukan jalan keluarnya. Sebab berdasarkan pasal 18 Undang-Undang 39 Tahun 2000, maka Komnas HAM me- lalui KPP HAM berhak melakukan pe- manggilan terhadap para saksi termasuk melakukan penyelidikan. Sementara itu berdasakan pasal 43 Undang-Undang No.26 Tahun 2000, maka peradilan HAM dapat dibentuk dengan Keppres setelah ada usulan dari DPR- RI. Sedangkan dalam kasus ini, pihak DPR-RI tidak pernah mengusulkan dibentuknya peradilan HAM, sehingga kalau KPP HAM tetap beroperasi maka sama artinya dengan melangkahi wewe- nang DPR-RI dan itu berarti KPP HAM melakukan abuse of power (penyalah- gunaan kekuasaan). Kebijakan itu harus sejalan dengan keinginan rakyat, atau paling tidak peme- rintah tidak mengambil kebijakan atau menghindari kebijakan yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Memuaskan kehendak rakyat merupakan esensi dari fungsi lembaga legislatif sebagai wakil rakyat. Pro-kontra terhadap masalah ini pada akhirnya akan berimbas kepada "perta- rungan politik praktis", sebab Mahkamah Agung sendiri berpendapat tidak akan mengeluarkan fatwa kepada dua pihak Tetapi demokrasi memiliki dua sisi. Satu sisi, demokrasi menghendaki keter- libatan rakyat dalam berpolitik secara op- timal. Namun di sisi lain, demokrasi tak mungkin atau hampir mustahil bagi elite memiliki sikap terbuka dan toleran dalam menampung semua aspirasi masyarakat. Demokrasi mendorong partisipasi rakyat secara optimal. Tapi hal ini tidak mudah. Kendati elite politik telah berusaha menampung semua aspirasi yang berkem- bang, namun selalu terasa kurang, meng- ingat perkembangan aspirasi itu lebih cepat ketimbang sikap keterbukaan elite politik. Akibatnya, elite politik senantiasa dinilai tak demokratis, karena dianggap tidak mampu menyerap aspirasi masya- rakat. Dua sisi itu melahirkan dilema demo- krasi dan dilema elike politik Sebab, apa pun alasannya, dalam etika demokrasi, elite politik tetap diharapkan toleran dan terbuka dalam menyerap semua aspirasi masyarakat dan menuangkan aspirasi itu dalam bentuk kebijakan politik. Dua sisi ini menjadi unsur potensial untuk mencip- takan kekacauan dan ketidakstabilan politik. * good governance yang tidak hanya me- nuntut pemerintahan yang legitimate, tetapi juga akuntabilitas dari semua elemen dan voluntary masyarakat. Perubahan ini, perlu dan harus diliha sebagai sisi positif bagi proses pembaha ruan suatu sistem dalam menata demokras dan demokratisasi terlebih-lebih era oto nomi daerah sekarang. Oleh karenany: DPRD ini diharapkan mampu berfungs sebagai alat pengendali untuk lebih terja minnya kebijakan-kebijakan yang bertu- juan memperbaiki kehidupan berbangsa' dan bernegara pada tatanan lokal. Oleh karena itu, untuk bahan referensi yang dapat dijadikan (barangkali) sebagai solusi hendaknya orang-orang yang duduk di legislatif itu diharapkan adalah orang yang mampu menjelaskan persoalan ma- syarakat ke dalam kebijakan publik yang realitas dan sistematis. Realitas artinya menyadarkan warga masyarakat mengenai modal yang dimiliki untuk memecahkan suatu persoalan. Sedangkan sistematis, artinya operasionalisasi kebijakan itu dapat dipahami dan diikuti oleh warga masyara- kat. Hal ini berarti, wakil rakyat harus memiliki ikatan emosi, di mana dia mera- sakan persoalan yang diwakili sebagai persoalan pribadinya. Sebagai misal, ang- gota DPRD yang konsen dan peduli terha- dap bencana banjir yang terjadi baru-baru ini adalah suatu tindakan yang patut dibang- gakan. Meskipun kenyataannya tidak banyak yang proaktif memikirkan dan mencan solusi kebijakan untuk antisipasi banjir ke depan yang sebenarnya bisa dipe- cahkan bersama jajaran Pemda dengan meloby ke pusat untuk pembiayaan. Di samping itu, diharapkan anggota legislatif haruslah orang yang populer dan berkualitas, di mana dia mendapatkan du- kungan dari masyarakat. Berkualitas, ar- tinya memiliki kemampuan di atas rata- rata orang yang diwakilinya. Untuk menge- tahui kemampuan ini dapat dilakukan me- lalui indikator tentang persyaratan sebuah perwakilan politik, serta memahami ide perwakilan yang hidup di dalam masya- rakat. yang sedang bersengketa. Padahal salah satu solusi untuk memecahkan persoalan ini adalah "keberanian" Mahkamah Agung untuk mengeluarkan fatwa. Namun, karena masalah ini bemuansa politis sangat kuat, maka Mahkamah Agung tidak akan mau mengeluarkan fat- wa seperti dikemukakan oleh Ketua MA Bagir Manan. Sehingga, akhimya desakan politik akan ditujukan kepada presiden di mana kapasitas presiden sebagai pang- lima tinggi TNI/Polri "dipaksa" untuk memerintahkan Mabes TNI/Polri agar para mantan petinggi TNI/Polri memenuhi panggilan KPP HAM. Jika Presiden Megawati Soekarno- putri berani mengeluarkan perintah kepda TNI/Polri untuk memenuhi panggilan KPP HAM, maka akan berdampak dua hal yaitu: Pertama, adalah tindakan "blunder politik" karena akan menjauhkan hubung- an dekat presiden dengan kalangan TNI/ Polri yang sudah harmonis saat ini. Kedua, disisi yang pemerintahan Megawati Soekarnoputri akan dinilai mulai reformis dan berani menampilkan sosok pemerin- tahan sipil yang demokrat. Dua pilihan politik yang sama-sama sulit ini sudah pasti akan memusingkan Presiden Me- gawati Soekarnoputri. 2 spasi/Artikel maksimum 5 halaman folio. pelayan masyarakat. diterapkan. Kita menunggu janji yang menewaskan dua mahasis- dari Kapolda akan menindak ang- wa Nomensen Mei 2000 yang la- gotanya yang bersalah. Sementara lu. Dengan demikian secara tidak kita menunggu maka sebagai langsung kita ikut membantu warga negara yang baik berke- polisi kembali bertugas dan fung- wajiban kita untuk senantiasa si utamanya yaitu pelindung dan melakukan pengawasan dalam arti mengingatkan apabila pim- Apabila kasus yang meng- pinan polisi lupa dan melakukan akibatkan hilangnya nyawa ma- tekanan apabila ada kesan diper- nusia dilakukan oleh bhayang- lambat atau malah kasus tersebut kara negara tidak diselesaikan dibelokan. dengan benar dan tuntas, maka yakinlah kasus-kasus demikian akan terus berlangsung, dan kita hanya menunggu giliran saja dan diperlakukan dengan cara yang sama dengan yang dialami Suryanto. Kita bukan tidak memperca- yai ucapan Kapolda, tetapi berba- gai kasus pelanggaran hukum yang melibatkan oknum Polri ti- dak pernah penyelesaiannya se- cara transparan. Paling-paling kata "masih diproses" atau "masih diselidiki", tapi tak tahu kapan akan disidangkan. Contoh paling nyata adalah kasus penembakan Adis Nababan Jl. Jamin Ginting Gg. Arihta 2 Medan Wartawan Daerah: BIRO JAKARTA: Hermanto, H Rahmatsyah Lubis, H Ramadhan Usman, Hasriwal AS BIRO SUMUT: Langkat: H Ibnu Kasir, Asrirais, Chairil Rusli; Binjai: Riswan Rika, Nazelian Tanjung, D.Serdang: HM Husni Siregar, Perdinan S, Dairi: Leston Sinaga, Tebingtinggi: Dhani E Elison, Muhammad Idris, Pematangsiantar: Yan MS Sinaga, Edoard Sinaga, Mulia Siregar, Tg. Balai: Aldyn Matova, Tarutung: Parlindungan Hutasoit, Tapsel: Syarifuddin Nasution, Balyan Kadir Nasution, Iskandar Hasibuan, Mohot Lubis, Kisaran: Abu Bakar Nasution, Nurkarim Nehe, Umaruddin Yasin Amin, Labuhanbatu: Nazran Nazier, Neirul Nizam, Agus Diansyah Hasibuan, Indra Muhery S, Armansyah Abdi, Sibolga: Zulfan Nasution BIRO ACEH: Banda Aceh: Adnan NS, Aldin NL, H Miswar Sulaiman, Zafrullah, T Mansursyah, Muhammad Zairin, T Ardiansyah, Aceh Besar: Iskandarsyah, Pidie: Samsuar, Bireuen: Samsul Rizal Jibro, Masykur Tom Randista, HAR Djuli, Mawardi Sulaiman, Aceh Tengah: Bahtiar Gayo, Aceh Utara: Bustami Saleh, M Jakfar Achmad, Jamali Sulaiman, Fakhrurrazzi Araly, Idrus Jeumpa, Arafat Nur, Muhammad Nasir Age, Aceh Timur: Syahrul Karim, Ibnu Sa'dan, Agusni AH, Kualasimpang: Muhammad Hanafiah, Aceh Barat: Rusli Idham, Hasaruddin, Aceh Selatan: Zamzami Surya, Aceh Singkil: Tarmizi Ripan, Aceh Tenggara: Mahadi Pinem, Blangkejeren: Buniyamin, Sabang: TZakaria Al Bahri. Semua wartawan Harian Waspada dibekali tanda pengenal. Color Rendition Chart WASPADA Bul KEBERADA Polisi Pamong Praja dalam jajaran Dep pakan hal yang sa. gis, karena tugas bannya membar Daerah pada bidan merintahan umum puti penegakan pe undang-undangan dan ketenteraman dan lain-lain, itu tolok ukur bagi ke pemerintahan. Satpol PP yan merupakan unit Bagian Ketertib Setwilda Pemerint sangat dikenal seb bebuyutan bagi kele gang kaki lima, ngunan yang tida Kasat Polpra. seorang anggota M Ol BANJIR yar beberapa daerah ini termasuk kot seperti Medan, J berbagai kota lai ingatkan saya te yang akan terjad dailing Natal ke de gejala yang terjadi khawatir, dalam tidak terlalu lama. rasanya juga akan lamkan kota-kota Mandailing Nata Kenapa saya mikian? Bila mus tiba, sungai-sung di Madina menjadi dan mengering, aka musim hujan til sungai itu berub. sungai besar yang yang dapat meng apa pun yang dilal gai contoh dapat prilaku sungai yar di sekitar Kota Par Aek Pohon yaitu s melintasi kawasam pada musim kem. lebih dari sekedar s untuk mencuci ken sudah sangat sulit, jika musim huja sangat luar biasa Hal yang sama, pada Aek Mata yang kota Panyabungan sudah sering melua turun agak lebat, juga dengan Aek Ra dan tentu saja Sung Gadis yang meng Cage 20 FEBRUARI yang silam, H Syam SE merupakan orar dari swasta terpili Bupati Langkat. Ka yang namanya ja Daerah, usahkan ora PNS saja sulit kare seluruhnya didomin berpangkat'. HSyamsul Arifin awali karirnya di bic rintahan Kabupate- yang memiliki mott Sekata, Berpadu Be menginginkan aga komponen masyara rah ini mampu mem persepsi, rasa keb dan rasa memiliki. ningkatkan kesej masyarakat selain m beberapa program ada, Syamsul juga kan upaya peningk berdayaan perek masyarakat. Memasuki tahu sekarang ini, Bupa H Syamsul Arifin S lar gagasan untuk m Tahun 2002 sebaga siplin, Pendidikan, an dan Tahun Per bagai gagasan ma gram seperti yan diatas, dalam pelak