Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bernas
Tipe: Koran
Tanggal: 1992-09-05
Halaman: 04

Konten


2cm 4. SABTU PAHING, 5 SEPTEMBER 1992 OPINI Sisi-sisi Lain KTT X GNB PERISTIWA akbar penyelenggaraan KTT X GNB serta keperca- yaan yang diberikan kepada Indonesia untuk menjabat sebagai ketua gerakan ini yang beranggotan 108 negara, merupakan kebanggaan tersendiri bagi bangsa kita. Di tangan Indonesialah hasil KTT nantinya akan diperjuangkan realisasinya, baik dika- langan sesama anggota dan bangsa lain di dunia. Menyangkut masalah-masalah politik, ekonomi, hak asasi manusia, perdamaian, keadilan dan lain-lain dalam kerangka melangkah bersama mewujudkan tatanan dunia baru. Hingga manfaatnya dirasakan oleh semua bangsa. Tidak hanya oleh sekelompok negara kaya, industri maju apalagi semacam ditentukan oleh satu negara saja. Selama berlangsungnya KTT X GNB di Indonesia, banyak Kepala Negara/ Pemerintahan yang ingin dan telah melakukan dialog langsung dengan Presiden Soeharto. Pertemuan semacam ini bukan sekadar basa-basi diplomasi, tapi mengandung arti yang dalam sekali. Ada hal-hal yang perlu dibicarakan empat mata dengan Indonesia. Sebagai ungkapan kepercayaan terhadap kepemimpinan Indonesia. Di samping itu dalam kesempatan semacam ini, hubungan bilateral antara negara peserta, peninjau dan tamu khususunya dengan Indonesia dikembangkan pula. Ada yang baru mulai dituangkan dalam macam-macam kerjasama. Ada yang mening- katkan realisasi atau meluaskan kerjasama yang sudah ada, sesuai dengan memorandum of understanding yang telah dicapai sebelumnya. Bahkan Indonesia telah menawarkan bentuk-bentuk kerjasama yang sudah menjadi kenyataan di sini. Sebagian di pamerkan di kompleks KTT berlangsung. Juga kerja dan produk IPTN di Bandung. Terdapat pula yang mencari dukungan seperti Selandia Baru, untuk dapat menduduki kursi di DK PBB. Karena penyelenggaraan KTT ini bersifat lintas sektoral, semua instansi yang terkait berusaha supaya bagian yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya berjalan sesuai rencana. Salah satu yang menumpang adalah sektor pariwisata. Suksesnya penyelenggaraan KTT dengan semua sarana penunjangnya, menunjukkan bahwa Jakarta dapat menjadi andalan sebagai kota wisata konvensi yang belum ada duanya di Indonesia sekarang. Peragaan busana yang disajikan di depan first lady dan istri semua delegasi, selain menunjukkan keanekaragaman tekstil Indonesia -yang sudah jadi komoditi ekspor- sekaligus menggambarkan kemampuan para desainer kita serta salah satu aspek budaya penghasil bahan pakaian yang dipergelarkan. Dalam rangkaian ladies program pula, mereka dibawa menyaksikan barang kerajinan yang digelar di gedung Dewan Kerajinan Nasional. 27 provinsi Indonesia menyajikan produk kerajinannya, cara membuat di ruang pamer Dekranas. Di Museum Nasional para tamu diajak untuk mengetahui peninggal- an bersejarah Indonesia, yang terbuat dari batu, perhiasan, perak dan emas. Waktu ke TMII tamu diajak mengenal sepintas inilah Indonesia. Ke Bandung -atas permintaan peserta yang dilakukan. hari Sabtu ini- mereka akan ke Gedung Merdeka tempat berlang- sungnya Konferensi Asia Afrika tahun 1955 yang melahirkan Dasa Sila Bandung yang terkenal itu. Penida Jabar tidak tertinggal memperlihatkan kekayaan wisatanya pula. Kabarnya seusai KTT nanti tidak sedikit dari para delegasi yang sudah memesan tempat untuk ke Yogya dan Bali. Dengan demikian Yogya sudah didengar dan ingin dilihat oleh mereka. Kebanyakan akan ke Borobudur, Prambanan dan candi Baka. Satu "limpahan" keun- tungan bagi DTW di sini. Apalagi jika bisa jadi kota konvensi sendiri. Itulah kekuatan wisata konvensi yang selalu terkait dengan peristiwa-peritiwa besar, berskala internasional. Dan pendapatan yang diterima masuk yang terbanyak dibanding dengan jenis wisata lainnya. Sisi lain ini selalu melekat pada yang pokok, esensial yang membahas aspek kehidupan bangsa di dunia ini. RUU Koperasi Banyak Kelemahan MENARIK perhatian kita pendapat yang disampaikan kepada Bernas, Kamis (4/9), mengenai keprihatinan Prof Dr Mubyarto, tentang lolosnya RUU Perkoperasian, karena dinilai masih banyak kelemahannya. Dikatakan, koperasi tidak dapat dipisahkan dengan kondisi ekonomi nasional secara keseluruhan. Seharusnya Undang-undang Perkoperasian dikeluarkan setelah adanya undang-undang tentang perekonomian nasional, yang mencakup soal monopoli, serta aspek ekonomi lainnya. Menunjuk beberapa kelemahan RUU Perkoperasian, Prof Dr Mubyarto menyatakan, pengertian koperasi sebagai badan usaha yang mendasarkan kegiatan pada prinsip-prinsip ekonomi, kalau mengejar keuntungan semata-mata namanya bukan koperasi. Karena tujuan koperasi, membantu kesejahteraan anggota. Pengertian sisa hasil usaha (SHU) tidak boleh disamakan dengan keuntungan. Hal lain yang dianggap penting, adalam RUU Perkoperasian tersebut tidak ada pasal yang menyatakan koperasi sebagai usaha bersama yang berazaskan kekeluargaan, seperti tercantum dalam pasal 33 UUD 1945. Kalau hal tersebut hanya dimasukkan dalam konsideran saja, tidak mempunyai kekuatan. Koperasi sebagai usaha bersama yang berazaskan kekeluargaan itu, harus ada pasal tersendiri. Berbicara mengenai koperasi, seolah-olah tidak pernah ada habisnya. Kedengarannya berlebihan, namun sesungguhnya makna substantifnya memang benar, jika dikatakan keberadaan koperasi merupakan amanat kemerdekaan. Memang kita menca- tat, selama ini ada kemajuan, jika dilihat perkembangannya sejak Pelita 1 sampai akhir Pelita IV. Dari 13.523 unit menjadi 35.512 -unit. Pada akhir Juni 1991 37.560 unit. Jumlah anggota sampai 30 Juni 1991 tercatat 19.167.796 orang, sedang modal koperasi dan KUD pada akhir Pelita IV Rp 583 milyar, meningkat menjadi Rp 728 milyar pada 30 Juni 1991. Volume usaha mencapai Rp 5 trilyun, dan SHU Rp 120 milyar lebih. Namun dibanding sektor swasta, kemajuan koperasi sangat jauh ketinggalan. Barangkali karena inilah, ada keinginan mengubah koperasi menjadi badan usaha yang profit oriented, bertujuan mengejar keuntungan semata-mata. Tujuan utama, yang menjadi sifat yang melekat dan menjiwai koperasi, yaitu membantu kesejahteraan anggota sebagai usaha bersama berazaskan kekeluargaan, lantas terabaikan. Menjadikan koperasi hidup dan berkembang dengan kecepatan seimbang dengan swasta, sangat sulit. Bahkan dalam Konferensi Menteri-menteri Koperasi Asia Pasifik di Jakarta tahun 1992 yang lalu, hanya dicapai perumusan yang sangat hati-hati, yang menyatakan: setuju peran serta swasta membantu modal koperasi, namun swasta tidak dibenarkan ikut serta memiliki saham di suatu koperasi. Indonesia dijadikan model, terutama bagaimana swasta berperan membantu permodalan koperasi. Koperasi unit desa (KUD) yang menjadi andalan kita selama ini, jenis kegiatan dan beban usahanya sering berlebihan. Sekalipun anggota KUD ikut sedikit menikmati keberhasilan yang dicapai koperasi, tetapi kesadaran berkoperasinya masih kurang, dan cenderung pasif. Sementara itu koperasi yang masuk dalam 10 program pokok PKK dan dikelola wanita-wanita desa ini, umumnya sangat lemah dibidang organisasi. Sesungguhnya koperasi jenis ini, karena ada pada setiap pedusunan, jika dapat berkembang baik, akan mengangkat citra koperasi di mata rakyat. Bagaimana mengangkat derajad kesadaran dan kehidupan koperasi, memang mengasyikkan. Sekalipun cukup rumit. Kalau RUU Perkoperasian banyak memiliki kelemahan, maka harapan untuk menjadikan koperasi dapat berkembang cepat dan tumbuh semakin kuat, akan semakin jauh dari kenyataan. Kelemahan dan kekurangan pada kegiatan serta pelaksanaan untuk mengembangkan koperasi, dapat selalu diperbaiki dan disempurnakan. Tetapi kelemahan yang bersifat prinsipil yang terdapat dalam RUU Perkoperasian, akan menyulitkan eksistensi koperasi itu sendiri. BERNAS Pemimpin Redaksi: Abdurrachman Wakil: AM Dewabrata, R. Subadhi Redaktur Pelaksana: Trias Kuncahyono, J. Roestam Afandi Wakil: Bambang Sigap Sumantri, Y.B. Margantoro, Sulaiman Ismail Manajer Produksi : Yusran Pare Pemimpin Umum: Kusfandi Wakil: Pramono BS Sekretaris Redaksi : Ny. Arie Giyarto, Penerbit: PT Bernas ISSN: 0215-3343 SIUPP: SK Menpen No 110/Menpen/SIUPP/A.7/1986, tanggal 22 Maret 1986: Redaktur: Agoes Widhartono, Baskoro Muncar, Giyarno MH, Hari Budiono. Ireng Laras Sari, LB Indrasmawan, Putut Wiryawan, Rs Rudhatan, Sigit Setiono. Staf Redaksi : Anis Suryani, Anggit Nugroho, A. Tavip Pancoro, Basili, Bambang Sukotjo, Daniel Tatag, Dedi H Purwadi, Eddy Hasby, Endah Saptorini, Farid Wahdiono, Handoko Adinugroho, Herry Varia Deriza, Krisno Wibowo, Mantaro FX, Nuruddin, RHR Sarjana BS, Rr. Susilastuti, Suroso, Suryanto Sastroatmodjo, Sugeng Prayitno, Tertiana Kriswahyuni, T. Poerya Langga, Tarko Sudiarno, Wineng Endah Winarni, Yuliana Kusumastuti. BERNAS "Trickle Down Effect": Tetesan Pilih Kasih? Mursito BM pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional. Karena watak budaya kita yang senang pada harmoni, keselarasan, dan kese- imbangan, rumusan dan jaba- rannya terasa manis. Yakni, di samping meninggikan pertun buhan ekonomi, kita juga me- SUDAH amat sering diperbin- cangkan di kalangan pengamat, tentang hubungan antara pem- bangunan ekonomi dan pemba- ngunan politik. Lebih dipersem pit lagi, antara pertumbuhan ekonomi dengan stabilitas poli- tik. Di kalangan esekutif peme- rintahan, ada asumsi yang hing- ga kini masih dipegang teguh, bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dengan sendi- rinya menciptakan stabilitas politik. Bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan da- pat meredam pergolakan yang mungkin timbul. Logikanya bisa dibangun demikian. Benar memang, pem- bangunan ekonomi yang ber- orientasi pada pertumbuhan. akan menciptakan kesenjangan ekonomi antara golongan kaya- - yang sedikit jumlahnya dan golongan miskin - yang banyak jumlahnya. Namun pada tingkat pertumbuhan tertentu, yang sangat tinggi tentunya, akan ada proses yang menciptakan meka- nisme di mana kekayaan dari golongan kaya akan menetes ke bawah, yakni pada golongan miskin. Karena mendapat "tetes an" dari atas ini, maka golongan miskin tak sempat bergolak. Teori trickle down effect ini tampaknya masih dianut. Namun hal ini dibantah oleh Sjahrir, yang berbicara pada peringatan HUT ke-25 Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (IPPM) di Jakarta. Menurut doktor politik ekonomi ini, pertumbuhan ekonomi yang tinggi terus menerus tidak akan selalu menghasilkan stabilitas politik, mengingat laju pertum- buhan ekonomi memang tidak bisa sejalan dengan proses de- mokratisasi. Penyebabnya, indi- kator perkembangan politik tidak dapat diukur secara kuan- titatif, misalnya demokratisasi politik. Sjahrir mengusulkan, justru proses budaya politik yang akan dapat menjadi kunci stabilitas politik. Banyak contoh bisa dikemu- kakan. Sejarah mencatat, keku- atan yang potensial untuk mela- kukan gerakan demokratisasi adalah mahasiswa. Golongan ini, seperti kita tahu, memiliki peran cukup besar dalam me- numbangkan Orde Lama untuk kemudian menegakkan Orde Baru. Namun setelah NKK dan Stabilitas politik larangan berpolitik praktis yang Hingga kini, buku pegangan diberlakukan pada mereka, pembangunan kita adalah trilogi seolah-olah membuat potensi pembangunan: pemerataan, kekuatannya melorot. Mahasis- Faktor Penegakan Hukum Adanya praktek "dagang hukum yang luas demikian, jelas menunjukkan penegakan di negeri ini masih belum berja- lan dengan baik. Menurut Soer- jono Soekanto (1983), paling tidak ada lima faktor yang harus diperhatikan jika kita berbicara Kasus Weselpos Telah Selesai ngusahakan pemerataan. Kese- imbangan antara kedua aspek itu akan menciptakan stabilitas nasional. Siapa pun tahu, bahwa amat sulit untuk menyeimbang- kan kadar keberhasilan pemba- ngunan kedua aspek itu. Dan, kenyataan empirik yang kita lihat membuktikan bahwa per- tumbuhan ekonomi tetap diuta- makan, sementara pemerataan, meskipun mulai mendapat per- hatian, tetap nomor dua atau bahkan nomor tiga. Kita bikin pertanyaan seder- hana: kalau masih ada kesen- jangan sosial dan ekonomi, kenapa kita masih bisa mem- pertahankan stabilitas nasional? Tentu banyak faktor yang mendukungnya. Misalnya, ting- kat kemakmuran masyarakat banyak mengalami peningkatan, ada keterbukaan, mulai ada kelonggaran-kelonggaran dalam menyatakan pendapat. Namun yang agaknya memberi andil lumayan besar pada stabilitas politik adalah, keberhasilan pemerintah mengontrol kekuat- an-kekuatan sosial-politik yang dianggap potensial menciptakan instabilitas politik. Kontrol bia- sanya dilakukan dengan cara, di satu pihak potensinya dimini-1 malkan supaya tidak berkem- bang, dan di pihak lain kelom- pok-kelompok sosial-politik itu diberi "sesuatu yang mereka butuhkan. Lewat rubrik ini saya ingin memberitahukan bahwa penga- duan saya tentang weselpos saya yang bisa diuangkan tanpa sepengetahuan saya, yang di- muat Bernas awal Agustus 1992 yang lalu telah mendapat jawaban langsung dari pihak Kantor Pos Besar Yogyakarta tanggal 15/8-92. Dalam kasus weselpos tersebut telah disele- Demikian pula tentang prose- dur penguangan wesel tersebut. yang tanpa tandatangan dan kartu pengenal saya sudah ter- ungkap, termasuk siapa yang DARI ANDA Pengirim rubrik ini harap melampirkan fotokopi KTP atau identitas lainnya bersalah dalam kasus ini (bukti saya lampirkan untuk Redaksi). Untuk itu saya mengucapkan terimakasih kepada pihak Kan- tor Pos Besar Yogyakarta atas kerjasamanya dalam mengung- kap kasus ini. Dan maaf saya atas kesalahpahaman dengan Kantor Pos Wirobrajan. tentang penegakan hukum tersebut. Alamat Redaksi/Tata Usaha : Jl Jend. Sudirman 52, Yogyakarta 55224 Telepon Semua Bagian: 61211 (PABX) Fax: 64062 Faktor-faktor itu adalah, per- tama, faktor perangkat hukum, dalam hal ini peraturan perun- dang-undangan yang berlaku. Kedua, faktor pihak-pihak pe- negak hukum, baik yang men- bentuk maupun yang menerap kan hukum itu. Ketiga, faktor sarana atau fasilitas pendukung. Keempat, faktor masyarakat, yakni lingkungan tempat hu- kum tersebut berlaku atau dite- rapkan. Dan, kelima, faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat. Artinya, apabila kita membicarakan satu faktor, maka dengan sendirinya akan menyeret pula faktor-faktor lainnya. Lima faktor tadi meru- pakan esensi dari penegakan hukum dan sekaligus juga ada- lah tolok ukur dalam menelaah efektivitas penegakan hukum. Karena keterbatasan ruangan, dalam kaitannya dengan topik tulisan ini, hanya akan difokus- kan pembahasannya pada fak- tor yang pertama saja, yakni yang menyangkut faktor pe- rangkat hukum (peraturan per- undang-undangan) yang berla- ku. "Dagang Hukum" dalam Penegakan Hukum TATKALA berbicara pada acara perkenalan Ketua Mahka- mah Agung dengan para pengu- rus Persahi (Persatuan Sarjana Hukum Indonesia) baru-baru ini, Prof Mochtar Kusumaatma- dja mensinyalir bahwa di Indo- nesia sejak lama telah muncul praktek-praktek "dagang hu- kum". la melihat gejalanya telah mulai sejak tahun 1976, dan kemudian berkembang terus melibatkan berbagai unsur pe- negakan hukum, khususnya para hakim dan pengacara. Apa yang disampaikan oleh mantan Menkeh dan Menlu tersebut memang bukan sesuatu yang baru. Ungkapan adanya "mafia peradilan" yang banyak disuarakan masyarakat, misal- nya, adalah salah satu petunjuk adanya praktek "dagang hu- kun" itu. Tuduhan yang diala- matkan ke benteng terakhir para pencari keadilan (justitia- belen) itu sudah demikian melu- as dan seolah-olah sudah meru- pakan rahasia umum, sekalipun dalam beberapa kesempatan, disangkal keras oleh sejumlah pejabat terkait. saikan secara kekeluargaan Ada Pungutan antara saya dengan pihak Kan tor Pos Wirobrajan. Slamet Widodo Jalan Majapahit 184 Semarang 50248. Sidharta Liar di RW? Rubrik Dari Anda Bernas (4/8-92) memuat tulisan Saudara Suripto Harsah, Sosrowijayan Wetan GT 1/3 Yogyakarta ber- judul Pengontrol Keuangan Pemimpin Perusahaan : A. Kardjono Wakil: Bimo Sukarno Pelaksana Pemimpin Parusahaan : Bambang Trisno Manajer: Sirkulasi: Sugeng Hari Santoso, Iklan: Bimo Sukarno, Gunawan Wibisono (Wakil), Promosi: Indra Suseno, Keuangan: Daryono, Umum: Gunawan Wibisono, Personalia: Isnu Hardoyo. Tarif Langganan: Rp 9.000/bulan (7 x seminggu) Tarifiklan: Warna Rp 3.000/mmk (minimal 1.215 mmk), Umum Rp 2.000/mmk, Keluarga Rp 1.300/mmk, Kolom Rp 2.000/mmk (minimal 1x30 mm, maksimal 1x150 mm), Mini Rp 1.500/baris (minimal 3 baris, maksimal 15 baris). Semua ditambah PPN 10% BANK: Lippo Bank Sudirman Yogyakarta AC 787.30.0386.5, Bank Niaga AC 211.2078.2 BANK BNI '46 Rek No. 008561001 Yogyakarta, Rekening Dinas & Giro Pos: J 11848) Percetakan: PT Muria Baru Offset Yogyakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan wa sekarang bukan lagi dipan- dang sebagai kekuatan sosial- politik seperti yang pemah mereka perlihatkan pada awal- awal Orde Baru, tetapi lebih terlihat sebagai pelajar biasa. Ada sesuatu yang diberikan kepada mereka -- KMI, bantuan (uang) untuk penyelesaian skri- psi. Hal serupa juga dapat kita lihat pada politik pangan, yang diberlakukan pemerintah sejak dimulainya Revolusi Hijau (Gre- en Revolution). Politik pangan adalah kebijaksanaan untuk membuat harga beras semurah mungkin, dengan harapan harga beras yang murah tidak akan menimbulkan keresahan kalangan pegawai negeri dan golongan menengah. Hal ini dilakukan, sebab pegawai nege- ri dan golongan menengah yang lain memiliki potensi untuk melakukan kritik, protes, bah- kan pergolakan. Keresahan yang berasal dari mereka cukup stabilitas politik. Mereka memi- potensial untuk mengganggu liki saluran, media dan sarana lain untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Biro Jakarta: J Soetardjo (Koordinator), Marcel Weter Gobang (Sekred), Manuel Kaisiepo, Richardus Satrio Hutomo, Ferdinand Matita, Arief Sofiyanto, Doddy Barnas, Josef Umarhadi, Rochyati, Yosef Suhimno, Alex Palit, Ries Mariana, Herryanto Prabowo, Heroe Baskoro, Budi Purnomo, Ermansyah Rachman, Nanik S Deyang, Andy Pribadi, Ratih Prahesti Sudarsono, Drajat Wibawanto, Daryadi Pribadi, Tatang Suherman, Paulus Sulasdi, Victorawan M Sophiaan, Tonnio Irnawan, Sugiyanto, A M Putut Prabantoro, Yan Supriyatna, Agus Setyabudi, Waris S Haroen, Antonius Bramantoro. (Jalan Palmerah Barat 33-35, Jakarta 10270, Telepon: 548363, 5495359, 5483008, 5490666 (ext: 4340-4341), 5494999, 5301991, 5495077, 5495006, (ext: 300-3005). Fax: 5495360 Semarang: Yupratomo Dwi P (Koordinator), Suherdjoko, Heru Prasetya, Yohanes Agus Ismunarno (Jalan Menteri Supeno No. 30 Telp. 319659) Solo: Mulyanto (Koordinator), Joko Syahban Panggih (Jalan Slamet Riyadi No. 284 Telp. 42767) Purwokerto: Sigit Oediarto. Sebaliknya, harga beras yang murah memang merugikan pe- tani, yang jumlahnya sampail sekarang masih mayoritas. Teta- pi petani tidak pernah memiliki akses untuk menyalurkan rasa ketidakpuasan dan keresahan nya. Kesadaran politik mereka rendah, sehingga perlakuan demikian ini mungkin tak dira- sakannya gai tidak adil. Para petani juga diberi "sesua- tu", yakni subsidi saprodi perta- nian. Berikutnya adalah pers. Ke- bebasan pers, kata banyak ahli dan pengamat, adalah indikator demokrasi. Artinya, kadar kede- mokratisan suatu masyarakat ditandai oleh seberapa kadar kebebasan persnya. Pers yang Bukti-bukti dapat kita rasa- bebas merupakan pertanda, bahwa demokrasi hidup di kan sendiri. Kontrol terhadap masyarakat yang bersangkutan. kelompok-kelompok sosial- Sebaliknya pers yang terlalu politik yang di masa lalu diang- Tambal Sulam Kelemahan perangkat hukum dapat dikatakan sebagai "penya- kit yang paling parah yang menimpa dunia hukum kita dewasa ini. Hampir semua la- pangan kegiatan mengeluh, atas ketiadaan perangkat hukum yang cukup dalam melindungi usaha mereka. Kalaupun pe- rangkat itu ada, biasanya sudah tidak sesuai lagi dengan tuntut- an perkembangan yang terjadi. Tuntutan yang paling banyak diserukan, tentu saja berasal dari dunia perdagangan. Eksis- tensi KUHD (Kitab Undang- Undang Hukum Dagang) dan peraturan-peraturan yang me- nyertainya, sejak lama disadari sudah tidak memadai lagi untuk menjawab problema yang mun- cul dalam dunia perdagangan. Fenomena merger dan akuisisi, franchising BOT (build-operate- transfer), lisensi, fidusia, mono- poli, perlindungan konsumen, adalah sebagian kecil contoh masalah-masalah yang belum tertampung secara sistematis dalam perangkat hukum kita. Keadaan tersebut tentu me- nimbulkan berbagai dampak negatif bagi penegakan hukum. Hal tersebut wajar saja terjadi. Sebab, di satu sisi dunia perda- gangan dengan segala aspeknya terus berkembang tanpa bisa bertanggung jawab, merupakan indikator masyarakat yang ku- rang demokratis. Pers kita me- mang semakin memiliki kadar kebebasan. Namun, masih di- mungkinkannya adanya pem- breidelan atau pencabutan SIU- PP, membuat pers kita harus pandai-pandai menyeimbang- kan antara kebebasan dan tang- gung jawab. Akan halnya pers, kita tidak melihat adanya "sesu- atu" yang diberikan pemerintah kepadanya. Kecuali kepada pers, kelom- pok-kelompok sosial di atas memberi kesan diberi "sesuatu" oleh pemerintah. Diberi tetesan pembangunan, hasil dari per- tumbuhan ekonomi yang tinggi. Agaknya, tetesan ke bawah ini pilih kasih. Hanya kelompok sosial-politik tertentu saja yang ditetesi hasil pertumbuhan eko- nomi yang tinggi. Kelompok sosial politik yang dipilih untuk ditetesi hasil pertumbuhan eko- nomi itu, adalah kelompok sosi- al-politik yang dipandang me- miliki potensi untuk menimbul- kan instabilitas politik. Ubah strategi Tetesan ke bawah yang pilih kasih ini memang suatu strategi politik, bagian dari kebijaksana- an pemerintah untuk mencipta- kan stabilitas politik - yang amat penting bagi kelangsungan pembangunan. Demi kelancaran pembangunan, tampaknya me- mang strategi politik dengan pilih kasih dalam meneteskan hasil pembangunan ini harus dilakukan. un demikian, untuk masa sekarang dan masa mendatang, trategi ini bisa di- tinggalkan secara berangsur- angsur. Tanpa strategi semacam ini pun, tampaknya stabilitas politik tetap dapat dipertahan- kan, mengingat masyarakat kita sudah semakin dewasa kesadar- an politiknya, semakin dewasa dalam berpolitik. M Wening Ikhtinggar Seworan Sidoarum Godean Sleman. Rubrik Refleksi Bernas dengan berbagai rubrik yang aktual mencoba dibendung, sedangkan di sisi lain antisipasi dunia hukum sendiri masih lemah. Karena itu tidak heran jika yang muncul kemudian adalah upaya tambal sulam, yang membuat wajah hukum kita semakin semrawut. RW-RT. Membaca tulisan terse- but saya sangat heran, pungutan mencapai Rp 10.000/Rp 25.000 itu sukarela atau pungli? Saya rasa kelurahan atau kecamatan saja tidak dapat menarik uang sebanyak itu kepada warganya. Di kampung saya untuk memohon cap gratis, andaikata memberi sumbangan sifatnya sukarela dan kecil seka- li (Rp 100 Rp 200). Saya meng- imbau agar masalah sumbangan atau pungutan diperhatikan dan ditertibkan. Supaya tidak menu Alat Peraga BKB lar ke kampung lain. Sedangkan bila itu pungli, seharusnya dibe- rantas dan pelakunya ditindak tegas. dan Bank Perkreditan Rakyat. Sesuai namanya, SK dan Surat Edaran tersebut seharusnya hanya diperuntukkan bagi mer- ger dan akuisisi di bidang per- bankan. Namun dalam praktek- nya, keduanya dijadikan pula landasan bagi merger dan akui- sisi semua perusahaan pada tampil beda. Di antaranya rubrik Refleksi, yang memuat tulisan Marwah Daud Ibrahim, yang dengan gaya bahasa khas mem- bawa pembaca pada suasana introspeksi diri. Tidak saja untuk individu, tapi cakupan yang lebih luas lagi. Bravo Bernas! Aparat dusun dan masyarakat Dusun Mejing Wetan Desa Am- barketawang Kecamatan Gam- Ketua RW yang memberlaku- kan pungli pada warganya dan ping Kabupaten Sleman, saat ini sedang giat melaksanakan ber- tidak dapat mempertanggungja- bagai pembenahan baik fisik wabkan kegunaannya, mestinya maupun nonfisik. Secara fisik warga mengadakan rapat dan antara lain berupa penerangan, mengambil tindakan. Mungkin pembangunan pagar, pemanfa- saja terjadi, kas RW masuk nye- atan lingkungan dan pembenah- leweng ke kantong pribadi. an administrasi. Secara nonfisik Dalam pembentukan pengu- berupa penyuluhan bina kota, rus RW, lazimnya setelah wakil- wakil warga mengajukan calon- kungan, simulasi P4 serta pe- penyuluhan kesehatan ling- calonnya, baru dimusyawarah- nyuluhan Bina Keluarga dan kan untuk dibentuk pengurus- Balita (BKB). nya. Jadi bukan main tunjuk. Untuk memperlancar pelak- Sistem main tunjuk sering dila- sanaan kegiatan tersebut dibu- kukan untuk maksud-maksud tuhkan berbagai sarana, yaitu tertentu. Dan yang ditunjuk alat-alat peraga. Jenisnya antara biasanya klik-nya. Menjumpai lain: buku-buku cerita bergam- keadaan begini, paling tepat bar, alat-alat tulis, mainan anak- bila pemerintah daerah turun anak, balok kayu, menara ge- tangan. Bila perlu dilakukan lang, puzzle dan majalah. musyawarah ulang, supaya kerukunan warga di wilayah itu terjaga dalam kebersamaan. Barangkali di antara pembaca ada yang memiliki barang-ba- rang tersebut dan sudah tidak Pengontrol keuangan jelas terpakai lagi, silakan untuk perlu. RT-RW sebagai lembaga menyumbangkan atau mengi- yang sah dalam masyarakat, rimkan kepada kami: Pos KKN jangan sampai ternoda oleh IKIP Sanata Dharma, Dusun perbuatan-perbuatan oknum Mejing Wetan di rumah bapak pengurusnya. Kepala Dusun. Atas kerelaan pembaça, kami ucapkan terima- kasih. Sebagai contoh, dapat diang- kat kasus merger dan akuisisi yang ramai dibicarakan akhir- akhir ini. Dalam KUHD kita Political Will yang berlaku sejak zaman kolo- nial itu, tentu saja masalah tadi belum ada pengaturannya. Ke- cuali dalam hal perubahan hak suara pemegang saham (UU No. 4 tahun 1971), KUHD tersebut memang masih tetap utuh se- perti keadaan jauh sebelum Indonesia merdeka. Untuk me- Di samping itu terdapat pula ngisi kevakuman demikian, suara-suara sumbang yang dikeluarkan SK Menkeu No. mempertanyakan political will 278/KMK.01/1989 tanggal 25 pemerintah dalam melengkapi Maret 1989, tentang Peleburan perangkat hukum kita. Mereka Usaha dan Penggabungan Usa- menyatakan, bahwa hanya pe- ha Bank, yang kemudian diikuti rangkat hukum yang mengun- dengan Surat Edaran Bank In- tungkan pemerintah saja yang donesia No. 21/15/BPPP tanggal akan diprioritaskan dalam pem- 25 Maret 1989, tentang Pelebur- bentukannya. Untuk peraturan an Usaha dan Penggabungan perundang-undangan yang Usaha bagi Bank Umum Swasta kurang menguntungkan, biasa- Nasional, Bank Pembangunan, nya ditempatkan pada barisan Bambang Karlyawan Jurusan Sejarah FPIPS (9147053) IKIPN Yogyakarta. gap potensial menimbulkan instabilitas politik, sekarang semakin dilonggarkan. Toh kelonggaran ini tidak membuat mereka neko-neko. Kritik-kritik, yang sebagian datang dari me- reka, yang sekarang semakin kita rasakan ketajamannya, tidak juga membuat stabilitas politik kita menjadi goyah. Kita me- nyaksikan, kritik-kritik tajam datang dari masyarakat kepada pemerintah dan lembaga-lemba- ga tinggi yang lain, ketika ma- syarakat menganggap ada kebi- dianggap tidak adil. jaksanaan pemerintah yang Kritik terhadap UU Lalu lin- tas, penggusuran, utang luar negeri, struktur keanggotan DPR, sistem Pemilu, dan kebi- jaksanaan pemerintah di bidang ekonomi, yang juga cukup ta- jam itu, toh tidak membawa pengaruh yang berarti terhadap stabilitas nasional. Jika demikian halnya, apakah tidak mungkin strategi politik pilih kasih ini diubah? Junny Puspawaty d/a Bapak S Sockarto Dusun Mejing Wetan Ambarketawang Gamping Sleman. Artinya, diubah dari membe- rikan tetesan kue hasil pertum- buhan ekonomi yang semula hanya diberikan kepada kelom- pok-kelompok yang dianggap potensial menimbulkan instabili- tas politik, menjadi strategi me- neteskan kelebihan kue hasil pertumbuhan ekonomi kepada kelompok-kelompok sosial yang benar-benar memerlukan. Meskipun, kelompok sosial ini tidak potensial untuk mencipta kan instabilitas politi. Tentu saja ini memerlukan political will dari pemerintah, yang diwujud- kan dalam bentuk kebijaksana- an pemerataan pembangunan yang memang tetap kasih, tetapi pilihan kasihnya itu dibe- rikan kepada golongan masya- rakat yang benar-benar memer- lukan tetesan kue hasil pertum- buhan ekonomi yang berlebih. Dengan strategi ini, bukan saja dapat menolong golongan masyarakat miskin yang me- mang benar-benar memerlukan kue pembangunan, tetapi juga dapat meredam kri- tik-kritik yang datang dari para intelektual, cendekiawan, dan politisi non-birokrat yang biasa- tetesan umumnya. Fenomena seperti di atas tentu tidak boleh terus terjadi, atau sengaja dibiarkan berlarut- larut. Gaya tambal sulam demi- kian jelas tidak dapat diterima oleh teori ilmu hukum, khusus- nya dari sudut ilmu perundang- undangan. Tambal sulam peraturan perundang-undangan itu juga akan membuka lubang-lubang, yang dapat dimanipulasi oleh oknum-oknum tertentu. Kesem- patan tersebut pasti segera me- ngundang mereka yang berba- kat "dagang hukum" seperti di atas untuk memanfaatkannya. belakang. Lihat saja, bagaimana lambannya kelahiran UU PTUN dibandingkan dengan, misalnya, peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. TOPIK Fungsi PBB SIAPA bilang semangat "mumpung" hanya milik orang Indonesia? Menyaksikan jalan- nya Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok (KTT GNB) X di Jakarta Convention Cen- ter (JCC) beberapa hari tera- khir ini, ternyata sejumlah delegasi agaknya juga ingin menggunakan kesempatan untuk kepentingannya sendiri. "Mumpung" KTT Beberapa negara sengaja membawa persoalan negara- nya dalam KTT. Memang, persoalan yang dibawa itu menyangkut hubungan antar- negara GNB, misalnya antara Irak-Kuwait, India-Pakistan, Bosnia-Herzegovina Serbia. Bahkan negara yang statusnya masih "tamu", belum-belum sudah "kulo nuwun" dengan menyodorkan persoalan, mi- salnya Armenia. Dalam sebuah konferensi pers, Menlu Arme- nia mengatakan harapannya, agar GNB dapat membantu menyelesaikan masalah Na- gomo-Karabakh. Apakah semangat n'um- pung itu sendiri salah dalam KTT? Tidak begitu mudah menjawabnya. Di satu pihak, persoalannya memang cukup pelik. Di pihak lain, seakan sekarang ini tidak ada sebuah lembaga internasional pun yang mampu menyelesaikan segala masalah dunia. Ambil contoh, nasib manusia di wila- yah Bosnia-Herzegovina. Juta- an orang menderita akibat se- rangan Serbia. Banyak orang meninggal, lebih dari dua juta orang terpaksa mengungsi atau kehilangan tempat ting- gal. Mereka menjadi kurban permainan tingkat tinggi yang tidak diketahuinya. nya selalu mengangkat isu ke- senjangan sosial dan pemerata- an pembangunan. Sejak hari pertama Sidang, para pejabat tinggi (Senior) Official Meeting) masalah Bosnia sudah cukup "meng- ganggu" jalannya acara. Sejum- Dengan demikian, stabilitas politik yang tercipta benar-be- nar dinamis, karena ia dibangun dari basis yang kuat. Yakni, dari basis kehidupan demokratis, bukan dibangun dari keketatan mengontrol kekuatan kelom- pok-kelompok sosial-politik tertentu. Budaya politik Pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan harapan akan ada tetesan ke bawah, membawa konsekuensi bahwa bisa saja harapan tetesan ke bawah itu tidak terjadi. Ini lebih-lebih jika mekanisme pasar yang mengatur perekono- mian masyarakat. Perekonomian yang diserahkan pada mekanis- me pasar akan menciptakan struktur hubungan antar golong- an masyarakat sesuai dengan keinginan pasar. Jika ini yang terjadi, akses produksi (dan kekuasaan) go- longan ekonomi kuat dengan sendirinya lebih besar ketim- bang golongan ekonomi lemah. Dari dimensi ekonomi, ini akan menimbulkan kesenjangan eko- nomi: dan dari dimensi politik, bargaining power kelas bawah masyarakat amat lemah ketim- bang kelas elit. Struktur sosial yang tidak adil ini, tentu tidak kita kehendaki. Tujuan pemerataan pemba- ngunan dan mengurangi kesen- jangan sosial, tentu akan sema- kin jauh. Satu-satunya cara yang efektif adalah intervensi peme- rintah, yakni dengan membuat kebijaksanaan yang streteginya seperti dikemukakan di atas. Namun intervensi pemerintah seringkali mengandung konse- kuensi tersentralisasinya kekua- saan di tangan pemerintah. Kita pernah mengalami hal semacam itu, ketika segala sesuatu yang berurusan dengan pembangun- an, semuanya ditentukan oleh pemerintah dari perencanaan, dana, inisiatif, sampai kepada pelaksanaannya. Ini tentu saja bisa menghambat upaya demo- Terlepas benar tidaknya si- nyalemen di atas, kenyataannya memang banyak sekali RUU yang telah disiapkan, terhambat pembahasannya, tanpa diketa- hui bagaimana nasibnya seka- rang. Adapun yang muncul di permukaan, hanyalah saling lempar tanggung jawab antara Setneg dengan departemen atau instansi yang bersangkutan. Hal ini tentu menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat awam, yang sekaligus menanda- kan belum adanya keterbukaan dalam proses pembentukan perangkat hukum di Indonesia, khususnya produk hukum yang berupa undang-undang. PBB khawatir, jangan-jangan lah pejabat Indonesia tampak KTT-- nya tersendat-sendat. Kekha- watiran itu memang agak beralasan. Kalau dibiarkan mereka menggunakan kesem- patan "mumpung", banyak acara terpaksa berjalan out of schedule. Kalau itu dibiarkan, bisa-- bisa KTT-nya sendiri terpaksa diulur-ulur. Tentu ini bisa merepotkan dari segala segi. Pengalaman seperti itu sudah dialami, ketika berlangsung KTM di bali beberapa waktu lalu. Sidang sempat molor kratisasi. Bukan saja menyebab- kan tiadanya partisipasi, tetapi juga membuat masyarakat men- jadi tergantung pada pemerin- tah. kan menjadi UU No. 6 Tahun 1989. Beruntung akhirnya un- dang-undang seperti itu tidak sampai menimbulkan aksi kon- tra di masyarakat (tidak seperti UU No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Selain itu, jika keterbukaan itu hanya dilakukan saat pem- bahasan di DPR, tentu akan sulit diterapkan untuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, yang pemben- tukannya menjadi wewenang pihak eksekutif sepenuhnya (kecuali Perda, yang melibatkan juga unsur DPRD). Idealnya, keterbukaan pem- bentukan peraturan perundang- undangan itu sudah harus di- Keterbukaan mulai sejak penyusunan naskah Sebagaimana dinyatakan oleh akademisnya, dan terus berlan- A.M. Bos dalam bukunya Me- jut sampai kepada pembahasan- thoden van Onderzoek en be- nya di DPR. Public bearing demikian harus melibatkan gripsvorming in bet Recht, ke- terbukaan dalam proses pem- sebanyak mungkin unsur ma- bentukan peraturan perundang- syarakat, mulai dari kalangan undangan, sangat diperlukan. awam sampai dengan dunia. Sebab, dengan keterbukaan akademik. Dengan demikian, tersebut diharapkan sejak dini aspirasi yang direkam dalam masyarakat dapat secara bebas produk hukum yang dimuncul- memberikan masukan-masukan. kan nantinya, bukan hanya Selama ini ada anggapan, berasal dari mereka yang memi- bahwa keterbukaan itu hanya liki dana lobbying saja. Jika diperlukan pada saat suatu RUU kelompok masyarakat yang dibahas di DPR. Padahal sering terakhir ini saja yang didengar, terjadi, pembahasan RUU di bukan mustahil, "dagang hu- DPR itu berlangsung sangat kum" lagi-lagi yang terjadi. *** singkat. RUU tentang Paten, misalnya, hanya memerlukan waktu satu bulan saja, sebelum akhirnya disetujui untuk disah- P Sulasdi sampai 6 jam, gara-gara sebu- ah negara ingin menggunakan kesempatan untuk menyele saikan masalah negaranya. UNTUNG saja, Indonesia cukup tanggap terhadap pi- hak-pihak yang ingin menggu- nakan semangat "mumpung". Dikatakan, KTT GNB bukan forum yang tepat untuk me- nyelesaikan konflik bilateral. Artinya, bukan di KTT GNB seperti itu perselisihan dua negara harus diselesaikan, meskipun kedua-duanya ada- lah negara Non Blok. Mengapa sejumlah negara sampai masuk pada "kamar yang salah", rupanya disebab- kan oleh salah persepsi me ngenai GNB. Walaupun ang- Melihat alasan-alasan yang berhubungan dengan tangguh- kita, nya ketahanan nas seperti dikemukakan di atas, agaknya sudah waktunya peme- rintah lebih memperlebar pintu bagi berjalannya arus keterbu- kaan. Perlu diciptakan mekanis- me dengan mana masyarakat lancar menyatakan pendapat- nya, serta mengungkapkan sikap dan nilai-nilai budayanya. Ini berarti, perhatian yang lebih intens perlu ditujukan pada budaya politik. Pemerintah yang terlalu sentralistik sudah pasti tidak akan berhasil menggali budaya politik masyarakat, se- perti yang sudah terbukti sela- ma ini. Masalah budaya politik, ada- lah masalah bagaimana pemba- ngunan politik didasarkan atas budaya politik yang hidup dan berakar pada masyarakat. Syarat yang utama adalah adanya ke- terbukaan. Pemerintah telah mengintrodusirnya beberapa waktu yang lalu, dan dengan itu pula kita telah melihat hasilnya: lalu lintas menyatakan pendapat semakin lancar. Jika mekanisme yang mengatur lalu lintas me- nyatakan pendapat (dan kritik) ini lancar dan ada political will dari pemerintah (dan lembaga- lembaga tinggi lain), niscaya tidak akan terjadi "Kasus UU Lalu lintas". Perbedaan penda- pat antara pemerintah dan ma- syarakat, akan tidak setajam itu. Mungkin masih banyak di antara kita yang mempertanya- kan, seperti apa budaya politik kita itu, bahkan ada pertanyaan yang lebih pesimistik lagi: apa- kah kita memiliki budaya politik nasional? Justru untuk menja- wab pertanyaan itu, kita perlu memperlebar pintu keterbuka- an, agar budaya politik kita terungkap. *) Mursito BM, staf pengajar FISIP UNS, dan Ketua Lembaga Pengkajian Pers Surakarta (LPPS) Sidharta, dosen Fakultas Hukum Universitas Tarumana- gara, Jakarta. gota GNB kini menduduki dua pertiga keanggotaan PBB. yang berarti mayoritas negara dunia ini adalah negara GNB, tetapi GNB tidak sama dengan PBB. GNB bukan saingan PBB. PBB adalah sebuah organi- sasi, sedang GNB adalah sebu- ah gerakan, yang keduanya tentu mempunyai perbedaan- perbedaan. Masalah kedaulat- an negara, status kenegaraan, dan sejumlah masalah lain yang dibawa oleh negara GNB kali ini, pada dasarnya bukan- lah masalah GNB, tetapi masa- lah PBB. Itulah alasan yang sampai kini dipandang masuk akal, untuk tidak mengguna- kan forum GNB sebagai wa- dah penyelesaian konflik bila- teral. Hanya saja yang menggan- jal sekarang, PBB sendiri rupa- nya masih lumpuh untuk menghadapi soal-soal itu. Kalau Irak pernah mencaplok Kuwait, prinsip PBB untuk menghormati kedaulatan ne gara lain dilanggar. Tetapi Israel pun tak luput dari tu- dingan menginjak-injak hak menentukan nasib sendiri bangsa Palestina. Yang terasa kemudian ada- lah, negara-negara yang mem- bawa persoalannya ke forum KTT GNB, tidak bisa begitu saja disalahkan. Sebab, lem- baga dunia yang cukup berwi- bawa untuk menyelesaikan masalah itu, belumlah ditemu- kan. Bahkan PBB, sudah men- jadi rahasia umum, "dimanfaat- kan' oleh pihak-pihak tertentu --terutama negara-negara ang- gota tetap DK PBB- demi kepentingannya. Situasi itu tentu saja meur prihatinkan dan semakin me- nyadarkan perlunya dilakukan usaha, agar PBB lebih ber- fungsi sebagai Perserikatan Bangsa Bangsa. Struktur dalam Dewan Keamanan, pai kini lebih banyak mengun- tungkan dan didominasi nega- ra-negara maju saja. ... sam- BISI VALUTA Shilling Austria Dolar Australia France Belgia Dolar Brunei Darusalan Dolar Kanada Franc Swiss Bank BTN Mark Jerman Kron Denmark Franc Perancis Poundsterling Inggris Dolar Hongkong Lira Italia (100) Yen Jepang (100) Ringgit Malaysia Gulden Belanda Krone Norwegia Dolar Selandia Baru Peso Filipina Krone Swedia Dolar Singapura Bath Thailand Dolar AS TABUNG BPD Bank Summa Bank Jakarta BII BBI Bank Niaga Lippo Danamon Bank BNI '46 Bukopin BTPN Color Rendition Chart Daftar Kurs di Bank BCA BDN BHS Bapinoo BBD BONI Tabunas S8UN Aktif Bank Pasar Bank Duta BPR Mandiri SP BPR Danagung R BUN Bunawisata BPR Redjo Bhawono Warung Es Teller trich YOGYA- Satu-sa donesia di Yogya, ya kan pada tahun 19 karena dalam dua ta menurun, bahkan me akan dilakukan pada sebelum memasuki ditutup karena sudah ngah tahun terakhir narnya tidak memilik tersebut hanya mam hun terakhir ini prakt penutupan outlet Es masa kontrak sistem chisor) yang dipegar trak rumah untuk ot Bernas, outlet Es Te milik Akin Endrawan outlet yang sama di S satu tahun lalu. Jug. hanya bertahan bebe alumuniu ALUMINIUM DAM "MATARA Pasang & jual bahan Rolling Door, K Alman Kaca, Aquarium, Awning Krey Rak Pring, Slep Kaca Jl. Godean Tambak M YOGYAKAR bakery DIET BR SALAH SATU RC YANG DICIPTAKA UNTUK PENDERITA DIAE NON STOP SERVIC SETIAP HARI segera hubungi kami 5 modern MURNI ba MINI mar JL BINTARAN KIDUL 30 TELP 86768-665 dijual mot DIJUAL SEPEDA MOTOR tahun 87. Hub: Jl. Kauman 3 stempel Butuh STEMPEL WARNA KRISTAL, buat 4 gratis 1. Telp Kami akan datang. Juga ters ANGIN suara halus, model Dapat diangsur. Jl. Kebun Ra