Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Harian Neraca
Tipe: Koran
Tanggal: 1990-01-30
Halaman: 06

Konten


Selasa, 30 Januari 1989 Komentar Ketidakjelasan Peraturan Membawa Derita TKW DALAM inspeksi mendadak (sidak) akhir pekan silam yang dilakukan Menteri Tenaga Kerja Drs. Cosmas Batubara, ke- beberapa Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI) ditemukan hal-hal yang menyedihkan. Beberapa puluh tenaga kerja wanita yang ditampung oleh sebuah PPTKI di Jl. Tirtayasa - Kebayoran Baru, sekitar 100 orang TKW diperlakukan secara kurang manusiawi. Lebih separoh dari mereka telah selesai mengikuti latihan ketrampilan dan sudah mendapat paspor serta telah ditampung ditempat itu sekitar 5-12 bulan, tetapi belum juga dikirim ke Arab Saudi. Mereka tidur berdempet-dempet diruangan sempit, sumpek dan sangat tidak memenuhi syarat kesehatan. Para TKW itu berasal dari berbagai daerah di Jawa dan Madura. para Mereka mendaftarkan diri sebagai calon TKW melalui sponsor (Petugas Lapangan =PL) dengan membayar sekitar Rp 300.000 - Rp 700.000,-. Suatu jumlah yang cukup besar dan terlalu sulit untuk dipenuhi para TKW yang kebanyakan adalah buruh tani itu. Betapapun beratnya, para wanita desa itu berusaha me- menuhinya kendati harus menjual segala harta kekayaannya yang ada. Dengan penuh keyakinan bahwa kelak apa yang dijual itu dapat diganti setelah bekerja di luar negeri. Harapan mereka cukup besar. Dengan perhitungan sebagai petani, mereka me- lihat bahwa kesempatan bekerja diluar negeri itu akan menjadi awal dari upaya perbaikan nasib mereka dan keluarganya dihari esok. "Angin sorga" yang menghembus melalui ocehan dan kicauan para sponsor/PL dari PPTKI, membuat mereka terbuai dan lelap dalam mimpi-mimpi indah. Tanpa disadari mereka telah memendam diri ditempat-tempat penampungan itu berbu- lan-bulan lamanya. Dalam ruang-ruang sempit dan pengap yang tak memenuhi syarat kesehatan, wanita-wanita itu tidur berjejal-jejal. Dari percakapan dengan beberapa TKW di Jl. Tirtayasa itu diperoleh keterangan bahwa lebih separoh dari mereka telah mengikuti latihan ketrampilan bahkan ada yang sudah memiliki paspor, tinggal diberangkatkan. Tetapi kenyataannya, mereka harus menunggu sampai lebih enam bulan bahkan ada yang sudah setahun masih tetap mendekam ditempat penampungan sementara yang pengap itu. Menurut keterangan mereka, malah ada rekannya yang meninggal dunia dalam penantiannya itu. Dari sidak Menaker itu, muncul beberapa masalah yang perlu penanganan serius. Untuk tidak berlarut dalam masalah yang TKW ini, kita melihat ada tiga masalah paling mendasar perlu penanganan khusus. Pertama, TKW hendaknya tidak lihat sebagai "komoditi ekspor" dengan ukuran-ukuran komersial semata. Tetapi harus dilihat dalam kaitan pembangunan na- sional, yaitu membangun manusia seutuhnya sebagai pengejawantahan dari pengalaman Pancasila. Kedua, mereka adalah orang-orang desa yang telah ber- tahun-tahun hidup dalam penderitaan dan serba kekurangan. Sehingga kesempatan untuk bekerja diluar negeri dengan peng- hasilan yang cukup, sesungguhnya adalah sebagai upaya mereka merubah nasibnya. Karenanya, dengan penuh keyakinan mereka rela menjual sisa-sisa miliknya yang ada untuk keperluan pe- ngiriman keluar negeri itu. Rumah, yang merupakan satu-satunya kekayaan mereka terpaksa dijual dengan harapan kelak dari penghasilannya sebagai TKW diluar negeri dapat menggantinya dengan yang lebih baik lagi. Ketiga, untuk maksud merubah nasib keluarganya ia be- rangkat ke Jakarta, meninggalkan suami, anak dan orang tu- anya di kampung. Dengan harapan dapat segera diberangkatkan. Tetapi kenyataannya mereka harus menunggu berbulan-bulan bahkan ada yang meninggal dalam penantiannya. Ketiga masalah ini perlu mendapat perhatian sungguh- sungguh baik oleh Departemen Tenaga Kerja maupun para pelaksana lapangan yaitu Perusahaan-Pengerahan Tenaga Kerja Indonesia (PPTKI). Dari ketiga masalah diatas dapat disimpulkan bahwa, demi kelancaran pengiriman TKW serta untuk mencegah timbulnya hal hal yang tidak diinginkan, maka tidak berlebihan jika di- usulkan agar dikaji ulang kebijaksanaan tentang pengerahan te- naga kerja wanita itu. Untuk itu perlu adanya kejelasan tentang biaya yang dibebankan kepada TKW sebagai biaya administrasi- bukan ongkos pengiriman TKW- yang sesuai dengan batas kemam- puan para wanita desa itu. Selain itu perlu pula ditetapkan batas waktu penampungan sebagai persiapan untuk memberi ketram- pilan khusus serta pengurusan dokumen imigrasi. Sehingga ti- dak menimbulkan kegelisahan pada TKW maupun keluarganya. Terakhir, yang sangat perlu mendapat perhatian adalah tempat penampungan yang disediakan oleh PPTKI yang mengirim TKW keluar negeri. Harus memenuhi persyaratan kesehatan. Agar TKW yang dikirim keluar negeri dalam keadaan sehat selama ditampung hingga diberangkatkan keluar negeri. Kita berharap hasil sidak Menteri Tenaga Kerja akhir pekan lalu itu dapat ditindak lanjuti dengan ketentuan-ketentuan yang lebih jelas agar tidak menimbulkan keresahan para TKW. Ja- ngan menambah beban terlalu berat pada mereka telah yang bertahun-tahun lamanya menanggung derita. Satu hal yang rasanya perlu dipertegas - jika sudah ada ialah sanksi kepada PPTKI yang tidak memenuhi ketentuan yang ditetapkan Departemen Tenaga Kerja, antaranya batas waktu penampung- an, kondisi tempat penampungan dan batas jumlah biaya yang dibutuhkan selama proses pengiriman itu berlangsung. Dengan ketentuan-ketentuan dan kejelasan itu, kita ber- harap tak terjadi lagi kasus-kasus seperti yang ditemukan Men- teri Tenaga Kerja dalam sidaknya pekan silam itu. **** HARIAN NERACA Ekonomi untuk Kesejahteraan dan Keadilan Sosial - Perusahaan Penerbit Pers PT. PERSINDOTAMA ANTAR NUSA Surat Izin Usaha Penerbitan Pers, No. 002/Menpen/ SIUPP/A7 1985 Tanggal 14 Agustus 1985 Bank Terbit Pagi Harga Langganan Tarif Iklan :. BDN Cabang Gambir Jl. Ir. Haji Juanda Rekening Nomor : 01316.2.2.11.01.5 BNI 1946 Cabang Kramat Jl. Kramat Raya Rekening Nomor : 002890001 BRI Cabang Khusus Jl. Sudirman Rekening Nomor : 314568235 Pengasuh Pemimpin Umum & Pemimpin Redaksi : Zulharmans Pemimpin Perusahaan: Azwimman Noersal Redaktur Staf Ahli Bank Umum Koperasi Indonesia Jl. Letjen S. Parman Rekening Nomor : 041508 . Giro Pos: A. 13350 : Azwar Bhakti, Ferik Chehab, Drs. Peter Tomasoa. : Dr. Anwar Nasution, Dr. Alfian, Drs. Abdul Latief, Tanri Abeng MBA, Sanjoto, : 6 X seminggu : dalam kota DKI Jakarta Rp 6.500/ bulan Luar kota tambah ongkos kirim :* Display Rp 3.000 per mm/kolom * Keluarga Rp 2.000 per mm/kolom *Baris Rp 3.000 per baris, minimal 3 baris Alamat Redaksi/ Tata Usaha/Iklan Telepon Fax Talex Setting/Cetak Ist diluar tanggungan percetakan Serat kabar ini dicetak di atas kertas produksi dalam negeri ISSN 02 531 81 : Jalan Jambrut No. 2- 4 Kramat Raya, Jakarta 10430. : 323969, 337441, 332676 Tromol Pos No. 386 : (021) 3101873 : 46000 NERACA IA Jakarta : P.T. Agrapress Mempersoalkan Kesenjangan Tabungan Indonesia sun DALAM suatu kumpulan bagaimana meningkatkan ta- Tabel Perekonomian Indonesia bungan agar memperkecil kesen- yang di angkat oleh: Prof. Soemi- jangan. tro, antara lain menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi Indonesia pasca deregulasi cukup menggembirakan. Hal itu juga disampaikan dalam siaran pers- nya pada pertengahan bulan Desember yang lalu di hampir semua harian ibu-kota. Namun di balik data yang menggembirakan itu ada suatu perkembangan yang justru kurang menggembirakan, yakni membesarnya kesenjangan tabungan, khususnya pada Pelita IV. Mengapa demikian dan apa dampaknya terhadap Perekono- mian Nasional? Menurut teori ekonomi ala Keynes (baca Samuelson, 1986 "Ekonomi"), Tabungan meru- pakan bagian dari pendapatan yang tidak di konsumsikan atau Tabungan sama dengan jumlah pendapatan di kurangi dengan jumlah konsumsi. Orang kaya akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menabung, sedang orang miskin tidak mampu menabung bahkan membe- lanjakan lebih banyak dari pada yang mereka peroleh dari pen- dapatannya. Kekurangan terse- but di tutup dari hutang atau mengambil tabungan yang telah ada sebelumnya. Begitu pula sama halnya dengan suatu masyarakat yang sudah maju dan yang masih berkembang. Dalam hampir semua literatur ekonomi pembangunan disebut- kan bahwa pada perekonomian tertutup sederhana, pendapatan Nasional digunakan untuk kon- sumsi dan Investasi (Y=C+I). Pendapatan Nasional itu sendiri sebenarnya diperoleh dari tabung- an dan konsumsi (Y=C+S). Sehingga titik keseimbangan dalam perekonomian tertutup sederhana dicapai pada posisi C+ S=C+I atau S=I(Tabungan sama dengan Investasi). Apabila Inves- tasi lebih besar dari Saving, maka terjadi apa yang disebut Soemi- tro sebagai "Kesenjangan Ta- bungan". Namun dalam pereko- nomian tertutup sederhana masalah ini tidak begitu diper- soalkan karena pemecahannya tidak rumit (sederhana), tinggal menaikkan pendapatan sehingga Saving juga ikut meningkat atau melalui tabungan paksaan. Tapi jika hal itu terjadi pada perekonomian yang sifatnya ter- buka seperti di Negara kita maka masalahnya menjadi Compli- cated dan Rumit. Dalam sistem perekonomian seperti ini, Penda- patan Nasional dipengaruhi oleh konsumsi, investasi, pengeluaran Pemerintah, dan (Expor-Impor) atau disingkat: Y=C+I+G+ (X- M). Di sisi lain Pendapatan Na- sional itu adalah hasil dari pada disposible income dikurangi dengan transfer payment ditam- bah dengan besarnya pajak (Tax) atau disingkat Y = Yd + Tx. Sedangkan Yd itu sendiri adalah konsumsi ditambah Saving (Yd =C+S). Dengan demikian titik keseimbangan dalam suatu perekonomian yang sifatnya ter- buka dicapai pada posisi sebagai berikut: FORUM - OPINI Namun setelah dua bulan, mereka akhirnya lebih memilih meninggalkan Jerman Timur ketimbang menunggu suatu kehidupan baik, yang mungkin tak akan pernah datang. Mari kita kembali kepada data Soemitro (lihat tabel 1). Dapat dibaca bahwa kesenjangan ta- bungan tersebut memang cenderung menurun sejak Pelita I bahkan pada Pelita III justru tabungan teleh melebihi Inves- tasi. Pada Pelita IV dimana per- tumbuhan ekonomi mulai mem- baik terutama pada akhir-akhir tahun Pelita IV ternyata kesen- jangan tabungan tersebut jauh lebih besar dibanding Pelita-Peli- ta sebelumnya (kecuali Pelita I). Memang disadari bahwa pada awal-awal Pelita IV (1984-an) kondisi perekonomian Indonesia dalam keadaan sakit, sehingga dikeluarkan berbagai paket ke- bijaksanaan deregulasi untuk mengobatinya. Pertumbuhan ekonomi setelah menurun pada tahun 1986 (1,9%) kemudian perlahan-lahan naik mencapai sekitar 5,9% pada tahun 1989. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi tersebut disebabkan karena meningkatnya pendapatan Nasional. Ini berarti bahwa faktor-faktor dependence pada pendapatan nasional tersebut (lihat persamaan/rumus diatas) memberikan dukungan positif (kalau tidak disebut berkorelasi). "Pemerintah berbicara me- ngenai segala hal, namun tak satu pun yang berubah," kata Nyonya Schreiber, (46) mengenai tanah airnya. (1). Y=C+I+G+ (X-M) (2). Y = Yd-Tr+ Tx Bagaimana caranya agar Pen- dapatan Nasional dapat diting- katkan? Pendapatan Nasional hanya dapat ditingkatkan melalui Peningkatan Investasi (I), pe- ningkatan pengeluaran Pemerin- Karena Yd=C+ S, maka tah (G) dan peningkatan ekspor Y=C+S-Tr+ Tx. (X). Ingat persamaan diatas Y = (3). Dengan demikian titik C+I+G+(X-M). Dari sisi keseimbangan (E) dicapai inilah terbukti Relevansi peman- pada posisi: faatan instrumen-instrumen di- C+I+G+(X-M)=C+S-Tr+Tx atas dalam kebijaksanaan deregu- atau I+G+(X-M)=S-Tr+Tx lasi akhir-akhir ini. Mulai dari atau I+G+Tr+X=S+Tx+M deregulasi perbankan 1 Juni 1983 Dari persamaan di atas (3), mengembangkan diri dengan me- sewajarnya apabila I tidak sama lakukan peningkatan investasi. dengan S-(Investasi = Saving), Kemudian disusul dengan kebi- Dengan demikian adanya jaksanaan di bidang keuangan kesenjangan dalam suatu sistem lainnya seperti PAKEM, perekonomian terbuka adalah PAKDES dan PAKTO. Hasil dari wajar terjadi. Namun hal ini perlu kebijaksanaan tersebut telah men- diangkat menjadi masalah, dorong berkembangnya penye- mengingat tabungan itu sendiri rapan dana masyarakat baik oleh adalah cerminan dari kemampuan perbankan maupun pasar modal. masyarakat, sehingga apabila Hal ini kemudian mendorong du- kesenjangan tabungan yang ter- nia usaha untuk memanfaatkan lalu besar menggambarkan keti- dana tersebut untuk meman- dak mampuan masyarakat dalam faatkan dana tersebut untuk meningkatkan pendapatan Na- meningkatkan produksi dan sional. Karena peningkatan In- ekspor. Penambahan pengeluaran vestasi berarti terjadinya pertam- Pemerintah hanya diperuntukkan bahan dalam produk Domestik bagi kegiatan-kegiatan yang lebih Bruto (GDP). Dalam kondisi bernilai produktif dan merem seperti ini persoalannya adalah aktivitas-aktivitas yang tidak Mereka termasuk salah satu dari 850 orang rombongan yang baru tiba, yang ditampung sementara di satu tempat penampungan sementara di atas kapal pesiar Seven Rhine River di Duesseldorf. Exodus Jadi Masalah Jerman Timur dan Barat Pendapatan Nasional Bruto (GNY) meningkat dari Rp 5,4 trilyun pada Pelita I menjadi Rp 78,5 trilyun pada Pelita IV. Pada kurun waktu tersebut tabungan nasional (GNS) berada pada posisi Rp 660,3 milyar dan Rp 19,2 trilyun dan Investasi menca- pai Rp 872 milyar dan Rp 21,0 trilyun. Sehingga kesenjangan tabungan mencapai Rp.-211,7 milyar dan Rp.-1.849,5 milyar, pada Pelita I. Apabila kesenjang- an tersebut dibanding Pendapatan Nasional, maka kesenjangan ter- besar tercapai pada Pelita Ikemu- dian disusul Pelita IV, Pelita II dan terakhir Pelita III (lihat tabel). Kembali kepada persamaan (Rumus) di atas dengan tetap memperhatikan tabel 1, telah disebutkan bahwa posisi keseim- bangan pada perekonomian ter- buka dimana adanya kesenjang- an tabungan adalah wajar. HARAPAN Herbert dan Jutta meninggalkan tanah air tercinta Schreiber meluap-luap ketika tembok Berlin dibuka. Sejak 1 Januari lalu, lebih dari 33.000 warga Jerman Timur atau sekitar 2.000 orang setiap harinya, telah mendemonstrasikan apa yang menurut mereka merupakan prospek perbaikan yang berarti di tanah air mereka. Mereka Untuk memperkecil kesen- jangan tabungan dapat dilakukan melalui alur pikir sebagai berikut: Y=C+S-Tr+Tx atau S=Y-C+Tr- Tx. Dengan demikian, peningkat- an tabungan (S) hanya bisa ter- jadi kalau Pemerintah melakukan penambahan pendapatan (Y) atau mengurangi konsumsi (C) atau mengurangi pajak (Tx) dan atau meningkatkan Transfer Payment (Tr). Alur pikir dari rumusan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : (1). Penambahan Pendapatan Nasional (Y) Oleh Syahrir Ika dan Muhammad Azhari itu. Sejumlah politisi Jerman Barat khawatir, iring-iringan akhir tahun itu akan bisa mencapai jumlah 1 juta jiwa. "Jumlah itu adalah jumlah yang pernah menyebabkan dibangunnya tembok Berlin," kata Menteri Dalamnegeri Wolfgang Schacuble yang dikutip satu majalah Jerman Barat. Jerman Barat kini tengah membantu membangun per- ekonomian Jerman Timur, bukan HARIAN NERACA hanya dengan harapan hubungan yang lebih erat, yang pada akhir- nya akan membawa pada penya- tuan kembali, namun dalam upaya memberikan alasan kepada warga Jerman Timur untuk tetap tinggal di tanah air mereka. Dan nampaknya pada orang Jerman Timur itu tahu, mereka kini mempunyai suatu senjata. Sepekan lalu, sekitar 60.000 warga Jerman Timur berbaris membawa kopor menuju Jerman efisien (pemborosan) misalnya penekanan pada pembiayaan proyek-proyek yang tidak pro- duktif serta pengurangan biaya perjalanan dinas. Dengan demi- kian akan meningkatkan aktivi- tas/produktivitas dari pada inves- tasi, konsumsi, produksi dalam negeri dan pengembangan ekspor. (2).Pengurangan Konsumsi (C) Secara mikro, pengurangan konsumsi itu aneh. Misalnya disatu pihak kita ingin mening- katkan konsumsi perkapita se- perti sandang, pangan dan papan yang tentu jika dikurangi, maka akan menurunkan tingkat kepu- asan. Namun analisis kita dalam tulisan ini adalah dalam dimensi makro, dalam arti bahwa yang dimaksudkan dengan konsumsi adalah pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh pihak rumah tangga secara keseluruhan. Pe- ngaturan Quota dan bea masuk impor terhadap barang-barang tertentu adalah salah satu contoh bagaimana Pemerintah melaku- kan pengendalian konsumsi Nasional. Melalui sistem harga terhadap barang-barang dalam negeri juga merupakan cara lain seperti subsidi bahan-bahan kon- sumsi tertentu (BBM, pupuk serta semen). Dengan demikian pengu- rangan tingkat konsumsi atau sisa pendapatan yang tidak dikonsum sikan tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan tabungan. (3). Transfer payment (Tr) Transfer payment adalah pengeluaran Pemerintah yang dilakukan dalam rangka mening- katkan kesejahteraan masyara- katnya, misalnya pembayaran gaji pensiun, pembayaran terhadap orang yang tidak produktif (orang-orang jompo) dan juga fakir miskin dan anak-anak ter- lantar sebagaimana tercantum dalam fasal 34 UUD 1945. Menga-pa transfer payment (Tr) tersebut harus dinaikkan? Walaupun peranannya secara langsung terhadap perubahan pendapatan Nasional relatif kecil, namun adanya perbaikan dalam segi produktivitas paling tidak bisa memberi sumbangan ter- hadap peningkatan pendapatan Nasional. Di Inggris, Amerika dan Jepang, hal ini dapat per- hatian besar misalnya memberi gaji terhadap para penganggur (pekerja yang memiliki pen- dapatan dibawah standard mini- mal). Mengapa?. Karena pe- ngangguran ini adalah Cost yang artinya pemborosan dan meman- faatkan pendapatan yang ada (tidak menambah). Apabila dibe- ri perlindungan (gaji) maka nilai Cost tadi berubah menjadi Profit (dalam bentuk bisa bekerja/meng- hasilkan). (4). Pajak (TX) Menarik sekali kalau untuk memperbesar tabungan (S) salah satu caranya adalah dengan menurunkan besarnya beban pajak (Tx). Padahal Pajak adalah salah satu instrumen pendapatan Pemerintah yang sedang diga- lakkan (baca perjuangan habis- habisan). Pajak sekarang harus dinaikkan karena dituntut oleh minimnya anggaran Pembangun- an. Dengan kenaikan Pajak terse- but bisadialokasikan ke sumber- sumber usaha yang produktif. Mengapa Pajak harus di- turunkan?. Sebagaimana diketa- hui bahwa Pajak adalah salah satu unsur dari padaCost untuk mem- produksi barang/jasa. Dengan demikian peningkatan pajak sudah tentu menurunkan pen- dapatan dari hasil penjualan ba- rang/jasa. Dan ini kemudian ber- pengaruh pada penurunan pen- dapatan Nasional. Jadi apabila pajak dikurangi (dalam konteks menaikkan tabungan), maka oto- matis pendapatan (nominal) meningkat. (5). Pengeluaran Pemerintah AD 116 Pengeluaran Pemerintah hanya bisa dinaikkan apabila pendapatan yang mendukungnya juga meningkat. Salah satu unsur pendukung untuk meningkatkan Barat. Tindakan mereka itu merupa- kan suatu simbol exodus untuk menyatakan ketidaksenangan mereka dengan kondisi di dalamnegeri. Mereka hanya tinggal selama sesaat di Jerman Barat, namun membawa poster-poster peringat- an: 'lain kali, kami akan ber- sungguh-sungguh.' Arus warga Jerman Timur yang tak ada hentinya, juga menimbulkan keprihatinan me- ngenai berapa lama Jerman Timur bisa bersabar dengan perpindahan ini, dan berapa lama pula Jerman Barat bisa menanggung beban yang tidak ringan untuk mem- berikan layanan sosial dan perumahan untuk para pengungsi itu. Lebih dari 340.000 warga Jerman Timur pindah ke Jerman Barat tahun lalu. pendapatan Pemerintah adalah Pajak. Namun dalam konteks menaikkan tabungan, pengaruh pajak justru berbanding terbalik (harus diturunkan), dengan de- mikian Pendapatan Nasional melalui peningkatan pajak tidak logis dinaikkan menurut alur pemikiran diatas. Kalau begitu bagaimana cara mengatasi masalah tersebut? Jawabannya tidak ada lain lagi harus menam- bah pinjaman luar negeri (hu- tang). Partai komunis Jerman Timur telah melakukan suatu spekulasi yang berani 9 November lalu, ketika mereka membuka perbatasannya dengan Barat, untuk menunjukkan, suatu negeri yang demokratis akan mereka bentuk. (AP) Kebijaksanaan ekonomi Na- sional sekarang ini nampaknya mengarah kesini, artinya pajak tidak bisa diturunkan dan hutang harus ditambah, maka dalam APBN porsi hutang terhadap to- tal anggaran meningkat. Ini kemudian bisa kita lihat dari adanya bantuan IGGI dan Jepang misalnya. Perkembangan posisi pinjaman Pemerintah dapat di- lihat pada tabel 2. Bisa dilihat bahwa jumlah hutang makin meningkat dari US$.37,3 milyar (1986) menjadi US $ 45,8 milyar (1989). Hal ini berakibat pada meningkatnya Debt Service Ra- tio (DSR) yang analog dengan meningkatnya pengeluaran (Cost) dan sekaligus mengurangi pen- dapatan Nasional. Akibat ini tentu menyebabkan terselesaikan pe- ningkatan tabungan yang diha- rapkan, sehingga kebijaksanaan untuk menurunkan DSR sekecil mungkin adalah upaya memper- tahankan bahkan menaikkan posisi nilai ekspor dalam postur pendapatan Nasional yang kemu- dian bisa dimanfaatkan untuk tabungan Nasional. Oleh karena itu Pemerintah berusaha agar dalam akhir Pelita V, besarnya DSR diperkirakan sekitar 25%. Namun kebijaksanaan seperti ini bisa membawa dua efek. Yang pertama bahwa ekspor bisa dinaikkan (X-M meningkat) dengan propórsi yang lebih besar dari pada penurunan DSR, se- hingga prosentase kelebihan bisa dimanfaatkan untuk meningkat- kan tabungan (S). Yang kedua, hal yang pertama tersebut ternya- Pasang surutnya kehidupan koperasi di Indonesia tidak ter- lepas dari perkembangan eko- nomi, sosial dan politik yang ter- jadi di dalam masyarakat. Pero- bahan-perobahan tersebut me- maksa perkumpulan koperasi untuk menyesuaikan diri walaupun adakalanya ini berarti membawa perobahan di dalam maksud dan tujuan yang mung- kin berakibat turut berobahnya dasar-dasar murni koperasi. Perobahan pendapat masya- gerakan koperasi harus menye- rakat yang terjadi, menyebabkan suaikan diri dengan kondisi dan situasi yang berlaku, dan adaka- lanya terpaksa memberikan kom- promi yang jauh sekali karena kehendak gerakan koperasi un- tuk mempertahankan daya gu- nanya dalam suatu ekonomi sosial yang telah berobah. Perobahan-perobahan yang demikian akan sering terjadi, terlebih-lebih apabila landasan pengembangan dan pembinaan koperasi belum kokoh: Perobah- an-perobahan yang terjadi selama ini sering disebabkan oleh adanya perobahan politik Pemerintah. Dan tampaknya yang menjadi masalah utama adalah penciptaan iklim bagi pertumbuhan koperasi dan bukan pertumbuhan koperasi itu sendiri. Kenyataan yang terjadi me- nunjukkan adanya kemajuan perekonomian di negara kita se- jak Pelita I hingga V ini ber- langsung demikian pesatnya. Beratus-ratus proyek pemba- ngunan yang meliputi bermilyar- milyar rupiah telah dilaksanakan. Perkembangan industri secara bertahap akan menuju ke arah pembangunan industri berat yang memerlukan biaya yang besar pula. ta tidak tercipta bilamana (X-M) meningkat dengan proporsi yang lebih kecil dari penurunan DSR, dimana keadaan ini justru menim- bulkan pengaruh yang sebaliknya terhadap tabungan. Oleh karena itu kebijaksanaan yang ditempuh harus benar-benar mampu mem- prediksi untuk mencapai kondisi yang pertama. (6). Expor-Impor (X-M) Sebagaimana diuraikan di- atas bahwa untuk meningkatkan tabungan, maka instrumen expor- impor harus meningkat. Bila kita kaji kebijaksanaan Pemerintah khususnya deregulasi (lihat PAKEM. PAKDES DAN PAKNOV), maka terlihat rele- vansinya bahwa Pemerintah men- dorong dunia usaha untuk mem- perbaiki posisi neraca perdaga- ngan (Expor-Impor), sehingga terlihat bahwa delta (penambah- an)-expor terhadap impor terus meningkat sejak 1986 (lihat tabel 3). Kenaikan tersebut lebih dise- babkan oleh meningkatnya eks- por non Migas dan penggunaan bahan baku dalam negeri untuk memproduksi barangekspor. Meningkatnya ekspor setelah dikurangi impor tersebut diharap- kan dapat menaikkan tabungan Nasional. Walaupun begitu bila dipe- rinci komponen impor, maka ter- lihat perkembangan yang terus meningkat terhadap impor ba- rang-barang modal yang diperun- tukkan bagi investasi yang kemu- dian diharapkan meningkatkan kemampuan disektor produksi. Dengan demikian hal ini akan berpengaruh terhadap meningkat- nya pendapatan Nasional, ter- masuk tabungan Nasional. Semoga kebijaksanaan Pemerin- tah yang akan datang tetap kon- sisten dengan rumusan-rumusan yang aktual dan selalu dapat menyesuaikan dengan perubahan kondisi baik internal maupun eksternal. Kesenjangan tabungan tidak harus dilihat sebagai suatu gejala yang negatif, akan tetapi hanya bersifat kondisional dan bahkan dianggap wajar terjadi bagi negara-negara yang menga- nut sistem ekonomi terbuka, asal- kan dijaga pada tingkat yang wajar. Suatu tingkat kewajaran dari pada kesenjangan tabungan tidak saja diukur dari nilai mutlak tetapi juga dari nilai relatif, dalam arti seberapa jauh kesenjangan itu berakibat pada buruknya ins- trumen penunjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Melihat perkembangan ko- perasi di masa-masa yang telah lalu dan mengingat keadaannya yang sekarang, maka agar ko- Penulis adalah Dosen pada FE UIA di Jakarta. Upaya untuk meningkatkan swadaya, kemandirian dan pro- fesionalisme koperasi agar ber- peran dalam perekonomian na- sional mutlak membutuhkan seperangkat konsepsi dasar yang matang, utuh dan realistis. Dari segi ini kiranya jalan yang harus ditempuh oleh koperasi masih panjang dan membutuhkan ke- uletan, kerja keras dan perjoa- ngan yang tak kenal menyerah. Iklim Yang Mendukung PENCIPTAAN iklim yang dapat menunjang kehidupan koperasi dalam banyak hal ter- gantung pada lembaga-lembaga diluar koperasi itu sendiri. Dalam hubungan ini peranan Pemerin- tah dengan kebijaksanaan eko- nomi dan sosialnya akan meru- pakan faktor yang menentukan. Bagaimana Pemerintah membagi kegiatan di dalam kehidupan sosial ekonomi antara sektor BUMN, swasta dan koperasi, akan sangat menentukan hari depan koperasi. Karena sifat ke- terbukaan perekonomian kita, maka perlindungan terhadap kehidupan koperasi masih sangat diperlukan. Disamping adanya perlindu- ngan, menghimpun kekuatan, kemampuan dan kemandirian koperasi juga amat dibutuhkan. Tidak ada koperasi yang dapat bertahan hidup tanpa kekuatan dan kemampuan sendiri, karena bantuan dari luar atas berbagai alasan tidak mungkin terus menerus. Dan hal itu me- mang bertentangan dengan hake- kat dan tujuan berkoperasi untuk berswadaya dan mandiri. Selama ini banyak koperasi yang mengabaikan peluang dan kesempatan untuk memupuk kekuatan dan kemampuan dari fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah karena pemboro- san, mis-manajemen, dan korupsi tanpa ada tindakan korektif yang memadai. Fasilitas yang diberikan Pe- Perkembangan ekonomi yang merintah seharusnya diimbangi demikian cepat ini tidak selalu koperasi dengan memupuk mo- kondusif bagi kehidupan dan dal yang terencana, hidup hemat, pertumbuhan koperasi. Dan manajemen yang efesien, kerja mengingat keadaan perekono- keras dan pengendalian usaha mian Indonesia dewasa ini, yang yang bersih. Berkaitan dengan ditinjau dari segi permodalannya, hal tersebut, maka tanpa dilan- pengetahuan dan teknologinya dasi oleh modal kepercayaan dan masih lemah, telah menjadikan keyakinan atas kemampuan ke- kemampuan koperasi untuk ber-kuatan sendiri, rasanya tidak saing dengan kekuatan-kekuatan mungkin timbul suatu kegiatan ekonomi lainnya sangatlah kecil. dalam usaha koperasi. Demikian juga untuk diserahi tugas-tugas melaksanakan kegi- atan investasi yang bermilyar rupiah pada saat ini kiranya perkumpulan koperasi masih belum siap. TABEL 1. KONSUMSI, TABUNGAN DAN INVESTASI NASIONAL (milyar rupiah) No. URAIAN Sesuai dengan UU No. 12/ 1967, yang berbunyi: Pemerin- tah berkewajiban untuk memberi- kan bimbingan, pengawasan, perlindungan dan fasilitas ter- hadap koperasi, serta memam- pukannya untuk melaksanakan pasal 33 UUD 1945 beserta pen- jelasannya. Jadi, menilik pasal ini, bantuan-bantuan harus dapat 1. Produk Do- mestik Bruto (GDP) 2. Pendapatan Nasional Bruto (GNY) a) 3. Konsumsi masyarakat dan Pemerintah Tabungan Nasional (GNS) a) 5. Investasi 6. Kesenjangan 7. % dari GNY 4. PELITA I PELITA II PELITA III PELITA IV *) **) **) 8.300,9 69.027,9 83.825,6 5.673,6 5.381,3 4.721,0 660,3 872,0 - 211,7 -3,9 Jumlah hutang 1) Pemerintah + BUMN - Sektor Swasta Total Angsuran Hutang: 2) Cicilan pokok + bunga (Debt Service) Angsuran Hutang Peme- rintah + BUMN 3) Total Ekspor 3) Total Debt Service Ratio (%) DSR Hutang Pemerintah+ BUMN 8.738,8 7.055,9 SUMBER: Center for Policy Studies (CPS), 1989 *) Berdasarkan harga konstan 1973 **) Berdasarkan harga konstan 1983 a) Disesuaikan dengan Term of Trade Effect Tahun Expor 1980 23,95 25,16 22,32 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 21,14 21,88 Oleh Entang Sastraatmadja TABEL 2 HUTANG LUAR NEGERI INDONESIA DAN PROYEKSINYA (dalam milyar dollar) 18,58 14,80 17,13 19,22 Sumber: CPS dan BPS, 1989. Membangun Kemandirian Koperasi perasi dapat didudukan pada membangkitkan tenaga dan yang ketat dan lain sebagainya fungsinya yang diharapkan se- lagi. bagai tulang punggung pereko- nomian Indonesia, diperlukan adanya pembangunan koperasi yang mandiri dan iklim pengem- bangan yang sehat dan dinamis. PERKEMBANGAN kope- rasi di Indonesia sebenarnya te- lah dimulai sejak beberapa tahun terakhir sebelum Indonesia mer- deka. Secara yuridis, baru dalam tahun 1915 koperasi memperoleh statusnya sebagai badan hukum koperasi, yaitu dengan adanya Verordering op de Cooperative Vereneging Stb431 Tahun 1915. Setelah Indonesia merdeka, kehidupan dan perkembangan koperasi mengalami pasang su- rut sejalan dengan perobahan- perobahan yang dialami dalam kehidupan ekonomi dan politik negara kita. kemampuan sendiri agar selan- jutnya koperasi menolong dirinya sendiri, dimana bantuan diberi- kan misalnya untuk sekali saja, untuk sementara yang berangsur- angsur dikurangi sesuai dengan tingkat kemampuan koperasi, jumlahnya hanya sampai yang memang diperlukan serta di- lakukan pengawasan yang efek- tip. 18.804,2 19.174,4 1.683,8 1.840,0 18.162,6 21.024,0 - 157,1 - 1,79 641,6 -1.849,5 0,98 -2,35 37,3 33,5 3,8 5,6 Halaman VI 4,8 16,4 36,8 31,6 1986 1987 1988 1989 1990 1995 42,6 44,9 45,8 46,1 42,7 38,8 42,0 42,0 42,4 38,8 3, 83,7 3,8 3,8 3,9 6,7 9,0 8,8 8,9 9,2 Sumber dan Penjelasan: 1) IBRD-Report, Indonesia: Strategy for Economic Recovery, May 1987, hal. 32 dan48. .126,9 78.514,5 2) IBRD-Report, Indonesia, Adjustment, Growth and Sustain able Development, May 2, 1988, halaman 55 3) Perkiraan CPS; penerimaan ekspor: Migas + Non Migas, di tambah penerimaan jasa (credit post) terutama dari pari wisata yang terus meningkat. 46.322,7 TABEL 3 NERACA PERDAGANGAN INDONESIA (milyar dollar) Impor 10,83 13,27 16,85 16,35 13,88 10,25 10,72 12,51 13,25 Pembinaan dan pengawasan yang efektip harus mendukung tujuan-tujuan dan saran-saran yang telah ditetapkan yaitu ko- perasi yang demokratis, efesien, berswadaya dan mandiri. Dalam hubungan ini pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah harus mampu menumbuhkan dan membuat berfungsinya secara efektip pengawasan intern, se- perti badan pemeriksa, dan rapat anggota serta mengembangkan apa yang disebut sistem penga- wasan melekat (waskat). Penga- wasan ini akan dapat memberi- kan daya tahan dan daya pengen- dali yang efektip bagi setiap unsur yang terlibat di dalam koperasi. 59.340,1 Namun, biasanya bantuan dan fasilitas Pemerintah cenderung untuk mendorong berbagai ins- tansi pemerintah merasa berhak membina dan mengawasi kope- rasi penerima bantuan dengan melakukan campur tangan ber- kelebihan, dan malahan mengam- bil alih pengendalian serta me- nempatkan diri diatas rapat ang- gota yang mempunyai kekuasaan tertinggi di dalam koperasi. Ka- lau petunjuk-petunjuk dan perin- tah yang diberikan menyebabkan kegagalan, pembina jenis ini biasanya tak mau ikut bertang- tetapi rasi berhasil, selalu mengajukan claim sebagai pihak yang paling berjasa. 5,8 8,0 7,6 7,5 7,7 19,3 22,5 23,0 25,1 35,0 34,7 40,7 38,3 35,5 26,3 30,1 36,2 33,0 29,9 22,0 Dengan demikian harus ada instansi yang ditetapkan bertang- gungjawab terhadap pembinaan dan pengawasan dalam hal ini Departemen Koperasi, dengan peranan, tugas dan tanggungja- wab yang jelas, disertai dengan norma-norma, standar dan prose- dur yang tepat untuk menghindari tumpang tindih dan keseme- rawutan pelaksanaannya. Pembinaan dan pengawasan harus lebih ditekankan pada or- ganisasi dan manajemen dengan intinya berupa 'cooperative audit" dan sejak semula harus ditekankan bahwa pembinaan dan pengawasan bukan dimaksudkan untuk mencampuri kegiatan in- tern koperasi, apalagi mencam- puri di bidang usahanya. Strategi Pengembangan KESUKARAN-kesukaran di dalam meletakan strategi pe- ngembangan usaha koperasi se- jalan dengan perbaikan tujuan yang ditetapkan selama ini, telah banyak diketahui, seperti adanya keterbatasan sumber daya intern, kemampuan manajemen, rendah- nya peran-serta anggota, ku- rangnya sikap usaha progresif, lingkungan dengan persaingan Neraca Perdagamgam 13,12 11,89 5,47 4,79 8,00 8,33 4,08 4,62 5,97 Dengan kompleksitas masa- lah dan keterbatasan sumber daya, maka di perlukan suatu strategi untuk mengatasi dian- taranya adalah: 1. Untuk menyesuaikan dengan keterbatasan sumber daya, maka dibutuhkan perubahan- perubahan yang sifatnya gra- dual. Jika pendekatan ini di- kembangkan, maka jumlah atau persentase kenaikan hasil usaha akan stabil dan relatif tinggi. Pendekatan gradual ini biasanya bisa dijangkau oleh kamampuan modal intern dan dukungan dari anggotanya. Dalam hal ini bantuan-bantuan dari luar bersifat pelengkap dan sementara, karena dengan strategi ini, kesinambungan pertumbuhan seringkali dapat dipertahankan. 2. Perubahan-perubahan dilak- sanakan dengan serangkaian lompatan, bisa melonjak se- waktu-waktu guna meman- faatkan momentum yang me- nguntungkan usaha. 3. Pembinaan permodalan kope- rasi harus dimulai dari saat pendirian koperasi, dan harus diusahakan berdiri di atas kaki dan kekuatan usahanya tanpa mengandalkan diri pada ban- tuan pihak lain. Prinsip kope- rasi yang demikian mempu- nyai dasar yang sehat dan karena itu dalam dasar-dasar pertimbangan antara besarnya modal yang dapat dihimpun dengan usahanya yang akan dilaksanakan harus diper- hitungkan dengan cermat. 4. Pendidikan adalah kunci ke- berhasilan gerakan koperasi. Pendidikan ini berlaku bagi mereka yang menjadi obyek maupun subyek pembinaan dan pe-ngawasan, orang-orang koperasi maupun para pembi- nanya. Pendidikan diarahkan tidak hanya untuk me- ningkatkan kemampuan ma- najemen, menguasai penge- tahuan dan teknik cooperative audit tetapi juga moral dan untuk membentuk orang ko- perasi yang memahami dan menghayati falsafah, asas, sendi-sendi dasar koperasi dan praktek-praktek perkopera- sian. Semua ini dikem- pantas bangkan, karena para pejuang koperasi selalu menekankan bahwa koperasi adalah lem- baga pendidikan untuk para anggota maupun bukan anggota yang membutuhkan- nya. Hal ini sesuai pula de- ngan motto yang sering dikumandangkan bahwa ko- perasi adalah organisasi pendidikan. Demikianlah se- layang pandang tentang ber- bagai alternatif untuk mem- bangun kemandirian kope rasi. Semoga hasrat Pemerin- tah untuk menciptakan 4000 KUD Mandiri di Pelita V ini akan betul-betul dapat diwujudkan. Mari kita tunggu bersama! *Penulis adalah staf peneliti dan pengajar FE Uninus Ban- dung