Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Kedaulatan Rakyat
Tipe: Koran
Tanggal: 2017-10-16
Halaman: 23

Konten


onosobo pemim- eberapa KR-Thoha to MT saat berada di kantor DPC PDIP 0. 1 n "KEDAULATAN RAKYAT" HALAMAN 14 pp in Faridz i n t keberhasilan dan pengharga- an yang diraihnya. (Tha)-g - u informasi dari DPW Partai Nasdem. Jadi ada pembicaraan yang hampir fi- nal antara DPP PDIP dengan DPP Partai Nasdem, sudah 99 persen yang satu persen itu kehendak Allah SWT," kata Ketua DPD Partai Nasdem Ka- bupaten Temanggung Muh Sayid, Minggu (15/10) Bagi internal Partai Nasdem, meng- 2 usulkan dua nama ke DPP Nasdem, Sayid mengatakan komunikasi poli- tik antara dua partai kini intens di- lakukan di tingkat pusat, untuk mem- bicarakan koalisi pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Temanggung 2018. Hanya saja untuk siapa yang bakal diusung sebagai pasangan, ter- serah PDIP a yakni dirinya selaku Ketua DPD Par- tai Nasdem dan Sekretaris DPW Par- tai Nasdem Jateng Zuhar Mahsun. mbil Sumpah Dokter Baru R) Dekan Fakultas Kedokteran (FK) altan Agung (Unissula) Semarang Dr dr H FSH dan Rektor Unissula Dr H Anis Malik u (14/10) memimpin acara sumpah 47 dok- -Dinas Kesehatan Jateng. (Bdi/Osy)-g Hokter ke-104 periode IV tahun 2017, ter- meluluskan 4.615 dokter yang tersebar di an mancanegara. Diharapkan, di usia ke-64 semakin berkembang dan menjadi lemba- atan yang berorientasi pada kualitas, kom- 1 khorimah... = kali sumpah dokter diluluskan 255 dokter tambah dengan perolehan nilai B (akredi- FK) dan rencana pendirian prodi profesi rata-rata ujian nasional profesi dokter kelu- ujar Setyo Trisnadi. juga dalam rangka Dies ke 54 ini, salah se- "K Unissula dan mantan Dekan Prof Dr dr Nasihun MKes SpAnd menerima SK guru ertama di lingkungan FK Unissula. Prof a alumni FK Unissula. (Sgi)-g Pagi G DAN BERISI 11 OKTOBER 2017 KR-Sugeng Irianto la (kiri) menyerahkan ijazah pada dok- lia: tah hati. 2011 M lah alitas SDM. omotif sangat potensial. gan pemerintah. keuntungan petani. tal block PSS? MINGGU PAGI -46 Yogyakarta 55232 si ext-126 | Sirkulasi ext-177 www.minggupagi.com SENIN WAGE, 16 OKTOBER 2017 (25 SURA 1951) Saat ini banyak penerbit megap-megap dan banyak pula yang tutup. Ada juga yang hanya mencetak ulang tanpa produksi baru. Penerbit dianggap tidak lagi menguntungkan. Padahal salah satu indikator negara maju saat jumlah penerbit bertambah dan buku yang diterbitkan meningkat. MEMBERATKAN PENULIS Upah Kecil Pajak Tinggi Laporan Febriyanto PROFESI penulis kini dikenai pajak penghasilan. Keputusan ini membuat penulis dan penerbit tak habis mengerti dengan pemberlakuan pajak tersebut. Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DIY Mahyudin Al Mudra menyampaikan, penulis dan penerbit posisinya seperti anak tiri yang tidak diperhatikan pemerintah jika dibanding dengan usaha-usaha lainnya. Bagaimana tidak? Saat ini banyak penerbit yang megap- megap karena pajak berganda yang harus ditanggung. "Padahal di satu sisi, pemerintah menggembor- gemborkan budaya literasi untuk meningkatkan minat baca masyarakat tapi tidak diikuti dengan kemudahan dan kenyamanan bagi penerbit karena terus dihimpit beban pajak Untuk menumbuhkan budaya literasi dan minat baca juga harus diikuti dengan membangun lingkungannya, termasuk penerbit dan penulis," tegas Mahyudin. Sebab itulah, menurut Mahyudin, seharusnya buku pendidikan dan wawasan kebangsaan tidak terkena pajak. Tapi kenyataannya, justru pajak yang diterapkan membabi buta. Padahal, perputaran uang di duni penerbitan sebenarnya cukup lama dan butuh waktu bertahun-tahun. Belum lagi dikenai bermacam- macam biaya. Itupun masih dicekik dengan pajak tinggi. Tidak berlebihan jika kemudian Mahyudin mengatakan harapan pemerintah soal literasi menjadi harapan kosong, karena di lain pihak hampir mematikan penerbit. "Era pemerintahan Presiden Habibie, ada SKB tiga menteri, Menteri Keuangan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Menteri Agama yang menyatakan bahwa buku agama, pendidikan Liputan Khusus Buku siap edar di Galang Press. dan sejenisnya pajak ditanggung negara. Sampai sekarang SKB itu belum dicabut. Tapi, banyak pihak termasuk pemerintah sendiri seperti tidak peduli. Ini yang membuat sesak nafas. Jadi jangan heran kalau banyak penerbit yang mengurangi produksi, bahkan menutup usahanya dan beralih ke bisnis lain," katanya. Secara umum, Mahyudin mengatakan, dunia penerbitan sedang turun. Selain banyak penerbit tutup, ada juga yang hanya mencetak ulang tanpa produksi baru. Sebab penerbit dianggap tidak lagi menguntungkan. Padahal, menurut Mahyudin, salah satu indikator negara maju saat jumlah penerbit bertambah dan buku yang diterbitkan meningkat. Dengan kondisi ini, Mahyudin mengaku bingung harus berbuat seperti apa. Karena itu, saat ini sudah jarang digelar pameran buku. Pemerintah yang sebetulnya diminta jadi wasit, justru malah menjadi pemain diindustri penerbitan. "Awalnya semua mengira menurunnya buku cetak karena pengaruh e-book. Tapi nyatanya tidak demikian E-book juga tidak begitu signifikan," jelasnya. Senada dikatakan Kepala Pusat Kebudayaan (PSK) UGM Dr Aprinus Salam. Seorang penulis memiliki kedudukan cukup tinggi karena masuk dalam kategori profesi. Hanya saja, konsekuensi dari status tersebut yang dirasa cukup memberatkan. Karena masuk dalam kategori profesi, berdasar regulasi, penulis juga harus dibebani pajak dari profesinya tersebut. Aturan ini sebenarnya memberatkan. Sebab, profesi kepenulisan sebagai pekerjaan yang tidak bergaji. Pendapatan yang diperoleh lebih dari penghargaan pada karya tulis yang Seciel Love 100 Proses penerbitan buku dari penulis hingga layout dan koreksi. dihasilkan. Tentu saja kondisi ini tidak relevan dengan fakta yang ada di lapangan. "Sebagian besar atau kebanyakan penulis itu dalam posisi tidak digaji. Mereka memperoleh penghasilan dari hasil tulisannya ketika laku. Dengan begitu, saat ada aturan penulis juga kena pajak karena profesi mereka, menurut saya hal itu sangat memberatkan," tuturnya. Seharusnya, lanjut Aprinus, ada aturan main dalam hal pemberlakuan pajak ini. Ketika pajak dibebankan pada penerbit, menurutnya, hal itu justru yang tepat karena mereka dalam posisi bisnis. Meskipun untuk pajak pada penerbit ini juga dibuat aturan main tertentu sehingga tidak memberatkan. Sebab penerbit ini menjadi salah satu mata rantai dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa. "Jangan sampai pemerintah dianggap dzalim karena aturan menarik pajak bagi penulis yang dipandang tidak pada tempatnya. Kecuali mungkin saja jika penulis tersebut digaji negara karena pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan itu yang bisa dikenai pajak," jelasnya. Menurut Aprinus, aturan tersebut juga tidak bijaksana, karena umumnya pendapatan yang didapat penulis cukup kecil jika dibanding dengan beban kerja yang diemban. Belum lagi ketika ada penerbit yang lantas menarik pajak dari penulis agar karyanya bisa diterbitkan. "Kasihan penulis. Aturannya memberatkan. Beda cerita kalau penulis itu masuk dalam sistem ekonomi tertentu, sehingga mereka bisa memperoleh pendapatan yang bukan sekadar dari hasil tulisannya saja," jelasnya. Komisaris Utama Galang Press, Julius Felicius mengakui jika penulis masuk dalam jajaran KR-Febriyanto profesi yang menjadi wajib pajak. Hanya saja, saat bicara pendapatan justru tidak sebanding dengan profesi lain. Penghasilan penulis yang cenderung kecil menjadi makin menipis saat harus dibebani dengan pajak. "Memang ada regulasinya. Misalnya saja royalti atau pendapatan kena pajak dan sebagainya. Tapi sebenarnya paling baik jika royalti buku, penulis maupun penerbit tidak dikenai pajak. Karena mereka ini berperan meningkatkan intelektualitas dan Penerimaan naskah dari penulis. pendidikan masyarakat. Sudah semestinya dibebaskan dari pajak," tegas Julius. Meski begitu, Julius tidak menampik ketika pajak itu dibebankan pada penerbit. Hanya saja, paling ideal ketika pajak untuk kalangan yang berperan memajukan dunia intelektual dan pendidikan bisa bebas pajak. Penarikan pajak pada penulis karena masuk dalam ranah profesi, menurut salah satu penulis Yogya, Joko Santosa mengindikasikan pemerintah melakukan berbagai upaya untuk untuk mendongkrak pendapatan. Termasuk menarik pajak dari penulis. "Sekarang penulis dikenai pajak tinggi, sementara literasi masyarakat sedang mulai menggeliat. Gagasan ini bukan tidak mungkin akan memadamkan imajinasi penulis untuk berkreasi," tegasnya. "KEDAULATAN RAKYAT" HALAMAN 15 Bukan tidak mungkin pula, lanjut Joko, pajak yang diterapkan akan membuat penulis pemula enggan meneruskan karir di dunia kepenulisan, sehingga pemerintah perlu mengambil langkah strategis agar intelektualitas masyarakat yang juga didongkrak melalui peran penulis bisa terus terjaga. "Profesi penulis itu paling taat bayar pajak. Sebab mereka KR-Febriyanto langsung dipotong oleh penerbit. Sudah taat berpajak, apa juga masih harus dibebani pajak tinggi," lanjutnya. Menurut Joko, pemerintah juga terkesan ambivalen. Pada satu sisi, royalti dikenakan PPh Pasal 23. Namun di sisi lain, penulis dikategorikan profesi sehingga layaknya PPh Pasal 21. "Karena penulis bukan Badan Usaha Tetap (BUT), kenapa dikenakan PPh Pasal 23," seru Joko. Sedang budayawan Indra Tranggono menuturkan, sebagai KR-Febriyanto warga negara penulis memang wajib bayar pajak. Namun negara juga harus arif dalam menerapkan regulasi. Idealnya pajak penulis tidak lebih dari tiga persen. Hal ini mengingat rata-rata upah penulis masih kecil. "Selain itu, profesi penulis tidak berorientasi pada laba finansial besar, tapi nilai kultural. Indonesia punya banyak penulis harus bersyukur. Bukan malah membebaninya dengan pajak tinggi," kata Indra. Selain memungut pajak, negara harus pula menciptakan politik kebudayaan yang berpihak pada penulis. Misalnya memfasilitasi program penulisan, riset, penerbitan buku dan transformasi karya ke dalam pelbagai media, baik film, animasi dan lainnya. Sebab kehidupan dunia penulisan menjadi semakin hidup, misalnya dengan inisiasi penulisan tentang narasi lokal. "Ada jutaan narasi lokal di Indonesia. Misalnya terkait dengan sejarah, mitologi, legenda dan lainnya yang bisa dibuat karya Selain pendapatan meningkat, masyarakat juga diuntungkan pengadaan karya tulis yang berkualitas. Dalam konteks ini, negara jadi gagah mengutip pajak dari penulis," jelas Indra.-o Grafis: Arko 4cm 4cm