Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Analisa
Tipe: Koran
Tanggal: 1998-01-18
Halaman: 10

Konten


ANALISA - MINGGU, 18 JANUARI 1998 Antara KUDA SILAT: Seekor kuda "Renggong" kesenian khas daerah Sumedang, Jabar, mengangkat kedua kakinya sambil berjalan ketika tampil dalam acara di Parkir Timur Senayan, belum lama ini. Kekuasaan dan Kekeringan Budaya man sejarah yang ada di dunia. Sejarah menunjukkan bahwa sudah 52 tahun kita hidup seba- gai bangsa yang merdeka, namun kemerdekaan sebagai manusia yang memiliki identitas budaya yang jelas tampaknya masih ha- rus diperjuangkan. Dan dalam keadaan seperti inilah seharusnya PADA 17 Desember 1997, ha- ri Rabu pukul 10.00 pagi, saya bertemu dengan N.A.Hadian di Pusat Dokumentasi dan Pengka- jian Kesusasteraan Sumatera Uta- ra. Seperti biasanya jika ia berte- mu dengan siapa saja yang sudah ia kenal, selalu menunjukkan si- kapnya yang ramah dan dengan gaya bicaranya yang khas, terbu- ka dan terkadang tampak sangat serius, ia langsung mengajak saya berdiskusi tentang berbagai per- soalan kehidupan sastra dan bu- daya di negeri ini. Dari perbinca- ngan informal yang ada. saya me- nangkap bahwa N.A.Hadian adalah salah seorang penyair Indonesia yang tinggal di Me dan ini tampak selalu kon sern dengan apa yang telah dan sedang terjadi di dalam masyarakatnya. Dan tidak disang sikan lagi jika kita melihat dan merenungkan lebih jauh lagi me- lalui karya-karyanya yang telah ia sumbangkan kepada Yayasan Pu- sat Dokumentasi dan Pengkajian Kesusasteraan Sumatera Utara se- perti yang berjudul : Hutan Ke- lam (1978), Badai (1981), Dialog Pisau (1982), Luka Dunia Luka- ku (1992), Nyanyian Gerimis (1992), Laut Senja (1992-1994), dan Bisul (1997), semuanya ini masih menyangkut berbagai per- soalan kehidupan manusia Indo- nesia saat ini. Pada kesempatan ini saya tidak bermaksud ingin membicarakan karya-karyanya le bih jauh, akan tetapi setidak tidaknya hingga saat ini masih ada seorang penyair di Sumatera Utara ini seperti N.A.Hadian yang masih tetap menunjukkan sikap perjuangan kulturalnya dan tidak tenggelam kedalam kebu- dayaan material yang gemerlap an. Ia juga tidak tenggelam dalam budaya kekuasaan, karena se- orang penyair memang tidak membutuhkan sebuah jabatan for mal yang identik dengan kekua- saan dan kekuasaan identik pula dengan kekayaan. MATERIAL Oleh: Iswadi kanan utama dimana-mana. Na- mun apa yang sering terjadi ada- lah bahwa manusia selalu terje- bak dengan materi yang mereka miliki. Sebab masalah nilai-nilai kemanusiaan tidak diperhitung- kan lagi. Demikian juga sebenar- nya yang pernah terjadi di Inggris pada abad 20,, dimana kebudaya an masyarakat Inggris pada abad ini cenderung pada apa yang di sebut sebagai kebudayaan mate- rial, pragmatis, realis, dan juga rasional tanpa memperhitungkan aspek moral dan nilai-nilai yang ada. Tidak mengherankan jika T.S.Eliot (1888-1965) seorang pe- nyair Inggris abad 20 juga protes terhadap masyarakatnya sendiri. Ia menyatakan bahwa satu sisi masyarakat Inggris adalah masya rakat yang berhasil dalam bidang ilmu-ilmu terapan (applied scien- ce) dan berbagai persoalan mate- rial lainnya, namun di sisi lain menurut T.S.Eliot bahwa mereka adalah tidak lebih sebagai manu sia-manusia yang hampa dan hi- dup dalam dunia yang gersang. Keadaan ini ia ungkapkan mela- lui puisi-pusinya yang berjudul The Hollow Man dan The Waste Land. pen Jadi peranan seorang penyair memang sangat penting untuk me nyuarakan nilai-nilai kebenaran yang ada baik melalui karya sas tra maupun melalui dunia kese- nian lainnya. Carlsen (1973) mi- salnya juga telah menyatakan tingnya bagi para penyair untuk dapat membuat kritik sosial yang konsern dengan masalah nilai-ni lai yang ada sebagai perjuangan kultural yanga menyangga nilai nilai kemanusiaan agar lebih te- tap memiliki kekuatan budaya yang utuh dalam sebuah masya- rakat. Sebab pada hakikatnya, bagaimanapun juga identitas bu- daya yang kuat itu adalah budaya yang memiliki "kekuatan dalam" yang tidak dapat dibangun de- ngan kekuatan lahiriahnya saja. Itulah sebabnya jika di Indonesia saat ini pembangunan secara fi- Di Indonesia, selama ini tam- paknya orientasi perjuangan bang sa kita masih dititik beratkan pa- da perjuangan material atau per- sik tidak perlu dikhawatirkan la- juangan ekonomi yakni perjuang gi, namun pembangunan secara an untuk meningkatkan taraf hi- kultural tampaknya masih perlu dup bangsa kita. Dan masih ba- dikembangkan lagi. Untuk itu nyak anggapan di dalam masya- perlu pemikir-pemikir kebudaya rakat kita bahwa dengan uang se- an yang juga sama pentingnya de mua persoalan dapat diselesai- ngan pemikir-pemikir ekonomi kan. Oleh karena itulah masalah dan politik yang mungkin dapat ekonomi tampak menjadi pene- belajar dari pengalaman-pengala Kegiatan Seni dan Budaya Masih Jadi Anak Tiri KEGIATAN seni dan budaya masih menjadi anak tiri dan dipandang sebelah mata oleh birokrat maupun pengusaha dibandingkan dengan bidang olahraga, kata seorang budayawan Riau. "Orang memandang kegiatan seni budaya hanya sebatas pertunjukan panggung, padahal kegiatan tersebut mencakup kehidupan bermasyarakat yang perlu diperhatikan dan dikembangkan," kata Dr Yusmar Yusuf, MPsi kepada Antara di Pekanbaru, Kamis lalu. Menurut dia, karena hanya dipandang sebagai pertunjukan panggung dan dianggap membahayakan, maka sering kegiatan seni budaya dicekal oleh pihak keamanan. Dijelaskannya, perlu dibersihkan dulu rasa takut terhadap seni dan budaya dimana aparat mengerti dan memahami hukum, karena pertunjukan seni selama ini merupakan ekspresi akibat saluran hukum yang tersendat. Seni budaya merupakan wadah kreativitas yang merupakan bagian dari aspirasi yang tersendat, sebab jika pengekangan terhadap seni terus berlangsung maka akan menimbulkan gesekan antara pekerja seni dan pihak keamanan atau birokrat. "Seni budaya itu ibarat air yang memerlukan bejana penyaluran, jika terus diisi tanpa ada pintu salurannya maka akan menjadi air bah, begitu juga pertunjukan seni jika terus dikekang maka akan menjadi ancaman," katanya. Mengacu pada kegiatan seni budaya selama ini, untuk membuat pertunjukan seni harus ada izin dari pihak keamanan, dan telah banyak pertunjukan menjadi batal gara-gara rasa takut yang berlebihan dari pihak keamanan. Apalagi seperti kondisi sekarang ini, semuanya dalam keadaan waspada dan karena was-wasnya menimbulkan ketegangan dari pihak-pihak tertentu yang tidak mengerti seni dan budaya. Padahal, menurut dia, melalui SK tiga menteri beberapa waktu lalu, pertunjukan seni tidak perlu izin dari pihak keamanan karenaseni sifatnya abstrak dan merupakan kreativitas yang tidak menghasut dan tidak menjadikan keadaan kacau balau setelah menonton pertunjukan tersebut. ANDALAN "Seni dan budaya sebenarnya ujung tombak pariwisata kita, tapi selama ini tidak dikemas dengan baik dan peraturan hukum tentang pelaksanaan kegiatan tersebut masih tarik ulur," ungkap Yusmar, la menegaskan, seni budaya bukan hanya sekedar pertunjukan di atas panggung tapi mencakup aspek kehidupan masyarakat yang berpotensi menarik minat orang asing untuk melihat seni budaya yang dimiliki bangsa ini. Terlepas dari masalah gejolak moneter, diangkatnya seni dan budaya sebagai maskot tahun 1998 hendaknya merecup (tumbuh subur) dalam lapisan masyarakat bangsa ini. Kegiatan tersebut dapat menjadi titik pandang serta tumpuan untuk pengembangan dan kemajuan seni budaya. Meskipun pesimis ia berharap, dengan dijadikannya tahun ini sebagai Tahun Seni dan Budaya itu, juga berarti meningkatkan kualitas wisatawan yang datang.(ant) karya-karya sastra baik itu puisi, novel, drama, maupun produk- produk karya seni lainnya perlu dipahami oleh semua lapisan ma- syarakat yang ada agar terjadi ke- seimbangan pembangunan kehi- dupan manusia Indonesia yang utuh lahir dan batin. Dengan me- lagi. Oleh karena itu tidak perlu terjadi pencekalan-pencekalan terhadap para penyair, seniman, maupun pekerja seni yang akan mencoba mengangkat karya-kar ya seni sebagai gambaran dari si- tuasi masyarakat dan kebudayaan pada era tertentu, seperti kasus "Sampek Engtay" di Medan, "Marsinah Menggugat" di Ban- dar Lampung baru-baru ini dan lain-lainnya. Selain tidak perlu terjadi pencekalan, karya seni ju- ga dapat kita pandang sebagai "artefact" atau produk kebuda- yaan yang harus dijaga, dipeliha- ra, dan bukan dimusnahkan kare na jabatan dan kedudukan yang dimiliki untuk dibangun dengan sesuatu yang baru yang belum tentu dapat memberikan sentuhan kultural tersendiri. Namun ke- adaan inilah yang masih sering terjadi di negeri ini. Berapa ba- nyak gedung-gedung peninggalan sejarah yang ada di kota Medan ini yang sudah berubah menjadi bangunan-bangunan yang megah dan wah, namun sayangnya ma- sih menampakkan kekeringan bu- daya. Dan tidak mengherankan jika penyair Z.Pangaduan Lubis yang tinggal di kota Medan ini mengatakan melalui puisinya se- perti ini: Bismillah/sudut kota/ sudut rindu yang binasa/sudut ko ta/sudut cinta yang terluka. WAWASAN REBANA Tahun Seni dan Budaya, Mampukah Tingkatkan Apresiasi Bangsa? Jadi dengan perkataan lain bahwa para pejabat yang memi- liki kedudukan dan kekuasaan tertentu hendaknya juga memili- ki wawasan kultural dalam mem- bangun negeri ini. Namun jika masih terjadi pendekatan kekua- saan dimana-mana, barangkali itulah apa yang disebut oleh Ach- diat K.Mihardja (1948) sebagai sisa-sisa masyarakat feodal. Ia mengatakan bahwa "sisa-sisa su- sunan masyarakat feodal masih besar pengaruhnya atas kehidup an jiwa dan kebudayaan bangsa kita. Di dalam susunan masyara- kat feodal, kehidupan ekonomi, sosial dan politik semata-mata di- kuasai oleh suatu kelas yang ha- nya kecil jumlahnya, akan tetapi sangat besar kekuasaannya, ialah kelas bangsawan yang berpusat pada raja yang memerintah seca- ra absolut dan sewenang-wenang, atas kerugian rakyat jelata yang merupakan suatu kelas yang jauh lebih besar jumlahnya tapi mera- na dalam kesengsaraan dan ke- miskinan. Di dalam keadaan me- rana demikian, maka jiwanya menjadi "mati", statis dan tidak ada harapan yang dicita-citakan nya selain dari pembebasan di ba- lik kubur atau mencari-cari seke- dar obat "pelipur lara" di dalam macam-macam ketahyulan dan mistik yang sederhana. Sebalik- nya kelas yang berkuasa memper- tahankan kedudukannya dengan jalan mengadakan bermacam-ma cam peraturan yang lambat laun menjadi adat dan kebiasaan". De ngan kata lain bahwa kedudukan di sini adalah identik dengan ke- kuasaan. Orang yang memiliki ke dudukan adalah orang yang me-. miliki kekuasaan. Dan orang yang memiliki kekuasaan adalah identik dengan orang yang memi- liki kekayaan yang dapat mem- bangun dan berbuat apa saja de- ngan kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya. Namun sayang- nya, karena wawasan kulturalnya yang sangat minim tentunya da- pat menghasilkan kekeringan bu- daya terhadap produk-produk pembangunan yang telah dihasil- kan, dan belum dapat memberi- kan sentuhan-sentuhan kultural. Untuk itulah, dalam situasi mo- neter yang ada sekarang ini, hen- daknya pembangunan kultural ju- ga harus diperhitungkan. Pencanangan 1998 sebagai tahun seni dan budaya bukan saja disambut baik para insan seni budaya, tapi juga kalangan politikus di DPR. PENCANANGAN tahun seni dan budaya dianggap tepat karena selama ini perkem- bangan "seni budaya" seakan- akan dianaktirikan, sehingga menempatkan seni budaya tidak lagi di jantung tetapi di pinggiran gegap gempita pembangunan. Coba saja tengok pusat-pusat kesenian di berbagai daerah, di media massa cetak maupun elektronik. Aktivitas seni bu- daya seakan-akan kekurangan gairah. Toko-toko buku tak lagi menjual buku-buku sastra. "Kita khawatir generasi muda tak lagi kenal siapa Chairil Anwar, apa saja karyanya, bahkan semangat puisi-pui- sinya. Di depan layar televisi, anak sekarang lebih mengenal Satria Baja Hitam ketimbang tokoh-tokoh cerita Indonesia," kata Ketua DPP Golkar bidang seni budaya, Pinantun Hutasoit. Anggota FKP DPR ini juga memprihatinkan makin mele- nyapnya nama Armyn Pane, Marah Rusli, Sutan Takdir Alisyahbana dari daftar bacaan anak-anak Indonesia. Mereka bahkan lebih akrab dengan nama pengarang asing. Pinantun mengatakan, bang- sa ini akan mencatat degredasi nasionalisme jika kelompok tertentu/primordial semakin mengedepankan hal-hal yang merugikan tersebut. "Soalnya, sekecil apapun komponen bang- sa apabila tidak merasa ikut memelihara keutuhan bangsa, maka perkembangan bangsa ini akan terganggu," tegasnya. Padahal, menurut Pinantun, seni sastra adalah pemoles jiwa bangsa, terutama para calon pemimpin. Dengan membaca karya sastra, generasi muda akan Karena itu, ia menyambut gembira dan menyatakan tepat mahami dan menghayati karya- terpoles jiwanya melalui ke- dicanangkannya tahun ini se- bagai tahun seni budaya. karya seni yang ada seharusnya dapat memberikan kesadaran ba- ru untuk dapat berbuat lebih baik kayaan nilai sastra itu sendiri. "Karena itu, dengan kering- nya perkembangan nilai sastra, kini tidak ada lagi budaya malu, budaya eling, di tengah ma- syarakat kita. Ini karena me- mang sudah tidak ada lagi hal- hal yang ditabukan," katanya menanggapi sekitar dicanang- kannya tahun ini sebagai Tahun Seni Budaya oleh Presiden Soeharto. Karena itu, dia menganggap sangat tepat pencanangan 1998 sebagai tahun seni budaya. "Ini memang sudah kita tunggu- tunggu sejak lama, dan dalam periode ini kita harus sudah Cerpen mampu meletakkan dasar-dasar budaya berbangsa dan ber- politik," ucapnya. AKU sedang khusyuk berdoa di depan makam Nabi Muham mad di dalam Masjid Nabawi, tiba-tiba bahuku ditarik oleh se seorang. Aku jadi sangat terkejut. Kemudian aku berpaling ke bela kang untuk mengetahui siapa ge rangan yang menarik bahuku itu. "Anda Zainuddin, bukan ?", tanya lelaki yang bertubuh tinggi besar dan dagunya ditumbuhi bulu yang cukup tebal dan kepala lelaki itu ditutupi jubah putih. "Anda lupa kepada saya ? Aku adalah Badrun teman anda yang ketika kita sama-sama tinggal di kota Medan, anda selalu marah kepada saya, karena saya amat sering menipu anda. Saya adalah Badrun, teman anda yang cukup anda benci ketika kita sama-sama tinggal di kota Medan dulu. Lupa kah anda kepada saya, Zainud din ?", kata lelaki yang mengaku bernama Badrun itu. Aku kemu- dian menyeka kedua belah mata ku dengan kedua belah tanganku kepada lelaki yang mengaku ber- dan setelah itu aku memandang nama Badrun itu. "Terus terang, karena tak jelasnya budaya berpolitik bangsa ini, tidak sedikit me- nyumbang kepada keadaan yang kita alami sekarang, seperti adanya sekelompok masyarakat yang tidak tabu lagi melempar isu atau pendapat yang tidak benar. Terkesan semua itu dilemparkan begitu saja, se- enaknya," katanya. Oleh sebab itu Pinantun berpendapat, kini sudah wak- tunya kembali ke akar budaya bangsa. Sebab, banyak kesulitan yang telah bisa diselesaikan dengan pendekatan budaya bangsa Indonesia, misalnya dengan cara mengutamakan persamaan pendapat, musya- warah untuk mufakat. DEGREDASI "Sudah selayaknya, seni budaya kita yang diwarnai kekayaan etnis kita upayakan menjadi alat komunikasi bangsa kepada masyarakat dunia," kata Pinantun. Selama ini, menurut Ketua DPP Golkar bidang Sosbud itu, seni hanya dipelihara sebagai seni belaka, tapi kini tiba saatnya seni budaya diberdayakan untuk mengakomodasi dan diakse- lerasikan menjadi potensi eko- nomi. Untuk itu, para seniman/artis harus tahu diri atas potensi ekonomi yang mereka miliki dan tahik 882sdmail ne guy sal ond nob muxul nous luk tubuh lelaki yang mengaku bernama Badrun itu. "Benar! Akulah Badrun yang selalu merugikan anda, Zainud din! Kini kita bertemu di rumah Allah ini. Untuk itu aku minta maaf kepada anda. Kalau anda ingin meminta selu ruh kerugian yang pernah saya lakukan ketika kita sama-sama berada di kota Medan dua puluh tahun yang lalu itu kini biar saya bayar. Kira-kira berapa juta rupiah saya merugikan anda. Si lahkan anda katakan, kini saya bayar", kata Badrun sebagai dia mengakui kesalahannya kepadaku lebih kurang dua puluh tahun yang lalu ketika kami sama-sama berada di kota Medan. "Ah, itu semua sudah saya lupa kan. Kalau anda memang Badrun teman saya yang dulu sering menipu diri saya ketika kita sama- sama di kota Medan, saya gembira sekali. Kita bertemu di rumah Allah ini. Untuk itu jangan lagi disebutkan semua kejelekkan yang pernah kita buat. Kini kita sudah sama-sama diundang Allah untuk melaksanakan Ibadah Ha- ji. Ini merupakan nikmati yang tiada tara diberikan Allah kepada kita. Untuk itu lupakan sajalah semua masalah yang anda anggap merugikan diri saya itu", kataku kepada Badrun. Kulihat Badrun tersenyum. Dia duduk di sisi kiriku. Kami banyak mencerita kan masa lalu kami. Badrun mengatakan kepadaku, bahwa dia ingin membayar seluruh hutang nya kepadaku, tapi dia kesulitan, apakah aku masih hidup. Selain itu dia tidak tahu di kota mana aku tinggal di Indonesia. Apakah aku tetap menetap di kota Medan atau aku sudah berada di kota lain seperti di Padang, Palembang dan Jakarta. "Nah, anda sudah ingat se karang, bahwa saya adalah teman lama anda yang bernama Ba drun? Kita sudah lebih dua puluh tahun tidak bertemu, dan kita sekarang sudah sama-sama tua. Mungkin usia kita sudah sama- sama lima puluh tahun. Usia saya kini sudah lima puluh dua tahun. Mungkin usia anda paling sedikit lima puluh tahun, Zainuddin", kata lelaki itu lagi. "Ya, saya ber- nama Zainuddin !", kataku ke pada lelaki yang mengaku ber- nama Badrun itu. "Nama saya Badrun! Apakah Bung Zainud- din lupa kepada saya, ha?", kata lelaki itu lagi. "Saya memang orang Indonesia yang bertempat tinggal di kota Medan. Teman saya yang ber- nama Badrun di kota Medan ada tiga orang. Yang pertama Badrun yang bekerja di Kantor Pajak. Dia kini pindah tugas ke Surabaya se- jak tiga tahun yang lalu, Sedang kan Badrun yang kedua adalah orang Pariaman yang bekerja sebagai penjahit di Jalan Pandu Medan. Sedangkan Badrun yang seorang lagi memang sudah lama tidak pernah bertemu dengan saya. Badrun yang seorang ini memang Badrun yang paling na saya terlibat perampokan di berkesan di hati saya, karena kawasan Jakarta Kota. Setelah Badrun yang ketiga ini terkenal bebas saya pergi merantau ke sebagai tukang tipu. Dia sudah Surabaya. Di Surabaya saya beker- cukup banyak merugikan diri ja di sebuah bengkel kendaraan saya. Pertama dia pernah memin- bermotor. Teringat akan hutang jam uang saya sebanyak seratus saya kepada anda, maka saya men ribu rupiah yang katanya untuk jamu Anak Yatim Piatu di rumah mengobat ibunya. Tapi pinjaman- kediaman saya di Gubeng Masjid. nya itu tidak pernah dibayarnya. Saya menyewa rumah di Jalan Selain itu Si Badrun ini pernah Anggerek. Isteri saya orang pula meminjam mesin ketik saya, Madura. Tapi kami tidak punya dan mesin ketik saya itu kemudi anak dan isteri saya yang bernama an dijualnya. Tapi anehnya Si Nur Fatimah itu minta cerai. Badrun yang sudah lama tidak Setelah tinggal lebih kurang lima bertemu dengan saya itu tetap saja tahun di urabaya, maka saya baik kepada saya kendati dja menjadi Tenaga Kerja Indonesia, selalu saya marahi, karena dia se ring sekali menipu diri saya. Apakah anda gerangan Badrun yang selalu merugikan diri saya itu ?", tanyaku sambil aku meme segera membentuk organisasi yang memperhatikan kualitas "Akhirnya seluruh hutang saya kepada anda itu, Zainuddin - Saya bayarkan kepada Anak Yatim Piatu ketika saya bertempat ting- gal di Surabaya. Saya berada di Surabaya setelah saya menjalani hukuman selama dua tahun kare Anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan (FKP) ini menilai organisasi seniman yang ada sekarang ini "asal hidup" saja."Ini tidak boleh lagi, kalau kita ingin memberdayakan seni budaya sebagai potensi ekonomi yang cukup besar," katanya. pergi merantau ke Malaysia ber- sama beberapa orang teman- teman saya lelaki Madura. Di Malaysia saya bekerja di kebun Kelapa Sawit di Johor Hal ini, menurut dia, tidak berarti Indonesia menolak kehadiran artis asing. Seba- liknya, artis Indonesia harus semaksimal mungkin mampu mendominasikan kehadirannya di mancanegara. Bertemu Mengenai perkembangan seni budaya, Pinantun me- nyayangkan selama ini memang tidak ada kepastian untuk menjamin perkembangannya. Padahal, seni budaya sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Masjid Hampir setiap hari pemirsa televisi disuguhi film, sinetron, aneka lagu dan tarian. Betapa keringnya media massa elek- tronika tanpa adanya sajian seni budaya. Bidang seni sastra misalnya, sudah terlalu lama menunggu adanya perhatian yang lebih lagi. "Saya sungguh prihatin atas nasib majalah sastra Horizon," katanya. Padahal, Horizon mungkin satu-satunya majalah sastra di Indonesia. MOMENTUM Kalangan seniman meng- harapkan, pencanangan 1998 sebagai tahun seni budaya harus menjadi momentum bagi semua pihak untuk meningkatkan apresiasi kesenian yang selama ini dinilai belum membang- gakan. "Saya berharap, pemerintah dan swasta mulai memper- hatikan dunia kesenian lebih serius lagi sebagai upaya untuk meningkatkan apresiasi seni," kata pematung yang juga dosen Institut Kesenian Jakarta, Irian- tine. Oleh berbuat nyata untuk menggai- rahkan dunia berkesenian. Bharu. Tapi hanya lebih kurang setahun, lalu saya pindah ke Kuala Lumpur. Di Ibukota Malaysia itu pada mulanya saya bekerja pada sebuah Kedai Nasi milik orang Bukit Tinggi. Tapi hanya lebih kurang setengah tahun saya jadi pelayan Kedai Nasi Minang itu. Saya kemudian jadi supir Taksi. Tapi itu pun tidak lama karena saya diajak kawin oleh wanita Thailand yakni wanita muslim yang berasal dari Pattani, Thai land Selatan. "Dukungan swasta itu bisa saja berupa keterlibatan pe- rusahaan minyak atau per- bankan atau perusahaan besar lainnya dalam penyelenggaraan lomba-lomba di bidang ke- senian, misalnya lomba me- ngarang," ucapnya. Wanita Thailand itu bernama Siti Raudhah. Kata ayahnya, dia diberi nama Raudhah setelah ayahandanya menunaikan Iba- dah Haji dan dia selalu ber- doa di Raudhah di dalam Kegiatan semacam, menurut penyair Angkatan '66 ini, telah melangkah lebih maju di negara lain seperti Malaysia. Sastrawan dan dramawan Putu Widjaja juga menyatakan gembira atas pencanangan tahun seni budaya itu. Sementara itu, penyair Tau- fiq Ismail mengharapkan, pihak swasta seperti kalangan pengu- saha seyogianya mendukung pencanangan tahun seni budaya tersebut, dengan lebih banyak to.(ant) ."Kami seniman tentu saja gembira dengan pencanangan 1998 sebagai tahun seni dan budaya. Asalkan, hal itu tidak diijadikan ajang komersialisasi besar-besaran terhadap seni sehingga akan mengaburkan jatidiri kesenian itu sendiri," katanya. Haady Selain di Madinah ini, aku bersama isteriku punya kedai makanan di Makkah yakni di Pasar Seng yakni di belakang Masjidil Haram. Yah, usaha kami kecil-kecilan saja", kata Badrun bagai merendahkan diri. THA & A insomm Zainuddin Tamir Koto Meskipun demikian, penulis "tahun seni dan budaya benar- "Telegram" itu mengharapkan benar sebagai tahun yang akan semakin menghidupkan seni dan budaya Indonesia, bukannya justru mengaburkan arti ke- senian dengan komersialisasi besar-besaran bagi pariwisata." Badrun di Nabawi Berkaitan dengan itu pula, anggota FKP DPR asal Su- matera Barat, Drs. H. Lukman Harun, meminta toko-toko tradisional di Bukittinggi di- lestarikan. "Kita bukan melestarikan kekunoannya, tapi toko-toko tradisional di Bukittinggi betul mempunyai daya tarik yang spesifik bagi turis. Sebaiknya, justru diperindah," jelasnya. Pak Harto ketika menca- nangkan 1998 sebagai tahun seni dan budaya pada malam per- gantian tahun mengatakan, melalui seni dan budaya ini seluruh bangsa Indonesia akan lebih memperkukuh jatidiri bangsa serta meningkatkan daya tarik bangsa bagi wisatawan mancanegara. "Melalui seni dan budaya itu, kita perkukuh jatidiri kita sebagai bangsa dan sekaligus kita tarik wisatawan manca- negara berdatangan ke Indone- sia," tegas Presiden Soehar- con la (DomuzRA.S "Mengapa kau jadi sampai ke Thailand Selatan itu, Badrun ?", kataku ingin tahu. Badrun bagai tidak mau menjawab. Dia hanya mengatakan: "Setelah kedua orang tuaku aku ketahui mening gal dunia di Padang, maka aku bagai tidak percaya diri lagi. Akibatnya aku jadi terlibat per- buatan jahat. Aku jadi perampok bersama temanku yang juga orang-orang jahat. Setelah aku berada dalam penjara selama lebih kurang dua tahun, maka aku teringat kembali semua kesalahan ku. Selama berada dalam rumah penjara itu aku akhirnya membina diriku dengan baik melalui pen didikan agama. Setelah aku bebas, aku pulang ke Padang. Masjid Nabawi ini agar dia men- dapat anak perempuan. Sebelum nya enam orang abang Siti Raudhah adalah lelaki. Kini saya bersama Siti Raudhah berada di Madinah ini. Sejak sepuluh tahun yang lalu setiap musim haji kami datang ke Madinah ini. Kami membuka Restoran Makanan Muslim di kota Madinah ini. Saya benar-benar bersyukur kepada Tuhan karena kita dapat diperte mukanNya di dalam Masjidil Nabawi ini", kata Badrun secara panjang lebar kepadaku. Tapi karena aku tidak mam-. pu membuahkan anak dari perka winanku dengan wanita Madura itu, maka akhirnya wanita Madu ra itu minta cerai. Setelah aku menceraikan isteriku itu, aku be "Aku juga sangat bersyukur dapat bertemu dengan anda, Ba drun! Kita dipertemukan Allah di rumahnya yang cukup indah rangkat ke Malaysia sebagai Te naga Kerja Indonesia bersama be dan megah ini", kataku kepada berapa orang lelaki Madura lain Badrun yang kulihat dia kini nya", kata Badrun. benar-benar sebagai insan Allah yang sangat patuh kepada ajaran Nya. Aku pergi berziarah ke makam kedua ayah bundaku. Setelah berada satu minggu di Padang yakni kota kelahiranku itu, maka aku pergi merantau ke Surabaya untuk bekerja sebagai orang yang sudah sadar dari segala kesalahan yang pernah dilakukannya. Sete lah bekerja di bengkel kendaraan bermotor itu aku mendapat jodoh wanita Madura kelahiran Bangkal an. "Lalu bagaimana pula hubung an awalmu dengan wanita Thai land, Siti Raudhah itu ?", tanyaku pula ingin tahu. PUISI padaku setelah aku menyebutkan orang Minangkabau yang berasal dari kota Padang. Menurut ke terangan Siti Raudhah, guru mengaji ayah dan ibunya dulu ada lah orang Minangkabau berasal dari Kota Padang. Nama Ustad HARTA PINEM MEMBONGKAR CATATAN Dari hasil bongkar-bongkar catatan terjumpalah namamu-karya-karyamu yang sunyi telah lama tenggelam di gulungan map surat tinggal tak ku tahu sejauh apa keangkuhanmu sekarang setelah kita sama terlempar ke tangan gemuruh kota mungkin kau masih terlalu baik bagiku hingga kusebut kau sepotong pakalan robek sembunyi di lipatan kain di kamar penuh debu aku ragu mengapa kita saling curiga merambah cinta Kini kusadar lebih baik berterus terang mari saling bongkar kemapanan jiwa agar kita bisa tumbuh subur lagi seperti Ilalang sehabis pembakaran ia tumbuh subur dengan daun selembut mawar Medan, 1996 SAHRIL IKTIKAF Di sini kutengadahkan tangan mengucapkan do'a yang tidak berbatas kupendam angan saat lazuardi di ubun-ubun Ka'bah kuingin menepis mantra-mantra impian sulap angan menjadi senandung kemewahan iktikafku jelang sunyi sepi menangis dalam takbir bisu ingat diri di uzur masa yang belum apa-apa MUDIK PAHRUS Z.NASUTION Telah lelah aku berjalan lelah sekali HALAMAN 10 aku pulang dengan kaki telanjang seperti waktu meninggalkan sawah penuh lumpur dan seekor pacat menempel di mata kakiku itu Haji Kamaruddin Ahmad. Karena aku juga orang Minang kabau asal Padang Siti Raudhah jadi tertarik kepadaku. Dia jadi tertarik pertama kali adalah ketika aku menanyakan ruangan sholat di kedai nasi milik ayahnya itu. Setelah bebas dari hukuman pen- jara itu memang aku tidak pernah melalaikan sholat yang lima waktu sehari semalam itu", kata Badrun kepadaku. Aku benar- benar jadi terkesima mendengar kan kisah hidup yang diceritakan Badrun tentang dirinya itu. Aku mudik dengan hati yang tak lupa sawut ataupun tiwul "Tapi sayang sekali hingga kini lebih kurang sepuluh tahun aku menikah dengan Siti Raudhah kami belum mendapat keturunan. Namun aku dan isteriku itu tetap pasrah, karena itu adalah kehen- dak Allah Yang Maha Kuasa kami tidak mendapatkan keturunan", kata Badrun yang merupakan putera tunggal suami-isteri Nur- din Aminah itu. "Sudah berapa kali kau menu naikan Ibadah Haji, Zainud din ?", tanya Badrun padaku. Aku tersenyum memandang kepada Ba drun yang wajahnya sudah mirip lelaki Arab itu. "Aku bersama isteriku, Siti Raudhan sudah sepuluh kali me nunaikan Ibadah Haji ini. Kami melaksanakan Ibadah Haji sam- bil berdagang. Kami menjual makanan dan barang-barang per hiasan seperti busana Muslim dan cincin permata serta kalung per- mata", kata Badrun menjelaskan usaha dagangnya kepadaku. "Apakah profesi anda masih se bagai wartawan dan sastrawan, Zainuddin? Atau mungkin anda sudah jadi pedagang seperti saya ini pula", kata Badrunpula. "Ya! Aku masih tetap sebagai wartawan merangkap sastrawan. Tadi aku sedang tekun berdoa di depan makam Nabi Muhammad. Aku meminta kepada Tuhan agar aku tidak mengisap rokok lagi. Aku adalah perokok berat. Setiap hari aku menghabiskan antara lima hingga enam bungkus rokok keretek. Kalau tidak mengisap rokok, maka aku tidak bisa me ngetik berita dan karangan yang aku ciptakan. Karena itu aku sangat tekun berdoa di makam Nabi Muhammad meminta kepa da Tuhan agar aku tidak mengi sap rokok lagi setelah kembali dari menunaikan Ibadah Haji ini. In- sya Allah semua permintaanku itu dikabulkan Tuhan", kataku kepada Badrun. Kulihat Badrun mengangguk-anggukkan kepala "Aku baru untuk pertama kali nya menunaikan Ibadah Haji ini. Itu pun aku mendapat undangan Allah hanya seorang diri. Isteriku Rosmina belum mendapat un- dangan dari Allah untuk menunai kan Rukun Islam yang kelima ini", kataku kepada Badrun. "Di mana anda menetap seka rang bersama isterimu, Badrun ?", tanyaku ingin tahu. nya. "Aku yakin Allah akan mengka bulkan permintaanmu itu. Rokok itu 'kan permainan setan. Setan buka usaha kedai makanan di wanita Thailand. Dia tertarik ke itu terdiri dari api. Kamu harus in- "Aku bersama Siti Raudhah menetap di Pattani. Tapi kami "Aku pada mulanya jalan-jalan ke Haadyai. Di satu kedai nasi Muslim aku berkenalan dengan Medan, 1998 gat tak seorang pun kaum muslim sebelum mengisap rokok meng ucapkan Bismillahi rohmanira him, dan setelah membuang pun- tung rokok tidak pula mengucap kan Alhamdulillah. Jadi jelas rokok itu adalah setan. Aku juga Medan, 1998 el asbes sudah tidak mengisap rokok setelah aku menunaikan Ibadah Haji", kata Badrun menjelaskan kepadaku tentang masalah mengi sap rokok itu. JEASD RUBY JEST "Selama berada di Madinah ini, anda jangan lalai melaksanakan sholat wajib lima waktu sehari semalam. Usahakanlah mendapat Arbain yakni sholat empat puluh waktu selama berada di Madinah ini. Pahala sholat Arbain itu sangat luar biasa", kata Badrun mengingatkan aku. Ketika kami asyik berbicara itu, aku dengar suara Azan waktu sholat Maghrib sudah berkuman dang. Ruangan di dalam Masjid Nabawi sudah mulai penuh. Aku diajak Badrun satu shaf di depan Taman Raudhah. Aku mengikuti langkah Badrun dari belakang. Memang selain sholat di depan Makam Rasulul lah Muhammad SAW aku juga se ring sholat di Taman Raudhah. Selain itu aku juga pernah sholat di bawah payung buatan ar- sitektur Turki yang cukup indah di dalam Masjid Nabawi itu. Per temuanku dengan sahabat lama ku Badrun di dalam Masjid Nabawi ini benar-benar sangat mengesankan. Selama tujuh hari tujuh malam aku selalu sholat bersama dengan Badrun di dalam Masjid Nabawi, dan aku setelah pulang sholat dari Masjid Nabawi diajaknya makan di restoran milik isterinya yang letaknya tidak berapa jauh dari Masjid Nabawi, Setelah selesai makan bersama baik makan siang dan makan malam, Badrun selalu mengingat kan aku agar aku menyampaikan salamnya kepada teman-temannya yang masih ada di kota Medan. "Bagaimana keadaan Si Latif sekarang, Zainudin ?", kata Badrun menanyakan seorang teman akrabnya yang bernama Latif. "Si Latif itu sejak lima tahun yang lalu menderita penyakit syaraf. Dia disebut sebagai orang gila sekarang. Kasihan benar kita kepada mantan petinju amatir kota Medan itu", kataku kepada Badrun. Sebagai rasa kasih sayang dan tanda senang hatinya dapat bertemu dengan aku kembali, Badrun dan isterinya Siti Raudhah memberikan cendramata berupa perhiasan dan busana muslim un- tukku dan isteriku, Rosmina. "Syukron! Syukron !", kataku menyebutkan kata terima kasih dengan bahasa Arab. Kulihat Badrun dan isterinya Siti Raudhah hanya tersenyum saja karena suami-isteri Indonesia-Thailand itu sangat merasa senang setelah aku menerima cenderamata yang mereka berikan itu. "Semoga kita dapat bertemu pula di Masjidil Haram setelah kita sama-sama sudah berada di Makkah Al Mukarramah nanti", kataku kepada Badrun dan isteri nya Siti Raudhah. "Insya Allah kita bertemu lagi di kedai nasi kami di Makkah yang lokasinya di Pasar Seng, tak. jauh dari Masjidil Haram", kata Siti Raudhah kepadaku sambil wanita Thailand selatan itu. memperlihatkan senyuman manis nya kepadaku*** 19 bi ba ba Se R K na da de 33 ra do "T dit ca