Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Berita Yudha
Tipe: Koran
Tanggal: 1995-06-24
Halaman: 04

Konten


b TAJUK RENCANA Berita Yudha SABTU, 24 JUNI 1995 Harga Kertas Dan Pers Nasional Pers Indonesia, terutama suratkabar-suratkabar lemah akhir pekan ini sedang prihatin. Hari Rabu petang (21/6) lalu, dari hasil pertemuan antara Menteri Perindustrian, Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika Deppen, pejabat Departemnen Perdagangan, Serikat Perusa- haan Suratkabar (SPS), Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) keluar pengumuman bahwa harga kertas koran naik (lagi!). Dari harga semula Rp. 1.700,- menjadi Rp. 2.310,- per kilogramnya. Ini berarti kenaikan 35,8%. Kenaikan ini hanya beberapa bulan saja setelah kenaikan dari Rp. 1.300,- menjadi Rp. 1.700,- Kertas koran bagi pers merupakan bahan baku utama. Artinya, tanpa kertas koran, meskipun wartawannya hanyak, peralatan redaksionilnya canggih, jaringan iklan luas, kalau tidak ada kertas korannya, tidak bisa terbit. Mungkin bisa diterbitkan dengan kertas HVS atau barangkali kertas tebal lainnya. Tetapi jelas hal itu tidak lazim. Dulu jaman revolusi, jaman ibukota RI masih di Jogyakarta, koran Republik memang terbit dengan kertas sampul atau kertas merang. Kertas merang dibuat dari batang padi kering. Setiap terbit hanya empat halaman dan menggunakan hand-set. Itu jaman perjuangan. Sekarang sudah jaman kemajuan dengan teknologi canggih. Kenaikan harga kertas koran secara beruntun dalam tahun 1995 ini tentu saja memberikan dampak bagi pers kita. Ketika harga kertas koran masih Rp. 1.300,-/kg saja, suratkabar- suratkabar lemah sudah mengalami tekanan beban berat. Daya beli, minat baca dan pengaruh televisi (yang pemberitaannya lebih cepat, meski tidak mendalam seperti koran) membuat pers Indonesia, terutama yang lemah, harus mengalami masa terjadinya penurunan oplah (tiras). Baik pembeli eceran maupun langganan jumlahnya menurun. Sekarang dengan kenaikan kedua kalinya, suara erangan makin keras, termasuk dari pers yang terbit di daerah-daerah. Kemarin sudah ada pemberitan mengenai tidak terbitnya sebuah suratkabar daerah di Irian jaya. Dari Jawa Timur, Jawa Barat, dan berbagai daerah lainnya, sudah terdengar suara-suara bahwa kemungkinan tidak terbitnya sejumlah suratkabar bisa saja terjadi dalam waktu mendatang, bila keadaan tidak membaik. Apalagi ternyata, harga baru sekarang ini berlaku hanya sampai September 1995 mendatang. Pada 1 Oktober 1995 harga itu akan ditinjau kembali dan bukannya tidak mungkin akan terjadi lagi kenaikan harga kertas koran tersebut. Sejumlah suratkabar di daerah-daerah sudah mulai mengurangi halamannya, sesuai dengan anjuran Presiden Soeharto. Bagi suratkabar- suratkabar lemah menghadapi kesulitan kertas seperti ini mempunyai beberapa alternatif. Antara lain, mengurangi jumlah halamannya, misalnya dari semula 20 halaman menjadi 16 halaman, dari 16 halaman menjadi 12 halaman. Bahkan ada yang dari 12 halaman menjadi 8 halaman. Dengan demikian penggunaan kertas koran menjadi semakin sedikit dan ini juga berarti memperkecil biaya produksi. Remen Alternatif lain adalah mengurangi oplah, sehingga kebutuhan akan kertas koran berkurang. Tetapi alternatif ini tidak mudah dilaksanakan, karena kemanfaatannya tidak sebesar bila jumlah halaman yang dikurangi. Yang sampai sekarang tetap menjadi bahan pembicaraan, termasuk juga dalam DPR RI, adalah apa sebetulnya yang menjadi sebab sulitnya kertas koran beberapa waktu lalu, sehingga harus diambil keputusan menaikkan harganya? Apakah karena kesulitan bahan baku pulp? Apakah karena sebab- sebab lainnya? Menurut pihak pabrik kertas, produksi kertas koran melebihi kebutuhan dalam negeri, sehingga sisanya di-ekspor. Harga ekspor memang lebih tinggi dari harga jual di dalam negeri. Hal itu dibenarkan oleh Menteri Perindustrian. Tetapi kenyataannya, kertas koran memang sulit diperoleh, perusahaan-perusahaan suratkabar tidak menerima kertas sesuai dengan pesanannya. Apalagi yang didaerah-daerah. GOLF Lahan subur jangan dijadikan lapangan Golf, kata berita. *** Bagi konglomerat, lahan subur atau tidak, kalau perlu cari jalan agar bisa digusur atau di "ruilslag." TKI Walau tidak diakui Depnaker, Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJ-TKI) dalam negeri terus beroperasi. *** Tingkat kebandelannya sudah keterlaluan, apa nunggu ditindak? RUMAH Dalam rangka menyambut 50 tahun Indonesia merdeka, akan dilakukan peresmian pembangunan perumahan sederhana di beberapa daerah. *** Yang penting dijaga adalah mutunya. Jangan karena sederhana dibangun asal- asalan. Wana Sejak dulu, pandangan orang mengenai pemba- ngunan memang sudah beragam. Bukan saja dalam hal memahami mengapa, bagaimana, dan apa hakekat pembangunan, tapi juga dalam hal yang lebih teknis lagi, yakni dalam memahami kapan pembangunan di se- buah masyarakat dimulai. Dengan beragam persepsi inilah, orang jadi sering terkecoh dalam menilai. Terutama yang menggu- nakan metode komparasi perbandingan dalam me- ngulas masalah pemba- Memahami Dinamika Pembangunan Menyongsong 50 Tahun Kemerdekaan RI yang kira-kira bisa dikerjakan dalam kondisi seperti ini? Wajarkalau "Nothing!" (ti- dak ada!) Sebab salah satu prasyarat utama bagi jalan- ngunan. Dengan mengambil contoh Jepang, misalnya, kerancuan penafsiran ini menjadi jelas sekali. Lantaran Negara Sa- kura ini, kerap kali, dianggap baru membangun pada tahun 1945, sesaat setelah runtuh ditelan bom Sekutu. Oleh ka- rena itu, banyak orang ke- mudian merasa sahih me- ngambil kisah sukses Jepang sambil membandingkan bagaimana tertinggalnya pembangunan kita. Mereka dengan 50 tahun kok sudah melesat jadi negara maju, sementara kita tetap belum apa-apa! Padahal, mulanya kan relatif sama, tahun 1945 juga. Pernyataan tersebut keli- hatannya sederhana, tapi bisa menyesatkan. Apa iya pem- bangunan di Jepang itu dimulai di tahun 1945-an? Lalu, Restorasi Meiji 1868- 1912 yang merupakan ge- rakan modernisasi di sana yang membangunkan kepri- badian Jepang itu diletakkan Secara sederhana pemba- ngunan dapat dipahami sebagai sebuah upaya atau program untuk melahirkan sesuatu dari yang tadinya tidak ada menjadi ada, dari yang tadinya belum baik menjadi lebih baik. Keli- hatannya memang seder- hana, namun jika kita simak lebih jauh, terutama dengan melihat bagaimana proses "pengadaan" atau "perbai- kan'' tapi berjalan, baru akan di mana?. Untuk menyegarkan inga- tan, barangkali, baik juga kalau kita tengok kembali bagaimana canggihnya" ukuran waktu itu Jepang melahirkan teknologi mutak- hir di tahun-tahun 1945-an. Mungkin kita masih ingat kita beberapa waktu setelah mer- deka kita bangga karena bisa membuat sepeda antara lain merek "Hima" semenara Jepang sudah lama bisa mem- huat kapal terbang, kapal selam dan lain-lainnya. Dengan contoh yang se- derhana seperti di atas, sudah tampak betapa pentingnya persamaan persepsi dalam melihat apa dan bagaimana pembangunan itu. Ditengok dari sisi bahasa, pemba- ngunan, boleh jadi merupa- kan kata yang paling sering Di sinilah perlunya per- diucapkan. Apalagi dalam sepsi yang dalam dan menye- sacara-acara resmi Mulai dari luruh mengenar pemba-upacara peringatan haribesar ngunan mesti digunakan. nasional, sampai ke peres Sebab dengan pandangan mian sekretariat RW pun tak rancu yang seperti ini, tak jarang kata pembangunan terbayangkan bagaimana diluncurkan orang. Tapi sa- kecewanya kita melihat diri makan perepsi orang menge- sendiri. Syukur kalau kita nai apa itu pembangunan? melihat kelambanan "ini Dipahami dalam kerangka sebagai pemicu untuk kerja yang utopistik atau realisti- keras, lha kalau tidak? Bukan kah pembangunan di ling- mustahil malah frustasi. kungan kita?. India telah menikmati ke- berhasilan langkah pem- baruan Perdana Menteri P.V. Narasimha Rao yang mulai memasuki tahun kelima ma- sa jabatannya tapi peran swasta dalam kancah eko- nomi negeri itu belum ter- lihat. Amerika Serikat yang telah lama khawatir, karena selama era Perang Dingin New Delhi lebih condong ke Uni Soviet, kini justru mendekati India. Hal itu berkaitan dengan pe- luang pasar yang ada, ken- dati terdapat kekhawatiran bahwa wilayah Asia Selatan memiliki potensi bagi terja- dinya ajang nuklir. tampak bagaimana pelik dinamikanya. Secara umum, persepsi orang mengenai pembangu- nan, berjalan dalam beberapa persepektif. Ada yang per- sepsinya utopistik, yang me- mandang pembangunan dalam kerangka idaman. Dalam persepsi ini, kenya- taan yang dihadapi atau di- saksikan, seringkali dinilai dengan menggunakan para- meter idelistik yang dicita- citakan. Langkah pembaruan Rao, oleh beberapa kantor berita transnasional dianggap telah menarik minat banyak pena- nam modal asing dan lem- baga pinjaman interna- sional. Dengan demikian, pan- dangannya tentang pemba- ngunan menjadi begitu dominan oleh ukuran yang utopistik, ideal yang kurang berdasarkan pada kenyataan. Oleh karenanya atas nama pembangunan, penganut pandangan ini ingin se- muanya sesegera mungkin diubah menjadi purna". Yang belum ada, sesegera mungkin menjadi ada. Yang belum baik se- segera mungkin menjadi baik. dan andaikata keinginan tersebut sulit terpenuhi, bia- sanya akan langsung dinilai sebagai kelemahan yang menyeluruh. sem- "Sasaran utama kebijakan luar negeri kami ialah untuk memperluas aliansi ekonomi kami," kata seorang pejabat tinggi pemerintah, Vinod Grover, kepada Reuter di New Delhi. Subyektifitas yang seperti inilah yang sering kali membuat orang lalai mem- pertimbangkan potensi atau masalah yang ada di ma- syarakat. Selain itu, ada pula yang memandang pembangunan dalam persepsi yang realistik. Dengan pandangan ini, pem- bangunan akan dipahami sebagai sebuah kenyataan yang berjalan secara berta- hap, terencana dan berjalan dengan bertumpu pada potensi yang ada. Melalui persepsi ini, tentunya, tidak dikenal adanya gerakan pembangunan yang bersifat "instant". Yang "simsala- bim" langsung berubah. Boleh jadi, hampir semua pandangan pejabat peme- rintah mengenai pemba- ngunan bergulir dalam kerangka yang realistik mungkin karena kalangan ini sehari-harinya bergelut dengan masalah-masalah pembangunan tapi akankah masyarakatnya juga memi- liki persepsi yang sama? Atau pernahkah terbersit dalam benak kita untuk mem- lebih baik dalam menghadapi tetangganya. Pakistan. Ketika Rao, yang tak mau tunduk pada tekanan luar da- lam masalah dalam ne- gerinya, harus bersikap tegas terhadap Pakistan karena munculnya kembali pem- berontakan kaum nasionalis. Ia menghindari berbicara dengan keras kepada musuh lama India itu selama empat tahun masa kekuasaannya. Menurut seorang diplomat Pakistan, berkat langkah pembaruannya, Rao dapat di- katakan telah meraih keber- hasilan dalam kebijakan luar negerinya. Dilip Padgaonkar, komen- tator televisin dan mantan editor pelaksana harian "The Times of India", mengatakan kepada AFP, "India telah banyak berubah dalam empat tahun terakhir ini diban- dingkan dengan 40 tahun se- belumnya. Namun, Rao dianggap be- lum mampu menjelaskan revolusi ekonominya dalam bahasa yang dapat difahami rakyat banyak. Rao juga dikatakan selalu melakukan tindakan tak terduga tanpa memberitahu Bukan rahasia lagi bahwa langkah pembaruan ekonomi dan kebijakan India telah orang lain. menarik peminat di seluruh Sejak memangku jabatan dunia, katanya. Secaran tak tanggal 21 Juni 1991, Rao langsung, kejadian tersebut telah memusatkan perhatian telah memberi India peluang pada pembaruan ekonomi ANALISA/KOMENTAR pertanyakan, kenapa kita sekarang ini, selama hampir 26 tahun, terhitung sejak tahun 1969, kita masih terus- terusan memposisikan diri sebagai bangsa yang sedang membangunan?. Oleh: Basofi Soedirman ada?) bangsa atau negara "Lbh opo ono?" (lho apa yang sedang tidak mem- bangun? "Yo ono, sopo iku?" (ya ada, siapakah itu?). Secara umum bangsa yang dapat dipilih dalam dua tidak sedang membangun itu kategori besar. atau bangsa yang seharusnya Pertama, adalah negara pembangunan tapi dia tak kondisi riilnya memerlukan sanggup membuat rencana dan program pembangunan. Apalagi melaksanakannya. Banyak negara dunia ketiga yang terjebak dalam kondisi kan oleh kondisi alam yang seperti ini.Baik itu disebab- membuatnya terpuruk dalam kondisi "survival of the fittest" berjuang untuk hidup maupun karena kondisi politik dalam negerinya yang dilanda kemelut, ya "dor doran" terus, seperti Sri- lanka. Posisi Indonesia. Lalu di mana posisi Indo- nesia? Bangsa Indonesia jelas masih termasuk negara yang dan keseimbangan telah ber- jalan positif. BERITA YUDHA-SABTU, 24 JUNI 1995 HALAMAN IV Inflasi India, yang saat ini berkisar delapan persen, ber- hasil dikekangnya. Selain itu, devisa luar negeri telah melesat dari satu miliar dolar AS menjadi 21 miliar dolar AS ketika Rao memangku jabatran. Bahkan, penana- man modal asing di India makin mengalir dalam empat tahun terakhir ini. sen. Dalam kondisi tersebut, bagaimana mungkin bangsa dan negara seperti itu mampu merencanakan program pembangunan, apalagi men- jalankannya. "Lha wong tembak-tembakan tok". (Lha saben dino gaene mong tiap hari kerjanya tembak- tembakan saja). Kedua, selain tipe negara tersebut di atas, juga ada bangsa yang sudah tidak lagi berada di masa pembangu- nan. Atau katakanlah, masa pembangunannya sudah selesai Dimana kondisi obyektif yang ditujukan untuk mendukung kesejah- teraan masyarakat sudah terbentuk. Baik itu yang ditujukan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat sudah terbentuk. Baik itu yang beruruan dengan sarana prasarana, kelembagaan, sistem, tatalaksana, dan seterusnya. Bayangkan, bagaimana pa- rahnya ketidakstabilan po- litik kita di masa itu. Apa yang bisa diharapkan dari kabinet yang umurnya hanya sebulan?? Jangankan mela- hirkan program pembangu- nan, untuk mengurus hal ikhwal pelantikan kabinet saja sudah 20 hari yang tersita. Lalu kapan menyusun program pembangunannya!. Apalagi fenomena itu, menurut catatan Charler Le- wis Taylor dan Michael C. Dalam hal ini semua sudah ada dan berjalan bagus, Hudson, dalam "Worl Hand apakah bangsa Indonesia sudah satu persepsi tentang hal ini? Book of Political and Social tinggal di sana sini mereka melakukan pembinaan dan peningkatan saja. Rampung- nya semua itu membuat mereka bisa meletakkan Indicators", diperparah lagi oleh tak kurang dari 45 protes politik yang menggunakan aksi demonstrasi, 83 buah gerakan huru-hara "politik", serta 615.000 kematian yang politik. disebabkan oleh kekerasan Terkadang dengan mere- nungi masa pembangunan yang direncanakan berjalan dalam dua tahap muncul juga pertanyaan, kenapa program pembangunan itu berjalan 50 konsentrasi programnya saja. Rampungnya semua itu membuat inereka bisa me- letakkan konsenstrasi prog- ramnya pada masala pembi- naan, dalam rangka menjaga kesinambungan dari apa yang sudah dilahirkan melalui pembangunan bangsa dan negara, seperti Jepang, dan Amerika Serikat adalah salah contoh dari mereka yang sudah taraf mencapai pem- binaan. tahun? Kok tidak 75 tahun, misalnya? Tercanangnya program pembangunan selama 50 tahun, tampaknya sudah dapat kita baca sejak PJP I digulirkan. Bukankah dimasa yang itupun kita sudah mendengar adanya proyeksi pembangunan yang disebut dengan PJP II. Tapi setelah PJP II dilaksanakan kok tidak terdengar orang menyebut PJP III. Oleh karena tidak terde- ngar istilah PJP III, maka itu berarti proyeksi pemba- ngunan kita memang hanya Baru setelah ada bahwa harga kertas koran naik 1.700,- menjadi R. 2.310,- per kg-nya, ada pernyataan bahwa India Nikmati Pembaruan Rao, Swasta Belum Banyak Berperan produsen kertas koran Oleh: Chaidar Abdullah tidak akan meng- alami kesulitan. Tetapi masalah yang lebih menghawatirkan adalah berapa banyak lagi korban akan jatuh, bila mulai 1 Oktober 1995 nanti harga kertas koran naik lagi? Akhir pekan ini bagi pers nasional, terutama yang lemah, suasana memang memprihatinkan.*** Pojok Yudha. Pertumbuhan ekonomi ne- geri tersebut dianggap tidak mengecewakan dengan 5,3 persen pada tahun 1994- 1995, sedangkan pada tahun 1991-1992 berkisar s per- "Empat tahun lalu di In- dia, ketidak-seimbangan in- tern dan ekstern telah men- capai tahap krisis," demikian menurut laporan paling akhir Bank Dunia. "Keadaan telah berubah drastis sejak saat itu, dan perbaikan terjadi lagi selama tahun 1994-1995" membutuhkan pembangu- nan.Posisinya sekarang masih berada dalam era prosesting- gal landas, yang masih mem- benahi keserasian seluruh sumber daya bangsa yang diharapkan siap berpacu di era tinggal landas nanti, tahun 2019. Akan tetapi Rao yang akan terkepung berusaha 74 ta- hun pada tanggal 28 Juni telah menjadi orang terkepung sejak bulan Desember, ketika Partai Kongres (1) kalah da- lam pemungutan suara di dua negara bagian di selatan, ter- masuk di tempat kelahiran Mungkin muncil pertanya- an, kenapa kita kok masih berada di posisi itu?. Pertanyaan ini mesti dija- wab dengan "flash back" (melihat kembali) ke masa lalu. Mulai dari masa pasca- kemerdekaan sampai dengan tahun 1966. Setidaknya untuk mengetahui secara lebih detil, dibutuhkan pemahaman me- ngenai konstelasi sosial politik kala itu, apakah ia kondusif bagi program pembangunan?. Jika kita telusuri dengan seksama, maka terlihatlah bahwa fenomena politik di masa Orde Lama terlalu kaya dengan konflik dan perta- rungan kekuatan, yang pada akhirnya telah membuatnya "ramai" dengan ketidaksta- bilan politik. Bukti konkret dari fenomena ini tampak dari kerapnya kabinet jatuh bangun di masa itu. Dalam catatan, di masa Orde Lama, selama tak lebih dari 21 tahun, telah 25 kabinet yang memerintah Indonesia. dari Jumlah tersebut, hanya tujuh kabinet yang berhasil memerintah antara 12 sampai 23 bulan. Kemudian 12 kabinet yang sanggup berta- han antara 6 sampai 11 bulan, dan enam kabinet lagi hanya mampu bertahan antara satu sampai empat bulan. Belum lagi gerakan-ge- rakan "sempalan" yang di- kerjakan oleh PKI, PPRI Per- mesta, DI/III dan sebagainya yang hendak memporak- porandakan persatuan kesa- tuan bangsa. Namun, kita patut bangga juga pada zaman Orde Lama yang dalam keadaan jatuh bangun seperti itu bangsa Indonesia masih tetap bisa utuh, satu. Lalu pemba- ngunan terencana seperti apa Rao, Andhra Pradesh. Bulan Maret, Partai Kong- res menderita kekalahan telak atas partai-partai sayap kanana Hindu dalam pe- ¡mungutan suara majelis ne- gara bagian di Gjarat dan maharashtra, yang menjadi tempat Partai Kongres ber- kuasa sejak kemerdekaan India tahun 1947. nya sebuah pembangunan yang terencana dan berke- simbungan adalah stabilitas. Itulah sebabnya, pemba- ngunan secara serius baru kan oleh Pemerintah Orde bisa dirumuskan dan dijalan- Baru, di tahun 1969 setelah selama 3 tahun sebelumnya 1966-1969, mengupayakan kestabilan politik dengan mencanangkan program pembangunan terencana yang kita kenal dengan Pelita Partai tersebut mengalami perpecahan bulan Mei, ketika musuh-musuh Rao melon- tarkan tuduhan bahwa pem- baruan ekonominya "diang- gap banyak kalangan sebagai anti-orang miskin", dan pendukungnya dari pihak Muslim keluar dari partai akibat kegagalan pemerintah mencegah perusakan tempat ibadah oleh kelompok mili- tan bulan Desember 1992. Program Pembangunan. Program pembangunan itu sendiri dicanangkan selan.a 50 tahun, dimulai dari 1969 dan Insya Allah diharap- kan selesai pada tahun 20- 19.Progam ini dipilah dalam dua masa, yakni masa Pemba- ngunan Jangka Panjang (PJP) I dan Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II. Dengan pemilihan dalam dua tahap ini Program Pem- bangunan dalam PJP I, akan diorientasikan untuk menja- lankan berbagai pembena- han, istilahnya, dengan mem- bangun kerangka landasan. Jika divisualisasinya dengan mobil, maka masa itu adlaah masa di mana kita mulai merakit kendaraan. Yang tadinya masih "pre- telan", berantakan, mulai kita rakit, kita sambung dan sebagainya. Sehingga secara fisik berbentk mobil. Meskipun Rao berhasil menahan saingan-saingan- nya di dalam partai, mereka telah bertekad untuk melan- carkan serangan. Sementara itu, mereka pun bersiap menghadapi pemilihan u- mum yang dijadwalkan berlangsung tahun depan. Namun, Rao diduga akan dapat meloloskan diri dari ancaman di dalam tubuh pertainya itu. Alasan Rao se- Sedangkan,periode kedua PJP II jika divisualisasikan dengan mobil tadi, maka su- dah diproyeksikan dengan kemampuan untuk menyetel, mengakurkan, mensinkron- kan dan menyerasikan kerja dari berbagai komponen yang ada di mobil tadi, agar kendaran tersebut bisa lari dengan kecepatan tinggi, stabil serta aman dan nyaman untuk mengejar ketinggalan. Selama 25 tahun inilah yang dikenal sebagai upaya proses tinggal landas, dengan harapan setelah pasca-tahun 2019, kita bisa melakukan akselerasi ww percepatan--pembangunan yang dikenal dengan tinggal landas. lama ini berhasil memimpin pemerintah minoritas di tengah siutasi pembunuhan. Rao secara pribadi sedang bersiap mengundurkan diri ketika ia terpilih selama berlangsungnya kampanye bagi pemilihan umum tahun 1991 untuk memilih Partai Kongres, yang menghadapi pukulan berat akibat pembu- nuhan Rajiv Gandhi oleh pembom bunuh diri bulan Mei 1991. Rao telah memangku ja- batan lebih lama dari perki- raan siapapun. sampai PJP II saja. Dengan maksud, setelah itu, boleh jadi bukan pembangunan lagi namanya, mungkin istilahnya percepatan atau pembinaan jangka panjang pertama dan seterusnya, ataubisa jadi istilahnya sama PJP III tetapi dengan pengertian yang seperti diatas. Selain berhasil menem- patkan negara dengan 900 juta penduduk terebut di jalur ekonomi baru, Rao juga telah membina hubungan dengan salah satu penentang kuat India, Amerika Serikat. Merenungi ini semua, harus diakui bahwa para arsitek ekonomi kita yang merancang pembangunan 50 tahun ini memang dashyat. Sebab "believed it or not" (percaya atau tidak), dengan program seperti ini seolah- olah mereka sudah "mem- perhitungkan" rencana pembangunan dalam rangka mengantisipasi perkem- bangan global yang akan terjadi pasca tahun 2019 atau tahun2020, saat era perda- gangan bebas berlaku. Se- hingga dengan proyeksi ini, diharapkan Indonesia bisa berperan di era perdagangan bebas yang waktunya hampir bersamaan dengan berak- hirnya PJP II. Sekarang ini, disimak dari program pembangunan yang dicanangkan selama 50 tahun, posisi kita memang baru melewati masa 26 tahun, dihitung mulai dari Pelita I tahun 1969. Baru setengah- nya melaksanakan program pembangunan. Jadi kalau di- lihat dalam "grafik" peren- canaan, maka pembangunan kita saat ini baru satu garis yang melalui titik tengah. Dengan demikian, kondisi pembangunannya pun dari mengupayakan yang tidak ada menjadi ada atau dari yang belum baik menjadi baik relatif baru berjalan "fifty-fifty". Masih imbang- imbang, antara yang belum diadakan dengan yang belum diperbaiki. Dalam negara yang pem- bangunannya masih berada dalam proses yang "fifty- fifty" INI, tentu akan dite- mukan banyak masalah. Dan kalau untuk sekedar mene- mukan adanya masalah saja, kita tidak orang pinter, orang awam pun bisa menemukan- nya. Karena itu tadi, masa- lahnya masih "ombyokan", masih segudang. Bisa dite- mui dimana saja dan kapan saja. apalagi kalau orang itu kerjanya memang mencari- cari masalah dan memperma- salahkan masalah, wahh. "ombyokan". Pertanyaan- nya tentu, apakah pekerjaan seperti itu yang dibutuhkan sekarang? Jawabannya jelas tidak, sikap seperti itu bukan sikap yang dibutuhkan di alam pembangunan. Sebab era pembangunan ini, lebih membutuhkan insan yang mau mengerti masalah dan mau berpikir sekaligus ber- buat untuk memecahkan masalah, bukan mereka yang hanya berhasyrat untuk menimbulkan masalah. Juga salah besar kalau orang sudah merasa puas karena merasa baik, lalu bersikap menikmati Ke Halaman XI Jika muncul hambatan kronis, maka hal itu berarti India tak dapat bersaing de- ngan tetangga-tetangga Asia- nya yang lebih dinamis. Kekurangan listrik yang berlarut, penundaan berke- panjangan di pelabuhan, dan daftar tunggu bagi pema- sangan saluran telefon baru yang bisa memakan waktu bertahun-tahun menjadi tantangan besar pemerintah dalam upayanya mengim- bangi langkah negara-negara ekonomi utama di Asia. Kebutuhan India di bidang prasarana terlihat mampu menarik beberapa perusa- haan kondang multinasional, yang sudah lama mening- galkan negara dengan pen- duduk terbesar kedua di dunia itu sampai pembaruan dilan- carkan pertengahan tahun 1991. Ketegangan yang pernah muncul akibat upaya keras India untuk memaksa Rusia dan India membatalkan persetujuan pembelian roket juga berhasil diredam. waan. Keberhasilan pembaruan India pada akhirnya akan tergantung pada sejauh mana kemampuan pemerintah da- Masalah tersebut diakui lam menarik miliaran dolar G.V. Ramakrishna, anggota AS yang diperlukan untuk vokal Komisi Perencanaan memperbaiki prasarana India. Ia berkata, "Peme- rintah tidak memiliki kebi- dasar, seperti pelabuhan, bandar udara, pembangkit jakan menyeluruh dan logis listrik, jalan dan perhu- guna memungkinkan sektor bungan. swasta berperan aktif." Tetapi, pemerintah India yang selama ini kurang memberi informasi mengenai cara melibatkan sektor swasta akhirnya mencuatkan kebingungan dan kekece-