Tipe: Koran
Tanggal: 1997-04-13
Halaman: 12
Konten
GALERIA SEPI DI BALI, HENING DI HATI 5 m YA memilih harinya. Ada hari baik, dewasa luwung dan hari buruk atau PAWUKON Almanak Pawukon juga disebut Uku atau Wuku, dibawa ke Bali pada abad ke 14 bersamaan dengan larinya orang-orang Majapahit dari Jawa. Meskipun penanggalan ini masih ditemukan di Jawa, tapi malah berkembang pesat di Bali. Almanak Pawukon memberi sistem referensi bagi kebanyakan upacara relijius di Bali, serta hari-hari pasar, perayaan ulang tahun pribadi, hari baik dan buruk untuk melakukan hal- hal khusus. Tahun Pawukon benar- benar dianggap sebagai siklus belaka, tanpa ada catatan angka tahunnya. Tahun Pawukon berlalu dan datang tanpa menyodok kesadaran. Ia ada di dalam bawah sadar. TAHUN SAKA argaret Mead, antropolog tersohor di sekujur dunia, pernah menyebut Bali sebagai masyarakat yang "luar biasa sibuknya" karena tiada hari Sistem kalender lain yang tak kalah tanpa festival, perayaan, pemujaan, penting bagi manusia Bali adalah tari, drama dan persembahyangan. Saka atau Caka. Almanak Hindu ini Dan banjir peristiwa itu tak satu pun berasal dari India Selatan, sesuai yang berlangsung tanpa terlebih dulu dengan nama raja yang memerintah saat itu, Caka. Almanak bulan, bukan matahari, ini berisi 12 bulan. Tiap bulan berakhir dengan bulan baru dewasa jelek. Kalau sebagian besar kita di yang disebut Tilem. Tahun saka Indonesia berakhir tepat dengan tenggelamnya bulan ke sembilan. Tahun Baru berada menggunakan penanggalan Gregorian, orang Bali pada hari pertama pada bulan ke 10 malah menambahnya dengan dua yang disebut Nyepi. Biasanya berlangsung pada bulan Maret. Tidak seperti Pawukon, tahun Saka diberi angka. Urutannya dimulai jenis kalender lain, penanggalan Pawukon yang lamanya 210 hari dan penanggalan lunar Saka. Siklus Pawukon sungguh pelik bagi mereka yang terbiasa dengan penanggalan Gregorian. Setahun yang berisi 210 hari tak dibagi ke dalam bulan dan minggu. Ada sepuluh jenis minggu; ada pekan yang cuma berisi satu hari, dua hari, tiga hari, dan seterusnya sampai pekan yang lamanya sepuluh hari. Nama-nama harinya berbeda untuk masing-masing pekan, dan perhitungannya begitu pelik sehingga perlu satu buku kecil sendiri untuk menjelaskannya kepada Anda. dengan saat pertama jaman Raja Caka berkuasa di India, yaitu tahun 78 Masehi. Dengan kata lain, tahun Caka 78 tahun di belakang tahun Gregorian. Jadi, Bali memasuki abad ke 20 Saka pada saat Nyepi 1901 Saka - atau 29 Maret 1979. Tanggal itu ditandai dengan puncak terbesar dari serangkaian upacara relijius terpenting yang pernah diadakan di Bali, yang disebut Eka Dasa Rudra. Sesungguhnya, bukanlah aneh kalau penanggalan dimulai pada bulan Maret-April, sekitar vernal equinox, atau hari pertama musim semi. Hari pertama untuk bangun setelah musim dingin. (Kalender Gregorian sendiri sebelum jaman Romawi juga dimulai pada bulan Maret; hanya saja para kaisar Romawi yang sok kuasa memindahkannya ke Januari). Walaupun di Bali tak ada musim dingin dan semi, namun kalender ini berasal dari India, yang sebagian wilayahnya mengenal empat musim. NYEPI, TAHUN BARU CAKA Sehari sebelum Nyepi adalah hari untuk mengusir para setan dan unsur jahat. Binatang dikorbankan. Dan pratima - patung-patung kecil yang melambangkan dewa dan nenek moyang - dibawa ke sumber air suci atau laut untuk dicuci secara simbolis yang disebut melasti. Di semua perempatan jalan dipasang semacam tikar daun kelapa yang di atasnya diletakkan pelbagai sesaji untuk para bhuta dan kala - ruh-ruh jahat yang selalu berusaha mengganggu manusia. Menjelang mentari tenggelam, semua orang - khususnya anak-anak lelaki kecil - memukul-mukul semua benda yang bisa menimbulkan bunyi, seperti drum minyak, panci, atau potongan logam lainnya. Mereka juga mengayun-ayunkan obor. Nyepi atau tahun baru itu sendiri merupakan hari yang sangat hening. Hari untuk bermeditasi dan berdo'a. Tak seorang pun boleh makan, minum, merokok atau pergi keluar FOTO-FOTO: REPRO rumah. Tujuannya, agar semua desa di Bali tampak seperti ditinggalkan penduduknya. Roh jahat yang mengira kalau tiada lagi manusia yang bisa diganggu, akhirnya juga ikut pergi. Penjelasan seperti inilah yang paling sering ditemui di dalam buku- buku petunjuk wisata untuk para turis. Akan tetapi, sesungguhnya, penjelasan relijiusnya malah berlawanan dengan apa yang tersebar di masyarakat awam. Seorang pedanda menjelaskan kalau kebisingan yang dibuat pada senja menjelang Nyepi bukanlah untuk mengusir setan, melainkan malah untuk membangunkan mereka agar mereka tahu sesaji yang diberikan untuk mereka. Keheningan pada saat Nyepi juga bukan untuk mengelabui para bhuta dan kala. Ini sekadar untuk menunjukkan bahwa manusia bisa tahan terhadap godaan setan - paling tidak untuk sementara. swt
