Tipe: Koran
Tanggal: 1989-09-08
Halaman: 05
Konten
EMBER 1989 ri endat 9: T ITAM aran kusam bintang GRI 4 Badung ON NG A A ad. C510 MINGGU, 10 SEPTEMBER 1989 BUAH HATI Agus Eka Virgantara, begitulah nama lengkap adik cakep ini. Lahir 30 Agustus 1986 dan besar nanti bercita-cita menja- di arsitektur terkenal khususnya stile Bali. Alamat rumah Jln. Gunung Agung Gang Yamuna III/26 Denpasar. Lewat rubrik ini Agus nitip salam buat seluruh keluarga di rumah mat hari Raya Galungan dan Kuningan mugi-mugi asung kertha nugraha. "Halo teman-teman seluruh tanah air pencinta koran Bali Post, yok kenalan", ajak adik manis ini yang bernama A.Masdian Chahyatie E.D. Lahir 3 Desember 1988 dan besar nanti bercita-cita menjadi dokter ahli kandungan. Alamat rumah Jero Penatih Desa Kaba-kaba Br. Dauh Peken, Kediri Tabanan. Lewat rubrik ini Masdiah nitip salam untuk semua kawan-kawan di Desa dan salam hormat pula untuk keluarga besar Puri di Abiantuwung semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan jalan hidup yang baik dan sejahtera selalu. Menara Eiffel MENARA Eiffel dibangun di pusat kota Paris pada tahun 1887. Tujuh tahun lamanya terkatung-katung karena pi- hak pemerintah belum siap de- ngan segala-galanya. Tinggi menara itu 315 meter dari dasarnya. Semuanya ter- buat dari baja pilihan yang tah- an karat dan zaman. Menara ini direncanakan sebagai ba- ngunan yang monumental un- tuk Pekan Raya Sedunia yang berlangsung pada tahun 1889. Menara Eiffel ini dirancang dan dibuat oleh Alexander Gus- tave Eiffel yang dilahirkan di Dyon Perancis tahun 1832. Me- mang sejak kecil ia sudah ter- tarik pada konstruksi konstruksi bangunan yang aneh-aneh. Ia kemudian berse- kolah di sekolah yang ada hu- bungannya dengan itu, yakni Cerita Bersambung MINGGAT Oleh Ayu Irma (6) Ma Talamnya sekitar pukul duabelas keempat anak itu sudah berkumpul di bawah pohon di belakang rumah Dini. "Kita tidak mungkin meng- ikuti mereka dengan berjalan kaki, karena mereka pergi de- ngan mobil, jadi jika kita harus membawa sepeda," kata Lia. "Tapi Li, aku tidak punya sepeda," kata Dini, Kamu naik sepedaku, dan aku akan mencoba menyusup dalam bagasi mobil itu," kata Lia lagi. "Aduh aku ngeri mem- H Ecole des Arts of Manufactu- res. Ketika ia berusia 21 tahun, ia meraih gelar insinyur. Selaku insinyur bangunan ba- ja, ia dihadapkan pada kerja- kerja keras yang harus segera diselesaikan. Ia menerima se- mua tugas dengan senang hati dan dilakukan dengan sem- purna. Beberapa hasil kerja- nya, yaitu pembangunan jem- batan kereta api di Portugal, pembangunan stasion kereta api di Budapes, dan yang tak mungkin dilupakan orang yai- tu menara Eiffel, membuatnya semakin terkenal. Pada mulanya rancangan pendirian menara Eiffel ini mendapat banyak tantangan karena dianggap kurang per- lu, di samping biaya pemba- ngunannya yang tinggi. Na- (Bersambung ke Hal. XI kol 3) bayangkan kau tertangkap oleh orang-orang itu," kata Santi. "Sudahlah cepat kita kembali untuk mengambil sepeda, tapi ingat jangan sampai ketahuan bik Ning," kata Lia sambil me- manjat tembok dengan hati- hati yang langsung disusul oleh Santi, Dian, dan terakhir Dini. Sampai di balik tembok, keempat anak itu mengendap- ngendap menuju tempat me- nyimpan sepeda. Sepeda mere- ka tuntun perlahan-lahan me- nuju ke halaman depan. Lia de- ngan cepat membukakan pintu gerbang. Setelah ketiga teman- nya lewat, Lia menutup kemba- li pintu gerbang itu. "Supaya aman, kalian tung- gu mobil itu dibalik pohon- pohon yang rimbun yang ada di depan rumah Dini. Dan ingat kalian mengikuti mobil itu jangan terlalu dekat jarak- nya, mengerti! Nah, sekarang berangkatlah, hati-hati ya," kata Lia berbisik. Setelah tem- an-temannya menghilang di antara kegelapan, Lia kembali ke halaman belakang dan de- ngan sigap memanjati tembok. Sampai di balik tembok ternya- ta teman-teman Ayah Dini be- lum datang. Lia mengendap- ngendap menuju kamar Dini. Sampai di dalam Lia me- nyelimuti sebuah guling, sete- lah itu ia kembali ke luar kare- na didengarnya suara mobil datang. Lia menuju ke sam- ping rumah, dari sana ia dapat mengintip orang-orang itu. Teman-teman ayah Dini me- masuki rumah, kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Lia, la pelan-pelan menuju mobil yang diparkir di muka rumah. Pelan-pelan Lia membuka tu- tup bagasi mobil itu perlahan- lahan, sebelum masuk ke da- Tama Nama saya Ayu Sumardha- ni, dari Bandung, pindah ke mari karena ayah saya pin- dah tugas ke desa ini," anak ba- ru itu memperkenalkan diri se- suai perintah Pak Arsa, wali- kelas V B. "Hobby?" tanya Yudi. Renang, Band, nonton video komputer dan shoping di supermarket," jawaban Ayu membuat menganga mulut teman-teman barunya, lalu se- perti tawon pulau sarang me- reka membicarakan 'anak ajaib' itu. Tidak ada lagi perta- nyaan untuk Ayu. Teman- temannya merasa tidak ada pertanyaan yang mampu men- jadi jembatan persahabatan mereka dengan Ayu. Pak Arsa menyilakannya du- duk sebangku dengan Wulan, anak manis berkepang dua itu. Sebelum duduk Ayu member- sihkan bangku yang akan di- dudukinya dengan tissu dan dengan muka yang menunjuk- kan perasaan jijik, ia melem- parkan tissu bekasnya ke ko- long meja. Anak-anak yang memperhatikannya, menarik nafas panjang lalu menghem- buskannya kuat-kuat tanda kesal, untung saja Pak Arsa yang sedang menulis di papan membelakangi anak-anak ti- dak melihatnya. "Sombong amat!" bisik Mega pada Sri, teman sebangkunya. "Padahal aku sudah member- sihkan bangku dan kelas tadi pagi!" Jawab Sri yang piket ha- ri ini kesal, tapi tidak bisa bica- ra keras, takut Pak Arsa marah. Pada waktu istirahat, anak baru itu menjadi tontonan gra- tis, walaupun sebagian besar anak-anak V B tidak menyukai anak yang mereka anggap sombong itu. "Oh ya, Yu, besok pagi ada pelajaran olah raga, kamu siapkan seragam olah raga, ya!" kata Andi, ketua kelas me- reka. R "Olah raganya apaan?" tanya Ayu. "Menurut Pak Yoga, minggu ini kita latihan kasti," jawab Andi. "Kasti? Wah, kasti sih hanya pernah kubaca dari majalah- majalah lama, rasanya aku nggak bisa deh!" Kata-kata anak baru itu membuat beber- apa bibir mencibir sinis. "Memangnya kamu bisanya olah raga apa, Yu?" tanya Yu- niari ingin tahu. "Renang dan loncat indah, sayang di sini kayaknya Kisah Tuhu i sebuah desa yang terletak lereng gunung, hiduplah seorang laki-laki yang bernama Tuhu. Ia tidak mempunyai ayah lagi. Tuhu hidup bersama ibu dan seorang adiknya yang masih kecil. Me- reka tinggal di sebuah pondok yang sederhana di sebuah desa yang berada di bawah kekuasa- an raja Paringa. Untuk meringankan beban ibunya, ia setiap hari berkeli- ling desa menawarkan tenaga- nya, namun tidak ada yang memberinya pekerjaan sehing- ga ia pergi ke hutan mencari kayu bakar. Ketika lewat di ba- wah sebuah pohon durian, ia melihat dua buah durian ma- sak di tanah. Kemudian durian itu dipungutnya. Tuhu ingin memecah dan memakannya se- buah, karena perutnya sudah lapar. Sebelum pergi tadi ia ha- nya makan sekepal nasi, sebab hanya itu yang ada. Tiba-tiba ia mendengar sua- ra orang merintih, ternyata seorang kakek berambut putih duduk bersandar pada pohon. Kakek itu merintih sambil me- mijit-mijit perutnya. Tuhu mendekatinya. Ternyata ke- dua matanya buta. Kakek itu lamnya Lia menyempatkan di- ri untuk celingukan sebentar. Ia takut kalau-kalau ia ketahu- an. Setelah masuk ia cepat- cepat menutup kembali tutup bagasi itu. Sebelum tertutup keseluruhan, Lia sempat berpi- kir bahwa kalau bagasi ini ter- tutup keseluruhannya maka ia takkan bisa bernapas, lalu ia mendapat akal, cepat-cepat ia membuka sabuk celananya de- ngan tangan sebelah. Setelah sabuk itu terlepas, langsung ia ganjalkan ke tutup bagasi itu. Lia menunggu beberapa saat dengan hati berdebar-debar. Tak sampai lima menit terde- ngar suara pintu mobil dibuka dan ditutup kembali. Setelah itu dirasakannya mobil itu ber- jalan, entah menuju ke mana. Setelah beberapa lama mobil itu berjalan, akhirnya berhenti di suatu tempat. Lalu kembali Lia mendengar pintu dibuka lalu ditutup kembali. Setelah menunggu beberapa saat baru- lah ia berani membuka tutup bagasi mobil itu. Lia diam se- saat karena merasa tubuhnya kaku itu dikarenakan ia cukup lama juga meringkuk dalam bagasi. Ia keluar perlahan-lahan, di- tutupnya kembali bagasi itu. Ia terpaku membaca tulisan be- sar-besar di hadapannya, ter- nyata sekarang ia berada di se- buah toko perhiasan milik ayah Dian dan ayah Dini, dan kawan-kawannya pasti akan mencuri barang-barang per- hiasan itu. Menyadari hal itu Lia pergi ke belakang toko itu, di sana ia melihat penjahat- penjahat itu sedang beraksi. La lu ia kembali ke mobil dan ia punya akal. Cepat-cepat ia mengempeskan ban-ban mobil itu. Setelah itu ia celingukkan mencari telpon umum. Ternya- POS ANAK- ANAK Anak Sombong de MAR TIN 89 Oleh IA. Oka Suwati Sideman nggak ada sarananya," kata Ayu dengan muka seperti ke- cewa. "Siapa bilang tidak ada? Ada tuh di belakang rumah Yudi!" Dongeng terus merintih dengan tubuh gemetar. "Kenapa, Kek?" tanya Tuhu. "Sakit?" Dengan suara terpu- tus-putus kakek buta itu men- jawab. 4 "Kakek tidak kuat berjalan. Kakek tak punya tenaga. Perut kakek kosong. Kakek lapar..... lapar." Tuhu duduk di samping ka- kek sambil membelah durian dengan sabitnya. Dan diber- ikan kepada kakek itu. Kakek buta itu makan dengan lahap- nya. Kekuatan kakek itu rupa- nya sudah pulih kembali. Ia mulai berdiri. Sebagai rasa ter- imakasih, kakek itu member- ikan Tuhu sebutir batu putih se besar telur burung tekukur. "Kalau menginginkan sesua- tu ucapkanlah keinginanmu itu sambil menggenggam batu itu. Mohonlah kepada pengua- sa alam dan beserta isinya. Se- ketika itu juga keinginanmu akan terkabul." Belum sempat Tuhu menanyakan asal- usulnya, tubuh kakek mere- gang dan berubah menjadi asap putih yang tebal lalu menghilang. Sungguh menak- jubkan, pikir Tuhu sambil me- masukkan batu putih itu ke da- lam kantong celananya. Rasa haus tiba-tiba menyekat ke- rongkongannya. Tuhu berjal- an ke sebuah telaga yang dike- ramatkan airnya. Sebelum sam- pai di telaga, tiba-tiba ia meli- hat orang berkerumun. Tam- pak sebuah tandu indah, di da- ta telpon umum itu berada di seberang jalan, Lia berlari menghampiri telpon umum itu. Cepat-cepat ia menelpon kantor polisi, menceritakan pencurian itu dengan singkat, tak lupa ia memberikan ala- mat toko yang sedang di curi itu. Lia menutup telpon, lalu keluar. Ia bermaksud mencari teman-temannya. Dan ternya- ta teman-temannya bersembu- nyi di balik tempat sampah. Lia menghampiri mereka. Ia meli- hat mereka sedang kebingung- an terutama Dian. "Tenang saja Din, polisi pasti akan cepat datang," kata Lia menenangkan. "Mana mungkin polisi tahu," kata Dian. "Kenapa tidak, polisi pasti datang karena aku yang me- nelponnya tadi," "Benarkah?" seru ketiga anak itu serempak. Dian me- meluk Lia. Bali Post "Kenapa kita tadi bodoh ya? Tidak langsung menelpon polisi," kata Dini. Beberapa saat kemudian ter- dengar sirine mobil polisi. Lia, Dian, Santi, dan Dini berlari ke jalanan. Lia berdiri di tengah jalan sambil melambai- lambaikan tangannya. Mobil polisi itu berhenti tepat di mu- ka Lia, dan seorang polisi ke- luar dari dalam mobil dan menghampiri Lia. "Betulkah kamu yang menel- pon kami tadi?" tanya polisi itu. "Betul pak, sayalah yang menelpon," sahut Lia. "Benarkah nubi kata Daniel tiba-tiba. "Ada?" tanya Ayu terkejut. "Iya ada kali!" Daniel menja- wab tenang sambil berlalu san- tai, membuat Ayu kesal. lamnya duduk seorang bocah lelaki kurus, yang ternyata pu- tra mahkota raja Paringa yang dikabarkan lumpuh. Para du- kun dan tabib di seluruh negeri tidak ada yang mampu me- nyembuhkannya. Bocah kurus di tandu itu mi- num air yang dikeramatkan itu namun tidak sembuh juga sehingga raja berputus-asa, se- bab air keramat itupun tidak bisa menyembuhkan kelum- puhan putranya. Mungkin su- dah takdir anakku akan lum- puh selamanya, bisik sang raja. Tuhu berlari mendekati tan- du. Raja dan abdi-abdinya ter- tegun melihat Tuhu. Tuhu ce- pat merogoh batu putih di kan- tong celananya. Digenggam- nya batu itu. Sebelum raja dan abdi sempat berbuat sesuatu, Tuhu berkata, "Wahai pengua- sa alam, sembuhkanlah pe- nyakit putra raja Paringa ini." Tiba-tiba ada asap mengepul dari tangan Tuhu. Bersamaan dengan itu, lenyaplah batu itu. Tubuh putra raja Paringa ber- getar hebat dan mendadak mampu berdiri. Dia berteriak, "Aku sembuh. Aku sembuh!" "Dengan sekali loncat ia su- dah berada di luar tandu, Raja sangat gembira menyaksikan ini semua. "Hatimu sungguh mulia," kata raja. "Engkau tidak minta kekayaan, tapi justru minta kesembuhan buat putraku. Se- karang batu putihmu telah LIa cepat menyingkir ke pinggir jalan. Lalu ia dan keti- ga kawannya mengikuti mobil polisi itu dari belakang. Mobil polisi itu mendekati toko dan berhenti di sana, lima orang polisi keluar dari kedua mobil polisi itu. Lia mendekati salah satu dari polisi itu dan mem- beritahukan lewat mana pen- curi itu masuk. Kelima polisi itu lalu menuju ke belakang to- ko. Polisi-polisi itu datang te- pat pada waktunya, saat pen- curi itu keluar. Mereka lang- sung disergap oleh polisi-polisi itu. Akhirnya mereka semua dapat diringkus. Ketika ayah Dini melihat Dini, ia sangat terkejut. Ia tak dapat berkata apa-apa. "Kalian berempat sungguh anak-anak yang berani dan cerdik," puji polisi itu. "Nah, aku akan mengantar kalian pulang. Dan aku ingin mende- ngar cerita kalian yang labih jelas." qu "Terimakasih pak, kami mau ngambil sepeda dulu," kata Santi. Keempat anak itu meng- ambil sepeda mereka masing- masing. Kecuali Dini, ia dibon- ceng oleh Santi. Keempat anak itu dengan lega kembali ke ru- mah Dian diikuti oleh mobil po- lisi di belakangnya. Sampai di rumah, Dini cepat- cepat membukakan pintu un- tuk mobil polisi itu. Bik Ning terkejut melihat siapa yang da- tang, raut mukanya cemas. "Non Dian ada apa ini," kata bik Ning sambil tergopoh- gopoh menghampiri mereka. "Ah, nggak ada apa-apa kok penjahat- penjahat itu sedang beraksi?" bik Lebih baik bibik buatkan tanya polisi itu lagi. "Benar pak, cepatlah tang- kap mereka. kopi hangat untuk pak polisi ini ya," kata Dian lembut mene- nangkan hati bik Ning. Bik Ning cepat pergi ke dapur. (Bersambung ke Hal. XI kol 7) "Baiklah. Nah, minggirlah mobil kami akan lewat." "Maafkan dia, Yu. Daniel me- mang agak 'S'. Sarana renang dan loncat indah memang ti- dak ada di desa kita ini, Yu. Tapi kalau angkat berat dan bi- na rangka mungkin masih bisa! Kata-kata Yudi yang semula ma berubah pedas di telinga Ayu. Satu per satu anak-anak me- ninggalkan Ayu, tinggal tem- an sebangkunya yang baru, Wulan. Rasanya aku nggak betah deh di sini, anak- anak itu ti- dak bersahabat, sombong betul!" keluh Ayu pada Wulan. "Tahun lalu aku juga anak baru di sini," kata Wulan. "Dan mereka juga sombong seperti tadi?" "Mereka tidak sombong! ban- tah Wulan lembut. "Tidak sombong?! Lagaknya yang seperti tadi itu tidak sombong?!" Ayu bertanya se- ngit. Wulan hanya nyum pe- nuh arti, ia memang tidak ba- nyak bicara. Pelajaran berikutnya diikuti Ayu dengan perasaan sete- ngah-setengah. Rasa kesalnya pada teman-teman barunya membuat duduknya tidak te- nang. Wulan sempat melirik- nya dan kembali tersenyum pe- nuh arti. Sebelum pulang Wulan men- dekati Ayu yang telah siap me- naiki mobil jemputannya. "Nanti sore ke rumahku, Ya? Bantu aku mengerjakan PR tadi." ajaknya pada Ayu. "Rumahmu di mana?" tanya Ayu. "Tidak jauh, dari rumah Pak Cam lok kiri terus...." "Dekat rumah Laksmi, anak dokter Satya itu?" tanya Ayu tidak sabar. "Masih terus, jalan ke bukit itu lho!" "Wah itu sih jauh, mobilku bisa masuk? "Sampai Puskesmas masih bisa kukira. Tapi setelah itu le- bih baik jalan kaki saja. Begini saja, kamu kutunggu dekat Puskesmas, kita jalan kaki sa- ma-sama ke rumahku. Mau?" "Boleh deh!" akhirnya Ayu mengangguk. MEDE Tepat pukul 16.00, Ayu tiba di dekat Puskesmas. Dari jen- dela mobilnya dilihatnya Wul- an telah menunggunya. Ber- dua mereka mendaki' jalan yang tidak rata itu. "Indah ya pemandangan di bawah itu?" tanya Wulan sam- bil menunjuk ke bawah. "Indah apanya?! Ngeri aku!" bantah Ayu bergedik ngeri. lenyap......." ucap raja Paringa setelah mendengar cerita Tuhu dan pertemuannya dengan ka- kek buta di tengah hutan. Raja segera mengutus anak buahnya untuk menjemput ibu dan adik Tuhu. Sejak saat itu berakhirlah penderitaan Tuhu dan keluarganya. Bahkan Tu- hu dan adiknya diangkat anak oleh raja. Tuhu hidup berbaha- gia di istana. Demikianlah jika anak yang berbuat baik pa halanya akan baik pula.**** Diceritakan kembali oleh Yogi Amarawati Jl. Jempiring 12 Denpasar Wulan hanya tersenyum meli- hatnya. "Ada orang kota juga di sini, ya?" tanya Ayu sambil menuju sebuah rumah besar yang se- perti villa di puncak bukit yang sedang mereka daki itu. Lagi- lagi Wulan hanya tersenyum. "Senyum terus sih! Masih jauh rumah kamu?" tanya Ayu setengah membentak, rupanya ia lelah. 1979-1989 INDONESIA "Nggak, sudah dekat koq "Dekat, dekat, dekat! Yang mana sih?" tanya Ayu makin sengit saja. "Ya itu, yang catnya putih itu!" kata Wulan sambil me- nunjuk villa yang sedari tadi mempesona mata Ayu. "Itu?!" setengah terpekik Ayu menyambut kata-kata Wulan. Tahun Benar saja, Wulan membawa Ayu memasuki gerbang villa itu. Ayu benar-benar tidak per- caya kalau anak yang berok, pendek, lusuh dan bersandal jepit butut ini adalah pemilik villa sebesar itu. "Kenalkan, ini kakakku!" Wulan memperkenalkan seo- rang anak laki-laki yang terse- nyum ramah menyambut me- reka di pintu kamar tamu. "Ayo masuk!" ajak Wulan masih tetap lembut dan ramah, Gusti Ayu Ketut Sundari sama sekali tidak merasa ber- dosa, telah membuat Ayu nya- ris mati kaget. Tiga buah mobil model terba- ru yang berjejer rapi di halam- an dekat garasi itu, meng- ingatkan Ayu akan ajakan Wulan untuk berjalan kaki bersama ke rumahnya, Wulan yang sederhana ini memang ti- dak salah, mobil tua ayahnya bisa sesak nafas mendaki jalan tadi, tidak seperti mobil Wulan yang.... "Oh ya, kakakku ini seperti kamu suka komputer juga!" kata Wulan lagi. "Oh, adik ini suka komputer, ya? Tapi saya baru mulai bela- jar koq. Bisa bantu saya buat program dong?" kakak Wulan itu ikut pula membuat dada Ayu semakin tidak karuan. "Saya.... Saya..... saya.... nggak bisa..... "Eh maksud saya... saya...." Ayu hanya bisa berkata gagap sambil menun- duk lemah. "Sombongnya anak ini! Yok ah, Kak Eko cuma merusak acara orang saja!" Untunglah si manis Wulan menolong memberikan 'nafas buatan' un- tuk Ayu. "Memangnya pada mau nga- pain sih?" tanya Eko. "Mau buat PR, tapi renang dulu juga boleh, Yu. Di bela- kang ada kolam dan papannya tapi serba kecil!" Wulan yang ramah barang- kali tidak sempat melihat beta- pa pucatnya wajah Ayu mene- rima baju renang yang dipin- jamkannya. Kedalaman kolam 2.5 meter itu pasti bisa melalap tubuh ke- cil Ayu dalam sekejap, lebih- lebih tubuhnya itu tidak per- nah mahir menari di kolam re- nang. "Wulan sudah menyeret maut untukku!" katanya da- lam hati. Dengan alasan tidak enak badan ia menolak ajakan Wul- an untuk berenang. MONUMEN PERS NASIONAL SURAKARTA by Pit Chicken Sebagai ungkapan terima kasih atas dukungan Anda pada mutu ayam goreng kami yang prima, kami persembahkan THE COLONEL'S PICNIC PACK untuk keluarga Anda. Gusti Ayu Ketu: Sundari (kiri) bersama temannya. THE COLONEL'S PICNIC PACK tempat makanan dan minuman yang hanya ada di restoran Kentucky Fried Chicken. Anda dapat membelinya satu seharga Rp. 1.750,- untuk setiap pembelian menu apa pun senilai Rp. 6.000,-. Jangan lewatkan kesempatan yang terbatas ini. Belum Termasuk Pajak. PENAMPILANNYA rada lin- cah bagaikan burung merpati. Pakai destar warna merah di- hiasi bunga-bunga warna kee- masan melilit rambutnya yang terurai pendek, sehingga membuat orang terpesona me- mandangnya. Tangannya se- makin lincah pula memutar- mutar tongkat mayoret yang dipegangnya. Ditunjang de ngan sentakan-sentakan yang begitu mantap membuat setiap insan ingin mengenalinya le- bih dekat.. Mayoret SLUA Saraswati Negara merupakan dorongan dari Pak Was, Pak Sinatra, serta guru- guru pengajar lainnya di SLUA Saraswati Negara. Dari guru-guru pembina inilah ia dibesarkan untuk menjadi Mayoret. Gusti Ayu Ketut Sundari yang konon menyukai warna ungu dan warna putih ini, se- lain sebagai mayoret ia juga menyukai dunia mode, me- nyanyi, menarikan tari-tarian kreasi, dan tari-tarian Bali. Se- bagai orang Bali ia betul-betul mencintai tari-tarian yang ter- akhir ini." Ini salah satu ke- sibukan yang harus saya laku- kan jangan sampai waktu ba- nyak yang kosong" ucapnya penuh senyum keramahan. Sore yang cerah itu ia meng- enakan blus warna ungu leng- kap dengan kombinasi bunga- bungaan di pundaknya. Terle- bih lagi putri jelita ini sedikit ada lipstick di bibirnya, de- ngan senyum ramah meneri- ma kehadiran Bali Post di sam- pingnya. Namanya Gst Ayu Ketut Sundari, yang kalau di sekolah maupun di rumah, cukup di- panggil Gek saja. Remaja asal Mendoyo Dauh Tukad ini, dila- hirkan 11 Januari 1972, putri bungsu dari Gst Putu Suwinta- ra dengan Ni Putu Menak. Di samping aktif dalam organisa- si OSIS yang membidangi ako- modasi (angkutan) di sekolah- nya, SLUA Saraswati Negara, ia juga dipercayakan sebagai mayoret oleh guru-gurunya. Walaupun baru sembilan bulan sebagai mayoret, ia nampak ti- dak canggung-canggung ber- lenggak-lenggok memainkan tongkat mayoretnya di depan penonton. Ayu yang dikawal bintang Capicorn itu, menjadi mayoret merupakan suatu kebetulan sekaligus suatu kehormatan. Apa yang dilakukannya itu 9 Sept. s.d 18 Okt. 1989 Satu salam perkenalan yang mahal telah diberikan Wulan untuk Ayu, pelajaran tentang kesederhanaan sikap yang ba- nyak dilupakan. Ida Ayu Oka Suwati Sideman Waturenggong IIIA/3 Denpasar 80225 Menyambut 10 Tahun Kentucky Fried Chicken di Indonesia... Anda Dapat Membeli Saturs THE COLONEL'S NIC EA Hanya Rp.1750,- (Untuk setiap pembelian senilai Rp. 6000,-) Belum Termasuk Pajak. Ketika dimintai komentar- nya tentang keberadaan anak- anak sekolah di Kabupaten Jembrana, ia tidak mau berka- ta banyak soal ini. "Saya baru di sini. Dulunya di Flores" katanya. Yang jelas menurut Ayu Sundari anak-anak Seko- lah di penghujung barat P. Bali ini banyak yang berprestasi baik di tingkat Kabupaten, Propinsi, maupun di tingkat Nasional. "Kemajuan seperti itu patut ditiru dan dicontoh oleh anak-anak sekolah yang lainnya supaya lebih maju," tandasnya. PACK Ayu Sundari yang bercita- cita menjadi seorang Sekreta- ris ini, lewat Bali Post meng- ucapkan selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan bagi teman-temannya yang beraga- ma Hindu. Dan pula ia meng- ajak teman-teman sebayanya untuk berkreasi yang sifatnya positif. Apa itu mengikuti ke- giatan Pramuka, Palang Me- rah Remaja, Olahraga, Menari, mendaki gunung, dsbnya. "Kendati pun kecil dan belum apa-apa, itu berarti kita telah dapat menyumbangkan sesua- tu yang berharga untuk seko- lah, masyarakat, bangsa dan negara" ujar Ayu Sundari me- nutup percakapan. (Putu Aryana, AB). HALAMAN V Bali Post/PAB THE COLONEL'S PENGELK - Tahun Kentucky Fried Chicken. Kentucky Fried Chicken. Kelezatannya tak tertandingi U 1511 4cm Color Rendition Chart
