Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1996-06-16
Halaman: 10

Konten


4cm Minggu Paing, 16 Juni 19 HALAMAN 10 Kelir Anugerah di Balik Fitnah MENGAJARKAN umat manusia agar selalu tegar menghadapi berbagai per- masalahan hidup, ada tuntunan yang bersifat umum, yakni se- jelek-jelek permasalahan yang dihadapi, pasti ada hikmahnya. Sebenamya, kalau dikaji, ini adalah ajaran yang mengacu kepada konsep tattwa rawab- hinneda. Baik buruk selalu ber- dampingan. Dalam memecah- kan permasalahan, agar mendapatkan hikmah, perlu ke- bijakan pelaksanaannya. Dilema seperti ini pula yang dialami Maharaja Ajidharma, saat menegakkan dharmasas- BPM/nos tra (hukum agama) ketika ber- Naga Anantabhoga dalam wujud hadapan dengan permasalah- Dewa, yang akan memberi anuger- an pawiwahan alangkahi ah kepada Maharaja Ajidharma. karang hulu, Nagini Dewi den- gan si Ula Deles. Di manaAjid- harma difitnah Nagini Dewi. Namun di balik fitnah itu, kebesaran dan keagungan dharma Ajidharma pada akhimya memberi anugerah khusus dari DewaAnant- abhoga Dikisahkan, Nagini Dewi telah tiba di Nagaloka sambil menangis menggerung-gerung. Begitu tiba di Nagaloka, Nagini Dewi langsung menghadap ayah- andanya, DewaAnantabhoga. Melihat keadaan Nagi- ni Dewi yang datang dengan menangis menggerung- gerung itu, mengundang perhatian para naga menan- yakan apa yang telah membuat Nagini Dewi menang- is sedemikian rupa. Pada waktu itulah Anantabhoga bertanya kepada Nagini Dewi. "Nanak, Nagini Dewi, kenapa menangis menggerung-gerung seperti itu? Permasalahan apakah yang telah terjadi?" Ditanya seperti itu, Nagini Dewi memperhebat gerungan tangisnya, sambil bersembah kepada Naga Anantabhoga. "Ampunilah nanak, Bapa. Nanak baru datang dari hutan Malawapati. Tatkala nanak sedang bermain-main di sebuah telaga dengan penuh bunga beraneka wama, tiba-tiba datanglah Maharaja Ajid- harma yang saat itu sedang berburu bersama Patih Agung Anglungraga serta tanda mantrinya. Begitu melihat nanak tengah memetik bunga-bungaan di sana, Maharaja Ajidharma tersenyum seraya terus merayu. Sedangkan Patih Agung Anglungraga me- merintahkan para tanda mantri dan prajurit agar men- inggalkan taman itu." Tinggal nanak berdua saja dengan Maharaja Ajidharma. Setelah berduaan di taman itu, Maharaja Ajidharma terus merayu nanak. Tetapi sebagai putri adi, yang selalu menjaga kesucian dan tata krama, nanak menolak rayuan Maharaja Ajidharma. Karena nanak menolak, Maharaja Ajidharma menjadi berin- gas dan hendak memperkosa nanak. Nanak mela- wan sekuat tenaga. Apa daya, tenaga seorang wan- ita menghadapi maharaja yang perkasa itu. Namun dalam suatu kesempatan, nanak dapat melepaskan diri, lalu pulang ke Nagaloka. TetapiAjidharma menge- jar nanak, terus menyiksa dan memukuli nanak seja- di-jadinya. Untung pula karena keteguhan hati mem- pertahankan kesucian diri, akhimya nanak dapat melarikan diri, sampai tiba di hadapan ayahanda dalam keadaan seperti ini," tambah Nagini Dewi. "Jahanam kau, Ajidharma! Padahal kau seper- guruan denganku. Sepatutnya melindungi Nagini Dewi sebagai nanak didharma, alih-alih kau malah hendak memperkosanya. Rasakanlah pembala- sanku. Kau akan kupagut agar mati hangus menjadi abu," demikian Dewa Anantabhoga berkata dalam Catatan Anom Ranuara kemarahannya setelah men- dengar pengaduan Nagini Dewi. Tanpa pikir panjang lagi, Anantabhoga pergi ke hutan Malawapati, mengubah diri menjadi seekor ular yang tera- mat kecil. Saat itu di hutan Malawa- pati, Maharaja Ajidharma beser- ta Patih Agung Anglungraga, para tanda mantri sedang ber- musyawarah. Maka Maharaja Ajidharma bersabda "Paman Patih Samodaya, perburuan ini mari kita akhiri. Marilah kita seg- era pulang, untuk melakukan upacara Pamarisudha Jagat. Negara menjadi cemar, karena ulah dratikrama, anyolong sma- ra, pawiwahan langkahi karang hulu antara Nagini Dewi den- gan si Ula Deles. Untunglah si Ula Dedes dapat kita hukum, selaras tuntunan dhar- masastra dan dharmaniti." "Kalau tidak begitu, tentu daku akan salah, di samp- ing tidak dapat menegakkan keadilan dalam pemer- intahan berdasarkan ajaran dharmasastra dan dhar- maniti, juga tidak melindungi Nagini Dewi, sebagai nanak didharma. Betapa aibnya daku kepada Naga Anantabhoga, kakak seperguruanku, tidak dapat ber- buat adil dan melindungi nanak didharma," tambah Maharaja Ajidharma. "Daulat Maharaja, patut sekali sabda Maharaja itu. Begitu tiba di istana, kita segara menghadap Wiku Bhagawanta, mohon petunjuk untuk melaksanakan upacara Pamarisudha sehingga negara Swatanega- ra, bebas dari cemar, karena kejadian perilaku sek- sual yang tergolong dratikrama, anyolong smara dan pawiwahan alangkahi karang hulu," sembah Patih Agung Anglungraga membenarkan titah rajanya. Naga Anantabhoga yang telah mengubah diri menjadi seekor ular kecil, yang bersembunyi di bawah batu tempat duduk Maharaja Ajidharma mendengar- kan dengan jelas perbincangan Maharaja Ajidharma itu. "Kalau begitu, Maharaja Ajidharma difitnah oleh nanak Nagini Dewi. Untung daku belum pagut. Kalau sampai kupagut dan adik seperguruanku mati han- gus, betapa besar dosaku, membinasakan adik seper- guruan, raja agung binatara, yang selalu berpegang kepada dharmasastra dan dharmaniti," demikian Naga Anantabhoga berkata dalam hatinya. Lanjut kata dalam hatinya "Kalau demikian kenyataannya, sebagai wujud rasa terima kasihku kepada adik seperguru- anku, akan daku anugerahkan apa saja yang dipinta, agar kesaktian, kewibawaan dan keagungan adik seperguruanku memutar roda pemerintahan di dunia dan di kerajaan Swetenagara pada khususnya. Usai berkata dalam hati seperti itu, ular yang sangat kecil itu segera melesat dari bawah batu tempat duduk Maharaja Ajidharma. Tetapi tak dap- at dilihat oleh siapa pun dengan mata kasat. Di tem- pat kejauhan, Naga Anantabhoga yang telah berubah wujud menjadi seekor ular yang sangat kecil itu, berubah wujud menjadi seorang wiku tua. Hal itu diusahakan, agar saat memberikan anuger- ah kepada Maharaja Ajidharma, tidak ada orang lain yang tahu. Karena suatu anugerah adalah san- gat rahasia, di samping ajawera (tidak boleh diketahui sembarang orang, tidak boleh dikemukakan kalau bukan di tempat yang benar). Ngurah Oka Supartha Bali Post A PRESIASI Minggu Paing, 16 Juni 1996 "Kong" Ande-ande Lumut: Waktu masih akan Menguji PEMENTASAN "Kong" Sanggar Posti sudah berakhir tanggal 12 Juni lalu, di gedung STSI Den- pasar. Karena suatu kesibukan, saya tidak sempat menyaksikan pertunjukan tersebut. Tetapi, di luar panggung, dalam obrolan antarteman, saya menangkap suara-suara yang menilai bahwa mutu pementasan kontemporer yang mengadaptasi ceri- ta Sunda "Ande-ande Lumut" itu tidak maksimal. Ada yang mengeluh, permainan musik yang diga- rap Kadek Suardana terlalu over volume, dan den- gan tempo yang tak sinkron dengan tempo pertun- jukan, musik jadi kurang mendukung. Kritik lain berbunyi, Posti mungkin kelewat terbebani dengan keharusan menyesuaikan konsep pertunjukannya dengan tema panji. Teman-teman yang saya yakin berpikir positif ini bertanya pada saya, mengapa pertunjukan "Kong" Posti itu menjadi seperti itu? Pementasan "Ande-ande Lumut" jauh lebih mengecewakan dibanding ketika "Kong" dipentaskan dalam ac- ara ngelawang, di kolam Ksirarnawa, Taman Bu- daya, beberapa bulan lalu. Mengapa mereka ber- sedia direcok tuntutan tematis? Saya setuju, "Kong" ngelawang tempo hari di Ksirarnawa cukup kreatif dan segar. Mereka tidak menyajikan kesenian agraris yang adiluhung, teta- pi sebuah kesenian dari lingkungan urban, di mana anak-anak kecil di perkampungan kumuh kerap tak punya pilihan lain: mereka bermain di kali yang keruh dan terpolusi, sementara orang-orang dew- asa juga membersihkan tubuhnya di situ, mem- buang kemewahan, suatu insinuasi terhadap retorika lingkungan hidup yang didengungkan pemerintah dan LSM. Tetapi karena tekanan kemiskinan struk- tural, ada segolongan warga masyarakat yang ter- para petualang ke kedua kutub itu, menyaksikan paksa mencemari lingkungan dan sekaligus hidup burung pinguin, melintasi tundra, dan memandang di dalamnya. hamparan salju. Andai kita hidup di kutub, mungkin Di situ "Kong" tidak mengekspresikan keinda- yang paling menggemaskan adalah pemandangan han yang membuat kita kelangenan. Namun, di hijau di wilayah tropis, sungai-sungai mengalir dalamnya terpendam seperangkat gagasan dan ide- melewati hutan dan kampung terus membuang di- alisme, yang barangkali dalam bawah sadar men- rinya di laut. yatakan "pembrontakan" terhadap budaya kese- Namun, tentu saja bukan persoalan gampang dan nian yang sudah mapan. Tetapi, sederhana, kalau sesuatu yang Oleh Gebeh Prahara semula diekspresikan dengan mer- sudah tentu pemberontakan kon- sep-konsep berkesenian tidak deka, dalam tempo yang amat mirip dengan pemberontakan politik untuk meng- singkat ingin diisi muatan tematis, seperti cerita gulingkan sebuah rezim, karena pemberontakan bu- "Ande-ande Lumut" itu misalnya. Dan karena daya seperti orang berkata, "kau biarlah berkarya beberapa teman memberi tahu saya, bahwa "Kong" seperti itu, karyaku seperti ini". Perjalanan seni- ngelawang lebih segar dibanding "Kong" Ande- man mencari keindahan mungkin sama mengasy- ande Lumut, saya tidak membantah ataupun ikkan dengan proses kebalikannya, dari puncak mengiyakan. Hanya dalam satu hal saya kurang gunung yang indah kita turun ke lembah, melewati sependapat, bahwa titipan pesan tematis merupa- tebing-tebing terjal untuk akhirnya sampai pada kan penyebab pendangkalan. Apalagi kalau dikait- pemahaman, bahwa puncak gunung itu memang kan, seakan-akan tema panji itu diterima untuk me- indah, membuat kita kelangenan kalau memandan- nebus biaya yang diberikan panitia. Apakah titipan gnya dari bawah. Tetapi kaki gunungnya pun meru- tematis atau tidak, karya-karya kreatif tetap punya pakan "keindahan" manakala kita menginjakkan peluang menjadi masterpiece. Itu tergantung kesung- kaki dari pendakian yang melelahkan. Itu artinya, guhan si seniman mengolah diri, seberapa tahan dia manusia hanyalah sampai pada keindahan relatif mengasah pisau dalam batinnya, untuk menafsirkan dan tidak pernah sampai pada keindahan mutlak. Se- tema-tema yang dititipkan itu ke dalam karyanya. orang seniman yang gelisah mungkin seperti seorang pendaki gunung. Dari bawah membayangkan puncak gunung mengekspresikan ketakjuban, tetapi dari pun- cak dia merindukan rumah dan kampung halaman di bawah. Perasaan manusia bermain-main dari pun- cak ke lembah, dan sebaliknya. Kita pernah ke kutub utara atau selatan, tetapi alangkah menggemaskan menyaksikan perjalanan Ada satu contoh bagus untuk menunjukkan, bah- wa titipan tema tak langsung akan menghasilkan se- suatu yang dangkal. Tari Oleg Tamulilingan ciptaan Ketut Maria (almarhum), adalah salah satu master- piece tari Bali, selain Tari Terompong, Legong, Trunajaya, dan sebagainya. Tetapi, ternyata - seperti dituturkan pengamat budaya Made Bandem-tarian itu rupanya diciptakan Ketut Maria karena seorang Prancis memberinya gagasan terlebih dahulu. Maria yang sering membawa sanitási Bali ke luar negeri di- minta menciptakan semacam tari percintaan mirip Romeo-Juliet versi Bali dan dia menjawabnya den- gan Tari Oleg Tamulilingan. Apakah Oleg Tamulilin- gan bukan sebuah kreasi yang bagus, sulit untuk men- gatakan "tidak". tik Tari Legong pun, menurut Babad Dalem, dicipta- kan atas pesanan juga. Menurut yang empunya cerita, Raja Gianyar, Dewa Agung Manggis, bermimpi suatu malam. Ada juga yang menulis, bukan mimpi tapi mencapai penglihatan hening saat menjalani tapa. Entah mana yang benar, saya tidak mau memperde- batkannya. Satu hal yang sama, dalam penglihatan bawah sadar itu, sang raja melihat tujuh bidadari can- menari-nari di kahyangan. Esoknya, raja memang- gil seorang seniman istana, memerintahkannya mengkonstruksi tari seperti yang beliau lihat dalam mimpi. Mungkin karena sifat seni tempo dulu yang dicipta untuk kepentingan istana, sementara pemerin- tahan bersifat theokratis, legong itu dibuatkan topeng lalu disakralkan. Dia menjadi legong topeng di Pura Yogan Agung Ketewel, tarian yang dipentaskan lewat upacara khusus tiap enam bulan. Ada perkiraan, tari legong yang berkembang belakangan diilhami oleh legong topeng yang sakral itu. Kini, legong malah sudah menjadi salah satu maskot seni budaya Bali, di antara belasan maskot lainnya. Jadi, satu hal yang membuat saya tak kecil hati, titipan tematis bakal memperdangkal iman-kreatif se- orang seniman adalah beberapa referensi yang kebet- ulan pernah saya baca. Apakah Posti akan bergerak lebih jauh dengan "Ande-ande Lumut"-nya, itu masih harus diuji lewat perjalanan waktu. Panji, Donyuan atau Pahlawan? PESTA Kesenian Bali (PKB) kali ini mengibarkan panji-panji. Tema lengkapnya adalah "Panji Wrddhi Sura Wangsaja" yang diterjemahkan menjadi "Panji Sebagai Wujud Semangat Bang- sa". Berbagai atraksi seni yang ditampilkan sela- ma sebulan (pagi, siang, dan malam) itu diarahkan bernuansa panji, baik itu seni tari, teater, karawi- tan, sastra dan seni rupa. Panji adalah tokoh hero sekaligus perayu wani- ta yang ulung. Ia adalah tokoh ideal dari seorang putra raja yang tidak terkalahkan dalam tiap pep- erangan. Dalam pengembaraannya, tokoh utama cerita panji ini selalu terlibat percintaan dengan para putri raja maupun gadis biasa. Ia dilukiskan ber- watak kalem, tampan, santun dan arif, disejajar- kan dengan tokoh Arjuna, putra menengah Panca Pandawa yang tak tahan melihat wanita cantik. Cerita panji cukup populer di tengah masyarakat Indonesia. Cerita ini berkembang pada abad ke-14 pada zaman kejayaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Namun cerita yang berbahasa Jawa Tengahan i kemudian menyebar ke berbagai pulau di Indone- sia, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Lombok, bahkan sampai ke Semenanjung Melayu, Thailand dan Kamboja dengan berbagai versinya sep- erti Panji Kuda Semirang, Angron Angkung, Panji Kuda Narawangsa, Panji Anggreni dan sebagainya. Namun perbedaan antara satu versi dengan lain- nya tidak terlalu jauh dan tema ceritanya umumn- ya sama. Pada intinya cerita ini mengisahkan pu- tra-putra raja yang selalu mengalami rintangan, hingga raja dan putranya terpisah. Dalam pengem baraannya, mereka mengalami banyak peperangan, perkawinan dengan putri-putri raja taklukannya, dan dalam pengembaraan itu mereka selalu menyamar, sehingga tiap kali bertemu mereka tidak saling mengenal. Bagian akhir cerita sangat membahagia- kan, karena akhirnya mereka berkumpul lagi. Di Bali cerita panji dikenal dengan nama malat. Bagi masyarakat Bali umumnya cerita ini identik dengan kisah roman. Karenanya, tokoh Panji sendiri memang dikenal sebagai petualang cinta. Gamba- ran dan imajinasi ini dibentuk oleh media pertun- jukan tradisional Bali dari gambuh hingga teater rakyat populer drama gong dan karya sastra kidung. Lalu bagaimana mengais keteladanan dari cerita yang dominan romantis manis ini? Pahlawan Panji sebagai tokoh yang diunggulkan dalam cerita panji itu sebenarnya memiliki keteladanan. Demikian Prof. Dr. I Made Bandem, penasihat PKB. "Panji bisa disebut sebagai pahlawan kebu- dayaan karena dalam sepak-terjangnya ia memban- gun budaya Indonesia. Misalnya, dalam cerita panji yang berbelit-belit itu, Panji dilukiskan sebagai tokoh yang sangat piawai dalam memainkan gamelan. Apakah dalam cerita malat, wangbang wideya atau kuda semirang, figur Panji selalu dita- mpilkan sebagai pemain gamelan yang sangat ter- ampil hingga mampu mempesona bagi yang men- yaksikannya," tutur penerima hadiah Musik UNESCO tahun 1994 ini. Selain sebagai empu karawitan, lanjut I Made Bandem, Panji juga ditampilkan sebagai penari ido- la dan dalang yang sangat pintar mempesona pen- onton. Namun yang paling penting untuk dicatat, kata Bandem, adalah sumbangannya kepada seni tembang. "Sebelum muncul cerita panji, tembang- tembang sebagai ungkapan seni sastra itu adalah dalam bentuk kakawin, namun cerita panji mem- berikan kontribusi pada perkembangan sastra yang lebih bebas yakni kidung. Kidung memiliki aturan yang berbeda dengan kakawin. Dalam kidung yang memakai laras pelong tujuh nada itu ada ruang ke- bebasan bagi si penyanyi untuk berimprovisasi. Ke- mungkinan pengolahan suara atau menginterpre- tasikan lagu sangat terbuka lebar mengingat adan- ya sekian patet. Kerumitan ini mencerminkan suatu keagungan dalam seni musik." Namun menurut Ketua STSI Denpasar ini, inti dari semangat Panji menyamar sebagai pemain gamelan, penari, dalang bahkan dukun. Tidak lain tujuannya hanya satu, yakni mencapai kemenan- gan dan menunjukkan keunggulannya. Panji sebe- narnya bisa saja menaklukkan musuhnya atau menaklukkan seorang wanita dengan mudah, na- mun ia perlu mencapainya lewat siasat atau strate- gi. Panji selalu menyusup dengan menonjolkan keterampilannya dalam bidang seni sehingga ia den- gan mudah masuk ke keraton-keraton. "Demikian keteladanan Panji dalam bidang seni budaya. Ia se- sungguhnya adalah tokoh paradoks. Karenanya, jan- gan hanya dilihat tokoh kedonyuanannya semata, sebab itu hanya penampilan luar atau fisik saja. Tokoh dan cerita panji hendaknya dikaji lebih dalam." Dari segi teori resepsi atau penerimaan masyarakat, kata Bandem, cerita panji mampu menampilkan ta- hap zaman mistis atau pra-Hindu, zaman filsafat atau ontologi, dan tahap fungsional atau kontemporer sekarang. Mitologi bulan dan matahari yang saling mengejar adalah interpretasi zaman mistis. Kidung yang sarat dengan muatan filsafatnya adalah ekspresi Evaluasi Festival Drama Gong Anak-anak Se-Bali 1996 (1) PENENTUAN juara festival drama gong anak- anak se-Bali tahun ini terkesan unik. Sebab, tidak seluruh peserta (8 kabupaten dan 1 kodya) dapat dinilai, lantaran sebagian besar peserta terkena diskualifikasi. Ada lima kabupaten (Gianyar, Ban- gli, Klungkung, Tabanan dan Jembrana) terkena "kartu merah" tersebut, disebabkan mengangkat tema cerita dewasa. Padahal, sudah jelas tersurat dalam ketentuan umum yang dibuat panitia, ser- ta sudah dijelaskan pula saat temu teknis di Di- nas Kebudayaan Propinsi Bali dan juga di lapan- gan, bahwa yang dimaksud dengan drama gong anak-anak, drama gong yang seluruh pemainnya terdiri dari anak-anak, dan mengambil cerita se- suai jiwa serta dunia anak-anak. Ketidaktepatan pemahaman terhadap informa- si dari pihak kabupaten sangat disayangkan, sebab dampaknya juga pada anak-anak. Keprihatinan tersebut kian bertambah, sebab di antara yang terkena diskualifikasi tersebut, ada yang berhasil menampilkan permainan mempesona, baik dili- hat dari tim maupun individual. Grup tersebut adalah Kabupaten Gianyar dan Bangli. D Dengan demikian, persaingan merebut tempat terhormat hanya terjadi di antara empat grup (Buleleng, Badung, Karangasem dan Kodya Den- pasar). Keempat grup inilah yang dinilai benar- benar menampilkan cerita anak-anak murni. Kabupaten Buleleng mengangkat judul "Ki Bay- an Suling", Kabupaten Badung mengangkat cer- ita yang sama, namun dengan judul berbeda, "Suara Nitiasa", Kabupaten Karangasem men- gangkat judul, "Tunjung Tutur" dan Kodya Den- pasar dengan judul "Silih Asih". Dengan kondisi tersebut, para juri hanya mencermati serta menilai penampilan empat grup yang dinyatakan lolos dari jeratan diskualifikasi. Andai saja, Gianyar dan Bangli tidak terkena "kartu merah", pastilah persaingan akan ramai dan ketat. Kelemahan Mendasar Seorang sutradara (tak terkecuali sutradara dra- ma gong anak-anak) pastilah mengetahui, bahwa proses penggarapan sebuah drama dimulai dari pemilihan naskah berlanjut ke tahap penyutra- daraan. Laki-laki engan gemetar Rita meremas hasil lab itu. Ia ingin memandangnya sep- erti malaria, lambung, hepatitis B, bahkan kanker sekalipun tetapi tidak bisa. Virus HIV bersembunyi dalam tubuhnya, hidup sebagai "sesuatu" yang hadir di hadapan mata, di se- mua tempat di mana mata, hati, dan pikiran berpaling. HIV hadir dengan latar belakang yang jelas, menggenggam asa lalu. Dibu- kanya pelan-pelan remasan itu kemudian disobekn- ya kecil-kecil seperti ingin menguraikan kembali sejarah hidup yang tak mungkin diulang kembali. la menjerit dalam hati, "siapa laki-laki itu! Yang mana! Laki-laki ke berapa? Apakah si Bule! Bule yang mana? Bram, Bob, Michael, dan ah begitu banyak nama! Atau mungkinkah Pur, Andi, Teddy, dan...." Bagaimana mungkin dia tahu. Setiap laki-laki yang mengunjunginya datang dan pergi bagai angin. Untuk apa bertanya? Ia berjalan kian ke mari dalam kamar yang sunyi. "Sejak kapan? Sudah berapa laki-laki yang tertular dan wanita lain yang jadi korban?" "Virus HIV ditemukan dalam darahmu dalam sta- Kecintaan Cerpen Maria Matildis Banda Dalam penyutradaraan, tercakup pemilihan materi pemain, latihan memasuki peran atau tokoh, serta menangani dengan penuh tanggung jawab unsur-unsur penunjang lainnya, seperti: tabuh, kostum, make up, dekorasi, tata lampu dan lain sebagainya. Memilih cerita dan menyutradarai merupakan bagian mendasar dari proses penggarapan sebuah drama, drama apa pun namanya. Agaknya, sebagi- an besar penggarap festival drama gong anak-anak kali ini, belum memiliki kemampuan memadai untuk menangani dua permasalahan tersebut. Kekeliruan memilih naskah bagi anak-anak, menyebabkan lima kabupaten diskualifikasi. Menjadi indikasi adanya kelemahan. Sebaliknya, apa yang tampak di permukaan sebagai naskah anak-anak, seharusnya dicermati lebih tajam lagi seluruh unsur-unsurnya, sehingga bermanfaat, khususnya bagi anak-anak. Kasus ini tampak pada Kabupaten Karangasem. Cerita yang diangkat memang tergolong cerita anak-anak, namun say- ang, memiliki plot cerita yang kurang baik: hu- kum kausalitasnya; hukum sebab-akibatnya tidak nal siapa dia. Bebas dan meriah. Kecuali Audi tidak seorang pun sahabat lamanya yang tahu pekerjaan- nya sekarang. Tetapi apa yang dapat dikatakannya jika tergeletak sakit? AIDS! Itu bukan soal vonis kematian tetapi itu aib yang akan membeberkan petualangannya dari ranjang ke ranjang. AIDS! Satu kata saja tetapi meruntuhkan seluruh eksistensi di- rinya. "Ya Allah," katanya pelan, tetapi segera ditut- up mulutnya rapat-rapat. "Masihkah ada Dia di hatiku ini?," katanya dalam hati. Ditengadahkan nya wajahnya ke langit-langit kamar. Siang ini satu laki-laki lagi akan jadi korban. Rita tahu, dia tidak mungkin berhenti karena laki-laki ini berani bayar di muka dengan jumlah besar. Vila pun sudah diba- yar untuk tiga hari. Rita berdiri mendekati jendela. Kupu-kupu beterbangan seperti anak-anak kecil dengan baju berwarna-warni berlari berkejaran di antara bun- ga-bunga. Jam sembilan pagi, matahari bersembu- nyi di balik cemara tua yang menjulang tinggi. Si- narnya menggapai di antara rindang daun, muncul di tengah halaman terbuka depan vila Bougenville, seperti lukisan pelangi yang tampak di tengah kabut pagi. Alam begitu bersih dan indah, membawa kembali dirinya ke masa kecil dalam keluarganya di desa. Berlari di antara pematang sawah, menjar- ing kupu-kupu bersama saudara-saudaranya. Na- mun kenangan itu tidak menggetarkan hatinya. Yang ada hanya rasa takut pada AIDS. Di tengah alam penyakit itu seperti bersembun- dium lanjut. Dalam waktu singkat, mungkin tidak sam- yi di atas angin, daun, dahan cemara, dan bunga- pai dua bulan kamu akan terserang AIDS. HIV sudah bunga. Dia seperti kabut melintas sejenak di balik cukup lama bersarang dalam tubuhmu," demikian kata jendela kemudian menghilang di desau angin. Dia Audi sahabat lamanya, sarjana farmasi yang bertugas bersembunyi di balik rindang daun-daun, pohon- di lab daerah. Kata-katanya langsung dan jelas. pohon yang menjulang, harum bunga, desah ce- "Apa?" Rita tidak percaya meskipun kemungki- mara, dan gerimis yang tak sempat jatuh ke bumi. nan itu sudah ia perhitungkan sebelumnya. Rita merasakan kehadirannya. Tidak hanya bersem- "Kamu harus segera ke dokter atau Yayasan bunyi dalam tubuh tetapi mengintai dari semua tem- AIDS," Audi memandang Rita dengan sedih. pat di sekitarnya. HIV dan AIDS seakan-akan men- "Audi, tolonglah jangan sampai ada yang tahu," jadi cap yang melekat dan dapat dibaca semua or- Rita memohon sambil menangis. Diambilnya sejum- ang. logis. Tokoh sentral (Gde Raja) yang bersifat pem- abuk, penjudi, koruptor serta tak peduli kepada anak, tidak mendapat hukuman di akhir cerita. Ending semacam ini sulit dimengerti, dampakn- ya tidak mendidik anak-anak. Apalagi judul "Tanjung Tutur", sungguh sus- ah dikupas makna filosofinya. Jangankan oleh anak-anak, (mungkin) orang dewasa pun sus- ah memahaminya. Dan cerita yang baik bagi anak-anak, sewajarnya, memiliki plot yang jelas, benang merahnya jelas, hitam putihnya jelas, dengan sendirinya pula dijabarkan den- gan bahasa yang sesuai dengan tingkat usia anak-anak. Kelemahan mendasar yang kedua, terletak dalam hal penyutradaraan. Tugas utama sutradara adalah bagaimana menuntut para pemainnya me- masuki peran atau tokoh yang dikehendaki ceri- ta. Berbagai teknik mesti dilakukan, mulai dari mencermati dialog, menolog (volume, intonasi, aksentuasi, dinamika, tempo). Lanjut mencermati akting (tingkah laku), ekspresi, aksi-reaksi dan semacamnya. Dan akhirnya mencermati unsur- "Dengan uang ini kita bisa merencanakan masa depan dengan lebih baik," kata Raldy sambil men- gelurakan setumpuk uang dari dalam tas yang se- jak tadi dijepit di ketiaknya. Rita ingin berbicara apa saja, ia ingin berontak dan berteriak sekuat tenaga. Tetapi tidak bisa. Mu- lutnya terkunci dan semua kehidupan yang ada dalam dirinya seperti mati. Sejak saat itu ia tidak pernah bicara dengan Raldy lagi. Raldy selalu da- tang mengunjunginya, bertanya, memohon, atau apa saja usahanya agar Rita bicara. Setiap kali dia datang, setiap kali pula Rita membisu. Di hada- pannya Rita pergi-datang dengan berbagai jenis laki-laki. Sampai dia jenuh dan tidak pernah da- tang lagi. Rita tidak tahu kata atau tindakan apa yang paling tepat untuk menunjukkan derita hidup- nya pada Raldy. Yang jelas, bayangannya selalu mengikuti Rita ke mana saja. Juga saat ini ketika HIV ada dalam dirinya. Ketika ia gelisah untuk memutuskan bicara terus terang atau tidak tentang dirinya, HIV, dan AIDS pada laki-laki ke sekian yang akan datang sebentar lagi. Angin berhembus pelan. Suaranya mendesah, bercumbu di atas cemara kemudian menjauh ber- sama kabut menuju ke lembah, sepanjang saat tia- da henti. Seakan-akan warna dan suasana alam hadir bersama Rita, menjadi saksi perualangan cintanya yang terus melaju. Sebuah sedan merah meliuk, merayap naik. Rita tahu, apa yang harus dikerja- kan sekarang. Duduk di atas ranjang, menunggu sedang memasuki gerbang, dan mendengar lang- kah-langkah mendekat dengan pasti. Mungkin den- gan seulas senyum, sedikit bicara, atau mungkin pula dengan tanpa kata-kata laki-laki itu datang menyergap. Tiba-tiba rasa dingin merayap perlah- an, menjalar ke seluruh tubuh. Rita menggigil, beru- saha mengumpulkan keberaniannya bicara pada laki-laki itu. Tentang HIV, AIDS, dan nasib yang telah membawanya ke vila ini. Ia sungguh-sung- guh ingin memohon agar laki-laki yang satu ini akan mengerti, bersikap baik, dan mau membantu- nya. lah uang dari dalam tasnya dan diberikan pada Audi Segalanya berawal dari jalan gelap yang dian- Pintu berderit. Rita melirik sekejap. Seorang agar Audi dapat menyimpan rahasia. "Ambillah ini. tarkan Raldy, satu-satunya laki-laki yang amat di- laki-laki tinggi kurus memasuki kamar dengan sedi- Tolong aku Audi." cintainya. Rita terbangun dalam keadaan tanpa kit ragu. Ia membelakangi Rita, satu hal yang tidak "Kami tidak mungkin melanggar kode etik, kami busana di sebuah kamar yang asing. Di sampingn- biasa Rita temukan. "Mereka selalu datang den- sudah disumpah. Percayalah, kau sahabatku dan tetap ya tergeletak seorang laki-laki tua. Belum sempat gan menantang, angkuh, dan nampak memiliki menjadi sahabat dalam keadaan apa pun, "Audi me- ia berpikir apa yang telah terjadi, tiba-tiba Raldy otoritas sangat kuat dengan lingkungan sekitarnya. nolak dengan halus uang itu. "Kau harus segera kemba- masuk membantunya berpakaian, dan membawan- Apalagi terhadap perempuan tak dikenal yang telah li. Harus." ya keluar, melewati laki-laki tua itu. menanti di tempat tidur," pikir Rita. "Ya Tuhan, moga- Rita tertegun. Audi segera melanjutkan pekerjaan- "Jangan kuatir, Bram bukan yang pertama. Aku moga laki-laki ini baik, berbeda dari yang lain. Moga- nya. Selama ini Rita masih bisa bersembunyi di balik sudah mendahuluinya sebelum dia datang," kata moga dia mau mendengar dan mau menolongku," kecantikan, popularitas, dan uang. Tampil mewah dan Raldy dengan lancar. Rita menatap mata Raldy le- batin Rita. Dipandangnya punggung laki-laki itu, lu- tidak peduli. Ia berada di luar lingkungan yang ke- kat-lekat. Begitu dalam, sangat gelap dan jauh. rus dan kaku. Mengingatkannya pada Raldy, protago- unsur pendukung pembentukan karakter seperti: kostum, rias make up, tabuh, setting, lampu dan properti. Apabila tugas tersebut tidak dikerjakan secara serius dan profesional, maka kerja gam- pangan itu akan terlihat jelas dalam pertunjukan. Di antara empat grup yang ceritanya lolos sen- sor, sutradara yang terkesan kerja gampangan ter- lihat pada grup Kodya Denpasar dan Karangas- em. Seluruh pemain putri dalam garapan Kodya Denpasar nyaris tidak tergarap. Mereka ditampil- kan hanya untuk menghafal. Akting mereka tidak dipoles. Ekspresinya dibiarkan beku bagai es dan flat. Bloking mereka pun dibiarkan semaunya, sehingga nyaris tak bermakna. Sementara itu, dalam grup Karangasem terli- hat sekali semua pemain intinya nyaris tak ter- garap. Sutradara membiarkan saja mereka tampil dalam keragu-raguan. Tokoh pembantu, hanya I Berag yang kelihatan bermain lugas dan "len- gut". Sedangkan dua punakawan lainnya, walau bermain lugas, tetapi masih terkesan mentah, lantaran materi pembicaraan serta materi humor mereka berbobot rendah. nis yang membawanya sampai pada perjalanannya ke sini. Jam berdentang sebelas kali. Menjelang tengah hari namun udara dingin dan kabut tebal menyelimuti puncak dengan tenangnya. Serentak Rita berdiri keti- ka lelaki kurus itu menoleh. Sudah bertahun-tahun wajah itu membelenggu dirinya dengan cinta dan kenangan pahit. "Adik....," kata Raldy amat perlahan. "Dua tahun lamanya aku mencarimu. Tak perlu kuceritakan bagaimana caranya sampai aku dapat menghubungimu. Aku tahu, apa pun yang kukatakan tidak akan bisa mengembalikan kita pada masa lalu," Raldy terus bi- cara. Rita menatap matanya, gerak bibimya, ekspresi wajahnya, dan kegugupannya. Rita tidak menjawab sepatah kata jua. Rasa benci menggumpal dalam dada. Amarah membakar dirinya. Sekarang saat yang tepat untuk membalas dendam. "Akan kubiarkan ia melu- mat kehormatanku sampai tak tersisa lagi. Tiga hari bermain cinta, itu lebih dari cukup untuk memasuk- kan HIV ke dalam tubuhnya," teriak Rita dalam hati. "Adik... benci dan kutuklah aku seumur hidupmu. Tetapi kumohon adik pulanglah, ini surat dari Bapak dan Ibu," kata Raldy lagi. Rita gemetar. Lutut terasa lemas, kepalanya pen- ing, dan rasa sakit menikam hatinya. Raldy meletak- kan setumpuk surat di haapannya. "Sejak adik pergi, setiap hari aku dapat ke tempat kostmu. Surat-surat kusimpan. Kuurus cuti kuliah den- gan alasan Adik menjadi pekerja sosial di daerah trans- migrasi. Sekarang kembalilah. Ini tiket dan sejumlah uang untuk keperluan sementara." "Adik..., bicaralah," Raldy mendekat. "Aku tetap mencintaimu. Tinggalkan petualangan ini. Mari kita pulang mencoba mulai kehidupan baru. Ayolah say- ang," Raldy memeluk pundak Rita. Hati Rita berge muruh. Sentuhan itu seperti tangan yang menggeg- gam ketika keduanya menonton konser musik untuk yang terakhir. Hati Rita teriris. "Beranikah aku pu- lang ke pangkuan Bapak dan Ibu setelah diriku han- cur? Ya Tuhan, mengapa tidak Kau lenyapkan laki- laki di hadapanku ini? Mengapa Kau biarkan dia hadir di hadapanku sekarang?," Rita menekan gejolak dadan- Keinginan untuk menghancurkan Raldy dan kekua tan cinta yang masih ada dalam dirinya saling tarik menarik, membekaskan rasa rindu dan dendam yang tak mampu dipisahkan. Betapa cinta dan kebencian hanya dipisahkan tirai tipis yang tembus pandang. Sal- ing melihat tetapi memisahkan. Sayang, Rita tidak mampu memisahkan dengan tegas kedua bagian itu dan memilih salah satunya. Ingin benar ia bersandar di dada Raldy, melupakan semua yang pernah terjadi. Namun HIV yang ada dalam dirinya menjadi bagian yang lain. Hadir dalam dirinya bukan lagi bibit AIDS ya. zaman ontologis yang kontektual den- gan ritus kehidupan. Pada tahap fung- sional cerita panji digunakan dalam seni masa kini seperti dalam drama gong bahkan dalam seni yang berwama kontemporer. "Cerita panji memiliki aspek kekinian dan masa depan. Dari segi penerimaan masyarakat cerita panji meny- iapkan tema yang bisa ditafsirkan berbagai zaman. Inilah keunggulan panji sebagai wujud semangat bu- daya, sebagai cerita unik yang asli Indonesia." Momentum Panji sebagai sebuah cerita merupakan tema yang laris dipakai lakon dramatari-dramatari di beberapa daerah Indonesia, misalnya di Jawa untuk lakon way- ang topeng, di Jawa Barat untuk lakon topeng, di Jawa Barat untuk lakon topeng babakan, dan sebagainya. Adapun bentuk serta variasi dari cerita panji ini telah mengalami perkembangan yang kemudian dipengaruhi cerita rakyat setempat. Di Bali cerita panji dituturkan lewat teater dan seni tari seperti tampak dalam gambuh, arja, legong dan drama gong. Kenapa cerita ini banyak dipakai lakon dalam berbagai bentuk kesenian itu? Penulis buku "Kaja and Kelod; Balinese Dance in Transition" ini, menyebut beberapa alasan. Katanya karena cerita panji itu menyiapkan alur cerita yang baik dan tak putus- putusnya. Sebagai cerita roman cerita panji memiliki struktur narasi berbelit-belit yang merangsang penaf- siran bagi penerima atau penggarap kesenian. Karenan- ya, jika struktur naratif cerita panji ini diolah menjadi struktur dramatik akan memunculkan nuansa seni yang sangat menarik, ada sedih, roman, konflik, penyama- ran dan sebagainya yang tak habis-habisnya dipakai untuk kebutuhan seni pentas. Dengan berbagai variasi plotnya menjadikan cerita panji menarik digarap dalam berbagai seni pertunjukan. imis Dr. I Wayan Dibia, SST, M.A., juga sepaham den- gan pendapat Bandem. "Di balik kisahnya yang ro- mantis dan heroik, cerita panji banyak memaparkan tentang kebaikan dan keburukan, kejahatan dan keju- juran, kesetiaan dan kecurangan yang berakhir den- gan kemenangan di pihak yang benar atau baik. Ini sangat sesuai dengan pandangan hidup orang Bali yang sangat yakin akan hukum karmaphala serta eksistensi rwabhineda," ujar tokoh seni pertunjukan Bali ini. Lalu kapan penonton dapat menikmati cerita panji dalam gambuh, arja, legong dan drama gong di arena PKB ke-18 yang berlangsung dari 8 Juni hingga 6 Juli ini? Ternyata dari ratusan pentas seni yang digelar, gambuh tak termasuk di dalamnya. Legong yang ber- sumber dari cerita panji juga tak akan dapat disaksi- kan. Hanya arja yang sempat dihadirkan (menurut pro- gram PKB) pada tanggal 12 Juni lalu. Gambuh, arja dan legong termasuk tari terpenting Bali yang kini keberadaannya agak merisaukan. Gam- buh adalah mata air seni pertunjukan Bali yang kini limbung. Hanya ada satu dua sekeha gambuh yang masih berusaha bemapas. Pementasan arja kini agak sulit dijumpai. Kalaupun ada kharismanya pun sudah kendor. Sedangkan "Si Elok Legong" sedang melolong sedih. Rupanya ia dikesampingkan oleh gemuruhnya tari-tarian kakebyaran. Kenapa pesta seni yang bertema panji ini tidak dijadikan momen- tum untuk membangkitkan gambuh, menggairah- kan arja, dan memamerkan keindahan tari Legong Lasem? Kadek Suartaya tetapi harga diri dan kehormatan yang telah dihancur- kan laki-laki kecintaannya. Dengan sekuat tenaga Rita membebaskan dirinya dari pelukan Raldy. Dia bangkit dari tempat tidur, berke- mas, dan bergegas pergi. Raldy menarik tangannya, memohon supaya ia bicara, tetapi ia tidak peduli. "Rita," Raldy menyentak tangan Rita dengan tan- gan kanannya, sementara tangan kiri mengambil pi- sau lipat dari dalam saku celananya. "Akan kutusuk jantungku jika kau tidak mau bicara, jika kau tidak mau kembali ke jalan yang benar," tertiak Raldy. Na- mun Rita tidak peduli. Ia berlari keluar membiarkan tumpukan surat dan uang berhamburan di lantai. Ia berlari menembus kabut, menuruni puncak Putung Karangasem tanpa berhenti. Seperti kabut yang datang dan pergi tanpa ada yang tahu dari mana arahnya, mungkin demikian juga jalan hidup. Ada banyak hal tak terduga yang tiba-tiba me- renggut seseorang dan melempamya ke lembah hitam. Seperti kehidupan Rita, semula berjalan mulus den- gan kekuatan dan cinta orangtua yang diwujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Yang datang kemudian hanya penyesalan dan rasa tertikam menghadapi ken- yataan. Di manakah kewaspadaannya dulu? Bagaima- na nasihat Bapak dan Ibu yang dijalaninya dengan rapi dapat hancur dalam sekejap? Di tengah alam dia terus berlari. Sebenamya ia harus segera pulang ketika perta- ma kali jatuh. Namun keterkejutannya membuat segala suara seperti membisu, termasuk suara hatinya sendiri. Namun saat ini ia tidak ingin berhenti. Ia ingin terus ber- lari pulang, kembali pada asalnya yang tentram. Orang- tua, saudara, dan keluarga. Itu adalah asal dan akhir yang tetap menerimanya dalam keadaan apa pun. "Ritaaaa," suara Raldy menggema di belakangn- ya. Kemudian tubuh tinggi kurus itu jatuh terguling- guling menuruni bukit. Sebuah pisau tepat bersarang di ulu hatinya. Dengan terengah Rita terduduk di samp ingnya. "Sayang, maafkan aku maafkanlah," katanya pel- an. "Bicaralah padaku satu kata saja," Raldy berusa- ha bicara, memohon pada Rita. Darah mengalir basahi bumi. Rita menatap mata yang kian mengecil itu. Ia tidak merasakan apa-apa, kecuali air matanya yang berlinang jatuh di atas wajah laki-laki itu. Segalanya sudah terlambat tetapi ada yang masih dapat dilakukannya dengan jemnih justru pada saat laki- laki kecintaannya sudah terbaring kaku. Pergi mene- mui Audi dengan jiwa besar, karena Audi pasti akan membawanya ke Klinik Khusus AIDS, dan kirim ber- ita buat orangtuanya. Kabut tebal begitu cepat datang menutupi Putung. Gemuruh angin datang dan men- jauh. "Ya Tuhan," Rita berdoa perlahan. "Aku tahu tangan-Mu terbuka untuk menerimaku kembali." Surabaya, 13 Februari 1996 SA MIN ●Dayu Oka Rusmini LANYAU bagi: penyair Adhy Ry seluruh pura menundukkan kean pendulang kata memilihmu dikembalikan langit, tanah bahkan nama yang pernah kau p di pulau ini, para penyair rajin n menyiapkan upacara dan sesaji meminjam malam dari para dew kau duduk dengan sisa asap rok membasuh kekeringan nafas seorang perempuan duduk malu menerima seratus sajak yang me para penyair meminjamkan nafa seorang pertapa memberi keraja yang dipelajari dari luka tubuhn perempuan itu menari, membuk dia telanjang, kau pinang dari d langit menurunkan sungai, bung besok pagi, seorang perempuan lelaki itu penyair hampir kehila lukanya garam bernanah. aku duduk, melihat kulit yang rahimnya membelit, aku dengan jalanmu mulai patah, matamu a pulanglah anakmu akan mengumpulkan h membuka ladang-ladang tandus para dewa akan memberi nafas biar usia itu pecah kesunyian ini jadi tarian yang d ●Wayan Sunarta IJOGADING Yang sunyi di sini di bawa bunga hanyut susuri sungai karma Ijogading Ijogading Ijogading Alir air hayat bumi Makepung Aliri lara rindu lebai Rerimbun pohon pantun di pas memuat kenangan nelayan Menyimak cengkerama kunan di langit malam Ijogading Bulan sabit menoreh sauh jiwa saat batin dzikir sembahyang Loloan Timur Ijogading Loloa Nyaman abadi dipangku anak Rumah Panggung memeram h Si Lebai Perindu yang merind dengar burdah syair Lebai Ijogading Lebai mengalir masuk nadimu pusat ilham hayati melepas jangkar rindu melabuh diri dipangkuan bum Ke muara ke muara lepas perjalanan menemu haru cuaca Helmi Y. Haska DI BALIK KEHAD Kucungkil mataku Untuk mencari dibalik kehadiranmu Biarkan aku telanjang karena pakaian Menyimpan kebusukan kota b Telah kutanam impianku di dasar laut Ombak menghempas kesomb Seorang nelayan tersenyum ketika mendengar Ikan-ikan merayakan kesia-si menemukan jalan pulang Aku terus berlayar mencari dibalik kehadiranmu Setiap luka akan kubasuh dengan air garam kesabaran DATA PAKI Persembaha • Angsuran me • Gratis STNK ( Espass Pick Up Uang muka Rp. 3.5 Angsuran/Bln. Rp Bonus RT Sony, Co Kaca Film & karpet 4 RODA Uang muka Rp. 4.2 Angsuran/Bln. Rp. 1.225.000,- 6 RODA Uang muka Rp. 4.50 Angsuran / Bln. Rp. ASTRA MC Hubungi: OPT ASTRA International Daih JI.By Pass I Gusti Ngurah Ra OPTASTRA International Daih JI.Teuku Umar No. 26 Telp. 2 OPTASTRA International Daih JI.Cokroaminoto 75A-B Telp. OPT.Bintang Lestari Motor, Jl. OPT.Sakah Jaya Motor, Desa OPD Krida Motor Jl.Pejanggik 2cm Color Rendition Chart