Tipe: Koran
Tanggal: 1998-10-04
Halaman: 05
Konten
4cm 2cm Oktober 1998 Quan pentingan keaman- ertiban masyarakat Hupan masyarakat Masalah-masalah dan sebab-sebabnya dan kompleks seh- cegahannya tidak ilaksanakan hanya t kemanan. yang ada dalam diri at sebagai kekuatan , terbukti mampu kan tiap permasala- lisi seperti ini akan ag aparat penegak tuk lebih peka dan Ha isu tersebut. Ini ar mengarah pada iminalization Strat- demikian, berbagai secata tegas sudah an bahwa apa pun kekerasn terhadap madalah kejahatan. rarti, pelaku kek- n penganiayaan ad- nggar hukum, tak apa saja meski pun- gan dengan korban. konvensi interna- a upaya masyarakat enanggulangi ma- kosaan atau tindak m lainnya terhadap an perlu mendapat n penuh dari media ntuk membeberkan buka. pilan media dengan sus-kasus perkosaan tidak langsung mem- apatan bagi para kor- k mengungkapkan ya, sehingga upaya langan yang dilaku- ebih nyata. Setyo, M.Si/anspek) an sebagai penasihat reka harus memberi entang alokasi sum- yang tepat bagi kese- nita dan penggunaan amber daya tersebut. xmengalokasikan daya tambahan, kat harus menjawab jur pertanyaan "Se- esar nilai wanita?" asi Ahli Kebidanan Hungan Internasional ma ini membentuk enyelamatan Wanita" embantu para ahli an memainkan per- stra. Tujuannya ad- tuk menunjukkan tindakan dan doku- a penelitian di tingkat en bahwa kehidupan apat diselamatkan. m itu, pembentukan enyelamatan wanita juga untuk menun- ahwa banyak kehidu- at diselamatkan den- kat biaya yang mam- ayar tiap anggota kat, sehingga menjun- ggi hak wanita untuk (World Health/Ant) sia Lanjut all an tera Bali s diadakan di Wanti- eum Subak, Tabanan, 8.00. 10/10) ksaan kesehatan oleh psikiatri RSUP Sang- pasar dipimpin oleh wa Ketut Wisnu Putra. pernapasan dan lain- mpin: Pee Ling Hun dan gurah Mendra 5/10), Rabu (7/10 pukul Kamis (8/10 pukul n Gate Ball dipimpin I gurah Mendra dan I Putu Tresna as diadakan di Gedung manta, Bangli, pukul (9/10) iksaan Kesehatan, Se- an Menyanyi. kung as diadakan di Lapan- alai Budaya, pukul (10/10) dan bernyanyi eng tas diadakan di Lapan- TKIP Singaraja, pukul (5/10), Sabtu (3/10). Ball dipimpin Drs. I Gst Watdana Rai dan Drs. I Ketut Swalem. m dipimpin Ni Made wati Hanaya dan Made ada. tasi dan Relaksasi dip- Drs. I Gst. Ketut Wat- Rai dan Drs. I Gst. Ketut em. bira Ria dipimpin Gde ma dan Ibu Artha. Bekerja dengan Depdikbud, YWS eng dan STKIP Singaraja. ra itas diadakan di Balai Hapa Kesari, Negara, 08.00. (7/10) m (olah raga) dan men- (10/10) am (olah raga) dan kese- Minggu Paing, 4 Oktober 1998 di Bali Post INTERMESO-FIKSI Obrolan Prom Wale Lawjar Matahari Pencerah Moral DALAM cerita Calonar- ang versi Bali ada tokoh yang bernama Maling Megu- na. Meski disebut maling, sebenarnya dia bukan mal- ing sembarangan, yang men- curi milik orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Malah konon, dia seorang patih kerajaan Air- langga, yang ditugaskan mencuri ra- hasia kesaktian seorang ratu jahat pakar ilmu hitam bernama Rangda Dalunating Dirah, yang juga musuh rakyat. Berkat jasanya, ratu jahat tersebut berhasil dibunuh, kerajaan kembali tenteram dan rakyat pun senang. Sang Mahapatih juga tidak meneruskan kebiasaannya jadi mal- ing meski cukup piawai dalam men- curi. Sebab, dia punya raja bijaksana yang konon berasal dari Bali dan tidak punya asal-usul maling. "Beda dengan Ken Arok yang tidak punya asal-usul jelas dan jadi maling sejak kecil. Bukan hanya maling, bah- kan pembunuh berdarah dingin, yang tega membunuh sahabat dan bekas bosnya secara keji tanpa mata berke- dip, asal ambisinya tercapai. Akibat reputasi kurang baik itu, meski ter- catat sebagai leluhur kerajaan Majap- ahit yang terkenal itu, namanya tidak diabadikan sebagai nama universitas di tanah air. Mana ada Universitas Ken Arok? Paling-paling dijadikan nama jalan, itu pun jalan kecil!" Gus Alit Bajera mengawali obrolan malam itu sementara tangannya tetap menarikan kuas di atas sam- bungan empat triflek dalam pembua- tan baliho guna memeriahkan Kon- gres PDI, 8-10 Oktober di Bali. "Lho, kenapa sepertinya kamu pu- nya dendam pribadi pada Ken Arok? Bukankah tokoh sejarah itu telah meninggal raturan tahun silam? Jelek-jeleknya Ken Arok, nama dia tetap tercatat sebagai tokoh sejarah pendiri Kerajaan Singasari yang cuk- up kesohor. Malah ketika wafat pun dia masih tetap bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwa Bhumi, yang konon berarti Putra Bhatara Guru. Bila dikaitkan dengan sejarah mod- ern mungkin gelar tersebut setara dengan Bapak Pembangunan, ha.... ha.... ha," komentar Gus Mandira ter- tawa memancing respons. "Kau jangan terlalu apriori dan ce- pat-cepat menuduh! Aku khawatir, bila tuduhanmu berkembang, gara- gara kau anggap aku dendam pada Ken Arok, bisa-bisa aku dituduh ko- munis. Sebab sekarang ini, orang-or- ang lebih sibuk mencari kambing hi- tam dibanding menormalkan harga- harga sembako. Sebelum aku men- jawab pertanyaanmu mengapa aku mengkritik Ken Arok, aku ingin ber- tanya padamu. Apakah pula kepent- inganmu memuji dan membela tokoh yang tidak jelas siapa ayahnya itu? Soal gelar yang kau katakan berarti Putra Bhatara Guru itu, aku tidak begitu yakin, karena bagiku itu han- ya reka-reka para pakar sejarah. Lagi T pula banyak fakta sejarah dalam ben- tuk prasasti dijumpai, mungkin ada bagian sejarah setelah zaman Sin- gasari, yang menghujat kebobrokan mental Ken Arok. Jangankan sejarah Zaman Bahari, sejarah masa kini pun banyak yang direkayasa demi kepent- ingan politik dan kekuasaan. Kalau kau rajin membaca surat kabar, kau akan tahu, mengapa baru tahun ini film tentang Pemberontakan G 30 S- PKI tidak ditayangkan televisi? Men- gapa pula orang meributkan Super- semar dan mengapa para saksi se- jarah lahirnya surat perintah itu sep- erti saling tuding?" "Aku tidak membela Ken Arok juga tidak ingin menghujatnya. Aku cuma ingin bersikap seperti orang Timur, nyunjung duwur mendem jero. Menghormati orang tua dan melupa- kan apa pun kesalahan yang pernah diperbuatnya. Bagiku, Ken Arok ad- alah salah satu mata rantai yang mengkaitkan untaian sejarah kebe- saran Nusantara. Lagi pula Ken Arok juga dianggap sebagai cikal bakal Kerajaan Majapahit yang membang- gakan itu. Bahkan di depan para hakim pemerintah kolonial Belanda tahun 1929 di Bandung, Bung Karno pernah membanggakan Majapahit dalam salah satu bagian pidato pem- belaannya. Dia mengatakan, bahwa ANAH gembur yang lalu lalang di sekitar berpasir itu sunagai itu berpikir ten- demikian empuk tangku. Adakah mereka dan dengan mempedulikan siapa aku? mudahnya ter- Perlukah aku peduli pada angkat mata pacul. Sobekan bagaimana orang lain me- matahari pukul sebelas per- nilaiku? Bukankah apa lahan menyelinap di sela yang kukerjakan jauh lebih dahan mangga. Kebun mu- penting dari apa yang mere- ngil yang digadai Pak Us- ka perbincangkan ten- man kepadaku aku hiasi tangku? Tetapi, siapakah dengan tanaman apa saja aku di mata mereka? Seor- yang kuanggap bermanfaat. ang petani yang main-main? Pada lingkaran batas kebun Anak muda yang lagi iseng? dengan rimbunnya berderet Buronan dari kota yang rumpunan pisang, pohon menyamar? Ataukah penga- nangka, singkong dan ram- nggur yang sok sibuk? Boleh butan. Di sela pohon mang- jadi mereka berpikiran aku ga kutanami kunyit, ken- ini orang stres yang tak pu- cur, temu lawak, laos, cabe, nya jalan keluar?! tomat dan beberapa jenis tanaman lainnya buat kebu- tuhan dapur dan obat-oba- tan. Pencari kayu bakar yang turun gunung telah melin- tasi sungai dua jam yang le- wat. Dari kejauhan terlihat sepasang burung mengha- lau awan. Ibu-ibu dan gadis- gadis dari kampung se- berang asyik bercanda dalam sungai sambil meren- dam diri setelah menanam padi di sawah sebelah. Bocah-bocah ingusan yang baru saja datang dari se- berang menelanjangi diri di tepi tebing, mempercakap- kan film action yang mere- Tak ada yang tahu siapa aku sesungguhnya meski sudah delapan belas bulan pagi, siang dan sore yang kujalani selalu terlewati dalam kebun di pinggiran sungai itu. Tak ada yang tahu masa lalu dan realitas kekinianku sebagai "penu- lis" sebagai mana aku sendi- ri tak tahu misteri apa yang mengantarku dalam sepetak kebun di tanah as- ing ini. Pukul tiga sore tiba di ambang pintu dan aku sudah menghabiskan sisa makanan yang kubawa dari rumah. Di luar pagar kebun terdengar suara seorang ka nonton di televisi dan laki-laki tua mendehem. satu persatu melompat ke sungai. Kulepas gagang pacul. Kebun terasa sunyi. Sungai bertambah tenang, tapi sepi. Buruh-buruh tani Apa yang tertangkap ad- alah; ia hendak menyapaku, tetapi entah kenapa hal itu tidak ia lakukan. "Masuk, Pak." Aku men- yapanya sambil menggali pa. sudah kembali ke sawah. lubang buat menanami jahe Anak-anak kecil yang tadi yang terinjak entah oleh sia- bermain itu entah ke mana. Mungkin pergi memancing belut, atau boleh jadi mere- ka sedang menggerogoti ke- bun jambu Pak Haji Imran. Tak seorang pun di ant- ara penduduk wilayah ini yang kenal siapa aku se- sungguhnya, meskipun sudah hampir dua tahun aku hidup bersama mereka. Tanpa basa-basi lelaki yang beruban itu langsung memasuki pintu kebun yang memang selalu terbu- ka. Ia memandang pada apa yang kutanam sambil men- gomentari ceramah dari pita kaset yang menggema lewat corong yang dipasang orang yang punya hajatan. Kupikir, tak ada gunanya "Bicara itu gampang." mereka mengenalku karena Laki-laki tua itu berkata apa yang sedang dan telah dengan sinis sambil me- kuperbuat (baik secara fisik letakkan handuk kusut dan maupun dari segi spiritual) kotak sabun yang dibawan- " tak bersentuhan dengan ke- ya dari rumah. "Sebetulnya hidupan mereka. Pun mere- kita harus mendidik diri ka tak perlu tahu siapa aku, kita terlebih dahulu sebe- sebab apa yang kulakukan selama ini nyatanya hanya berguna buat diriku sendi- ri. Sisanya, mungkin hanya berguna bagi mereka yang merasa simpati dan berke- pentingan. lum mendidik orang lain. Kita harus mengendalikan indera kita sebelum men- gendalikan orang lain." "Saya tidak tahu siapa yang ceramah." Kalimat itu kuucapkan karena tak tahu Aku berjalan mengitari bagaimana mesti bereaksi kebun mencari hama dalam mengimbangi makna sambil menerka bagaimana kata laki-laki tua yang be- buruh-buruh tani dan orang lum sepenuhnya kukenal. Indonesia pernah mempunyai zaman gilang-gemilang di bawah kerajaan Majapahit yang membentang dari Sabang hingga Merauke, bahkan di utara hingga bagian selatan Filipina. Namun sejak kedatangan penjajah Belanda, kata dia, Indonesia mengal- ami zaman kelabu, penuh pender- itaan. Jadi, bukan karena ayam berkokok, matahari terbit, justru karena matahari terbitlah ayam berkokok, kata dia berandai-andai. Artinya, karena penjajahan yang tidak berperikemanusiaanlah mem- buat rakyat melakukan perlawanan, bukan sebaliknya," kilah Gus Mandira seakan-akan orator ulung. "Plok.... plok..... plok...." rekan-rekan lainnya yang ikut berkerumun mem- beri aplaus dengan bertepuk tangan. "Aku sepaham dan perlu menga- ngkat topi mendengar orasimu. Na- mun Ken Arok bukan Bung Karno! Bahkan perilakunya pun tidak mirip sama sekali. Soekarno tidak pernah maling, korupsi, membunuh atau menyuruh orang lain untuk meng- habisi musuh-musuh politiknya. Sebab beliau cinta persatuan dan ke- satuan. Namun Ken Arok punya tabi- at kurang terpuji sejak kecil, yang mungkin karakter alami dibawa se jak lahir, sadis, brutal dan jahat. Ak- ibat hukum karma phala yang ber- langsung cepat, dia mati dalam usia tidak begitu lan- jut, dibunuh anak tirinya dengan modus operandi bal- as dendam. Nah, perilaku Ken Arok ini seakan-akan menjadi pola panutan dari zaman ke zaman hingga sekarang. Cara-caranya merebut kekuasaan, mempertahankan dengan segala cara hingga trik-trik mencuri uang negara pun ditiru dari Ken Arok. Akibatnya, negara kita nyaris terpuruk di jurang kehancuran akibat korupsi, kolusi, nepotisme yang juga disertai teror ter- hadap rakyat di beberapa wilayah. Ini mengesankan kalau negara kita per- nah diperintah sindikat maling. Itu pun baru disadari sebagian besar rakyat setelah bos sindikat turun tah- ta akibat gelombang unjuk rasa yang dimotori para mahasiswa yang ter- lebih dulu menyadari, apa sebenarn- ya yang terjadi di negerinya. Lalu, apakah mungkin raja maling ini di- adili dengan perangkat hukum yang tidak lain adalah warisannya. Ironis- nya, Bung Karno yang tidak punya kesalahan sebesar itu, justru mening- gal dalam status tahanan," urai Gus Alit yang kini menggores huruf demi huruf di bawah lukisan figur Mega- wati Soekarnoputri mengangkat tan- gan kanan yang terkepal. "Megawati, matahari pencerah moral bangsa! Lho, apa artinya kata- kata itu, Lit? Bukankah mega artin- ya mendung, lalu apa kaitannya den- gan matahari? Kok, kontradiktif?" tan- ya Ngurah Made menyela. "Sumber dari segala masalah yang menyebabkan bangsa dan negara kita dilanda krisis multidimensi adalah moral. Moral bangsa mengalami degradasi akibat mendung tebal yang disebarkan para maling. Kebebasan berbicara dan berpendapat dipasung. Hak berkumpul dan berserikat pun hanya diizinkan bagi mereka yang selalu mengangguk. Bagi yang menggeleng, apalagi membangkang langsung dituduh komunis atau sub- versif. Partai yang dianggap punya potensi akan makin kuat, namun pu- nya idealisme yang berseberangan dengan raja maling, diobrak-abrik re- kayasa. Megawati yang meskipun dalam namanya mengandung arti mendung, paling teraniaya secara poli- tis. Bahkan para pengikutnya disiksa secara fisik sampai ada yang kehilan- gan nyawa dalam insiden Sabtu Kela- bu dua tahun silam. Dia tegar dan selalu menghindari tindakan kek- erasan atau anarkhi. Sikapnya yang simpatik ini dianggap matahari pencerah moral, sehingga dukungan berbagai pihak mengalir. Walhasil, kongres yang sebelumnya akan dila- rang kini diizinkan," papar Gus Alit sembari memberi alat-alat lukisnya karena malam telah larut dan berjan- ji pada rekan-rekannya untuk melan- jutkan tugas gratis itu keesokan harin- ya. • Aridus Sepasang Mata Tua летв стму Cerpen N. Marewo SANGUT DELEM TIN AYO, BANGKITKAN Halaman 5 DING DUPLAK DUPLAK DING! DUPLAK DUPLAK TU WA GA... LHO.. 月 SEMANGAT MEMBANGUN, PLAK DUPLAK DING! PLY TURUN DARI KURSI IKUT IRAMA LAGU! Si Gug HABISS... Mister Bali Saya menyambut lalu men- yandarkan tubuh pada po- hon mangga. JUGA HABISS JUAL BERAS mana ketulusan. Di ujung hidup saya ini baru saya tahu bahwa di mana-mana orang hidup dan berkembang biak dengan ketidaktulusan. Jangan jauh-jauh, Nak." Ia men- gambil perumpamaan. "Lihat saja di langgar-lang- gar di kampung itu. Apakah masih akan ada orang yang berebut ajan kalau tanpa mikrofon? Apakah masih akan ada orang yang mau mengabdi tanpa seragam dan status pegawai? Ah, anak muda. Semuanya sudah terjebak pada sim- bul-simbul." "Tak lama lagi usia saya akan memasuki angka tu- juh puluh. Sejak muda saya menjadi pegawai, dan sela- ma dua periode saya bertu- gas sebagai kepala desa. Tak ada tugas berat yang pernah saya pikul yang me- lebihi beratnya menjadi ke- pala desa. Terpanggang dari atas. Tersengat dari bawah. Sekarang," Ia meraih seba- tang rokok yang kusodorkan kemudian meneruskan; "Se- tiap kali ada acara di kam- pung terkadang mereka me- minta pendapat saya. Kena- "Gus Dur bilang pengab- pa minta pendapat saya? dian tak memandang posi- Toh tak akan ada kata-kata si. "Kalimat itu begitu en- saya yang dipakai karena teng meluncur dari mulut- ukuran benar dan tidak be- ku. "Saya??!" "Ya, kamu. Kamu bukan pedagang kain seperti yang 1 KOK NABUH ? MEGA DING DUPLAK A DUPLAK DING! DUPLAK DUPLAK DING MARTIN 4/10/1998 Jango Pramartha MAAF PAK TINTA MERAH, CAT MERAH, KAIN MERAH... SEMUA HABISS.. Suryadharma JUAL BERAS KAOS MEGA 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 woody smsr Teka-teki Silang No. 681 Pertanyaan: Ampuh, 25. Bijak, 27. Bahas, Mendatar: 1. Terjadi den- 28. Pisau. gan sendirinya, 3. Ambil; curi, 7. Beladiri asal Indonesia, 8. Isi Menurun 1. Puri, 2. pokok, 10. Makna, 12. Hara- Lapang, 3. Murid, 4. IBM, 5. pan, 14. Ahli keris, 15. Hiasan Jeli, 6. King, 8. Arah, 11. Net, kau katakan pada orang-or- yang dipasang pada leher, 17. 13. URC, 15. UKM, 16. Inti, 18. ang kampung itu, bukan? Tak berguna (Diulang), 20. Amplas, 20. Kakap, 21. Urab, Apakah kamu tukang ke- Bagian depan, 22. Hendak, 23. bun seperti apa yang Ruang, 24. Seram, 25. Segi pandangan. sekarang saya lihat?" Saya menggeleng. "Hidup adalah pilihan, Mendatar: 1. Kuno, 2. nar terletak pada we- Lelaki tua itu batuk- wenang, pada kekuasaan. batuk, memandang mentari Dan saya adalah orang yang jatuh di atas bukit. Tebing sudah tak punya lagi we- di seberang sungai sepi. wenang itu. Buat apa mere- Permukaan air tak beriak. ka minta pendapat saya?" Buruh-buruh tani berjalan "Barangkali karena bap- di pematang sawah, saling ak dianggap sesepuh." Aku mengikuti bagai semut hi- mencoba menengahi. tam pulang ke sarang. "Ah!" Ia membantah. "Itu Selembar daun mangga gu- kan cuma basa-basi, anak gur, berputar-putar dan muda, seolah-olah barang jatuh pas di kepala. rongsokan yang sudah tidak "Kamu sendiri bagaima- dibutuhkan seperti saya na, Nak?" masih disegani dan dihor- mati, seolah-olah -" "Ngomong-ngomong", aku tak sanggup menyem- bunyikan rasa tertarikku buat meneruskan pembicar- aan, sebab baru hari itu kutahu bahwa laki-laki tua yang terkadang kulihat mandi di sungai itu adalah bekas kepala desa. anak muda. Kamu punya Melakukan tugas, 4. Panca "Bagaimana?" Ia mulai hak untuk tidak mengata- Indera, 5. Harga, 6. Penghias penasaran. "Soal pemilihan kan apa yang tak hendak mata, 9. Serakah, 11. Titik kepala desa?" Ia menerka kamu katakan. Walau begi- pusat, 12. Habis karena apa yang bergerak di balik tu, saya percaya kamu." Le- tergesek, 13. Hadir, 16. Titik jidatku. laki tua itu menepuk airjatuh dari udara, 18. Penge- "Bukan. Bukan itu, Pak. bahuku. "Syukurlah, Nak. tahuan, 19. Buat, 21. Bagian Saya cuma ingin menanya- Syukur. Memang ada saat- terkuat pada tanaman, 22. kan apa perbedaan yang ba- nya di mana kita harus Mengalir. pak rasakan saat menjadi kembali membumi - sebe- pejabat desa dan saat jadi lum terlalu jauh, sebelum rakyat biasa seperti hilang, sebelum remuk ben- sekarang. Maksud saya, tuk dan lupa diri." Aku menunduk. bagaimana Bapak menilai sikap dan tingkah laku pen- duduk kampung itu ter- hadap Bapak?" Laki-laki tua itu tersenyum pahit. Lama ia terdiam sebelum berkata: "Dulu", Ia memulai. "Dulu di mana-mana saya selalu diundang sebagai orang per- tama. Dulu. Dulu, Nak. It- ulah kehidupan. Demikian- lah manusia, anak muda. Sekarang mata saya mulai kabur. Tetapi rasa-rasanya mata hati saya makin ter- ang melihat yang mana "Teruskan saja, Pak." kepura-puraan dan yang Ilustrasi Nyoman Wirata "Siapa saja." Ia menang- orang yang menganjurkan memandang berputar-pu- gapi. "Sekarang banyak or- sesuatu yang mereka sendi- tar. "Maaf, anak muda. Mu- ang menyatakan sesuatu ri tidak melakukannya. ngkin saya terlalu lancang." yang oleh mereka sendiri Munafik. Basa-basi. Pura- Katanya sejurus. belum yakini. Tak sedikit pura." Tatapan matanya Mata tua itu bersinar-si- nar. Pada bibirnya melintas senyuman. Pelan-pelan ia menarik selembar handuk kusut dan menggenggam kotak sabunnya. Terdengar gesekan dedaunan dan suara patahan ranting yang terinjak sebelum punggung tua itu menghilang di balik rimbunan rumpun bambu. Bima, Juni '96 Jawaban TTS No. 678 Mendatar: 1. Karam, 4. Injak, 7. Ramal, 9. Itali, 10. Ring, 12. Duda, 14. Rugi, 17. Hati, 19. Neck, 21. Umat, 23. 22. Abah, 24. Haru, 26. Jus. Pemenang TTS No.678: 1. Made Yudi Astika Jl. Veteran No. 12A Singaraja 81112 2. L. Suiti Jl. Bukit Tunggal No.10 Denpasar 80119 3. IA Sri Dharmayanti Jl. Gunung Agung Gg. XXVI No. 10 Pasekan Tabanan 82114 Kupon TTS No.681 PERMAKLUMAN DALAM upaya perbaikan secara terus menerus di bidang redaksional Bali Post, beberapa perubahan te- lah dilaksanakan. Rubrik "Anak-anak" dan "Remaja" (termasuk pemuatan keanggotaan Sanggar Pos Rema- ja) yang selama ini dimuat di halaman 6 dan 7 Bali Post Minggu, mulai Minggu (4/10) ini dipindah ke tabloid Wiyata Mandala. Bagi pembaca setia kedua rubrik ini, silakan baca Wiyata Mandala mulai edisi No.131 yang terbit 8 Oktober 1998. Demikian agar pembaca maklum adanya. Redaksi Color Rendition Chart
