Tipe: Koran
Tanggal: 2013-04-02
Halaman: 15
Konten
-a, 2 April 2013 (21 Jumadil Awal 1434 H) 2 LUBUK SIKAVING 000.000,- Indra Wediana, Direktur Kepatuhan Yohannes gaan sebagai cabang yang memiliki kinerja di Asmi asyik berbincang. Color Rendition Chart Selasa, 2 April 2013 (21 Jumadil Awal 1434 H) TAJUK - Saatnya Meningkatkan Pelayanan Publik GUNA memotivasi pemerintah daerah dalam hal pelayanan kepada masyarakat, pemerintah pusat memberikan penghargaan kepada setiap provinsi yang menyuguhkan pelayanan publik paling baik di Indonesia. Untuk ini, Provinsi Jawa Timur menempati peringkat pertama, diikuti Provinsi Jawa Tengah. Sementara itu Provinsi Sumatra Barat tidak masuk dalam sepuluh besar. Untuk Sumatra hanya Lampung yang masuk dalam sepuluh besar dalam pelayanan publik. Sedangkan provinsi di luar Jawa yang masuk 10 besar selain Lampung terdapat Kalimantan Timur, Bali dan Sulawesi Utara. Dengan perolehan tersebut, akan muncul pertanyaan pada kita, sudah sejauh mana pelayanan publik di Sumatra Barat. Atau kesimpulannya, ternyata Sumbar belum baik dalam penerapan pelayanan publik. Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi, Azwar Abubakar, pemeringkatan kinerja pelayanan publik untuk provinsi tersebut adalah pertama kali dilakukan. Itu artinya, provinsi yang mendapatkan peringkat terbaik tersebut benar-benar telah menjalankan fungsinya sebagai pelayan publik, bukan lantaran berharap penghargaan. Kalau ke depan, kita yakin penerapan pelayanan publik akan dimotivaşi oleh keinginan mendapatkan penghargaan. Lalu, apa dasar atau kriteria dalam memperoleh penilaian dimaksud? Menteri Azwar Abubakar menye- butkan, penilaian dilakukan terhadap dua indikator, yakni implementasi UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, dan indikator kinerja penunjang hasil kerja. Kedua indikator tersebut mempunyai bobot 60 persen. Sedangkan kinerja dari 5 unit pelayanan publik diberi bobot 40 persen. Kelima unit pelayanan itu meliputi rumah sakit umum daerah, pelayanan terpadu satu pintu, pelayanan informasi, unit pelayanan pilihan I dan unit pelayanan pilihan II. Dari hasil evaluasi, Jawa Timur mendapat nilai A untuk UPT pelayanan perizinan terpadu (P2T), Dinas Komunikasi dan Informatika mendapat nilai C, Nilai A untuk Dinas Koperasi dan UMKM, dan Nilai B untuk Samsat. Berkaca pada kriteria tersebut, khusus Sumbar mari kita lihat satu segi saja, yakni pelayanan pada rumah sakit. Di sejumlah rumah sakit milik pemerintah kita sering mendengar keluhan masyarakat. Bahkan, surat kabar ini berkali-kali memberitakan keluhan-keluhan dimaksud. Walau setiap pemberitaan selalu dibantah oleh pihak rumah sakit, namun yang pasti masyarakat umum merasakan betul, bahwa ada ketidaknyamanan saat berada di rumah sakit. Mulai dari kecepatan pelayanan sampai kepada servis orang perorang. Ini baru satu bidang. Masih banyak lagi bidang lain yang di Sumbar belum memenuhi tingkat kepuasan masyarakat. Umpamanya dalam pengurusan berbagai dokumen di Kantor Catatan Sipil, di Kantor Samsat atau pelayanan PDAM dan lain-lain. Oleh karena itu, bercermin dari penilaian pelayanan publik yang telah dirilis Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi tersebut, maka sudah saatnya Su matra Barat berbenah. Seluruh kabupaten/kota hendaklah benar-benar berfungsi sebagai pelayan masyarakat. Semoga dengan cara itu, masyarakat akan benar-benar merasa nyaman dalam berurusan. Semoga! ( KOLOM HARRIS EFFENDI THAHAR Sadis Ada berita baik, ada berita buruk. Hampir setiap hari berita buruk disiarkan media massa yang membuat hati kita tertusuk. Sebutlah berita tentang orang tua yang memerkosa anak kandung sendiri, suami membunuh istri, perampokan bersenjata, pembunuhan empat orang tahanan kepolisian dengan senjata laras panjang, penyerangan dan pembakaran kantor polisi di OKU, dan banyak lagi. Berita sadis yang disiarkan tiap hari membuat rasa kemanusian kita teriris semakin dalam. Awak media mengatakan, bad news is good news. Berita buruk justru merupakan berita bagus (untuk disiarkan). Akan tetapi, dampaknya terhadap masyarakat belum tentu baik. Malah pelaku kekerasan seperti perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan yang diiringi mutilasi semakin sering terjadi karena belajar dari berita-berita sadis yang telah disiarkan media. Demikian juga halnya, modus-modus penyeludupan narkoba terjadi dari hasil belajar melalui modus-modus yang juga telah disiarkan media. Peristiwa-peristiwa sadis itu di negeri kita kini tampaknya berulang-ulang dan frekuensinya semakin tinggi. Boleh dikatakan setiap hari ada berita buruk. Awak media seperti memakan buah simalakama. Tidak disiarkan, padahal berita "bagus", kalau disiarkan, padahal berita buruk seburuk- buruknya. Apakah semua peristiwa yang memilukan hati itu disebabkan karena telah terjadi kekacauan (disoriented) budaya yang menghinggapi sebagian warga bangsa ini? Para pelaku sadisme itu tampaknya tidak lagi memiliki pegangan hidup. Ajaran agama maupun ajaran moral sepertinya tidak melekat pada diri pelaku sadisme, kalau pun pernah belajar, hanya sekadar tahu secara kognitif, tidak sampai menjadi sikap. Perilaku buruk memang tidak diajarkan, melainkan ditularkan. Dengan apa ditularkan? Ya, melalui contoh-contoh. Sementara contoh-contoh perilaku baik sekarang sudah amat jarang, sudah langka. Siapa yang mau dicontoh? Contoh-contoh di tengah masyarakat buruk semua. Tidak usahlah disebut satu persatu. Ada tiga institusi yang membentuk kepribadian manusia, pertama adalah rumah tangga, yakni tempat pertama kali manusia menerima pendidikan dari orangtuanya. Kedua: sekolah, tempat diselenggarakannya pendidikan formal, dan yang ketiga: lingkungan masyarakat. Jika kita tanyakan kepada semua kepala keluarga apakah mereka telah mendidik anak-anaknya dengan benar, maka jawabanya pasti, ya. Begitu juga kalau ditanyakan kepada sekolah, apakah sudah dilakukan pendidikan yang benar? Maka jawabnya pasti, sudah benar! Lalu, kita sepakat menyalahkan lingkungan masyarakat? Itu terlalu egois! Salah satu fenomena kebudayaan kita adalah polisi tidur yang ada di mana-mana. Menurut Jamal D. Rahman, seorang sastrawan, polisi tidur adalah bertemunya dua hal perilaku negatif yang saling bertemu. Yang satu berupa sikap tidak peduli orang lain, yang lainnya sikap mengambil jalan pintas (yang juga tidak peduli). Keduanya saling mengancam, saling tak peduli. Jelas bahwa hal itu tersebab karena tidak berfungsinya rambu-rambu lalu lintas karena tak pernah ditegakkan hukumnya. Hal ini merefleksikan masyarakat yang putus asa. Begitu pula salah satu dampak otonomi daerah adalah berkuasanya bupati atau walikota terhadap segala hal, termasuk terhadap kebijakan terhadap peningkatan mutu pendidikan. Untuk menggenjot nilai UN siswa di suatu kabupaten/kota, sang penguasa memerintahkan guru-guru agar memberikan jawaban soal-soal ujian melalui sms, sebagai jalan pintas. Itulah "kebijakan" penguasa kabupaten atau kota yang sangat tidak pantas untuk ditiru. Cikal bakal sadis juga berangkat dari tradisi jalan pintas di suatu rumah tangga. Misalnya, sebuah mobil mewah berhenti di samping rumah saya untuk melemparkan buntelan sampah yang sengaja dibuangnya di tanah kosong itu pagi-pagi sekali. Salah seorang dari kedua anaknya yang pagi itu akan diantar ke sekolah sebelum kedua orangtuanya masuk kerja bertanya, "Mengapa kita buang sampah di dekat rumah orang? Mengapa tidak di tempat penampungan sampah?" "Nanti kamu telat, jangan cerewet!" Padahal, di sekolah anak-anak itu diajarkan kebersihan dan sikap bertoleransi agar tidak mengirim limbah dan penyakit ke lingkungan orang lain. Sementara, kedua orangtuanya tidak memberikan contoh yang sinkron dengan apa yang dipelajarinya di sekolah, justru sebaliknya. Sadisme adalah puncak kekerasan yang dilakukan oleh manusia berhati setan. Akar sadisme itu tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat yang hedonistis, masyarakat yang berorientasi pada kesenangan diri sendiri meskipun harus mengorbankan orang lain. Sadisme tumbuh subur di tengah masyarakat yang menganggap uang, status, popularitas, dan jabatan adalah segala-galanya. Virus hedonisme begitu gampang berkembang di tengah masyarakat yang sedang dilanda era industrialisasi, di mana ilmu-ilmu humaniora dianggap tidak penting. Sadisme lahir dari masyarakat yang menghalalkan segala cara demi mengejar status yang dianggap sangat penting. Sementara, untuk mengejar status yang dianggap tujuan hidup itu tak kunjung tersua. Halal-haram, surga-neraka, dan baik-buruk, tidak lagi menjadi pertimbangan akal sehat. Resa putus asa menyebabkan manusia dapat berbuat apa saja, termasuk perbuatan sadis. (*) SINGGALANG-A-9 OPINI Perguruan Tinggi dan Air Mata si Miskin HENDRI NOVA Pemerhati Pendidikan dakadaan biaya anak-anak Belitong. Jelang tahun ajaran baru medio Juni sampai Agustus setiap tahun, di Koran Harian Singgalang Padang silih berganti didatangi anak-anak miskin. Mereka datang ber- bekal air mata, membawa cita-cita yang terkendala biaya. Kalau dirunut satu per satu, masalah ini bisa ditemui di 33 provinsi di Indonesia. Pendidikan jadi mengesan- kan diri hanya untuk mereka yang beruang saja. Semen- tara yang miskin, kalau ingin ke Perguruan Tinggi juga berusaha mencari biaya, sehingga terpenuhi semua persyaratan. kan beasiswa sebanyak 20 ribu beasiswa kuliah bagi lu- lusan SMA sederajat, diberi- kan kepada calon mahasiswa dari keluarga ekonomi ku- rang mampu, tetapi berpres- tasi. Mereka bisa memilih kuliah di semua PTN, baik program diploma maupun sarjana. (Tempo Interaktif Rabu, 19 Januari 2011). karena mereka miskin dan berprestasi. Karena jika me- mang beasiswa itu dipe- runtukkan bagi mahasiswa fakir-miskin, tentu tidak melihat apakah dia berpres- tasi atau tidak, akan tetapi hanya memberi syarat mini- mal dari sisi kemampuan berfikir, dia layak kuliah atau tidak. dari SDA saja sudah sangat berlimpah. Sayangnya, keka- yaan alam sebesar itu, belum sepenuhnya bisa dinikmati bangsa Indonesia. Mereka jadi pengemis di negeri me- reka sendiri, atau harus terhina jadi pembantu di negara lain. Pembiayaan Pendidikan Gratís/ Bebas Biaya di Indo- nesia Ke depannya, diharapkan pemerintah tidak hanya mau membiayai anak-anak miskin yang berprestasi, tapi juga anak-anak miskin yang me- miliki tekad untuk meraih pendidikan tinggi. Jika biaya kuliah mereka terjamin, tidak tertutup kemungkinan me- reka pun bisa berprestasi. Koran Harian Singgalang kemudian mempublikasikan kisah anak-anak berotak cerdas terkendala biaya itu pada halaman utama. Alham- dulillah sehari atau beberapa hari kemudian mereka tersenyum bahagia, karena Koran Harian Singgalang berhasil menemukan dona- tur untuk membiayai biaya sekolah mereka. Berita keba- hagian itu pun diberitakan keesokan harinya. Dunia pendidikan juga telah mengkastakan cita-cita anak didik. Khusus orang miskin, mungkin tidak usah bermimpi bisa kuliah di Far- masi, Kedokteran, dan jurus- an mahal lainnya. Mereka lebih diarahkan ke jurusan sosial ataupun eksak yang tidak membutuhkan praktek banyak. Si miskin secara terang-terangan dibuat tak berdaya menatap masa de- pannya, karena masalah biaya. Mahal nya biaya pen- didikan membuat mereka harus menerima keterba- tasan yang dimiliki. Lalu benarkah kuota mini- mal 20% mahasiswa dari golongan fakir-miskin dan beasiswa yang diberikan, mampu menyulap maha- siswa miskin bisa kuliah? Tentu saja tidak, karena: Pertama, Sudah menjadi ra- hasia umum bahwa mereka yang memilih bekerja setelah lulus SMU atau tidak melan jutkan kuliah adalah mereka dari golongan kurang mam- pu. Karenanya wajar kalau angka partisipasi kuliah sa- ngat rendah yaitu 18,4%. Sebenarnya Indonesia bi- sa menyelenggarakan pen- didikan bebas biaya alias gratis, karena sumber daya alam Indonesia yang kaya raya. Dari hasil tambang emas saja rata-rata produksi pertahun 126,60 ton. Jika harga satu gram emas Rp 200.000, maka pendapatan Negara dari emas saja sudah 253,2 trilyun pertahun. Pokoknya, selagi anak- anak miskin bertekad kuat meraih sarjana, pemerintah wajib membantunya. Ja- minan inilah yang akan mem buat anak-anak miskin tidak berpikir jadi TKI, begitu tamat bangku SLTA. Dengan demikian kuota 20% bagi mahasiswa miskin, sangat jauh dari angka ideal. Kenapa demikian, karena 20% yang dimaksud dalam undang-undang, bukan 20% dari jumlah seluruh maha- siswa di Perguruan Tinggi. Akan tetapi hanyalah 20% dari PTN dan PTN Khusus. Saya yang membaca kisah anak-anak miskin itu selalu terharu dan mendoakan me- reka menemukan donatur- nya. Alhamdulillah, hampir semua anak yang mengadu ke Koran Harian Singgalang berakhir bahagia. Jasa koran ini benar-benar luar biasa untuk mereka yang papa (miskin). Menurut S. Damanhuri dari sektor kelautan saja dihasilkan US$ 82 milyar. Jika 1 US$ = Rp.10.000, maka hasilnya Rp 820 trilyun [5].(lebih banyak dari APBN Indonesia 2010 Rp. 699.7 trilyun dan APBN 2011 Rp 1.229,5 trilyun Jika kita mau membuka mata, sangat banyak anak- anak miskin yang tidak me- miliki cita-cita. Bagi mereka, memiliki cita-cita adalah sebuah penyiksaan diri. Masih Banyak Siswa Tak Bisa Kuliah Berdasarkan data total mahasiswa di Indonesia se- perti dirilis Dra. Rahma Qo- mariyah, M.Pd.I di syahidah. web.id yaitu 4.657.483 jiwa pada 2009. Padahal jumlah penduduk Indonesia pada usia kuliah yaitu 19 - 24 tahun mencapai 25.644.690 orang. Saat mereka ditanya apa cita-citanya, mereka ada yang terpana, tersenyum kecut, dan pada akhirnya mengatakan tak punya cita- cita. Hal itu sangat kontras sekali dengan anak-anak dari keluarga berada, yang ingin jadi profesor, insinyur, dokter, dan lain sebagainya. Kedua, seandainya 4,8 juta atau 100% mahasiswa mendapat beasiswa, itu saja baru 18,4% dari angka par- tisipasi kuliah. Artinya dari jumlah penduduk usia kuliah yaitu 19-24 tahun, hanya 18,4% penduduk Indonesia yang mendapat kesempatan kuliah. Fenomena ini terus beru- lang di setiap tahun dan begitu lagi mungkin di tahun- tahun mendatang, jika kebi- jakan pemerintah tak juga berubah. Nahasnya, anak- anak miskin yang tidak tahu keberadaan Koran Harian Singgalang, banyak yang harus mengubur keinginan- nya untuk kuliah di Pergu- ruan Tinggi. Dengan demikian hanya 18% usia kuliah yang bisa duduk di perguruan tinggi. Sekarang jumlah total maha- siswa naik, walaupun tidak banyak yaitu 4,8 juta orang. Karenanya APK(angka par- tisipasi kasar) juga naik menjadi 18,4 persen (www. globalmuslim.web.id). Sementara menurut US Geological Surve's, Sumber Daya Alam Nusantara juga sangat besar. Antaranya mi- nyak bumi US$ 1.008.397. 200.000, gas bumi US$ 329. 980.000.000.000, batu bara US$ 7.644.000.000.000, emas primer US$ 6.646. 612.858.000.000, bauksit US$ 7.481.628.300.000, ni- kel US$ 3.521.700.000.000, perak US$ 2.722.552.000, tembaga US$ 48.800.000. 000, emas Aluvial US$ 4.435. 345.930.650.000, dan ura- nium US$ 5.449.312.000. Hal itu didorong oleh or- ang tua mereka yang selalu memberikan arahan. Di sisi lain, orang tua anak-anak miskin, tidak memberikan hal serupa, karena mereka merasa Perguruan Tinggi bukan makanan mereka. Karenanya jika beasiswa hanya diberikan kepada 20 ribu mahasiswa miskin ber- prestasi tiap tahun. Ini masih sangat jauh dari layanan pendidikan yang seharusnya dilakukan negara untuk selu- ruh rakyatnya. Mereka berpatah arang demi melihat keadaan orang tua dan lebih memilih men- jadi TKI atau melanjutkan profesi ayah ibunya. Ijazah mereka yang walau juara umum di sekolah sekalipun, harus disimpan sebagai ja- minan di penyalur jasa TKI ke luar negeri. Untuk meningkatkan ang- ka partisipasi kuliah, maka pemerintah menetapkan PTN dan PTN Khusus harus mene- rima minimal 20% maha- siswa dari golongan fakir- miskin, tapi mempunyai otak cemerlang. Disamping itu pemerintah juga mengelon- torkan beasiswa. Daripada memberikan anak-anaknya harapan yang hanya akan mengundang hadirnya air mata, baiknya anaknya tak punya cita-cita. Satu hal yang penting bagi mereka, anak-anaknya lekas bekerja begitu tamat SLTA. Sedangkan dari budidaya laut US$ 46.700.000.000, perairan umum US$ 1.100. 000.000, biotek laut US$ 4.000.000.000, kehutanan US$ 7.000.000.000, perikan an tangkap US$ 15,100.000. 000, TOTAL US$11.431.725. 386.014.000 atau RP 106. 315.046.089.930.000.000,- Ketiga, di negeri ini orang miskin tetap susah kuliah, kalau tidak dikatakan mus- tahil. Bagaimana tidak, biaya kuliah mahal. Ada beasiswa bukan untuk mahasiswa yang menyandang predikat miskin saja, tetapi miskin yang berprestasi. Tentu tidak hanya di Su- matra Barat saja terdapat anak-anak miskin yang ter- kendala biaya. Novel Laskar Pelangi, juga telah menceri- takan kemiskinan dan keti- Pada Januari 2010 peme- rintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Na- sional Depdiknas menyalur- Butuh usaha keras peme- rintah, dengan menginstruk- sikan para guru untuk mem- berikan semangat anak di- diknya. Buatlah mereka pu- nya cita-cita dan berilah kesempatan untuk mengecap pendidikan di PT tanpa harus menguras air mata. (*) Dengan demikian jika pe- merintah mempunyai 'politi- cal will' untuk menyeleng- garakan pendidikan bebas biaya, itu bisa, karena me- mang sumber pembiayaan Dengan kata lain mereka diberi beasiswa, bukan kare- na tidak punya biaya kuliah alias miskin saja, akan tetapi Kurikulum 2013 dan Harapan Guru RANGGA SUDARMA kurikulum harus mencakup empat hal. Mahasiswa Pascasarjana UNP mengembangkan, perbaikan, dan bahkan mengganti kurikulum sekali- pun masih belum memperlihatkan hasil yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan. bangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan semata, tetapi harus juga memperhatikan faktor proses pendidikan. Dunia pendidikan di Indonesia memang tidak pernah lepas dari dinamika perubahan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mening katkan mutu pendidikan di sekolah antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum pendi- dikan. tember 2007. Hal 26) mengung- kapkan dua faktor penting yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang berhasil karena strategi pembangunan pendidikan lebih bersifat input-oriented dan penge- lolaan pendidikan bersifat macro- oriented. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kan- dungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Hal itu diindikasikan dengan nilai hasil evaluasi belajar untuk berbagai bidang studi pada jenjang SD, SMP dan SMA yang cenderung tidak menunjukkan peningkatan yang berarti bahkan dapat dikategorikan konstan dari tahun ke tahun (baca Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 3, Nomor 1, September 2007) Ketiga, pelaksanaan pembe- lajaran (proses, termasuk meto- dologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses) supaya ketiga kompetensi yang diinginkan ter- bentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, pro- ses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana. Dalam upaya menciptakan sis- tem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, dinamika perubahan kurikulum harusnya tetap berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang yang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pem- rosesan dapat diminimalkan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan. Disamping itu, mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman peserta didik, tentunya harus mampu menyediakan layanan pendidikan yang beragam dan kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Strategi input-oriented, apabila semua input pendidikan telah terpe- nuhi seperti penyediaan buku-paket dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru, dan tenaga pendidikan maka secara otomatis sekoah dapat mengha- silkan output yang bermutu seba- gaimana yang diharapkan. Beberapa fakta pun menun- jukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia cukup jauh tertinggal dari negara maju lainnya. Data International Labour Organi- zation (ILO) 2009 menempatkan Indonesia berada di posisi 83 dari 124 negara. Sedangkan strategi pengelolaan yang macro-oriented berarti, penge- lolaan pendidikan diatur terlalu dominan oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akhirnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak berjalan seba- gaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Bahkan, International Manage- ment Development (IMD) posisi Indonesia masih di atas Filipina yang menempati posisi 35 dari 57 negara di kawasan Asia. Pro-kontra rencana perubahan kurikulum tidak lagi dianggap menja- di sebuah perbedaan cara pandang terha suatu konsep berubahan. Karena upaya yang telah dilakukan pemerintah selama ini, dengan Disampaikan Muhammad Nuh pada Opini Kompas dengan judul Kurikulum 2013 (8/3), dalam teori manajemen, sebagai sistem peren- canaan pembelajaran yang baik, Sekarang, semua harapan ter- tumpu pada implementasi Kuri- kulum 2013. Dengan persiapan yang sudah sangat matang, mulai dari perumusan kurikulum (perubahan empat Permendiknas), pengintegra- sian nilai karakter ke dalam setiap mata pelajaran, buku ajar untuk guru, dan buku ajar untuk siswa. Diharapkan hadir dan dilaksanakan secara mantap dan efektif di tingkat mikro (sekolah). (*) Sutriso (dalam Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 3, Nomor 1, Sep- Dari kenyataan di atas semakin menyadarkan kita bahwa pem- Ucapannya diputus oleh Bundo Kanduang. "Tuan merasa tidak sepadan duduk di samping seorang raja, itu maksud tuan?" SAKAI amat cantik. Siapa yang mampu menolak? Dituruti dia akan masuk perangkap. "Kilek camin lah ka muko, kilek baliuang lah kaki" kata orang darat. Dia tahu benar, pagi tadi saat berpindah dari kapal Datuk Laksamana ke Si Binuang, Bundo Kanduang pasti melihat betapa Putri Kaca Mayang memeluk Sakai. Sakai sudah terbiasa menghadapi keadaan sulit seperti itu. Dia hanya menarik nafas sesaat, kemudian: Nah, dikira Bundo Kanduang kedua anak muda itu saling berpelukan. Ratu itu tak tahu bahwa yang memeluk hanya Putri Kaca Mayang. Sementara Sakai hanya tertegak dengan amat kikuk. Kini raja Bukit Batu Patah itu sebenarnya ingin mendekatkan duduk kedua anak muda itu. Itulah arah ajakan Bundo Kanduang yang difahami Sakai. Padahal belum tentu begitu. "Ampun hamba tuanku. Tidak sepadan bukan karena hamba lebih tinggi. Justru sebaliknya. Bundo Kanduang adalah ratu dari sebuah kerajaan yang pengaruhnya jauh menyeberangi lautan, sampai ke semenanjung Malaya. Di sebelahnya adalah putri Raja Gasib, Tuanku Kaca Mayang. Adakah pantas hamba duduk di antara keduanya?" Makmur Hendrik 176 Tidak dituruti, yang meminta adalah seorang ratu dari kerajaan yang amat dikenal lagi "Ampun beribu ampun Bundo Kanduang. Digantung hamba tinggi, dibuang hamba jauh. Bukan hamba menolak titah Bundo Kanduang, Bundo Kanduang kembali memutus. "Duduklah kemari dulu. Nanti Denai perjelas duduk persoalannya. Oh ya, Adinda Puteri Kaca Mayang apakah keberatan kalau Adinda Sakai duduk diantara kita?" ■Bersambung namun..." Puteri Kaca.. SINGGALANG Pemimpin Umum: H. Basril Djabar Wakil Pemimpin Umum: H. Darlis Syofyan, H. ME Djabar, Robby Irwanto Penasehat Hukum: H. Amiruddin, SH Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Khairul Jasmi Pemimpin Perusahaan: Hj. Rilianty Dewan Redaksi: H. Basril Djabar, H. Darlis Syofyan, Khairul Jasmi, Widya Navies, Sawir Pribadi Redaktur Pelaksana: Widya Navies, Sawir Pribadi Asisten Redaktur Pelaksana: Edwardi, Korlip: Gusnaldi Saman, Soesilo Abadi Piliang Koordinator Mingguan: A.R. Rizal Redaktur: Syafrizal, Hartono, Metrizal, Adi Hazwar, Lenggogeni, Eriandi, Effendi, Yuniar, Sidang Redaksi: Khairul Jasmi, Widya Navies, Sawir Pribadi, Soesilo Abadi Piliang, Hartono, Syafrizal, Metrizal, A.R. Rizal, Lenggogeni, Eriandi, Edwardi, Gusnaldi Saman, Adi Hazwar Reporter Padang: Syawaldi, Guspayendri, Dede Amri, Hendri Nova, Bambang Sulistio, Reporter Jakarta: Eri Satria Dharma, Yusman Mahyuddin Fotografer: Muhammad Fitrah, Koordinator Daerah Pasaman: Ibnu Hayat, Pasaman Barat: Nefran, Tanah Datar: Musriadi Musanif (Korda), Bakhtiar Danau Bukittinggi: H. Chun Masido (Korda), Martiapri Yanti Padang Panjang: Jasriman (Korda), Ananda Utama Pesisir Selatan: Marlison (Korda), Alek Sander Hek, Sijunjung: Nasrul Rasyad (Korda) Kota Solok: Wannedi Saman (Korda) Kabupaten Solok: Rusmel Dt. Sati (Korda), Waitlem Sawahlunto: Armadison (Korda), Subandi Pariaman: Darmansyah (Korda), Indra Sakti, Tommy Syamsuar, Damanhuri, Agam: Mursyidi, Asril Gindo (Korda), Ahmad Sumardi Payakumbuh: Edward D.F (Korda), Jefri Ricardo Magno Limapuluh Kota: Muhammad Bayu Vesky (Korda) Solok Selatan: Hendrivon (Korda) Dharmasraya: Yasrizal (Korda) Sekretaris Redaksi: Putri Juita Pracetak: Atria Effendi Kabag Percetakan: Dasril. M Kabag Iklan: Rika Yosmeri Kabag Personalia: Lin Iriani Kabag Pemasaran Hj. Iva Tureyza Idroes (Daerah), Osmarwan (Padang) Kabag Keuangan, Akutansi dan Pajak: Dessi Yanti Kabag Umum: Jurnal Sekretaris Pemimpin Umum: Rosnelly Kepala Perwakilan Usaha Jakarta: Soeparto Har Alamat Redaksi/Perusahaan: Jl.Veteran No.17, Padang, 25116 Telepon: (0751) 25001, 36923, 38338, 37306 Faxs: (0751) 33572 e-mail: hariansinggalang @Yahoo.co.id Website: www.hariansinggalang.co.id Alamat Perwakilan Jakarta: Maya Indah Building, Jalan Kramat Raya No. 3-G, Senen, Jakarta, 10450 Telepon Iklan dan Sirkulasi: (021) 3904751, 3904752, 3903112, 3929631 Facs: (021) 3929630 Harga langganan: (termasuk Edisi Minggu): Rp90.000 Luar Kota Padang/ Luar Provinsi Sumatra Barat: tambah ongkos kirim Harga eceran: Rp.4000/eksemplar Tarif Iklan: Halaman satu Black and white @ Rp32.000/mmk Spot colour @ Rp60.000/mmk Full colour @ Rp72.000/mmk Halaman 2 s/d Halaman 28 black and white @ Rp16.000/mmk Spot colour @ Rp30.000/mmk Full colour @ Rp36.000/mmk Iklan keluarga @ Rp15.000/mmk Iklan mini: Tinggi maksimal 50 mm) @ Rp250.000/muat Iklan duka cita: Rp12.500/mmk Iklan Baris (Min. 3 baris Maks 5 baris) @ Rp 15.000/baris Dewan Perusahaan: H. Me Djabar (Ketua), Hj. Rosdiaty, H. Darlis Syofyan, H. Amiruddin, SH Supervisi Personalia: H. Amiruddin, SH. Pencetak: Unit Percetakan PT. Genta Singgalang Press (Padang) (Isi di luar tanggung jawab percetakan). Penerbit: PT Genta Singgalang Press (Anggota SPS) Izin: SK Menpen RI No.007/SK/MENPEN/SIUPP/A/1985, Tanggal 24 Oktober 1985. 4cm
