Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bernas
Tipe: Koran
Tanggal: 1992-01-12
Halaman: 02

Konten


Color Rendition Chart 2cm 2. MINGGU KLIWON, 12 JANUARI 1992 UTAMA Keluarkan Petani Buruh dari Pertanian "UNTUK bisa mengangkat harkat hidup petani di pedesaan, khususnya petani buruh atau penggarap, mereka harus dikeluarkan dari sektor pertanian," cetus Tadjuddin Noer Effendi, pakar tenaga kerja pada Pusat Penelitian Kependudukan UGM kepada Bernas, pekan lalu. Lho? Sebab menurut staf pengajar Fakultas Pasca Sarjana UGM yang berhasil meraih derajad Doktor Nopember tahun lalu, kalau sistem pertanian di Indonesia masih seperti sekarang mereka tak bisa hidup layak di sektor pertanian. Tadjuddin Noer Effendi Mereka, kata lelaki keturunan Jawa-Deli yang lahir 41 tahun lalu itu di Deli, harus dikeluarkan dari sektor pertanian dengan menciptakan peluang-peluang kerja yang non pertanian di pedesaan. Kalau mereka tetap bertahan pada pertanian di pedesaan, nasibnya tidak akan pernah berubah. Bagaimana bisa berubah, sejalan dengan semakin menyempitnya lahan persawahan ada kecenderungan secara psikologis, petani menjadi apatis menanam beras, sejalan dengan merosotnya nilai tukar beras. ros Kalaupun mereka menanam padi itu sekedar untuk bertahan hidup. Sementara bagi petani buruh, upah yang mereka terima juga cenderung rendah. "Hasil penelitian saya di Jatinom, Klaten menunjukkan bahwa golongan termiskin disana adalah mereka yang bekerja di sektor pertanian yang melulu mata pencahariannya berasal dari sektor pertanian," ujar Tadiuddin. Menurutnya, justru mereka yang bekerja di luar sektor pertanian yang mampu menghasilkan pendapatan yang cukup tinggi. Dari situ ia berkesimpulan bahwa bila mau menolong petani penggarap dan secara umum ingin membangun pedesaan, maka petani penggarap harus ditarik dari pertanian. Setelah itu menciptakan lapangan pekerjaan non pertanian di pedesaan. "Caranya, tentu saja pembangunan jangan terlalu banyak ke kota, industri-industri sebenarnya bisa disebar ke pedesaan. Tidak seperti sekarang, semua industri ngumpul di Jakarta dan Surabaya. Tetapi kalau orang datang ke sana dimarahi. Padahal hampir 75 persen uang Indonesia berputar di situ. Nah, kalau orang datang kesana ingin ikut mencicipi kueh pembangunan kan wajar tho,?," ujarnya serius. *** TENTANG kecenderungan masyarakat petani di pedesaan yang bersikap pasrah dengan nasib, kurang inisiatif, sebetulnya sikap pasrah warga desa tersebut bukan merupakan sikap mental mereka. Tetapi mereka menjadi begitu, karena sistem politik kita lah yang memaksa mereka bersikap pasrah, tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagai akibat sistem politik mengambang (floating mass) yang diterapkan pemerintah, tidak boleh begini, begitu, tidak boleh berpolitik. Akhirnya mereka menjadi apatis. Mau memberontak atau berbuat sesuatu yang menurut keyakinannya lebih menguntungkan tidak bisa, disebabkan posisi bargaining position mereka lemah sekali. Misalnya, para petani tahu bahwa TRI itu merugikan mereka, namun mereka tidak bisa menolak. Sikap apatis tersebut akan menghambat proses pembangunan, karena mereka menjadi tidak bisa menghayati proses pembangunan sesungguhnya. "Apatisnya satu dua orang saja tidak apa-apa. Lha kalau apatisnya 50 juta orang?," tanya Tadjuddin. Untuk itu sudah saatnya pemerintah meninjau kembali politik masa mengambang. Kedua, memberikan otonomi kepada tingkat kecamatan untuk membangun wilayah mereka sendiri. Sekarang kan seolah-olah yang bisa membangun masyarakat desa itu kan penguasa. Akhirnya Tadjuddin menyimpulkan, untuk memecahkan masalah tersebut perlu disadari lebih dulu, pembangunan itu bukan hanya milik penguasa, tetapi milik semua orang. Kalau yang akan dibangun itu masyarakat, maka masyarakat harus betul-betul terlibat dalam pembangunan itu secara keseluruhan. Artinya mereka boleh menyuarakan apa yang mereka anggap tidak menguntungkan dan apa yang mereka anggap benar. Saluran politik mereka harus dibuka, jangan ditutup. (ros) Bernas/dys Agio Sintawang dan tas serat sisal buatannya. Bisnis untuk Balas Jasa LATAR belakang seseorang menjalankan bisnis terkadang memang tidak semata-mata beralasan mendapat laba. Seperti Agio Sintawang misalnya. Diterjuninya bisnis tas serat sisal karena merasa berhutang budi pada sisal. "Sejak lahir saya sudah akrab dengan tali sisal. Orangtua saya pengusaha tali sisal. Sisal itu pula yang menghidupi dan membiayai sekolah saya," tutur Agio. Tali sisal memang tak populer lagi sekarang karena tergeser oleh plastik rafia. Bisnis tali sisal tak lagi menguntungkan. Tetapi rupanya Agio tak rela sisal begitu saja dilupakan orang. Demikian juga ia tak rela hubungan antara orangtuanya dengan para pemasok serat sisal, yakni para petani di sepanjang Pegu- nungan Menoreh, terputus begitu saja. Akhirnya timbul gagasan untuk membuat tas sisal ketika dilihatnya banyak orang Indonesia maupun wisatawan manca- negara yang membawa tas sisal buatan Filipina. "Hubungan keluarga saya dengan para petani dan perajin tali sisal di Pegu- nungan Menoreh bisa tetap jalan hingga sekarang. Saya tak pernah kekurangan bahan baku, karena saya satu-satunya penerima. Mereka tak akan membuat tali sisal jika saya tidak terjun ke bisnis ini," tutur Agio. Meski para petani itu berpenghasilan pokok dari usaha tani, tetapi membuat tali sisal merupakan pekerjaan sampingan yang cukup menghasilkan. "Saya harus membalas jasa kepada orang- orang yang dulu juga berjasa kepada saya," lanjutnya. AGIO Sintawang dilahirkan di Jakarta 36 tahun yang lalu dengan nama asli Liem Jing Chiao. Agio bukan nama komersial. melainkan nama panggilannya sejak kecil. "Nama asli saya sulit dieja oleh lidah Indonesia," katanya Kalau kemudian dia lebih suka menyantumkan nama "Sinta- wang" di belakang nama panggilannya, itu hanya supaya orang lebih mudah mengingat. Sintawang adalah nama restoran yang dibangun oleh orangtuanya ketika mereka bangkrut dalam bisnis tali sisal. Sekarang Agio pula yang ikut melola restoran itu. Jika dibandingkan dengan bisnis restoran, bisnis tali sisal bukan apa-apanya. Bahkan boleh dibilang bukan bisnis karena 80 persen adalah kerja sosial. "Kalau ayah saya masih hidup, pasti dia justru akan marah-marah saya terjun lagi ke tali sisal. Percuma hanya buang-buang duit," ujar anak ketiga dari lima bersaudara ini. Tapi dasar hobi, Agio tak pernah mundur menekuni dan mengutak-katik sisal. "Saya ini paling hobi mengutak-katik dan membuat sesuatu yang baru, yang belum ada di pasaran," kata lulusan program extension IKIP Sanata Dharma yang lebih suka berwiraswasta ini. Kecuali itu, Agio juga punya hobi melancong ke daerah-daerah pusat industri di seluruh Indonesia. "Dari sanalah saya banyak mendapat masukan dan akhirnya melahir- kan ide-ide baru," kata bujangan yang mengaku pintar mema- sak tapi belum becus cari istri. KERANJINGANNYA terhadap produk kerajinan membuatnya dekat dengan para seniman perajin. Dari perajin kulit sampai keramik. Dengan mereka pula saat ini Agio banyak berkerjasa- ma dalam menghasilkan tas-tas sisal dengan berbagai kombina- si Agio mengakui, sebenarnya prospek bisnis tas sisal sangat bagus karena tak banyak negara di dunia yang memproduksi- nya. (ans) BERNAS Mereka Akhirnya Lari dari Desa Melongok Pelani di Atbra Gedung Belbon "Di samping air di sini melim- SEIRING dengan pesatnya Bapak dari tiga anak ini me- laju pertumbuhan penduduk ngaku, menanam padi dengan pah, tanpa menggunakan pu- dan pembangunan di daerah lahan seluas 0,5 ha hanya se- puk atau obat-obatan ternyata perkotaan, kian terasa semakin batas ibunya nanti meninggal hasilnya tidak jauh berbeda. menyusutnya lahan pertanian dunia. Mengingat pada akhirnya Bahkan, saya kira hasilnya lebih yang ada di perkotaan. Namun tanah tersebut nantinya akan baik. Dan, selama ini saya juga demikian, di tengah-tengah dijual. Dimaksud agar adil saat tak pernah menerapkan pola ta- derasnya perkembangan pem- pembagian warisan nanti, yang nam, seperti padi-palawija-padi. bangunan di daerah perkotaan, ahli warisnya sebanyak tujuh Jadi, menanam padi di sini tak orang, termasuk Soeronto. ada patokannya. Berlainan ternyata tidak sedikit yang ma- sih mencoba bertahan mena- dengan di desa, terlalu banyak nam padi di wilayah perkotaan. peraturannya," tutur Soeronto. Mereka ini adalah petani penggarap yang masih berupa- ya untuk bertahan hidup de- kerja di menjadi pegawai negeri tuanya, juga terdapat lahan ngan menekuni pekerjaan tradi- dan berada di luar Yogya. Ada sawah milik bibinya. "Lahan sional itu, bertani. Satu sektor yang bekerja di Jakarta, Sema- milik bibi saya itu seluas 500 penghidupan yang kian rapuh m2. Sudah dua tahun tak dita- dan hampir runtuh. Para petani nami. Karena akan dijual de- tersebut, nampak begitu ringkih ngan tarip Rp 50 ribu per meter di sela-sela gedung-gedung persegi." katanya. beton yang megah. "Karena tanah ini masih nga- nggur, untuk sementara saya tanami padi. Sebab, enam sau- dara saya semuanya sudah be- Kemudian ia menunjukkan, tidak jauh dari lahan orang rang, Flores dan Lampung Te- ngah. Namun, bila ibu kami meninggal, tanah ini akan dijual dan dibagi rata," tutur Soeronto, "Tanah milik Bude saya selu- Menurut Soeronto, selama Makin menyusutnya lahan nguri-uri tanah turun temurun as 6000 m2 juga sudah diko- pertanian di daerah perkotaan yang kini masih milik orang songkan. Katanya akan dijual seperti di Yogyakarta telah se- tuanya untuk ditanami padi itu, dengan tarip Rp 100 ribu per makin mendesak lahan hidup sebagian besar digarap oleh meter persegi. Sekarang belum para petani penggarap yang kepada orang lain. "Yang saya laku. Pernah akan dibeli untuk jumlahnya cukup besar. Penga- kerjakan sendiri, paling hanya gedung Sarjana Wiyata Taman- matan Bernas di Kanoman, dua patok (sekitar 2000 m2), siswa, tapi tak jadi," tambah Banguntapan, Bantul, menun- Katanya Soeronto yang menga- Soeronto. jukkan hampir semua petani ku lebih senang jadi petani Berbeda dengan Soeronto, yang mengerjakan lahan di ketimbang pegawai negeri. petani kota lainnya Ny Barjo wilayah perbatasan dengan Untuk menggarap lahan (34), asal Miliran. Kelurahan Kotamadya Yogyakarta, menga- sawahnya yang setengah hektar Muja Muju. Kecamatan Umbul- ku sebagai petani penggarap. itu Soeronto harus mengeluar- harjo, Kodya Yogyakarta meng- "Saya ini hanya petani naluri. kan ongkos sehari Rp 3.500 Artinya, pekerjaan kami itu me ditambah makan dan minum warisi secara turun temurun dari untuk buruh yang membajak. nenek moyang. Hanya saja, Untuk biaya tanam, dikerjakan saya tidak mewarisi lahan dari tujuh orang dengan perhitung- leluhur karena telah habis di- an Rp 1.400 per orang. Tenaga bagi-bagi," ujar Prawirorejo (52), pembersih rumput dan pencan- petani penggarap yang tanah gkul masing-masing Rp 100 dan garapannya milik beberapa Rp 750 per orang. pamong Dusun Banguntapan garap lahan warisan orang tua- nya seluas 2.600 m2 dengan ditanami padi untuk menyam- bung hidup dan menyekolah- kan anaknya. itu. ARENA rendahnya ni- lai tukar beras, ke-- mampuan petani un- tuk memberikan upah para petani pengga- rap. Akibat rendahnya memaksa mereka yang semula hidup sebagai buruh tani, berupaya mencari pekerja- an di luar sektor pertanian ke kota. Mereka akan kembali ke desa pada musim tanam atau panen tiba. Tidak mengherankan bila kemudian menghasilkan feno- mena orang desa berbondong- bondong ke kota mengadu nasib. Ada yang menjadi buruh bangunan, tukang becak, peda- gang keliling. Fenomena terse- but menurut pakar kependu- dukan dari Pusat Penelitian Kependudukan (PPK) UGM Dr Masri Singarimbun merupakan gejala umum didalam proses modernisasi. Pelan-pelan tetapi pasti pen- duduk yang tinggal di perko- taan terus bertambah sebagai akibat mengalimya tenaga kerja pedesaan. "Penelitian saya di Sriharjo, Kecamatan Imogiri. Bantul menunjukkan, kemajuan di desa itu berkaitan dengan banyaknya orang ke luar desa bekerja dengan cara nglaju," ujar Dr Masri Singarimbun kepa- da Bernas, Rabu pekan lalu. "Coba kalau mereka tetap tinggal di desa dan tidak mau bekerja, begitu juga dengan orang Gunungkidul tetap tinggal di Gunungkidul, mungkin kea- daan masyarakat di Gunungki- dul tidak sebaik seperti seka- rang ini. Jadi masyarakat desa seharusnya berterima kasih kepada sebagian warganya yang mau bekerja meninggalkan desanya," tambah staf pengajar Fakultas Sastra UGM jurusan Antropologi itu. Karena yang menguntungkan dari dari sektor tenaga kerja dari desa yang lari ke kota, mereka mengirimkan uang ke tempat asalnya, seperti masyarakat Gunungkidul. Begitu juga de- ngan banyaknya tenaga kerja dari Bantul yang mengalir ke kota dengan bersepeda meme- nuhi jalan setiap pagi dan sore. Bila dilihat dari segi positif ne- gatifnya, lebih banyak positif- nya. Namun pendapat tersebut. dibantah oleh rekan sejawatnya, Tadjuddin Noer Effendi, penga- mat tenaga kerja juga dari PPK UGM. Tadjuddin menilai, bila dilihat dari strategi orang desa untuk kelangsungan hidupnya akibat tekanan ekonomi di desa memang menguntungkan. "Tetapi dampaknya secara nasional merugikan proses pembangunan secara keseluruh- an," tegas Tadjuddin. Staf pengajar Fakultas pasca Sarjana UGM ini selanjutnya Mestinya orang Indonesia lebih bangga, karena ternyata ada orang kita yang berhasil membuat tas dari bahan yang sama. Bahkan dengan berbagai bentuk yang lebih bervariasi. Namun ternyata, tas sisal yang saat ini sudah berhasil dipro- duksi oleh Agio Sintawang, le bih banyak dikonsumsi orang asing. Dari total produksi, 90 persen diekspor, 10 persen dipasarkan di dalam negeri. "Tapi dari 10 persen itu, se- bagian besar pembelinya juga orang bule," kata Agio. Artinya, tetap saja hanya sedikit orang Indonesia yang tertarik. Atau karena kurang gencar berpro- mosi di dalam negeri? "Tidak, menurut saya orang Indonesia masih cenderung lebih bangga pakai produk luar negeri," ujar- nya. SERAT sisal berasal dari daun tanaman agave cantala yakni semacam tanaman nenas yang tidak menghasilkan buah sejati atau orang Jawa bilang nanas lanang atau nanas sabrang Tanaman itu berasal dari Mexico dan masuk ke Indonesia melalui Filipina. Serat sisal sebenarnya bukan sesuatu yang asing bagi orang Indonesia. Demikian juga bagi Agio. Serat atau tali sisal sudah sangat akrab dengan Agio sejak kanak-kanak. "Orangtua saya terjun di bisnis sisal sejak 1950," tuturnya. Bernas/sw Menambah pendapatan menanam padi bagi warga desa ternyata seringkali membuat rugi. Untuk menambah pendapatan banyak cara yang bisa dilakukan, misalnya pergi ke kota menjual bakso, tetapi ada pula yang mencoba menanam lombok seperti yang dilakukan dua petani di atas. menguraikan mengapa hal itu nasional merugikan. secara Sebagai akibat tidak seimbang nya pembangunan antara di desa dengan di kota mengaki- batnya banyak pemuda desa yang lari ke kota sebagai akibat rangsangan lapangan kerja di kota yang lebih variatif dan proses mekanisasi pertanian di pedesaan yang tidak merang- sang tumbuhnya industri-indus- tri pertanian. Orangtua Agio boleh dibilang sukses sebagai pengusaha tali Secara teoritis seharusnya kelebihan tenaga kerja akan diserap di sektor industri di perkotaan. Sementara di pede- saan sebagai akibat proses me- kanisasi pertanian, seharusnya petani menjadi rasional. Kemu- dian muncul kapitalis desa yang membangun pedesaan, dan mungkin disitu akan muncul industri-industri pengolahan hasil pertanian. Tetapi proses itu tidak terjadi di Indonesia. Yang terjadi ada- lah muncul kegiatan ekonomi di perkotaan dengan adanya oil boom dekade tujuhpuluhan. Di pedesaan terjadi akumulasi tanah, tetapi terus menciut men- jadi bagian-bagian kecil tanah pertanian akibat laju pertamba- han penduduk. Tanah yang semakin mengecil itu tidak dikerjakan secara efisien dan rasional, sehingga produktivi- tasnya rendah. Karena tanahnya sempit untuk, untuk mencukupi kebu- tuhan hidupnya mereka lari ke kota, dan pada musim-musim tertentu kembali ke desa. "Jadi- nya di kota enggak di desa juga sisal. Saat itu orang masih meng gunakan tali sisal untuk berba- gai keperluan. Dari yang beru- kuran kecil dengan garis tengah kurang dari 0,5 sentimeter sam- pai yang bergaris tengah lebih dari tiga sentimeter. Ketika muncul tali plastik, terutama rafia yang harganya jauh lebih murah, tali sisal lam- bat laun hilang dari peredaran. Bisnis tali sisal milik orangtua Agio ikut meredup, sampai a- khirnya mereka berbelok ke bisnis restoran. Tahun 1976 dibuka restoran Sintawang di Jalan Magelang, yang akhirnya terkenal sebagai restoran pe- nyedia makanan laut terlengkap di Yogya. Pernah sekali lagi orangtua- nya membudidayakan tali sisal dengan membuatnya menjadi keset. Tetapi itu pun tak berta- han lama karena tergeser lagi oleh keset sabut kelapa dan keset dari potongan karpet, Sampai akhirnya muncul tas- tas anyaman sisal berasal dari Filipina yang dipakai beberapa orang Indonesia. "Dari situlah saya mendapat ide untuk me- manfaatkan lagi tali sisal," kata Agio. AGIO mengawali bisnis tas anyaman sisal tahun 1988. Se- mula dia hanya sekedar men- contoh tas anyaman sisal Filipi- na. Tidak puas dengan hasilnya, Agio mencoba membuat kreasi pada bentuk tas. Jika tas-tas anyaman sisal yang asli dari Filipina bentuknya selalu tetap yakni bulat pada bangunan dasar tas, Agio mencoba me- ngembangkan dengan bentuk lonjong, bahkan persegi empat. Demikian juga dengan ukur- an tas. Dibuatnya tas dari yang berukuran besar sampai tas-tas kecil mungil. "Tas sisal Filipina enggak. Satu kakinya di desa, satu kakinya lagi di kota, Massa yang tidak menentu ini meng- ganggu dalam proses pembang- unan, menyulitkan perencanaan penanganan tenaga kerja," ujar- nya. BERNAS Pemimpin Umum: Kusfandi Wakil: Mamak Sutamat Pemimpin Redaksi : Abdurrachman Wakil Pramono BS, R. Subadhi Redaktur Pelaksana: Trias Kuncahyono, J. Roestam Afandi Wakil: Bambang Sigap Sumantri, Y.B. Margantoro, Sulaiman Ismail Manajer Produksi : Yusran Pare Sekretaris Redaksi : Ny. Arie Giyarto. Redaktur Tamu: Rizal Mallarangeng. Penerbit: PT Bernas ISSN: 0215-3343 BERDASARKAN pengamatan Bernas rendahnya upah di pe- desaan bisa dilihat dari penga- kuan sejumlah petani peng- garap yang ditemui Bernas. Di magelang, misalnya, upah men- cangkul yang dihitung mulai pagi sampai pukul 11.00 WIB hanya Rp 550 per orang. Upah membajak dengan waktu yang sama, Rp 2000. Upah tandur Rp 200, dan upah menyemprot tanaman Rp 1500. Satu-satunya Produsen Tas Serat Sisal di Indonesia RANG boleh bangga me- ngenakan produk luar negeri, sebangga orang Indonesia yang memba- wa tas anyam khas Fili- pina terbuat dari serat sisal berwarna warni di bahunya. Bila dibandingkan dengan upah sektor lain, seperti pada buruh pabrik, sektor pertanian jauh tertinggal. Upah buruh pabrik di Yogya dan magelang rata-rata mencapai Rp 1500, tukang becak Rp 2500, penjual bakso Rp 3000, kernet Rp 2500, sopir Rp 5000, dan buruh pasar 3000 per orang. Akibatnya wajar jika warga desa banyak yang meninggal- kan desa untuk mencari peker- jaan di kota. Tiyang dusun nikai, nek mboten tumut men- dhet duwite negara nggih saged kaliwen (orang desa itu kalau tidak bekerja di kota bisa kela- paran)," tutur seorang petani asal desa Triharjo, Pandak, Ban- tul. *** PEMUDA desa yang sebenar- nya merupakan tenaga kerja hanya begitu-begitu saja ben- tuknya. Tidak ada variasi," kata- nya. Ketika tas-tas kulit yar dikombinasi dengan anyaman rotan mulai populer di pasaran, muncul lagi ide Agio untuk membuat tas dari anyaman sisal yang dikombinasi dengan kulit. "Apalagi saat itu saya dengar anyaman rotan mulai susah diperoleh. Saya mencoba mem- beri alternatif dengan anyaman sisal sebagai pengganti," ujar- nya. Hasilnya ternyata bagus dan cukup laris di pasar ekspor. Menurut Agio, letak kelebihan produknya dibandingkan pro- duk Filipina, adalah karena ada kombinasi dengan bahan kulit itu. Paling tidak hal tersebut diakui seorang buyer dari Eropa yang semula memesan tas sisal dari Filipina tapi kemudian mengalihkan pesanannya kepa- da Agio. "Filipina tidak memiliki perajin kulit yang bagus seperti di Yogya," kata Agio. Mengombinasi anyaman sisal dengan kulit ternyata tidak mu- dah. Apalagi karena penganyam sisal umumnya tidak bisa me- ngerjakan proses kombinasi de ngan kulit. Kesulitan itu me- numbuhkan lagi ide di kepala Agio. Setelah dikutak-katik ditemukan jalan keluar. Ternya- ta sisal tidak perlu dijadikan tali dulu baru dianyam, tetapi be- nang seratnya dapat langsung ditenun. Tenunan serat sisal yang berwarna-warni itu memuncul- kan daya tarik tersendiri. Temu- an ini makin membuat Agio bangga karena, sekali lagi, pro- duknya lebih maju dari produk Filipina yang hanya sampai ke proses anyaman. SEKARANG ini Agio sudah Pemimpin Perusahaan: A. Kardjono Wakil Bimo Sukarno. yang potensial dan produktif tetapi karena upah di pedesaan teramat rendah dan berdasarkan grafiknya, menjadikan mereka menjauhi sektor pertanian. Lebih jauh lagi, hal itu juga sangat berlaku bagi pemuda desa yang sudah mengenyam pendidikan formal di kota dan telah mengenal berbagai macam kehidupan kota yang jauh lebih menarik dibanding desa. Sulit dicegah apabila pemuda desa yang sesungguhnya amat diper- lukan oleh desanya enggan kembali. Setidaknya, hal itu dikemuka- kan oleh M Iskak. "Pemuda desa yang sudah mengenyam pendidikan SMP ke atas bera- mai-ramaimeninggalkan desa dan mencari pekerjaan di kota. Yang tinggal, hanya beberapa orang dan itupun mereka yang berpendidikan SLTP ke bawah," paparnya. Bahkan menurut penuturan Kepala desa berumur 70 tahun ini, semakin tinggi pendidikan pemuda makin tinggi kemung- kinannya meninggalkan sektor pertanian. Dan, semakin rendah pendidikan dan pengetahuan maka semakin kerasan dengan desa. Hal itu, lanjutnya merupakan sesuatu yang tidak diinginkan. mengingat dari tenaga-tenaga tersebut merupakan tenaga terdidik dan yang berpengeta- huan dan berwawasan luas. sehingga mereka dapat meme- lopori tercapainya adopsi tekno- logi di tingkat pedesaan. (sjw/ros/ksb) mampu memproduksi sekitar 2000 buah tas tiap bulan. Tas- tas tersebut diekspor ke Austra- lia, Belanda, Taiwan, Korea dan Jepang. Jika dibandingkan dengan harga tas sisal produk Filipina, tas yang diproduksi Agio me- mang lebih murah. Tapi itu bukan berarti kualitas produk- nya tidak bagus. Agio menuturkan, produk Fi lipina harganya menjadi mahal jika masuk ke niaga ekspor karena Pemerintah Filipina memberlakukan berbagai ma- cam bea dan pajak. "Pemerintah Filipina kurang mendukung ekspor kerajinan. Tidak seperti di Indonesia," tuturnya. Telepon Semua Bagian: 61211 (PABX) Fax: 64062 Biro Semarang: Jl. Menteri Supeno No. 30 Telp. 319659 Harga tas produksi Agio berkisar antara Rp 13.000 sam- pai Rp 30.000. Selain mempro- duksi tas, Agio juga mencoba membuat hiasan dinding dari tenunan serat sisal dan keran- jang parcel terbuat dari anyam- an bambu yang dikombinasi dengan anyaman tali sisal ber- warna. Meski Agio membuat berba- gai macam model tas, ternyata yang paling laku tetap tas yang menyerupai bentuk tas produk Filipina, tetapi dengan dasar tas berbentuk oval atau lonjong. Seluruh produk yang dihasilkan tiap bulan, hampir selalu habis terjual. Apalagi karena sebagian besar yang diproduksi adalah pesanan. Sebenarnya Agio mempunyai keinginan untuk memasarkan produknya di dalam negeri. "Tetapi saat ini saya sudah tidak mampu lagi menambah kapasi- tas produksi. Saya tidak berani ambil risiko karena saya harus jaga kualitas," kata Agio. Agio mengatakan, proses produksi tas sisal merupakan Koordinator Bisnis: Bambang Trisno Manajer: Sirkulasi: Sugeng Hari Santoso, Iklan: Bimo Sukarno, Gunawan Wibisono (Wakil), Promosi: Indro Suseno, Keuangan: Daryono, Umum: Gunawan Wibisono, Personalia: Isnu Hardoyo. Tarif Langganan: Rp 9.000/bulan (7 x seminggu) Tarif iklan: Berwarna Rp 3.000/mmk (minimum 1.215 mmk, Umum Rp 2.000/ mmk, Keluarga Rp 1.300/mmk, Kolom Rp 2.000/mmk (minimum 1x30 mm, maksimum 1x150 mm) Mini Rp 1.500/baris (minimal 3 baris, maksimal 15 baris). Semua ditambah PPN 10% SIUPP: SK Menpen No 110/Menpen/SIUPP/A.7/1986, tanggal 22 Maret 1986. Redaktur: Agoes Widhartono, A.Tavip Pancoro, Giyarno MH, Hari Budiono, Ireng Laras Sari, Nurhadi, Putut Wiryawan, Rs Rudhatan, Sigit Setiono, Tatang Suherman. Staf Redaksi: Anggit Nugroho, Basili, Baskoro Muncar, Bambang Sukotjo, Daniel Tatag, Dedi H Purwadi, Endah Saptorini, Yuliana Kusumastuti, Krisno Wibowo, L B Indrasmawan, Mantoro FX, Nuruddin, Rr. Susilastuti, Suroso, Suryanto Sastroatmodjo, Sugeng Prayitno, Tertiana Kriswahyuni, T. Poerya Langga, Tarko Sudiarno, Waris S Haroen, Wineng Endah Winami. Biro Jakarta: Budi Prasetyo, Drajat Wibawanto, Heroe Baskoro, J. Sutarjo, P. Sulasdi, Ries Mariana, Tonnio Imawan, Yan Supriatna. Semarang: Urip Daryanto (Koordinator), Yupratomo Dwi P, Suherdjoko. Solo: Mulyanto (Koordinator), RHR. Sarjana BS. Purwokerto: Heru Prasetya. BANK: Lippo Bank Sudirman Yogyakarta AC 787.30.0386.5, Bank Niaga AC 211.2078.2 BANK BNI '46 Rek No. 008561001 Yogyakarta, Rekening Dinas & Giro Pos: J 11848 Percetakan: PT Muria Baru Offset Yogyakarta. Isi di luar tanggung jawab Percetakan Alamat Redaksi/Tata Usaha: Jl Jend. Sudirman 52, Yogyakarta 55224 Biro Solo: Jl. Slamet Riyadi No. 284 Telp, 42767 Biro Jakarta: Jl. Palmerah Barat Nc, 33 Telp. 5483863, 5495359 (langsung), 5483008, 5490666, Ekt 4340, Fax: 5495360 Menurut Socronto. setiap masa panen yang padinya ber- Lebih lanjut petani penggarap varitas IR 64 dan jangka panen yang memiliki tanah garapan tiga kali setahun itu, selalu dite- lebih dari 2000 m2 tersebut baskan kepada orang lain dalam menyatakan, hampir keseluruh- bentuk gabah. Tanah seluas 0,5 an petani di Kanoman adalah Ha itu, setiap panen paling petani "Pemilik banyak mencapai 2 ton. Dan penggarap. sawah, biasanya adalah pamong laku dijual sekitar Rp 1 juta. desa, pegawai negeri, atau pe- dagang. Sedang para petani penggarap ini hanyalah buruh- buruh belaka," ucap Prawiro- rejo, yang nampak kurus. Pernyataan mereka bukan lagi sebagai pemilik tanah, me- Mengapa setiap panen selalu nunjukkan adanya ketidak ber- ditebaskan, jelas Soeronto, kare- dayaan mereka. Lebih-lebih na dengan ditebaskan kepada setelah disadari para pemilik orang lain, pihaknya tinggal ujarnya. tanah bukanlah semata-mata menerima hasilnya bersih dalam Selama ini, kata pemilik 8 petani yang betul-betul meng- bentuk uang. Dengan begitu gantungkan hajat hidupnya dari mudah untuk membagikan ekor kambing itu, dari mengga- sektor pertanian. uang tersebut kepada ibunya, ia rap lahan seluas 2.600 m2 itu, "Para penggarap seperti saya sendiri dan saudara-saudaranya. keluarganya tak pernah keku- ini hanya bisa pasrah. Jika se- Sedang beras dari hasil lahan rangan beras. "Setiap masa tan- waktu-waktu para pemilik tanah 2000 m2 yang tidak dijual itu, dur, biasanya kami masih punya tiba-tiba meminta kembali ta- sekedar untuk makan sehari- sisa cadangan gabah masa nahnya untuk dijadikan toko. hari bagi ibunya dan keluarga- panen sebelumnya sekitar 40 atau keperluan lainnya," cetus- nya. "Lumayan, daripada harus kg. Jadi, meski biaya tandur Prawirorejo, dengan nada kha- nempur (membeli beras) ke wa- terlalu mahal, kami tak pernah rung," cetusnya. kekurangan beras," katanya. watir. *** Selama ini, lahan Soeronto Apakah nanti tetap akan KEPASRAHAN Prawirorejo selalu ditanami padi. Alasannya, hidup dari bertani di wilayah atas tanah garapannya bila nanti perawatannya mudah dan hasil- kota, menurut Ny Barjo, ke- dijual pemiliknya tidak jauh nya bisa dipastikan. "Di sini kan mungkinan tidak. "Masalahnya, berbeda dengan Soeronto yang airnya melimpah yang berasal bila nanti anak-anak saya sudah tinggal di jalan Soga 64 Rt dari selokan Mataram. Kalau besar, tentunya tanah ini kami 38/Rw 08 UH 3. Kelurahan ditanami selain padi risikonya bagikan. Dan, biar adil, lebih. Tuntungan, Kelurahan Tahunan, besar. Pernah saya tanami pala- baik dijual dan dibagi dalam Kecamatan Umbulharjo, Kodya wija, tapi hasilnya lebih kecil bentuk uang," jelasnya. Yogyakarta. daripada padi," tuturnya. (ros/ksb/sjw) proses yang rumit dan panjang. tenunan bagus dan halus. Oleh Dimulai dari menghasilkan be karenanya, menurut Agio, pro- nang serat, memilin menjadi tali, yek membuat tas sisal sebetul- memberi warna, menganyam a- nya adalah proyek yang meli- tau menenun, sampai memben- batkan sangat banyak tenaga tuk menjadi tas dan mengom kerja. Saat ini tidak kurang dari binasikannya dengan kulit. 800 orang yang terlibat dalam proses pembuatan tas sisal itu. "Bisa dibilang terjun dalam kerajinan tali sisal ini 80 persen merupakan kerja sosial. Bisnis- nya cuma 20 persen," kata Agio. Meski demikian keadaannya, Agio tetap merasa bangga de- Setiap langkah dalam proses itu memerlukan tenaga yang banar-benar trampil dan ahli. Untuk menenun serat misalnya, belum tentu dalam waktu satu tahun seseorang yang belajar menenun bisa menghasilkan KONSUMSI ORANG ASING- Tas Sisal yang saat ini berhasil diproduksi oleh Agio Sintawang, lebih banyak dikonsumsi orang asing. Dari total produksi, 90 persen di ekspor, 10 persen dipasarkan di dalam negeri. Soal Kimia 1. Berapa gram 70 persen asam nitrat dapat dibuat dari 75 gram Kalium nitrat? Diketahui berat atom (H=1, O=16, N=14, K-39). Jawab Pembuatan HNO, secara besar- besaran bisa dengan mereaksikan KNO, dengan H₂SO, atau proses Ostwald. Persamaan reaksinya: H+NO₂-→→→→HNO, 1 mol NO 1 mol HNO, 75 gram KNO "Beras yang kami pakai sen- diri, berasal dari hasil panen tanah seluas 2000 m2 yang saya garap sendiri. Beras itu, separo untuk ibu, dan separo untuk saya," ujarnya. = 75/(39+14+48) mol = (75/101) mol HNO, (75/101) mol NO, 2² (75/101) mol HNO, (75/101) mol HNO, =(75/101) x 63 gram HNO, = 46,782 gram HNO, BIMBIN IMBINGAN BELAJAR Diasuh Oleh: Drs Radiyono 46,782 gram HNO, ini adalah HNO, 100% Jadi 70% HNO3 yang bisa dibuat = (100/70) x 46,782 gram = 66,831 gram "Saya panen padi tiga kali setahun dengan varitas TR 64. Dari luas lahan itu, setiap panen menghasilkan gabah 3 kwintal. Hasil itu, separuh saya simpan dalam bentuk gabah untuk cadangan makan sehari-hari. Separuh saya jual dalam bentuk beras untuk biaya sekolah anak saya," tutur ibu tiga anak yang mulai menggarap sawah waris- an ibunya sejak tahun 1977 itu. 2. Pada elektrolisis larutan Natrium Clorida dikatoda terbentuk gas sebanyak 11,2 dm³ pada suhu dan tekanan standart. Berapa banyak muatan listrik yang mengalir dalam larutan? Jawab Elektrolisa larutan NaCl NaCl →Na* + CH (x2) + 20H- Cl₂ + 2e Dari penjualan dalam bentuk beras setiap panen itu, jelas Bu Barjo, uang bersih yang masuk kurang lebih Rp 75 ribu. "Sebe- narnya, kalau dihitung dengan biaya penggarapan, lebih ba- nyak rugi. Namun, masih lua- mayan. Karena, di samping tak perlu beli beras, dapat membia- yai sekolah anak-anak saya," 2H,O+2eH₂ 2cf- 2NaCl + 2H₂O + ngan proyeknya itu. Selain bisa memberi pekerjaan banyak orang. Agio ternyata satu-satu- nya orang Indonesia yang masih mau memikirkan serat sisal dan membudidayakannya. "Saya tidak punya pesaing di dalam negeri," kata Agio. Tak berlebihan jika dia menuliskan kalimat Rope Handicraft Centre, The Only One in Indonesia (Pusat Kerajinan Tali, satu-satu- nya di Indonesia) dalam kartu naman (ans) H₂+20H- + 2Na+ Cl₂ + 2NaOH Dikatoda dihasilkan gas (H₂) 11,2 dm³ (STP) Q= = (11.2/22,4) mol = (1/2) mol N zat yang dihasilkan Valensi (1/2) Faraday = 1/4 Faraday PUSAT BIMBINGAN BELAJAR TERPADU TANAH MERDEKA LES: SD, SMP & SMA IJIN DEPDIKBUD: 225/1.03/H.1990 solo: plaza purwosari b.15-7/c 16-19 phone: (0271) 47585 Kepada pembaca yang memiliki problem mengenai bimbingan belajar, kini terbuka kesempatan untuk memperoleh jalan keluar atas problem-problem itu, Kirimkanlah surat anda ke Bagian Iklan BERNAS atau ke IMKA Plaza Purwosari B5-7/F11-20 Telp. 47585 Solo, Anda akan memperoleh jawaban yang sebaik-baiknya dari IMKA ETA Gelang Mondial Bioregulator Gelang untu PERHIASAN gelang kesehatan barangkali ha Gelang buatan Belanda wanita ini bekerja secara kemampuan untuk men sinar-sinar yang merusal penyinaran alam semest Karena Bioregulator i polariserend dan bentuk mengatur gelombang Al berhubungan dengan pr Sedangkan gelombang darah dan kelenjar getall Gelang yang bisa dari stres sampai encok plated (Rp 145.000), bic 75.000). Jika Anda berm Jenderal A. Yani 87 Yog 62255. (tor) Black Chrome Miracle (BCM) Air Panas Gra Kehandalan dan pres tung efisiensi penyerap suhu air panas. Solahan dalam riset, pengembar enerji surya, meluncurk (BCM). 4cm Dibanding dengan p nyai 35 alur fluid/aqua. kaan kontak cairan den daya penyerapannya le diselimuti dengan Poly bawah tekanan tinggi.. suhunya sepanjang wal an lain BCM dapat men panas lebih dari 87 pers Anda berminat? Berg Centre di Jalan Dr.Sutor Telepon 63475 Yogyaka TV Berwarna Satu-satunya TV Ber hanya ada pada Toshib Seri ini bisa digunakan SCTV atau TV3 dengan ini juga bisa dihubungk VCR atau alat-alat Hifi Keunggulan lain, TV I text (khusus model 289 sehingga dapat menang disiarkan sejumlah stasi Kecanggihan Toshiba in C3 (Clean, Clear & Cor Bazooka dan berbagai Jika anda berminat, Monginsidi 46 Solo atau sabtu midnite di: Mataram CENTRAL 24.00 Empire 3 24.00 Ratih 2 OLAY & CENTRAL AC 00:30 REGENT 4 DO 30 HARI INI Empires 10 00-15.00-17.00 19.00-2100 REGENT PADEL 10.30-15.30-1730 19 30 2130 Galaxy 11.00 18 00 20.00 2200 PERHATIKAN JAM MAIN A There SABTU MIDNITE D Empire 5 23.30 REGENT-1 - C 29.00 MO Galaxy 00.30