Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bernas
Tipe: Koran
Tanggal: 1992-11-29
Halaman: 04

Konten


Color Rendition Chart 2cm 4. MINGGU PAHING. 29 NOVEMBER 1992 BUDAYA Gelora Besar Di salah satu ruang laboratorium sejumlah pakar sedang mengadakan kursus singkat. Mereka memang orang-orang pilihan di profesi bioteknologi. Karena ada pakar yang selalu ingin tahu perkembangan bioteknologi, maka kalau ada kursus singkat suatu bidang keilmuan akan ikut lagi. Gelarnya bertam- bah menjadi MSC, Master of Short Course. Orang Belanda menulis gelar doktor dengan d kecil dan r kecil, tidak perlu ditonjolkan, karena doktor di sana terdapat di setiap pojok kamar. Orang Indonesia menulis hal yang sama dengan d besar dan r besar. Secara kelakar dikatakan biar jelas dibaca, meski dengan kacamata minus berat. Pada penulisan resmi di majalah ilmiah, pada bagian daftar pustaka pasti tidak ditulis gelar. Cukup namanya saja. Yang dipentingkan identitas nama dan karya tulis. Tiga puluh tahun yang lalu suatu perkumpulan trah sibuk mengurusi permintaan nama keningratan. Sekretariat trah menyusun silsilah yang ada kaitannya dengan kraton, sehingga keluar gelar raden. Nama asli Mang Wan Tan berubah menjadi Raden Mangkuwanitodiratan. Gaya mencari gelar keningratan itu berjalan satu dekade dan itu membuka biro jasa mengurus- kan gelar. Zaman berubah. Yang menjadi kebanggaan bukan lagi gelar keningratan, tetapi gelar akademis. Alangkah bangganya kalau mendapat gelar SH, Drs, Ir, SE, MBA, MSc, PhD. Apalagi profe- sor. Kebetulan calon mertua saja yang dicari sekarang juga yang bergelar. Pertama kali pertanyaan yang keluar untuk anaknya pasti: pacarmu sekolah di mana, gelarnya apa. Wisuda dengan mengenakan pakaian bertoga menjadi semacam kebanggaan yang dipompa sejak Taman Kanak Kanak. Keluar dari Taman Kanak Kanak saja sudah ada acara wisuda 'sarjana cilik' lengkap dengan atributnya. Kecil-kecil sudah disuruh mengagumi tampang luar, bukan profesi. Tidak lupa harus keluar uang. Jadi sekarang ini zaman gelar akademis. Lupa bahwa gelar itu seharusnya sesuai dengan daya pikir dan daya profesionalis- menya. Harus disadari sekarang ini banyak gelar tanpa menun- jukkan kemampuan profesional di bidangnya. Bank atau peru- sahaan banyak yang amburadul karena terperangkap mema- sang sarjana bergelar tanpa profesionalisme yang mantap. Melihat pasaran gelar sedang top, maka muncul usaha bisnis dengan komoditi gelar. Karena getol ingin membantu orang supaya dapat bergelar, maka berdirilah universitas fiktif. Muncul Sarjana Hukum fiktif dengan ijazah asli. Asli dibuat oleh rektor profesor fiktif. Harga semampu pembeli, kalau dapat diharap membayar tiga juta. Hebatnya lagi instansi yang berwenang, yaitu Kopertis, sampai sekian lama tidak bereaksi. Sehingga masyarakat yang rugi. Yogyakarta sebagai pusat belajar-mengajar di Indonesia diharapkan tidak ada gelar fiktif. (Mas Taryo) Sigit Djatmiko Masyarakat Jenazah agaknya kami tak butub lagi doa kematian seperti kami tak pernah lahir sebagai rub yang ditiupkan dalam geliat bayi. Sejak semula kami adalah jenazah yang tiba tiba terlempar ke bumi setiap hari kami coba mengubur diri sendiri dalam peti peti persegipanjang: skyscraper yang kami dirikan, sambil terus memahat nisan merobek robek kafan. Kami membangun kota maut lengkap dengan taman wisata, bank, rumah bordil kuil dan keranda. kami timbun peradaban yang sekarat dengan angka angka yang tertera di kertas berlukis candi (di mana tersalib rub bapa moyang kami) dan kami tebar syahwat serta mimpi mimpi yang membusuk di kepala sebagai jenazah, kami mampu lakukan segalanya sebab kami tersihir oleh kuasa tak teraba. Hidup kami laksana upacara penguburan jenazah di suku suku purba di mana mayat berjalan sendiri menuju liang lahatnya kami tak butuh lagi doa kematian, hymne kabung ziarah dan belasungkawa sebab kami sudah berbahagia dengan laku hidup yang memberbala karangasem, 1992 Akhmad Zamroni Sw Seusai Lonceng Berbunyi Kata-katamu bersayap kembang. Semerbak duri-duri Menggetarkan dada, tetapi akhirnya percuma Nafasmu mengirimkan mabuk ke rumah-rumah serdadu Jarimu menunjuk ke ngarai. Memecahkan serapah dan tangis Di tepi jalan dan tanah harapan. Jiwa-jiwa yang pejam Seperti raksasa hendak membangun surga Kibaskan mimpi. Sementara jemputlah dulu ngeri Tiada sendirinya kata menjelma bunga-bunga Tapi selalu kau yang rasakan harumnya. Dan kami dapat layunya Bilang firdaus sebentar lagi. Atau hanya mimpi menguap ditelan kepayang di belakang meja kursi Nikmat mengalir ke kegaduhan. Dukanya kaukibaskan ke rumah-rumah dan tanah-tanah kesepian Wangi merambat di beton-beton. Sangit di kali, udara, dan pobon Bunyi yang kita tabuh. Tak mengubah mimpi Jadi dunia baru yang bermekaran di tiap kalbu Hanya kembali menyatu dalam kerapuhan tubuhmu. Solo, September 1992 Eko Roesbiantono Nyanyian Ikan ikan-ikan nyanyi, bertebaran dalam laut-laut mimpi kemilau sisiknya pesona. Menyelinap ia sesekali menetap berabad-abad ombak-di karang-karang peradaban di dasarnya dibangunnya istana ikan-ikan nyanyi, bertebaran dalam laut-laut mimpi siripnya yang lancip simpan luka bulan luka zaman bulan yang pecah menetes darah mentes cahya ke mulut-mulut karang mekar mutiara SH.MINTARDJA: peninggalan ayah dan ibumu." "Tidak, Bibi. Aku tidak me merlukannya. Yang aku perlu kan adalah ketenangan. Aku merasa senang hidup bersama bibi di sini." MASS DEMANG Perempuan Itu Istriku SERI 10 Bibinya mengusap rambut Weni sambil berdesis, "Aku ti- dak berkeberatan kau tinggal di sini, Weni. Tetapi jika kau pu- lang, maka keadaanmu akan menjadi lebih baik. Kau adalah salah seorang pewaris dari harta Bibinya memang tidak berke. beratan. Anak-anaknya sendiri sudah tinggal di rumah mereka masing-masing. Anaknya terdiri dari tiga orang yang semuanya perempuan. Mereka telah meni- kah dan tinggal bersama suami mereka. Meskipun mereka hi- dup dalam kesederhanaan, na- mun tampaknya mereka merasa tenteram dengan kehidupan mereka. Di hari-hari mendatang, Su- weni telah membantu bibinya berjualan keperluan dapur dan sedikit makanan di rumahnya. Weni membantu membuat ja- janan yang digemari anak-anak. Cemplon yang berisi gula kela- pa. Sepasang mata kebo. Yang satu merah yang satu lagi dibe- rinya berwarna lain. Hijau atau putih. Nagasari yang berisi pi- sang. Tampaknya dari hari ke hari hidup Suweni menjadi semakin BERNAS Kebudayaan Keraton Menyambut Era Globalisasi OLEH dikata secara tiba- tiba dan tanpa publisitas menyolok, sebuah semi- nar yang membahas tentang Kebudayaan hingga sepadan dengan zaman- nya (Dr Daoed Joesoef, 1986 14). Keraton diselenggarakan pada Minggu Pahing, 29 November 1992, di Wisma Ka- gama, Kampus Universitas Ga- djah Mada, Yogyakarta. B Seminar yang diselenggara- kan oleh tritunggal Yayasan Trah Hamengku Buwono VII, Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran itu mengambil tema pokok bahasan tentang: 1) Kebudayaan Keraton sebagai puncak kebudayaan daerah; 2) Pelestarian warisan adiluhung leluhur bangsa dan 3) Me- nyongsong era tinggal landas. Pembicara utama seminar ini ialah RM Wasisto Suryodiningrat MSc, mantan Atase Kebudayaan RI di Tokyo, mewakili pihak Keraton Yogyakarta dan dua pembicara lain yang mewakili pihak Keraton Surakarta dan Mangkunegaran. Hal yang menarik bagi penu- lis (sebagai orang pedalaman yang jauh dari lingkungan kera- ton/dari Kulonprogo paling kulon alias di kaki Gunung Slamet), bahwa gagasan disele- nggarakannya seminar ini me- miliki pilihan waktu yang tepat, yakni munculnya kesadaran pa- da dimensi waktu yang pas, saat angin tidak bertiup lagi dalam benteng-benteng Keraton Jawa, dan kegerahan (sumuk) mulai dirasakan oleh generasi pewaris PAIMIN, pemuda kurus tetapi tegar. Kulitnya gelap karena pa- nas matahari yang selalu mem- bakar batu cadas di Rongkop, tempat ia mengolah ladang ke- tela dan palawija di desa ke- lahirannya. Paimin tegar karena penga- lamannya menghadapi tanta- ngan hidupnya. Ia bukan hanya harus memikul angkring bakmi yang beratnya hampir 60 kg se- tiap malam. Tetapi juga harus memikul beban keluarganya. Sejak istrinya meninggal musim paceklik tahun lalu, ia praktis menjadi bapak dan ibu bagi ke- tiga anaknya yang masih kecil. Apabila musim tanam atau panen tiba, Paimin mudik ke desa dengan membawa perole- hannya bekerja keras di Yogya. Selama musim kemarau ia turun ke kota menjadi buruh bangu- nan atau pembantu rumah tang- ga. Berkat informasi rekan sede- sanya, Paimin sekarang mem- peroleh pekerjaan baru, sebagai pedagang bakmi keliling. Mula- mula ia magang hanya sebagai pemikul angkring dan pengipas api anglo. Sang juragan yang memasak dan menerima uang- nya. Setelah beberapa bulan seba- gai pemagang ia lalui, Paimin memberanikan diri menyewa salah satu angkring bakmi jura- gan temannya. Ia berjualan ma- kanan hangat yang banyak penggemarnya itu pada waktu malam. Sekarang yang pertama (saat ini), persoalan-persoalan yang akan muncul adalah proses pe- mikiran budaya dari generasi pewaris kebudayaan keraton (culture development), penyatu- an/konsolidasi trah keraton (trab building), pembangunan atau rehabilitasi fisik keraton (penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi) dan konsolidasi sumberdaya: manusia, uang, in- ventarisasi, sistem pengelolaan (manajemen). Sekarang yang kedua (kema- rin), persoalan-persoalan yang muncul adalah (mengenang kembali puncak-puncak kebu- dayaan keraton (nilai-nilai religi- Paimin Bakmi Di kampung itu sering lewat dua Paimin yang berbeda ba- rang dagangannya. Untuk mem- bedakannya. Paimin yang satu ini, dipanggil penduduk sebagai Paimin Bakmi. Sedang rekannya Paimin Bakso. Ia selalu muncul di kampung itu siang hari de- ngan mendorong gerobag, men- jajakan bakso. Kecuali memenuhi selera warga kampung dengan masa- kan bakminya yang hangat dan sedap, Paimin Bakmi juga ber- kesan bagi Hartono, mahasiswa yang mondok di kampung itu. Sejak hubungannya dengan Raden Ajeng Minuk, putri Bu Kanjeng, terhalang, Paimin ber- jasa menjadi penghubung. Ia se- lalu mendapat titipan untuk me- nyampaikan surat dari Minuk untuk Hartono, atau balasannya dari Hartono untuk Minuk. Dari jasanya itu, Paimin tidak hanya memperoleh uang terima kasih sebagai tip, dagangan bakminya pun setiap malam menjadi mendapat langganan tetap. www "THOK therothok-thok-thok," kentongan bakmi angkring Pa- imin asal Rongkop itu memang- gil-panggil. Hartono masih men- diamkan tawaran itu. Tetapi ke- tika bunyi ketukannya yang te- rakhir itu dipukul tiga kali, ia tahu itu kode khusus untuknya. Sambil membetulkan sarung tenang meskipun ia harus be- kerja keras. Di musim menuai padi, Suweni ikut pula menuai di sawah tetangga-tetangga bi- binya untuk mendapatkan ba- won beberapa ikat padi. Jika padi itu sudah kering, maka pa- di itu ditumbuknya menjadi be- ras. kebudayaan keraton. Sadar dimensi waktu Pilihan dialogis (komunikasi) yang akan dilakukan dalam se- minar seperti telah ditetapkan dalam tema pokok bahasan ter- sebut di atas, akan meletakkan fokus "kebudayaan keraton" pa- da: di mana kebudayaan dile- takkan dalam dimensi waktu (ti- me), seperti sekarang (masa ki- ni), kemarin (masa lalu) dan be- sok (masa depan). rut Dr Daoed Joesoef dinyata- kan sebagai sadar karena di- mensi waktu dalam dirinya me- rupakan tiga macam sekarang, yaitu: (i) sekarang sebagaimana yang sedang kita jalani dan alami, (ii) kemarin sebagaimana yang sekarang kita kenang, dan (iii) besok sebagaimana yang sekarang kita harapkan. menu- Ternyata saudara-saudaranya tidak ada lagi yang pernah me- mbicarakannya. Suweni benar- benar telah dianggap anak yang hilang. Jika sekali-sekali nama- nya disebut, selalu diiringi de- sah nafas panjang. Penyesalan. Suara Kunti menjadi semakin lambat. Bahkan kemudian suara itu pun bergetar. Kunti berusaha untuk menahan tangisnya. Na- mun kemudian ia menjatuhkan dirinya dan membenamkan wa- jahnya di pangkuan ayahnya. Di sela-sela isaknya yang ter- tahan terdengar suara Kunti, "Setelah Suweni, akulah yang kemudian mengalaminya. Teta- pi aku masih mengucap syukur, bahwa ayah dan ibuku masih memaafkan aku dan menerima aku kembali di rumah ini." "Sudahlah Kunti," berkata a- "Kalau begitu bawa sekalian ya titipan saya nanti!" "Sipp, Oom!" jawaban pen- dek Paimin sambil menyerah- kan titipan surat itu. Hartono berbalik masuk ke rumah dan duduk di ruang tamu. Meski hampir seluruh radio tetangga sudah berlomba-lomba memperdengarkan siaran keto- prak RRI Yogyakarta -sebagai penggemar- Hartono penasaran kalau radio model roti merek "Philips" di meja belajarnya tak ikut meramaikan suasana kam- pung malam itu. "Godhog apa goreng, Oom?" suara Paimin dari balik pintu. "Biasa to, godbog. Lengkap dengan brutu, jerohan dan te- lor!" Di radio, Nyi Painah prima- dona ketoprak RRI yang terke- nal dengan keningnya yang no- nong dan vokalnya yang me- langkolik itu sedang menggoda Ki Tjokrodjijo. Malam belum ter- lalu larut. Lonceng di gardu caos kraton, baru saja berden- tang sembilan kali. Hartono membuka amplop surat dari Raden Ajeng Minuk. Lalu pelan-pelan dibacanya, Cerpen Iman Soetrisno batik yang dipakainya, Hartono modern seperti ini. Saya pun cepat-cepat membuka pintu pondokannya. Udara dingin yang ditemani tiupan harum, hamburan kembang Sri Gading, menjemputnya di pelataran. merasa terpukul. Saya sudah mendengar, alasan keluarga Mbak Minuk melarang kita ber- temu. Karena saya berasal dari keluarga desa. Bukan dari ketu- runan darah biru. Saya juga pri- hatin". "Surat, oom!" seru Paimin sambil mengeluarkan amplop putih dari laci angkringnya. "Jadi kamu sudah mampir ke sana?" tanya Hartono heran. "Ini titipan kemarin malam, kok" sayang Dik Tono tidak me- ngingatkan. Seandainya aku ta- hu, kan kita bisa nonton siaran hidup, ketoprak malam ini, di panggung Secodiningratan. Tapi tidak mungkin juga. Dimas Pur- badi dan anak buahnya selalu mengawasi. Ibu semakin keras mencegah kita bertemu. Aku hampir-hampir putus asa. Hidup rasanya seperti perantaian. Ke mana saja bergerak selalu dima- ta-matai. Sekarang kalau malam, udara dingin sekali. Kalau tidur jangan lupa selimut pengganti... ku. Wis, ya! Mbak Minukmu prihatin....!" " Ketika kertas surat itu akan dilipatnya kembali. Ia tertarik dua baris tambahan di bawah tandatangan Minuk. "En-be, Pa- imin sudah aku beri. Tidak usah Dik Tono memberinya lagi. Sa- yang uang weselmu. Ini kan ta- nggal tua, to!" me- Hartono cepat-cepat ngambil kertas, amplop dan ballpoint. Lantas ditulisnya ja- waban untuk Minuk, "... maaf lupa! Andaikata ingat pun tidak mungkin. Saya bisa merasakan bagaimana tekanan batin seo- rang gadis pingitan di zaman us tradisional), sejarah kepahla- andil dalam perjuangan kemer wanan generasi tua (heroisme), dekaan 1945 (nation building). Katanya kemudian dengan suara tersendat, "Itu terjadi se- belum Suweni tinggal di rumah Saranta." Budiono Herusatoto Sekarang yang ketiga (be- sok/yang akan datang), persoa- lan-persoalannya adalah revo- lusi komunikasi dan informasi (globalisasi) demi kesejahteraan trah dan masyarakat/rakyat, pelestarian kebudayaan keraton, konsep-konsep perencanaan dan program yang tersistem de- ngan baik untuk mencapai tu- juan/sasaran yang diinginkan (wisata budaya). Bila demikian soalnya, kira- nya generasi pewaris kebudaya- an keraton saat ini sudah siap tempur mengantisipasi perkem- bangan zaman. Paling tidak, se- cara mental sudah siap dan su- dah equip, sudah dilengkapi dengan peralatan spiritual dan material yang diperlukan untuk hidup (survive) di situ? Secara mental siap, berarti siap untuk menerima perubahan dan trans- formasi nilai. Peralatan spiritual adalah semangat ilmiah (scienti- fic spirit) dan peralatan material berupa benda (item) teknologi (Dr Daoed Joesoef, 1986: 14). "Apakah juga Suweni yang mengatakan kepadamu?" "Ya." Hal ini berarti pula bahwa gene- rasi pewaris kebudayaan kera- ton aktif dan kreatif. Bukan saja hanya sebagai penyandang bu- daya, tetapi juga menjadi pe Sebagaimana surat Minuk. Di bawah tandatangan, Hartono juga menambahkan dua deret kencan: "Besok jam setengah tiga saya tunggu di Indra. Film- nya bagus, High Noon" "Oom, bakminya!," kata Pai- min muncul sambil membawa semangkuk hasil masakannya yang masih mengepul. "Diganti sekalian. Itu rantang- nya di atas meja!" Paimin penjual bakmi itu su- dah maklum kebiasaan langga- nannya. Ketika berjalan kembali menuju pintu keluar. Hartono mencegat dengan pertanyaan tambahan. "Tidak ada pesan lain Min?" "Tidak Oom. Wong adik-a- diknya dan para abdi pada ngrubung di luar. Waktu titip surat itu saja Ndoro Minuk ge- metar. "Nah!" kata Hartono menye- rahkan lembaran uang lima ra- tusan "Ndoro Minuk sudah mari- ngi, Oom!" "Wis to. Ini rezekimu, kok Tapi titipan saya ini harus kau sampaikan malam ini. Jangan kau bawa pulang!" "Sipp Oom, Nuwun" jawab Paimin meledek sambil menghi- lang dari balik pintu. *** SEBAGAI sesama mahasiswa Faculteit Sastra, Paedagogik dan Filsafat Universiteit Gadjah Ma- da yang memilih jurusan seja- rah, Hartono dan Raden Ajeng Minuk sering bertemu dalam kuliah Sejarah Kesenian dan Arsitektur Islam. Dosen mata kuliah itu selalu memberikan pelajaran di rumahnya di Jalan Gondolayu, sore sampai malam. Karena kebetulan pondokan Hartono berdekatan dengan ru- mah orangtua Minuk di dalam Benteng Kraton, mereka selalu berangkat dan pulang bersama- sama. Pada awalnya, mereka me- ngendarai sepeda masing-ma- sing. Setelah semakin akrab, tawaran Hartono diterima. Mi- nuk menunggu di gledegan ru- mahnya yang masih Kagungan Dalem itu. Lantas mereka ber- boncengan. Tidak hanya untuk ke kuliah, kadang-kadang juga untuk jajan bakso dan soda- gembira di Gandekan, dekat Malioboro. yahnya sambil mengangkat ba- hu Kunti, "Duduklah. Aku dan i- bumu masih waras. Kami akan berusaha mencari jalan yang se- baik-baiknya untuk menyele- saikan persoalanmu." Ki Jagabaya dan Ragapati menarik nafas panjang. Setelah isak Kunti mereda, Ki Jagabaya itu pun bertanya, "Te- tapi kau tadi mengatakan, bah- wa Saranta pernah membunuh pula. Tetapi di luar pengetahu- seseorang. Tetapi kau belum menceritakannya, Siapakah yang telah dibunuhnya. Kuntipun kemudian duduk kembali. Dipandanginya Ki Ja- gabaya dan Ragapati berganti- ganti. Wajahnya membayangkan ketakutan yang mencekam. Melalui para abdi magersari yang tinggal mengindung di ta- nah milik keluarganya, Hartono sering menerima kiriman ma- kanan. Pada suatu hari Hartono tidak menjemput Minuk. Melalui abdi yang sama, Minuk mende- ngar, penyakit malaria Hartono nuhnya?" Kunti termangu-mangu seje- nak. Namun kemudian ia pun bercerita lagi tentang Saranta se- bagaimana didengarnya dari Su- weni. Ketika Saranta menikah de- ngan Grati, sebelum Suweni lari dan berada di rumahnya, agak- nya Saranta pernah menikah an Grati. Grati adalah anak se- orang yang berkecukupan, mes- kipun tidak terlalu kaya. Tetapi Grati adalah gadis yang manja. diinginkannya. Karena ia satu- la ingin memiliki apa saja yang satunya anak perempuan di da- lam keluarganya yang mempu- nyai tiga orang anak laki-laki. Keluarganya sama sekali ti- dak berkeberatan ketika Grati berkenalan dan kemudian men- jadi akrab dengan Saranta. Seo- rang yang mengaku masih jeja- ka dan bekerja menjadi pem- "Darimana Suweni tahu?" bantu Kangjeng Bupati. Bahkan Kunti menggeleng. Katanya, ketika beberapa orang atas na- "Aku tidak bertanya kepadanya, ma orangtua Saranta melamar dari siapa ia mengetahuinya." Grati, orangtuanya menerima- "Siapakah yang telah dibu- nya dengan senang hati. a ngelola budaya dan tidak hanya menjadi penerima dan penerus yang setia dari nilai-nilai yang diwarisi, tetapi juga menjadi pengolah yang kreatif dari nilai- nilai yang terus berkembang se- suai dengan pengaruh yang ku- at dari alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) (Dr Daoed Joe- soef, 1986: 5). Tatanan masa depan Pilihan dilematis seperti di- gambarkan di atas bukannya tanpa kendala. Bukan hanya hambatan (yang mudah diatasi), tetapi kendala (hambatan yang sukar mengatasinya). Pembaru- an pemikiran yang dilontarkan adalah datang dari mereka yang ikut memiliki keraton sebagai warisan (asset) budaya. Yang tentunya didukung oleh sebagi- an penguasa keraton yang seka- rang mengelola dan memdiami keraton saat ini. Dan tentunya ada pula pihak-pihak yang ku- rang paham akan makna dari pemikiran kreatif sesuai alam dan kodrat demi kelangsungan kebudayaan keraton di masa yang akan datang, serta tetap menghendaki kondisi status quo, seperti keadaannya seka- rang saja, sebagai cagar budaya, warisan budaya dan mitos masa lalu. Di sinilah pemikiran substan- sialistis dan pemikiran fungsio- kumat. Sepulang kuliah, diantar beberapa abdi perempuan, Mi- nuk menjenguk Hartono. la ti- dak hanya meminjami catatan hasil kuliah sore itu, tetapi juga memberikan bungkusan berisi selimut, termos dan makanan. Ketika Hartono membuka-bu- ka catatan kuliah pinjaman Mi- nuk, ditemukan surat kecil un- tuk Hartono. "Semoga cepat sembuh. Selimut dan termos air panas itu wakil kehadiranku di samping Dik Hartono". Lama Hartono membolak-ba- lik catatan tambahan di bawah tandatangan Minuk yang rupa- nya ditulis setengah hati, kemu- dian dicoretnya beberapa kali. Hartono kemudian berhasil membaca bunyi tulisan itu, "Saya merasa lebih tua dan jelek. Pasti Dik Tono muak berdampingan dengan saya!" *** SEJAK diketahui Minuk ber- hubungan dengan Hartono, i- bunya seorang janda bangsa- wan kraton, selalu mencegah dan memata-matainya. Demiki- an juga Denmas Purbadi, adik Minuk. Ia kemudian yang ditu- gaskan selalu mengantar mem- boncengkan kakaknya ke ma- na-mana. Karena takut dengan keluar- ganya, di ruang kuliah pun, Minuk tidak lagi berani duduk sederet dengan Hartono. Walau- pun demikian Minuk selalu mencari jalan baru untuk bisa berhubungan dengan Hartono. Diajaknya misalnya, tiga abdi wanita terpercaya untuk jajan pecel lontong atau gado-gado di Pasar Beringharjo. Ketika pu- lang mereka membawa titipan surat, makanan, dan "sarsapare- la," minuman kesukaan Harto- no. Suatu hari mBah Darmo abdi magersari yang tinggal berdam- "Aku akan menjadikan Grati sisihanku sepanjang hidupku, Paman," Saranta pun pernah berjanji kepada ayah Grati. "Ajarilah Grati menjadi istri yang baik," pesan ayah Grati kepada Saranta, "Ia adalah anak yang manja. Jika ia menjadi se- orang istri, apalagi menjadi se- orang ibu, ia tidak akan dapat bermanja-manja lagi." "Baik, Paman. Kami akan mencoba untuk mendirikan se- buah rumah tangga yang baik. Aku harap Grati menjadi seo- rang istri yang mengerti kedu- dukannya. Ia harus dapat meng- urus rumah tangganya sendiri. la tidak boleh terlalu bergan- tung kepada orang tuanya. Mu- ngkin kehidupan kami tidak a- kan secerah keluarga paman, karena aku hanya seorang pu- nggawa Kangjeng Bupati." "Satu sikap yang baik, ngger," jawab ayah Grati, "Grati me-- mang tidak akan dapat berman- ja-manja untuk selamanya. Pada satu saat keluarganya memang harus mandiri, betapapun sulit- nya." nal akan berdialog dalam materi seminar. Pemikiran substansialis yang selama ini masih banyak mengungkung kehidupan Kera- ton Jawa, di mana antara nilai- nilai dan manusia-manusia bera- da pada tempatnya sendiri-sen- diri yang terpisah. Nilai-nilai, kaidah-kaidah atau norma-nor- ma tradisional adalah substansi dari cermin kebaikan yang me- mancarkan sinarnya menerangi manusia, Tanpa cermin itu ma- nusia bukanlah apa-apa, tidak berperan dan tidak eksis. Ma- nusia akan dihargai dan dihor- mati oleh orang lain karena ia berada dalam lingkungan nilai- nilai yang baik itu. Bukan kare- na dia berperan, aktif dan krea- tif, menuangkan segala emosi- emosinya dengan segala gairah hidupnya, untuk dipertaruhkan bagi kebahagiaan hidupnya sen- diri sebagai pribadi yang utuh. Dan juga kebahagiaan rohaniah- nya atas sumbangan jasa dan karyanya untuk masyarakat dan rakyat pada umumnya, sehingga dia memiliki eksistensi yang mandiri. Di pihak lain, pemikiran fungsional berpendirian bahwa nilai-nilai, kaidah-kaidah atau norma-norma tradisional adalah substansi dari cermin kebaikan yang bermanfaat untuk melihat dirinya sendiri dalam kaitannya dengan hubungan dirinya de- ngan orang yang lain, dengan sesuatu di luar dirinya/lingku- ngannya. Sehingga manusia hi- dup memiliki arti dan eksis se- pingan dengan pondokan Har- tono memberi tahu. Jeng Minuk menunggu di rumahnya. Hartono bergegas menemui- nya. Minuk sedang duduk lemas di kursi mBah Darmo. Rambut- nya kusut, matanya bengkak. Minuk mengungkapkan penga- lamannya pagi tadi waktu batal berangkat ke kuliah. Ibunya marah dan mengancam. Kata- nya, kalau Minuk masih mene- ruskan berhubungan dengan Hartono, berarti Minuk tega membiarkan ibunya mati kece- wa. Dengan suara yang berat dan terputus-putus, Minuk memberi tahu Hartono. Malam Minggu lusa, utusan dari Bantul jadi akan datang untuk menyampai- kan lamaran resmi. Pembicaraan antara orang tua sudah matang sebelumnya. Itu artinya Minuk harus memenuhi keinginan pi- lihan orang tua dan saudara- saudaranya. Ia harus menikah dengan seorang insinyur yang usianya jauh lebih tua. Setelah itu ia harus mengikuti suaminya yang berdinas di Tegal. "Maaf dik Tono. Semuanya gagal. Kuliah saya juga gagal!" kata Minuk tersendat-sendat sambil mengeringkan air mata- nya. Tenggorokan Hartono terasa tersumbat. Ia tidak mampu me- nanggapi cerita Minuk. Burung puter kelabu milik cucu mBah Darmo yang digantung di em- per depan, terdengar berkelaba- kan. Ia bagaikan berjuang keras untuk menembus jeruji-jeruji bambu sangkar yang mengu- rungnya. Di ruang duduk mBah Darmo itu pun, hati Minuk dan Hartono sedang berontak untuk membebaskan tekanan batin- nya. mBah Darmo yang sejak tadi ikut mendengarkan sambil mem 11 Ketika kemudian Grati dibo- yong ke rumah Saranta, maka orangtuanya telah memberinya bekal cukup banyak. Perhiasan yang lengkap. Pakaian bebera- pa pengadeg bagai pribadi yang mandiri, yang tahu memanfaatkan nilai- nilai itu sebagai suatu keharusan untuk mempraktekkan makna dari nilai yang dimilikinya. Mampu berpikir logis, mampu membina hubungan dengan pi- hak lain dan lingkungannya se- suai nilai-nilai yang berlaku dan dipahami manfaatnya. Misalnya, nilai bekerja adalah merupakan suatu cara untuk memberikan i- si kepada eksistensi kita sebagai manusia, untuk menjadikan ke- manusiaan kita sesuatu yang nyata; kalau tidak maka pekerja- an itu menjadi hampa, tanpa arti dan tak dibenarkan. Akibat fi- nansial dari pekerjaan, adalah pendapatan, dipandang sebagai salah satu faktor, yang bersama- sama dengan faktor-faktor lain, misalnya kesenangan bekerja, motivasi, lingkungan kerja, rekreasi dan lain sebagainya. (Van Peursen, 1987: 94-96), adalah suatu kesatuan mosaik yang menyatu dalam kebahagia- an hidup pribadi manusia bersa- ma yang lain, bersama dengan mitra relasinya. Pada bulan-bulan pertama kehidupan mereka tampak ber- bahagia. Jika Grati menengok ke rumah orangtuanya, Saranta pun mengantarkannya. Kedua- berpisah. Seperti mimi dan nya tampak tidak akan pernah mintuna. Tetapi kehidupan mereka pun mulai berubah. Saranta mu- lai minta agar Grati bersedia menjual kalungnya yang besar. Kalung emas dengan beberapa permata yang mahal. "Kau dapat membelinya yang lebih kecil, Grati. Aku sangat Dari kedua pemikiran yang dijelaskan di atas, bila dinyata- kan dalam bahasa kebudayaan, tugas para pewaris kebudayaan keraton tidak hanya sebagai pe- waris pasif melestarikan yang sudah ada (nguri-uri) saja, atau menjadi penerima dan penerus yang setia dari nilai-nilai yang diwarisi, tetapi juga, bahkan lebih-lebih, menjadi pengolah yang jenius dari nilai-nilai se- batik, pelan-pelan bangun dari dhingklik tempatnya duduk. "Sudahlah Jeng Nuk, kondur sebelum ditimbali. Kasihan ibu lo, kan sudah sepub" Minuk berdiri dipapah mBah Darmo. Sekilas ia melepaskan pandangan sendunya kepada Hartono yang masih tetap du- duk tertunduk. *** JUMAT sore, seperti biasanya, adalah hari kuliah di Gondola- yu. Seperti kencannya kepada Minuk lewat Paimin, sore itu Hartono nekad akan membolos. Walaupun sadar tidak ada ha- rapan, Hartono tetap mencoba, siapa tahu seperti kisah dalam dongeng, Minuk nekad juga lari ke gedung bioskop Indra. man." memerlukan uang saat ini. Mu- dah-mudahan jika usahaku ber- hasil, aku akan dapat membeli kalung yang lebih besar lagi." "Kami akan mencobanya, Pa- Demikianlah pernikahan Gra- ti dan Saranta berlangsung sa- ngat meriah. Sebagai anak gadis Grati tidak dapat menolak. la satu-satunya, maka orangtuanya masih berpengharapan, bahwa telah menyelenggarakan kera- pada suatu saat, ia akan dapat maian dengan menyelenggara- membeli kalung yang lebih be- sar lagi. kan pertunjukkan wayang to- peng semalam suntuk. Bel pertunjukan film jam tiga sudah berdering. Pintu sudah siap untuk ditutup. Hartono be- lum juga melihat Minuk muncul. la masih mencoba menunggu- nya. Jangan-jangan Minuk se- ngaja akan muncul beberapa menit setelah pertunjukan dimu- lai, agar tidak dilihat orang di lobi. Catbut-cathtut karcis bebe- rapa kali mendekati Hartono menawarkan karcis catutannya Hartono menolak. Ketika lobi gedung bioskop Indra di depan Beringharjo itu sudah sepi dan para catut pun sudah berpindah ke gedung bi- oskop yang lain, tinggal Har- tono yang masih kelihatan me- ngamati gambar-gambar rekla- me film High Noon yang dibin- tangi Gary Cooper itu. Karena hilang harapan, akhirnya Hartono mengambil sepedanya dari titipan di sam- ping Indra. Pelan-pelan ia me- nuntun sepeda torpedo merek Gazelle itu menuju ke jalan besar. Betapa terkejut Hartono serenta di sudut jalan keluar Indra itu ada tiga pemuda. Salah seorang di antaranya Denmas Tetapi yang terjadi kemudian adalah sebaliknya. Sebelum Sa- ranta sempat membelikan ka- lung yang lebih besar, Grati ter- paksa menjual gelangnya. Hal itu berarti bahwa pemi- kiran fungsional harus menjadi pilihan. Kalau tidak mau keting- galan kereta yang melaju dalam laju perjalanan alam dan kodrat yang terus berubah. Pilihan ha- rus jatuh pada sistem manaje- men pengolahan dan pengelola- an kembali warisan kebudayaan keraton itu sendiri. Grati pun merelakan gelang- nya. Ia sudah bermimpi tinggal Seluruh asset harus diinveta- risir kembali, ditata dengan apik dan aman, untuk bisa dikenali, dinikmati, dimengerti dan diha- yati oleh pihak luar. Banyak hal dari kebudayaan keraton yang hanya didengar adanya oleh o- rang luar keraton. Yang tersim- pan dan tertutup perlu diperli- hatkan, dengan segala misteri yang tentunya harus diterang kan tanpa meninggalkan nilai- nilai yang melekat dan yang dihormati oleh para pewarisnya. Masyarakat awam sebagai relasi yang ikut handarbeni akan tetap hormat dan tentu saja berdecak kagum, atas kekayaan pola dan ragam, serta tingginya nilai kesejarahan, kreativitas pencip- tanya/disainernya. Untuk itu diperlukan berba- gai macam ilmu pengetahuan pengelolaan (manajemen) dan keahlian khusus agar dapat menampilkan kembali kehebat- an kebudayaan keraton dengan prima. Selamat berseminar dan suk- ses. *** Purbadi duduk di atas bonce- ngan sepeda. Mereka mengan- cam Hartono dengan pandang mata dan senyuman mengejek. Hartono cepat-cepat melom- pat ke sepedanya dan dikayuh- nya Gazelle torpedo itu ke arah alun-alun utara. Di dekat Wa- rung Gule Pak Amat ia membe- lok melewati gedung bioskop Soboharsono, gedung PPBI, lan- tas memasuki Plengkung Wijilan menuju pondokan teman-te- mannya di Gamelan Lor. Kepada teman-temannya itu Hartono tidak menceritakan ki- sah sebenarnya. Ia hanya sam- bat memerlukan pondokan baru di dekat mereka. Sahabatnya memberi tahu, di kampung Namburan Lor pernah ada yang menawarkan kamar kosong. *** MALAM Minggu, ketika di rumah keluarga Minuk sibuk menerima lamaran, Hartono ju- ga sibuk mengemasi barang-ba- rangnya. Dibantu teman-teman- nya, ia mengangkut perlengka- pan pondokannya dengan an- dong ke Namburan Lor. Dari mBah Darmo ia diberita- hu, Paimin juga sering diberi uang oleh Denmas Purbadi. Ju- mat sore kemarin di rumah ke- luarga Minuk hampir terjadi malapetaka. Den Ajeng Minuk mberot pamit mau kuliah, tetapi dilarang ibu dan adiknya. Den- mas Purbadi membuka rahasia. la tahu semua akal-akalan Har- tono untuk selalu mengajak Mi- nuk. Paimin terakhir juga mem- bocorkan surat Hartono untuk Minuk. Bertahun-tahun Hartono ti- dak pernah muncul di kampung itu. Demikian juga Paimin Bak- mi menghilang dari langganan- nya. Berita pertama yang didengar Hartono. Minuk jadi melang- sungkan perkawinannya dengan insinyur pilihan ibu dan sauda- ra-saudaranya. Ia sekarang bu- kan lagi Raden Ajeng, tetapi Raden Ayu. Berita yang kedua, setelah beberapa tahun terde- ngar kabar, Minuk yang sudah nyonya insinyur dan ibu dari dua anaknya masuk rumah sakit akibat kanker hati. Hari Jumat siang sekitar jam dua, tujuh tahun setelah peristi- wa bioskop Indra, Hartono yang juga sudah menjadi seorang su- ami dan ayah berdiri di atas tumpukan batu di ujung glede- gan rumah keluarga Minuk. Di tempat itu Hartono dulu sering t Minuk kuliah. Di se- menjemput M belahnya berdiri Paimin yang sudah nampak tua, mengena- kan peci dan bersandal jepit. Bersama dengan pelayat yang lain, sore itu Hartono dan Paimin harus ikut melepas jena- zah Raden Ayu Minuk. Tidak a- da pelayat lain yang menga- cuhkan mereka. Hanya bebera-1 pa wanita tua, para abdi Raden Ayu Minuk yang melihat Harto- no dan Paimin, mereka saling berbisik. "Saya mohon maaf lo Oom!" kata Paimin lirih sambil meme- gang tangan Hartono. "Semua kan kersaning Pa- ngeran" jawab Yogyakarta, 10/1992 di sebuah rumah yang besar dan bagus sekali. Saka guru jo- glo pendapanya berukir. Demi- kian pula sunduk dan uleng- nya. Bahkan disungging dengan warna-warna cerah. Sedangkan gebyog di pringgitan pun beru- kir pula. Tetapi mimpi itu tinggal mim- pi. Saranta masih belum mem- beli gelang, kalung yang lebih besar apalagi rumah dengan ti- ang-tiang berukir dan disung- ging dengan warna-warna ce- rah. "Memancing ikan sebaiknya dengan umpan ikan pula, Grati. Aku sedang memancing ikan la. raksasa. Karena itu relakan ge- langmu. Jika ikan raksasa itu tertangkap, maka segala-galanya nggal di rumah ini. Kita akan akan berubah. Kita tidak lagi ti- mempunyai rumah yang jauh le- bih besar dan lebih baik. Apala- gi kalung dan gelang. Kangjeng Bupati memerintahkan aku un- tuk membeli tanah yang luas di pinggir hutan untuk pesanggra- ban." Bahkan perhiasan yang tersi- sa pun akhirnya harus dijual pu- "Aku sudah menemui Ki De- mang dari Kademangan Saraga- ten," berkata Saranta, "Tanah itu lebih murah dari patokan harga sudah tersedia. Harganya jauh yang diberikan oleh Kangjeng Bupati. Sedangkan Kangjeng Bupati tidak mau tahu selisih harga itu. Itu adalah rezekiku.. Para pemilik itu tidak akan da- pat menolak tawaran harga yang diberikan kepada mereka. Pantas atau tidak pantas." (Bersambung) 4cm BERA Asuhan: dr Soelie Mabuk Pa Dokter yth. Saya seorang pelaja menanyakan beberap udara dan darat serta biasanya kalau beperg walau jaraknya agak Yang kedua bagaim disembubkan sehingge Apa sebab dan bagair kalau saya lari-lari tem perut bawah sebelah sehingga menyebabka Terima kasih atas jau Adik Marda yth. Terima kasih atas su tempatnya terbatas aka dulu. Banyak orang yang pusing atau pandangan atau perpindahan posi tersebut dikenal denga keadaan, motion sick. sickness atau mabuk d sickness yang sering di luar angkasa. Kadang- mabuk hanya karena televisi atau film. Bagian tubuh kita y pada telinga bagian da Gejala motion sickness berupa pernafasan yar keringat dingin atau ga Sampai saat ini pen tahui. Ada kecenderur keadaan psikologis se takut naik pesawat ter motion sickness. Kadar gian jauh dengan kend lama akan berkurang membantu mengurang ditempuh beberapa ca gerakan pada saat ken saat kendaraan berbel berputar ke kanan sed liknya. Pada saat naik di antara sayap dengan ca dalam pesawat dan bepergian dengan kap memandang horison d menutup mata. Bila ke sebelum bepergian an- yang banyak dijual di sebaiknya konsultasi d semua obat anti mabu dapat membantu. Yogyakarta Minggu, 22 November 1 Dokter Umum buka p Soni Van Sasongko, Jl Su 5;dr Merry, JI Suryatmajar dr H Arismunandar, Jl Pate Ws, JI Nagan Kidul 38 A;c JI Wiratama No 4 Tegalrej E-96. Dokter Gigi buka puk Kidul 62; drg Haryono BK Dokter Gigi buka puku 98; drg Agus Subagyo, J Apotek buka biasa untuk Kodya Yogyaka Kadipiro, Jl Wates, Ngest JIC Siman-juntak 77; Apor Bhakti, JI KHA Dahlan Adisutjipto 267 telp. 6165 Apotek Enggal Semi, JI Indah, Jl Kusumanegara Kentungan; Apotek Kimia Apotek Pelita, JI Gejayan Malioboro 179; Apotek Ri JI Parangtritis 104 telp. 61 telp 63242; Apotek Bhuar Malioboro 123 (buka 24 Rumah Sakit buka Sekip Yogyakarta telp 87 telp. 88876; RS Panti Ra RS PKU Muhammadiyah 2654,66129. Rumah Saki Kabupaten Bantul telp. 7 402 telp. 2683. RS Ludirom 3651 Yogyakarta; Ruma Desa Dongkelan, Kali Kabupaten Bantul; RSUK telp 71195. Pelayanan PMI Cabe PMI telp 72176; Ambul Transfusi Darah Caban- Poliklinik Umum d Tegalgendu No 25 Kotag pukul 14.00-16.00 WIB Salah satu busana malam da