Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Waspada
Tipe: Koran
Tanggal: 2005-03-23
Halaman: 14

Konten


4cm Galeri Lost World of Tambun, Di Tanah Semenanjung Latar belakang kawasan kanal, yang pada tempat ter- tentu dijaga oleh gorilla beru- kuran raksasa dengan suara- nya yang khas. itu adalah pebukitan dengan pepohonan hutan yang hijau, sehingga seakan-akan tempat itu berada disebuah lembah dan pengunjung seolah-olah berada dalam sebuah kawasan lembah dan bukit, meski tak seperti Indiana Jones yang harus berhadapan dengan ber- bagai rintangan serta tanta- ngan dalam petualangan. Dua gorilla itu merupakan patung yang mengeluarkan suara sesungguhnya dari alat yang tersembunyi, lalu ketika terus berhanyut maka tiga ekor katak besar di tepi kanal menyongsong dengan semburan air yang tidak henti-hentinya. Sementara, pengunjung lain yang tidak berminat bermain- main di air, maka boleh menai- ki mini train (kereta api mini) yang bergerak perlahan-lahan menyusuri jalan mengitari berbagai obyek di tempat itu. Bangunan bak istana atau kuil pada ratusan tahun lalu itu, arsitekturnya menimbul- kan kekaguman dan pengun- jung pun merasa dirinya teng- gelam pada masa itu, jika saja ketika masuk tidak ada loket kaca dan pintu berpeng-hitung digital yang dijaga petugas. Lost World atau dunia yang hilang di Tambun bisa ditemu- kan, dinikmati serta dirasa- kan para pelancong, meski belum seutuhnya seperti yang pernah tertonton pada film The Indiana Jones. Lalu, meski tidak ada pantai atau tepian laut, akan tetapi setiap pelan- cong yang menggemari mandi dan bermain layaknya di laut dengan deburan ombak, di tem- pat ini boleh mendapatkannya. Kolam besar buatan yang dikelilingi pagar tembok dan pondok setengah lingkaran, dengan air jernih yang dibuat agar menimbulkan ombak ke- cil menimbulkan kesenangan maupun kegembiraan para remaja, anak-anak bahkan orang dewasa dengan pakaian mandinya sebagaimana orang mandi-mandi di tepi pantai. Sedangkan yang tidak ber- main di kolam berombak itu, ketika berdiri di salah satu sisi tepiannya, dapat menikmati jilatan lidah ombak di kaki masing-masing meski tak seru- pa betul ketika kita berdiri- diri di pasir tepi pantai. Jika bosan bermain di ko- lam berombak itu, pelancong boleh berenang ataupun ber- hanyut di sebuah kanal buatan berisi air jernih yang tetap mengalir seperti sungai. Air di kanal pun ternyata bisa di- munculkan alunnya, sehingga siapa ingin menguji ketang- kasan berenang melawan arus kanal yang juga bergelombang, tidak ada larangan. Atau, mungkin cuma sekadar ingin berhanyut dengan alat penga- pung dari hulu kanal ke hilir 14 23 MARET 2005 RABU PERJALANAN ke kawa- khas bangunan masa lalu yang san pelancongan (wisata) dibuat layaknya dalam cerita menempuh jarak sekitar 40 film kesohor The Indiana Jo- km dari Bandaraya Ipoh di nes. Yakni, cerita petualangan Kerajaan Negeri Perak Darul mencari harta karun dan meng- Ridzuan, dengan bus terasa gali lokasi peninggalan masa tidak lama melalui jalan lalu, kemudian menemukan mulus dua jalur yang diapit bangunan terbuat dari batu tebing dan ketika menuju ukuran besar yang disusun obyek itu di sebelah kiri terli- menjadi gedung. hat lembah serta jurang. Ham- pir serupa ketika wisatawan dari Kota Medan menuju Kota Turis Berastagi di Dataran Tanah Karo. Pada dinding bangunan yang berwarna coklat kemerah- merahan, terpasang relief- relief, antara lain kepala gajah atau lebih tepat nenek-moyang gajah yakni Mammout. Sebab, ukurannya begitu besar lebih dari bentuk serta ukuran nor- mal kepala gajah, gading dan belalainya yang besar. Lalu, di atas bangunan besar yang ditopang pilar-pilar bulat dan besar masih ada bangunan- bangunan kecil. Memang, salah satu faktor penting dalam kepariwisataan yang orang Malaysia menye- butkannya Pelancongan' ada- lah jalan dan transportasi, kemudian penataan obyek yang menarik minat para pelancong, setelah datang lalu ingin kembali lagi. Yang membedakan adalah ruas jalan yang cukup bagus dan lebar dalam dua jalur, yakni dari Ipoh ke Tambun di jalur kiri, dan kembali dari Tambun ke Ipoh di jalur kanan. Sementara, waktu itu jumlah kendaraan yang melintas tidak begitu ramai. Dalam perjalanan dipandu Cik Raja yang begitu familiar dengan pelancong dari Kota Medan, sempat muncul kalau di Perak ada Tambun, maka di Sumatera Utara ada Tam- bunan, yakni salah satu marga etnis Batak (Tapanuli), juga di Karo ada marga Tambun (Tarigan Tambun). Apakah memang ada pertalian, atau tidak, belum ada penelitian. Kecepatan bus antara 60 Km-100 Km/jam, dan selama masa tempuh itu tidak pernah terlihat apalagi terjadi kepada- tan lalu lintas yang bisa me- nimbulkan kemacatan, mes- kipun sesekali pengemudi memperlambat bahkan meng- hentikan kendaraan ketika kendaraan lebih kecil berbelok di depan. Artinya, kendaraan lebih besar mengalah terhadap kendaraan yang kecil. Jadi, karena saling mema- tuhi aturan serta ketentuan yang berlaku, maka perjalanan sangat lancar dan tiba di 'tujuan dengan selamat serta lebih cepat. Dan, pada potongan relief kepala gajah mengalir air membentuk air terjun kecil mengikuti bentuk belalainya. Suara air itu mendesah sehing- ga menimbulkan perasaan te- nang, terlebih lagi memandang air yang jatuh itu terus menga- lir ke kanal yang bisa disebe- rangi oleh pelancong dengan melintasi sebuah jembatan pendek, namun lebar dengan pagar dari pilar-pilar kecil. Dari jarak 50 meter hingga 100 meter, sebelum pelancong meneruskan langkahnya ke tujuan pokok, maka terpandang bukit-bukit dengan tebingnya yang curam seakan-akan ba- ngunan Indiana Jones itu me- rupakan gerbang yang berada di kaki bukit tersebut. Atau, bisa seolah-olah bangunan In- diana Jones merupakan hasil pahatan dari bukit-bukit terjal itu. DUA perahu fiber berme- sin, atau lebih cocok disebut 'Speed Boat' berisi 12 pelan- cong (wisatawan) selain awak- nya melaju di permukaan air Sungai Perak di Kuala Kangsar, sementara dua speedboat berwarna merah dengan awak berpakaian loreng mengawal- nya di kiri-kanan seolah meng- apit dua perahu berpenumpang pelancong. Suguhan pemandangan sebelum masuk ke dalam itu saja telah menimbulkan kesan tersendiri bagi setiap pelan- cong, sehingga bukan mustahil lebih mendorongnya masuk untuk mengetahui apa lagi yang ada di dalam, atau di balik bangunan tersebut. Mereka adalah pasukan Bomba Penyelamat Malaysia, atau di negeri kita tidak lain dan tidak bukan adalah petu- gas pencegah dan pemadam kebakaran, Cuma tugas mere- ka juga termasuk sebagai penyelamat orang hanyut, teng- gelam atau menolong jika ter- jadi kecelakaan di air/sungai. Penumpang tidak perlu khawatir tersengat sinar mata- Menyusuri goa Kampret Negeri Perak, Malaysia hari atau hujan karena ken- daraan air itu bertudung terpal yang dipasang rapi. Jurumudi dan awak perahu cukup ramah dan membantu para pelancong yang kurang faham cara mengenakan rompi pelampung. Sebenarnya, Pulau Sumatera sangat besar potensi wisata atau pelancongannya, tetapi baru sedikit yang dijadikan sebagai tujuan pelancongan Atau, para pelancong meng- inginkan tubuhnya berendam di air hangat yang agak berbau belerang seperti pemandian air panas di Lau Debuk-Debuk di kaki Gunung Sibayak Sumut, tetapi di Lost World penataan kolam air hangat itu lebih baik guna memberikan kesan dan kenangan setelah pelancong meninggalkannya. Waspada/Feirizal Purba Memang, untuk menikmati obyek di Lost World tidak cukup waktu kalau pelancong (pe- ngunjung) datang tengah hari, mungkin lebih cocok ketika hendak berkunjung ke tempat itu pagi hari. Apalagi, masih ada obyek lain berupa atraksi Si Raja Hutan (Nek Belang) yang dikurung namun tanpa pagar kerangkeng besi seba- gaimana lazimnya di taman margasatwa. Lokasi tempat tiga harimau besar itu hanya berbatas de- ngan parit (kanal) selebar em- pat meter dengan air yang tidak dalam. Pengunjung berdiri di balik pagar tembok yang seting- gi pinggang orang dewasa su- paya dapat secara jelas dan nyata menyaksikan tingkah- polah si Raja Hutan menam- pilkan atraksinya. Kemudian, para pelancong yang ingin menikmati serta memandang dan menonton apa yang ada di balik bangunan itu, maka bagi anak-anak Obyek pelancongan atau dikenakan tiket seharga RM wisata Lost World of Tambun 16 (senilai Rp. 32 ribu lebih) menyambut setiap pengun- dan orang dewasa RM 20 jung/pelancong dengan warna (senilai Rp. 40 ribu). Ke Sungai Perak Dan Goa Tempurung memang gesekan wajah de- ngan udara sedikitnya telah menyebabkan rasa agak panas di kulit, namun tidak sampai menjadi penyebab kerusakan pada kulit wajah penumpang kala itu. dan memang sudah terkenal, antara lain Danau Toba, Tanah Karo Simalem/Brastagi, Bukit Lawang dan tepi laut yang dija- dikan obyek, seperti Pantai Cermin, Pantai Klang dan lainnya. Namun, untuk wisata bahari seperti wisata sungai, mungkin masih minim. Semen- tara, negeri jiran kita sudah mengelola dan menatanya se- demikian rupa, sedangkan Kota Medan hingga kini tak kunjung direalisir Wisata Su- ngai Deli dengan sampan/ perahu bermotor. Petugas memberitahukan lewat pengeras suara perihal tahapan atraksi dari masing- masing harimau itu, misalnya kesanggupan si harimau yang bertubuh lumayan besar me- lompat setinggi hampir empat meter untuk menggapai serta mendapatkan potongan daging ayam yang digantungkan pada seutas kabel baja. Setelah si harimau jantan berhasil menggapai potongan daging tadi, menyusul potongan Pangkalan atau dermaga tempat pelancong naik ke pera- hu hanya beberapa meter dari bangunan rumah makan (restoran) di tepi Sungai Perak yang hampir mirip Sungai Wampu di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Perbedaanya, jembatan lalu lintas umum yang menghubungkan dua tepi Sungai Wampu terbuat dari besi baja, dan di beberapa lo- kasi tepian Sungai Wampu ter- lihat rumah penduduk dan der- maga sederhana yang disebut tangkahan orang mengumpul- kan pasir untuk diangkut ke darat. Sedangkan Sungai Perak mempunyai sebuah jembatan beton, besar dan cukup tinggi dari permukaan air sungai. Jembatan itu disebut 'Jemba- tan Victoria' yang dibangun oleh Kesultanan Perak. daging berikutnya yang juga digantungkan. Cuma, sekali ini si harimau jantan seakan- akan mengerti kalau jatah itu bukan haknya, melainkan hak si betina. Dua lengkungan besar di bagian bawah jembatan itu memungkinkan kapal besar bisa lewat di bawahnya tanpa harus menaikkan bagian jembatan seperti jembatan Ampera yang melintang di atas Sungai Musi Palembang pulu- han tahun lalu. Tepuk-tangan meriah dari penonton, ketika Si Raja Hutan berhasil menggapai dan merengkuh potongan daging itu ke mulutnya meskipun harus melompat setinggi tiga meter dari tanah. Saat pengunjung asyik menonton tingkah-polah si Raja Hutan, maka beberapa petugas khusus sudah menge- luarkan tiga ekor anak hari- mau. Masing-masing berusia enam bulan, dan ketiganya digiring ke luar melewati gerbang besi. Tak obahnya anak kucing, ketiga ekor anak harimau itu- pun bercanda sesamanya de- ngan saling terkam tetapi Pelancong dibawa ke arah hulu sungai dengan mening- galkan jembatan Victoria yang tertinggal jauh dan terlihat me- ngecil. Saat speed boat mulai mendekat ke satu jembatan biasa terbuat dari kerangka besi baja, jurumudi memutar kemudi mengubah haluan ke arah hilir sungai yang berarti pelayaran menuju pulang ke dermaga semula. Ternyata, perkiraan itu meleset sebab jurumudi tidak menghentikan speed boat, malah melanjut- kan pelayaran mengarah ke hilir sungai. Dari kejauhan terlihat kubah bertengger di atas sebuah bangunan yang pernah menjadi istana Kesul- tanan Perak di Kuala Kangsar, kemudian perlahan-lahan se- makin jelas bangunan istana yang ternyata jaraknya dengan tepi Sungai Perak tidaklah be- gitu jauh. Dan jurumudi kem- bali memutar haluan ke arah dermaga atau pangkalan yang dekat dengan Jembatan Vic- toria. Perkiraan sekali ini pun juga, ternyata meleset. Juru- mudi memperlambat speed boat lalu menghentikannya pada sebuah dermaga besi yang letaknya persis di ujung jalan menuju istana. Di derma- ga ini pula seluruh penumpang turun dari speed boat untuk menaiki transportasi darat, yakni bus khusus yang akan membawa para pelancong ke istana lama yang bangunannya terbuat dari kayu. Kondisinya tak jauh beda dengan rumah panggung yang merupakan salah satu ciri khas orang Mela- Ketika perahu yang dtum- pangi melintas di bawahnya, seakan pelancong berada di bawah kaki raksasa, dan speed boat pun menjadi kecil tak se- banding dengan bangunan jem- batan cukup megah itu. Semen- tara, mobil dan kendaraan bermotor lainnya melintas di atas jembatan, dan speed boat bertambah laju bagaikan ber- pacu satu sama lain mening- Ornamen dan arsitektur galkan celah di permukaan. Ke bangunan rumah panggung samping kiri dan kanan mun- yang sekarang menjadi mu- cul gelombang kecil yang me- seum sejarah salah satu negeri nerpa-nerpa dinding speed boat atau kerajaan di Semenanjung sehingga oleng tetapi bukan itu memang tidak berbeda hendak tenggelam, namun tak dengan yang terdapat di kawa- urung mengakibatkan bebera- san Sumatera, sehingga bisa pa wanita pelancong menjerit menjadi bukti serta fakta seja- kecil dengan wajah yang meng- rah bahwa etnis Melayu yang ekspresikan ketakutan seje- mendiami Pulau Sumatera nak. Atau, berlangsung sua- juga adalah orang Melayu yang sana dan situasi yang memacu kini menjadi bangsa Malaysia. jantung pelancong. Lebih diperkuat lagi de- Angin menerpa-nerpa wa- ngan sejumlah catatan sejarah jah dan tubuh penumpang dan yang ada dalam museum serta bukan untuk saling memangsa, melainkan untuk bergumul setelah satu dan lainnya tergu- ling di tanah berumput. Dalam giringan pengasuh- nya, mulai keluar gerbang dan masuk ke dalam kandang bambu yang dikelilingi para pengunjung, ketiga ekor anak harimau itu masih terus saja bercanda. Hewan buas dan liar yang masih kecil itu tak mem- perhatikan siapa-siapa pe- ngunjungnya, kecuali terus saja saling terkam dan gumul. Beda dengan induknya yang berat- raksi menggapai daging, yang ternyata memandang penuh curiga kepada manusia yang menontonnya, maka anak ha- rimau itu terus menampilkan kelucuannya tanpa peduli. yu, dan ornamen maupun arsi- tekturnya tidak berbeda de- ngan rumah tradisi orang Me- layu di kawasan Pulau Suma- tera, atau tepatnya di wilayajh Riau. Hari semakin sore seiring dengan mulai redupnya cahaya matahari menerpa bumi, dan kisah yang dituturkan majelis atau ahli pejabat pemerin- tahan dan pelancongan Kuala Kangsar. Kisah singkatnya, asal-muasal orang yang me- wariskan keturunannya turun- temurun menjadi penghuni Kuala Kangsar dan Negeri Perak, adalah dari Sumatera (Riau). Moyang mereka meninggalkan Pulau Sumatera yang memiliki beberapa nama, yakni Pulau Andalas, Pulau Harapan dan Pulau Perca. Pelayaran mereka me- ninggalkan Sumatera melalui lautan lalu memasuki sebuah kuala (teluk) di muara sebuah sungai, kemudian berlanjut menuju arah hulu sungai yang kemudian bernama Sungai Perak. Dalam pelayaran menu- ju hulu sungai, pimpinan rom- bongan (tentu orang yang ditua- kan, dihormati dan berwiba- wa) menghitung berapa banyak kuala yang mereka temukan, yang ternyata ada 99 kuala. Maka, berucaplah dia, "Kuala kurang sa" (Kuala kurang satu) karena tidak genap menjadi 100. Kuala kurang sa, kuala kurang sa. Ucapan dan sebutan itu pun lama kelamaan men- jadi berubah menjadi Kuala Kangsa atau Kangsar, maka sebutan itupun terus melekat menjadi nama negeri tersebut, dan itulah sampai sekarang. Tetapi apakah benar demikian catatan sejarahnya,? Wallahu a'llam, karena si pencerita tidak mengungkapkan apakah sudah ada penelitian tentang itu, atau belum supaya ada kebenarannya. Namun, soal asal-muasal Melayu yang ada di Semenanjung itu memang tidak perlu diragukan dari mana mereka berasal. Kalau kita mau jujur, wisata Sungai Perak di Kuala Kangsar tersebut biasa saja dan tidak berbeda jauh dengan apa yang dimiliki Pulau Sumatera, cuma saja agaknya kita masih menonjolkan 'lips service' dan masih dalam tarap 'cakap-cakap' saja,l istilah orang Medan. Sedangkan or- ang Melayu semenanjung su- dah berbuat dengan menatanya sekaligus memasukkannya ke dalam sebuah paket wisata sungai sejarah/museum - masakan khas dan museum milik Sultan serta suvenir wa- lau masih sederhana. pelancong meninggalkan ha- rimau itu untuk menyempat- kan diri menguji nyali dengan duduk di kursi kecil yang ter- gantung masing-masing pada rantai baja Setelah setiap penumpang memasang sabuk pengaman, lalu operator menyalakan alat yang memutar sebuah lingkar besar tempat bergantung se- Cuma, ketika itu bukan tiap kursi. Mula-mula putaran nasi yang dihidangkan melain- itu perlahan, namun selanjutkan penganan mirip risol de- nya bertambah cepat dan ken- cang, sehingga kursi tak lagi tergantung berjuntai melain- kan seakan melayang. Ini, be- nar-benar cukup memberi ujian nyali dan ketahanan fisik. Namun demikian, para pelan- cong terkesan tidak merasa takut kecuali wajah mereka se- perti kusut karena diterpa angin saat berputar dan melayang. ngan isi bumbu dan potongan kecil daging. Menikmati sajian penganan itu mestilah menggu- nakan sambal saos. Ternyata, hidangan itu tidak bertahan lama di atas meja karena sekejap saja sudah tak bersisa lagi, karena rasanya memang gurih serta pas di lidah. wisata cukup menarik, sehing- ga pelancong yang berkunjung ke negeri tersebut menjadi kurang afdol kalau tidak mengunjunginya. Tetapi, sebelum kisah ber- lanjut mengenai Goa Tempu- rung, maka perlu kita pulang dulu' ke negeri tercinta, tepat- nya di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Daerah Bahorok dan Bukit Lawang yang pernah sangat kesohor di dunia internasional dengan penangkaran Orang Utan, juga mempunyai sejumlah goa yang sudah menjadi obyek dan tujuan wisata, diantaranya Goa Kampret dan Goa Batok (Tempurung). Hampir masuk waktu Maghrib, namun para pelan- cong seperti enggan mening- galkan tempat itu, terlebih lagi ketika pemandu mengajak ma- suk ke sebuah ruangan serupa tempat di mana kita dapat menikmati masakan siap saji dengan bahan utama ayam (chicken). Memasuki Goa Kampret berarti pelancong siap menda- pat tantangan mental dan fisik maupun keberanian atau kenekatan, sebab keadaan da- lam goa gelap-gulita sehingga pelancong mesti berbekal penerangan seperti senter atau sejenisnya. Selain gelap-gulita yang membuat pengunjung satu sama lain tidak bisa sa- ling memandang kecuali jika lampu senter dinyalakan. Sama halnya ketika melaku- kan perjalanan menelusuri ba- gian dalam Goa Kampret agar bisa tiba di tujuan yakni mu- lut atas goa yang berada di puncak bukit. Tidak jarang per- jalanan harus dilakukan de- ngan mendaki, dan sesekali ha- rus merangkak serta menyeZli- nap lewat celah yang cuma bisa dilalui seorang demi seorang. Tantangan keberanian dan Usai bersantap itu, para pelancong yang ingin membeli suvenir masih diberi kesem- mental yang lain adalah ke- mungkinan 'sapaan' dari makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mempunyai wujud kasar sebagaimana manusia. Penga- laman ini dirasakan oleh kala- ngan pengunjung yang seolah ada orang menggamit bahunya dari belakang, sementara diri- nya sendiri merupakan orang paling belakang dalam barisan. Lalu, seakan ada yang berbisik kepadanya supaya tidak me- lanjutkan perjalanan hingga ke akhir mulut goa, dan pada saat hal itu dia bisikkan kepa- da rekan-rekannya, ternyata ada juga yang merasakan hal itu. Akhirnya, semua balik- kanan kembali menuju pintu masuk. Goa Kampret di Langkat Sumatera Utara dan Goa Tem- purung di Negeri Perak, pada dasarnya sama saja. Yang membedakan mungkin seja- rah dan sarana yang dibangun oleh pemerintah negeri terse- but dalam upaya lebih menarik minat para pelancong. Mereka membangun jalan kecil berpa- gar kiri-kanan mulai dari me- nuju mulut goa hingga ke puncak goa. Pelancong pun tidak membutuhkan betul lampu penerangan tentengan atau sejenis lampu senter, karena sudah dipasang lampu pene- rangan arus listrik. Promosi pelancongan me- reka cukup gencar, perwakilan 'Malaysia Tourism' di kota Medan kerap mengundang travel biro maupun wartawan dari Medan untuk di negeri Goa tempurung Negeri Perak Darul Rid- zuan juga membangun dan me- nata sebuah goa, namanya Goa Tempurung sehingga benar- benar menjadi sebuah obyek Wisata Sungai Perak Kuala Kangsar. WASPADA Waspada/Feirizal Purba Para pelancong dari Medan di Lost World of Tambun. patan berbelanja di mini mar- ket yang masih dalam gedung/ bangunan 'Indiana Jones'. Suvenir di tempat itu ada kaos T-Shirt bertuliskan Lost World of Tambun, cangkir porselin dengan tulisan yang sama, topi dan lainnya. Saat pintu bus ditutup dan mulai perlahan-lahan bergerak meninggalkan tempat itu, pelancong masih sempat me- nyaksikan lewat jendela ke arah obyek yang dikemas sede- mikian apik supaya memberi- kan kesan tersendiri bagi setiap pelancong. Itu, dibarengi lambaian tangan para petugas dan pekerja Lost World of Tambun mengantar pelancong yang hari itu kembali ke Ban-daraya Ipoh di Kerajaan Negeri Perak Darul Ridzuan. (Feirizal Purba) Semenanjung itu. Mengunjungi Goa Tempu- rung tidak seletih menyusuri Goa Kampret. Jalan buatan selebar satu setengah meter dengan pagar besi di kiri- kanannya memberi perasaan aman, sehingga sesama rekan dan pemandu bisa berbincang- bincang sambil memandang bagian dalam goa. Sementara lampu penerangan yang terpa- sang menyala dengan cahaya temaram menyoroti seluruh bagian dalam goa secara bergantian. Pada tanjakan dibuatkan tangga sehingga pengunjung tak lagi perlu memajat dan mendaki tebing atau dinding goa untuk meneruskan perja- lanan dalam sungkupan tero- wongan alam yang mirip tem- purung atau batok kela-pa dengan posisi telangkup. Kisah Goa Tempurung. Ko- non menurut penuturan seorang pemandu pelancongan, dulu menjadi tempat orang mencari atau menambang timah. Pekerjaan tersebut umumnya dilakukan oleh orang China, dan kemudian ditinggalkan begitu saja. Karena persediaan timah sudah habis. Lama di- ting-galkan akhirnya diman- faatkan orang lain menjadi tempat persembunyian pembe- rontak komunis Malaysia yang dikejar-kejar tentara Malay- sia, dan akhirnya mereka ter- tumpas. Kini Goa Tempurung menjadi daerah tujuan pelan- congan. (Ferizal Purba) Waspada/Feirizal Purba WASPADA Color Rendition Chart Pas Ber MEDAN (W pasca gempa d Nias (Sumut) Darussalam) menghabiskar Dari Rp118 dari PT Telkom mitra kerja ya (Swedia), Britis (Jerman), NEC ujar Direktur Ut Dia berbicara k Selasa (22/3), dan Kepala Div wartawan di E Kristiono m Telkom menga fisik dan pelang semua fasilitar menunggu pro Awal benca otomat beriku pelanggan di s sarana telekom (Base Transciev Dalam pros menggunakan kemudian mem Ribu Dan Tak I MEDAN (Wasp petani yang berad Sumut dan NAD t bertani lagi setelah Iskandar Muda (PI beroperasi menged jenis urea itu terh minggu depan. Ketua HKTI Su Pelaksana Harian S berbicara kepada Medan, Senin (23 Tidak beropera jelasnya lagi karena tidak lagi memberik alami yang selama in sebagai bahan baku membuat pupuk ter nya suplai gas in melalui perpanjan Exon ke PIM. Alasan pemer memberikan pasok PT. PIM lagi karena kontrak dengan luar dengan negara J Korea. Untuk pasok. pemerintah merenca mendatangkan pa daerah Bontang, k Kenyataan ini, je Penerb Dibatas JAKARTA (Ant rintah Indonesia san bertekad membata ngan berkonsep m Cost Carrier/LCC) hendak membuka r tensial ke sejumlah Jakarta, Surabaya, D Medan. "Keputusan itu ini sampai batas wa kesepakatan baru de lah negara yang LCC terbang dari dan ke kata Menteri Per Hatta Rajasa kepada raker dengan Komi Jakarta, Selasa. Menurut dia, per utama pembatasa karena perusahaan p nasional belum memp saing yang sebandi sejumlah LCC asin Oleh karena itu p pengaturan "time slot berdekatan waktunya Pengus Manfaa PEMATANGS (Waspada): Belum bam saha kecil dan mikre manfaatkan Kredit U dan Kecil (KUMK) guna menambah mc akibat terganjal pe administrasi. "Karena KUMK m program pemerintah bantu pengusaha m kecil, kami mengharap Perindustrian dan Pe (Disperindag) memb mudahan dan jangar sulit pengusaha mikr mengurus Surat Izin dagangan (SIUP)," imb Cabang (Kacab) Pegad Thamrin Pematang Iswandy, SE yang di Pengelola KUMK Peg mes Manik yang diten (22/3). Menurut James M mang ada SIUP kecil y luarkan pihak Disp namun nasabah Pega Pematang Siantar ke pedagang sayur mayur miliki modal kecil hing