Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Harian Neraca
Tipe: Koran
Tanggal: 1990-01-09
Halaman: 03

Konten


Selasa, 9 Januari 1990 PERHUBUNGAN - PARPOSTEL Jakarta dan Bali Tertutup untuk Ijin Pendirian BPU Jakarta, NERACA DIREKTUR Jendral Pariwisata Joop Ave menginstruksikan kepada jajarannya untuk tidak lagi memberikan ijin pendirian dan pengoperasian Biro Perjalanan Umum (BPU), bagi daerah- daerah yang dinilai "gcmuk" seperti Jakarta dan Bali. "Pemberian ijin pendirian PBU masih diberikan untuk daerah-daerah yang diluar kota- kota gemuk itu. Sesuai dengan pengarahan Bapak Presiden pada 4 Januari lalu di depan sidang DPR, maka Ditjen Pariwisata juga akan memberikan kesempatan luas bagi pendirian BPU di Indo- Joop Ave pada HUT ASITA ke- nesia bagian Timur," kata Dirjen 19 Minggu malam di Jakarta. Dalam kesempatan itu Dirjen juga mengharapkan kepada ASITA untuk lebih meningkatkan kerjasamanya dengan PHRI dan Garuda, agar dalam menyusun Jakarta, NERACA SEKARANG ini sudah ada sekitar sepuluh perusahaan do- mestik yang memproduksi peti kemas (container) sambil bergerak dalam bidang reparasi peti kemas. Namun peti kemas buatan dalam negeri ini belum ada yang memenuhi syarat sesuai dengan standar IMO (International Mari- Peti Kemas Domestik belum Memenuhi Syarat Sesuai instruksi Menteri Per- hubungan Ir. Azwar Anas peti kemas produksi dalam negeri harus mendapat sertifikat dari PT BKI. "Ketahanan pintu, plat besi, ukuran dan beratnya harus diuji,' katanya. tersebut sangat dibutuhkan ka- langan industri pariwisata, secara cepat dan tepat yang tentunya akan dapat dikaitkan dengan program-program ASITA. Perhatikan Wisnu DIRJEN juga mengingatkan, ASITA program atau paket-paketnya dapat secara tepat mengetahui perkembangan pembangunan kamar hotel di suatu wilayah tujuan wisata. ""Termasuk juga dengan tetapi juga mulai memperhatikan tidak hanya selalu memperhati- kan untuk mendatangkan wisata wan mancanegara (wisman) saja, wisatawan nusantara (wisnu). Garuda, karena dengan demikian ASITA akan mengetahui jumlah frekuensi atua kursi yang tersedia angkutan ke daerah tujuan setiap saatnya untuk peng- wisata," katanya. "Karena dari wisnu ini cukup besar duit yang akan bisa kita menyatakan dalam 5 tahun ter- peroleh," kata Dirjen sambil akhir ini saja kenaikan jumlah wisnu mencapai 100 persen. Menurut perkiraan seperti yang diungkapkan Dirjen kepada Neraca, jumlah wisnu setiap tahunnya kini mencapai 68-70 juta. Ketika diperiksa dan dites, peti kemas produksi PT Barata itu oleh PTBKI ternyata persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan stan- dar internasional banyak yang masih kurang sehingga peti kemas tersebut tidak diberi sertifikat kelaikan. PT Barata maksudnya akan mengekspor peti kemas hasil produksinya itu ke luar negeri. Namun karena pihak PT BKI tidak memberi sertifikat kemu- dian dibatalkan, ucap Said. Menurut dia, peti kemas yang GUNA meningkatkan dan mengembangkan pariwisata nasional Sumatera Barat akan mengambil peranan penting guna mencapai sasaran pengembangan wisata secara maksimal. Hendaknya ASITA juga be- kerjasama dengan Biro statistik untuk mengetahui secara tepat statistik perkembangan kepari wisataan sekarang ini yang hal belum mempunyai sertifikat tersebut bisa saja dipergunakan untuk mengangkut barang. Te- tapi jika terjadi kerusakan tidak akan mendapat penggantian dari assuransi. Sebab itu, perusahaan yang mengerti akan penggunaan peti kemas tidak akan membeli atau menyewa peti kemas yang tidak dilengkapi dengan sertifikat. Sebab sanksinya pihak assuransi Direktur Utama PT. Pesero jika terjadi kerusakan barang Tanggulangi Calon Pelanggan didalamnya. Biro Klasifikasi Indonesia Sutan Said mengatakan kepada Neraca 3 di Departemen Perhubungan baru-baru ini. Telepon dengan PKS Pemeriksaan peti kemas oleh PT BKI tersebut hanya terbatas pada produksi peti kemas didalam negeri. Peti kemas produksi luar negeri seperti yang dibongkar di pelabuhan Tg. Priok dari kapal asing tidak. Sebab sudah dilengkapi sertifikat dari negara asalnya. Ini dimungkinkan karena adanya dukungan fasilitas hubu-ngan dan transportasi Menurut keterangan, peti kemas dari luar negeri sudah memenuhi standar internasional. Hanya pihak ISO (organisasi peti kemas internasional) membatasi peti kemas ukuran 45 feet yang dipergunakan untuk peng- angkutan barang oleh kapal-kapal Amerika Serikat. Pelabuhan di Indonesia belum dapat menerima kehadiran peti kemas ukuran tersebut karena pengadaan peralatannya (Gentry Crane) hanya untuk mengangkat peti kemas ukuran 20 dan 40 feet. (F) Sebagai salah satu daerah tujuan wisata (DTW) di Indo- nesia, Sumatera Barat mengerahkan seluruh tenaga dan jajaran agar arus pengun- jung ke daerah ini, baik wisata- wan nusantara maupun wisa- tawan mancanegara, semakin meningkat sebagaimana yang diharapkan. Dengan sarana, fasilitas dan pembangunan wisata yang ada sekarang, Sumatera Barat telah merangkul sejumlah ku- rang lebih 35.000 orang wisa- tawan dari luar negeri tahun 1988. Jumlah tersebut memang sedikit sekali, terutama bila di- banding luas wilayah, potensi alam dan cita-cita pemerintah daerah Sumtera Barat di bidang kepariwisataan. Sebab dari jumlah tersebut berarti Sumatera Barat hanya dikunjungi kurang dari 100 orang wisatawan mancanegara setiap hari. Sementara itu di lain pihak, Sumatera Barat mengharapkan kunjungan wisatawan dari ber- bagai daerah lain sebagai wisa- tawan nusantara yang pada saat sekarang dan masa da- tang diha-rapkan semakin cerah. Berkaitan dengan itu Dirjen mengharapkan agar tata niaga industri pariwisata agar lebih dipelajari dan diperhatikan agar operasional industri pariwisata itu lebih dapat berkembang dengan pesat dan lebih kuat lagi. Dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat industri pariwisata, para Direksi Garuda dan juga pejabat-pejabat teras Ditjen Pari- wisata ataupun kalangan PHRI, Dirjen mengharapkan pening- katan agar hubungan kerjasama ASITA dan PHRI itu nantinya tidak akan terjadi lagi klaim-klaim JALAN PINTAS: Setiap orang, khususnya pejalan kaki, biasanya punya hobby mencari jalan pintas, dengan harapan cepat sampai ditempat tujuan. Seperti yang terlihat di jembatan Dukuh Atas Jakarta Pusat ini, pejalan kaki itu tak memikirkan bahaya yang mengancamnya. (Komar/Neraca). yang sehat antar daerah maupun propinsi. Bila ditinjau dari segi ob- jek-objek atau pusat-pusat wisata serta kemungkinan pengemba-ngannya di Sumatera Barat maupun arus wisatawan yang datang berkun- jung ke daerah ini. Maka, sa- ngat disadari bahwa penge- lolaan, penanganan dan pem- bangunan dunia pariwisata di Sumatera Barat masih memer- lukan kerja keras dan serius dalam jangka panjang serta keterkaitan atas prakarsa- prakarsa terpadu antar ber- bagai pihak dan -ngan. Memang, saat ini bisa dibi- lang bahwa Sumatera Barat te- lah maju dan berhasil baik dalam mengelola dan membe- nahi sektor pariwisata. Bandung, NERACA PKS (Proyek Kerja Sama) Perumtel dengan masyarakat swasta atau pun koperasi, lebih digencarkan pelaksanaannya, sebagai salah satu upaya me- nanggulangi daftar tunggu atau apa yang disebut calon pelanggan telepon. Proyek kerjasama itu misal- nya, untuk membangun Wartel (Warung Telekomunikasi) yang berpredikat Warpostel (Warung Pariwisata, Pos dan Telekomu- nikasi) maupun Warpostel (Warung Pos dan Telekomu- nikasi). Selain ini, PKS me- nyangkut pula proyek-proyek SBK/Stasiun Bumi Kecil maupun STKB-C (Sambungan Telepon Kendaraan Bermotor-Cellular). Kepala Purel Perumtel Hari Suroso, Bc.T.T. mengungkapkan Tapi sebetulnya masih jauh dari apa yang sebetulnya bisa dilakukan lebih banyak oleh ka- langan dan pihak yang terkait. Sekarang yang perlu dikaji dan digarap pemerintah daerah bersama-sama dengan masya- rakat Sumatera Barat adalah bagaimana upaya ningkatkan kualitas pusat. pusat wisata yang telah ada sekarang, menggali dan mengembangkan potensi-po- tensi wisata yang masih "tidur" digunung-gunung, dilembah-lembah, ngarai dan sebagainya. To se yang diajukan PHRI ke Ditjen Pariwisata karena belum beresnya pembayaran kamar hotel. "Harus diselesaikan melalui asosiasi dan Ditjen Pariwisata tidak akan jadi polisinya," tegas Dirjen. Seterusnya meningkatkan kampanye sadar wisata kepada masyarakat dan pihak pihak yang berkepentingan dengan pemba-ngunan wisata daerah, sebagai bagian dari pemba- ngunan wisata nasional. Menyinggung masalah pengembangan wisata di Sumatera Barat, kita tidak ter- lepas dari pemikiran kapasitas dan potensi alam yang akan dijual, rencana pengembangan oleh pemerintah daerah, pentingnya investor untuk me- nanamkan modalnya dibidang bisnis pariwisata dan kondisi sosial budaya masyarakat Sumatera Barat sendiri dalam menerima kehadiran wisata- wan yang berasal dari berbagai penjuru dengan aneka ragam latar belakang budaya dan tradisinya. Karena faktor-faktor terse- but di ataslah yang merupakan penyebab utama dan mempe- ngaruhi kemajuan pariwisata, khususnya di Sumatera Barat. Faktor-faktor tersebut tidak dapat terpisah dari pemikiran me- pengembangan wisata daerah Sumatera Barat guna menjadikan daerah ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang baik. Dengan demikian, sektor pariwisata Sumatera Barat diharapkan mampu memacu dan mendobrak sasaran- Akhimya Dirjen mengingat- kan, karena dalam Pelita V ini sedikitnya 5 juta dari 12 juta te- naga kerja yang harus disalurkan itu wanita, maka ASITA hen- daknya lebih menoleh untuk rekruting tenaga kerja wanita saja. "Karena kegiatan pariwisata memang lebih cocok untuk la- pangan kerja wanita," kata Dirjen yang disambut tepuk tangan meriah. Sudah dan belum tercapal KETUA Umum ASITA Sri Muljono Herlambang dalam menjelaskan sejarah perkemba- ngan ASITA selama 19 tahun menguraikan hal-hal yang dinilai sudah ataupun belum tercapai. Hal-hal yang telah tercapai antara lain tercapainya jiwa kemandirian yang kuat dan ini terpancar dari pada anggota. Jiwa kemandirian ini pula menurut Sri Muljono Herlambang yang menyebabkan kerjasama dengan pemerintah berjalan mulus atas dasar persamaan yang setara dan senantiasa dilandasi oleh sema- ngat musyawarah dan mufakat yang tinggi. (12) itu atas pertanyaan NERACA, Jum'at yang lalu, mengingat tiap tahun terus meningkat permin- taan sambungan telepon yang terhitung daftar tunggu. Permintaan sambungan tele- pon yang terhitung daftar tunggu, tiap tahun meningkat lebih 100.000 daftar tunggu, selama lima tahun terakhir. Tahun lalu (1989), permintaan sambungan telepon sebanyak 584.181 daftar tunggu. Sedangkan sebelumnya, yaitu pada 1988, mencapai 549.084 daftar tunggu, di tahun 1987 sebanyak 466.296 daftar tunggu. Kemudian di tahun 1986 seba- nyak 431.561 daftar tunggu dan pada 1985 mencapai 380.906 daftar tunggu. sasaran yang berdampak pada perbaikan ekonomi masya- rakat dan pembangunan na- sional secara keseluruhan. Terlihat ada beberapa hal menarik yang menonjol untuk ditangani dan dipikirkan secara serius, sekaligus dapat dipan- dang sebagai suatu problema pengembangan pariwisata daerah Sumatera Barat. Problema ini tentu saja dapat ditangani secara terpadu melalui tekhnik dan metoda pengemba-ngan wisata yang baik. Hal-hal yang menonjol tersebut adalah: Pertama, pe- nanganan objek-objek wisata yang telah ada dan pemba- ngunan pusat-pusat wisata baru. HARIAN NERACA Kedua, masalah transpor- tasi, perhubungan dan tenaga pelayanan wisata (guide), ter- masuk pusat-pusat informasi wisata yang lengkap. Ketiga, masalah hubungan sosial budaya dan tradisi dan pengaruhnya timbal balik ter- hadap masyarakat Sumtera Ba- rat yang terkenal kuat me- megang tradisi. 2,4 Juta Pucuk Surat Dikirim KPB I Padang Diakui bahwa objek-objek wisata di Sumatera Barat seka- Padang, NERACA JUMLAH surat yang dikirim melalui Kantor Pos dan Giro Besar Kelas (KPB) I Padang selama 1989, tercatat 2,46 juta pucuk, sedangkan yang diterima pada periode yang sama, seba- nyak 2,11 juta pucuk. Surat yang dikirim tahun 1989 itu jumlahnya turun 2,16 persen dibanding dengan tahun sebe- lumnya yang tercatat 2,52 juta pucuk, sedangkan surat yang diterima, naik 15,09 persen dari 1,83 juta pucuk/1988, kata Kepala KPB I Padang, Sumatera Barat, Basjaruddin Bc. Ap. Disebutkannya, penjualan benda pos dan materai selama 1989, naik 0,82 persen, dari Rp 841,16 juta menjadi Rp 910,39 juta. Penjualan cek pos wisata (CPW) dalam tahun yang sama, tercatat Rp 43,60 juta, sedangkan penukaran CPW mencapai Rp 34,74 juta. Sementara itu, penerimaan iuran televisi di Padang selama Bandung, NERACA CEKPOS wisata atau CPW yang ditawarkan pengembangan- nya sejak 15 Desember 1988, perkembangannya belakangan ini cukup pesat diminati Wisman (Wisatawan Mancanegara) maupun Wisnu (Wisatawan Nusantara), sehingga di tahun 1990 ini kantor-kantor jual CPW ditambah 25 kantor. Sebelumnya, kantor jual CPW hanya 100 kantor, yang sekarang telah dirancangkan menjadi 125 kantor. Disusul, adanya usaha untuk merubah kopur/nilai uang pada tiap buku cekpos wisata. Cekpos Wisata Kuatkan Uang Peredaran Dari Humaspos Pusat di Ban- dung, Sabtu, NERACA memper- oleh keterangan bahwa kian meningkatnya pemanfaatan cekpos wisata menunjukkan, peredaran uang cukup kuat yang mendukung tingkat perjalanan wisatawan. Produksi cekpos wisata selama 1989 sampai dengan Oktober 1989, mencapai 34.530 tindakan pemakaian cekpos wisata dengan nilai uang seba- nyak Rp 2.025 juta. Dirut Perum Pos dan Giro Ir. Marsoedi mengungkapkan, selain telah dirancangkan tahun ini per- Jakarta, NERACA KEPALA Dinas Pelayanan Perumtel Jakarta Barat Wiharto baru-baru ini menjelaskan alasan pembatasan pemilikan telepon pribadi yang nantinya hanya akan diberi satu unit untuk satu rumah. Wiharto mengingatkan bahwa di daerahnya itu biaya investasi untuk pembangunan satu sam- bungan telepon diperlukan dana sebesar US$ 2.060. Karenanya investasi yang demikian besar itu perlu digunakan secara optimal, sehingga mampu memberi kon- tribusi maksimal pula terhadap suksesnya pembangunan na- sional. Wiharto mengkaitkan tinggi- nya dana investasi telepon de- ngan perlunya ada pembatasan pembatasan pemilikan satu pesawat telepon untuk satu rumah. Dengan cara seperti itu menurut Kadinyan, tujuan Direksi untuk membatasi pemilikan tele- pon amat tepat bagi daerah pelayanan Jakarta Barat. Oleh: HBM Hatta Mochtar Didalam keterangan persnya baru-baru ini, Wiharto juga mengemukakan beberapa alasan, mengapa pembatasan itu di- lakukan. Menurutnya, kurang etis rang telah memberikan kesan dan penampilan yang lumayan baik, baik dilihat dari segi pem- bangunan fisiknya maupun tenaga-tenaga adukatif yang dikerahkan bagi dunia wisata Sumatera Barat. Namun baik keadaan fisik maupun pelayanan wisata tersebut sebetulnya masih bisa ditingkatkan dan ditangani se- cara maksimal. Bahkan keduanya dapat dipandang tahun 1989, mencapai Rp 447,86 juta, atau hampir 14 persen diatas target yang ditetapkan sebesar Rp 396 juta. Kemudahan Penyelenggaraan ATAS pertanyaan, Hari Suroso, Bc.T.T.mengemukakan, bagi pihak swasta maupun kope- rasi sebagai calon penyelenggara wartel dalam proyek kerjasama dengan Perumtel, diberikan kemudahan-kemudahan. Antara lain, Perumtel menyediakan fasi- litas telekomunikasi yang diper- lukan dan nantinya harus dikem- balikan atau dibayar oleh calon penyelenggara wartel. Fasilitas telekomunikasi itu, seperti pesawat telepon umum swalayan buatan PT Inti atau PT Telnic, harganya sekitar Rp 15,5 juta, pesawat telex merk Xerox, harganya sekitar Rp 6,5 juta dan pesawat facsimile, harganya sekitar Rp 3,8 juta. Sedangkan biaya untuk membangun wartel yang lengkap dengan sarana fasilitas telekomu- nikasi, sekitar Rp 25 juta, belum termasuk biaya pengadaan sarana penunjangnya. Jangka waktu kerjasama de- ngan penyelenggara wartel, diper- tahun untuk Wartel Tetap dan hitungkan masing-masing dua Wartel Bergerak, serta bergan- tung kebutuhan bagi Wartel Temporer. (K.10) Pariwisata di Sumatera Barat dan Problemnya "Sedangkan selama tahun 1988, penerimaan iuran televisi mencapai Rp 439,57 juta, atau lebih dari 25,59 persen diatas target sebesar Rp 350 juta," jelasnya. Alasan Pembatasan Telepon Pribadi sebagai suatu titik kelemahan pengembangan pariwisata di Sumatera Barat selama ini. Sementara itu sejumlah lokasi yang memiliki potensi bagi pengembangan wisata baru, masih menunggu pena- nganan dan pengelolaan menjadi objek wisata yang baik dan sehat dalam rangka mem- perkaya pusat-pusat wisata di Sumatera Barat. Kode Pos MENYINGGUNG masalah pencantuman kode pos pada sam- pul surat, baik pada lembar ala- mat yang dituju maupun alamat pengirim, Basjaruddin menga- takan bahwa pencantuman itu perlu lebih digalakkan, dalam upaya mempercepat tibanya su- rat di alamat tujuan. Selain kode pos, penulisan alamat hendaknya juga jelas dan benar, ujarnya seraya menam- bahkan bahwa jangkauan pos dan giro di Kota Padang, sudah meli- puti seluruh wilayah, dengan didukung 24 kantor pos dan giro pembantu yang terdapat di sebe- las kecamatan. Tentu saja, diakui, bahwa pembukaan pusat wisata baru ini memerlukan suatu perhitu- ngan dan pertimbangan yang sangat matang karena harus melibatkan para investor, 'ren- cana pemerintah dan suara- suara maupun asumsi masya- rakat sekitar. Mengingat cukup banyak luasan kantor jual 25 kantor CPW, juga diusahakan peninjauan pera- turan, agar lebih sesuai dengan pemakai jasa cekpos wisata. Sedangkan kantor bayar cekpos wisata, berlaku di seluruh kantor pos, termasuk kantor- kantor pos tambahan dan KPP (Kantor Pos Pembantu) di seluruh Indonesia. Mersoedi menjelaskan, untuk perubahan kopur cekpos wisata, dilakukan terhadap kopur Rp 10.000 menjadi Rp 25.000. Jadi, mulai 1990 ini cekpos wisata tak memberlakukan lagi kopur Rp 10.000. Cekpos wisata sejak diopera- sikan 15 Desember 1988, berkopur Rp 10.000, Rp 25.000, Rp 50.000, Rp 100.000 dan Rp 250.000. Kopur CPW ini dise- derhanakan mulai 1990, menjadi Rp 25.000, Rp 50.000, Rp 100.000 dan Rp 250.000. CPW merupakan salah satu ujungtombak produktivitas Pos Giro yang menjadi perhatian pengembangannya, seiring de- ngan pengembangan Westron (Wesel Elektronik), Pos Patas, Birofax, WPKH (Weselpos Kilat Khusus) dan Elektronik Mail. (K.10) bila dalam satu rumah terdapat lebih dari satu telepon, sementara tetangga di sebelah rumahnya mendambakan sambungan tele- pon. Pembatasan tersebut juga dimaksudkan guna mencegah adanya jual beli telepon dan juga adanya kelebihan telepon itu akan berkaitan pula pada penurunan rate pulsa. Tetapi dijelaskan oleh Wihar- to, pihaknya tidak menutup kemungkinan satu rumah men- dapat fasilitas lebih dari satu tele- pon, asalkan yang bersangkutan mempunyai justifikasi yang kuat, seperti tingkat pemakaian yang cukup tinggi dan di sekitar lokasi kebutuhan telepon telah terpe- nuhi. Perlu ditambahkan, bagi calon pelanggan yang berusaha menu- tupi data bahwa dirumahnya su- dah ada telepon, maka apabila ketahuan, pemasangan akan di- batalkan Perumtel walaupun sudah membayar biaya pema- sangan baru. Uang pemasangan itu dapat diambil dengan potong- an 30% untuk biaya administrasi Perumtel. (12) tersedia daerah atau lokasi yang bisa dikelola dan dikem- bangkan menjadi objek wisata, maka upaya membangun pusat wisata baru bukanlah meru- pakan suatu yang tak mungkin. Kemudian masalah trans- port menuju daerah-daerah pusat wisata tersebut. Pada umumnya, transportasi yang meng-hubungkan objek-objek wisata dengan daerah pemukiman maupun perkotaan sudah memadai. Sebagian besar diantaranya dapat dica- pai menggunakan kendaraan umum. Namun kendaraan umum tersebut kadang kala tidak ba- nyak dan menyulitkan para pe- ngunjung yang tidak memiliki kendaraan sendiri, sementara mereka mungkin terikat oleh jadwal dan waktu perjalanan. Bahkan sampai dewasa ini masih ada objek-objek wisata di Sumatwaera Barat yang sebe-tulnya dipandang vital oleh wisatawan untuk dikun- jungi, akan tetapi tidak tersedia kendaraan umum Kenyataan ini meng- haruskan mereka berhadapan dengan pilihan apakah akan berjalan kaki, menyewa kenda- raan yang disini masih relatif mahal atau mungkin membatal- kan perjalanan wisata sama sekali. Sumatera Barat juga masih Bisnis Hiburan Larangan Operasi Diskotik tanpa ljin Demi Pariwisata Denpasar, NERACA GUBERNUR BALI Ida Ba- gus Oka mengintruksikan kepada Bupati se-Bali untuk segera mengambil tindakan tegas dan langkah penertiban terhadap diskotik yang beroperasi secara liar alias tanpa ijin. Intruksi yang dikeluarkan di saat berakhirnya tahun 1989 lalu itu juga tidak hanya ditujukan bagi diskotik liar dan tanpa ijin itu, juga instruksi diarahkan kepada bar dan restoran serta pasar swalayan yang beroperasi tanpa melalui ijin yang sah. Dalam keterangannya Ida Bagus Oka mengungkapkan, banyak laporan yang telah menyebutkan bahwa ada diskotik, bar, restoran dan pasar swalayan yang beroperasi di Bali tidak memiliki ijin operasional. Hal inilah yang membuat Pemda setempat mengambil tindakan tegas. Akhir tahun 1989 lalu di jan- tung kota Denpasar dibuka se- buah diskotik yang diberi nama Citra Discotheque. Citra disco- theque yang berdiri di atas gedung Pasar Kumbasari Denpasar itu kemudian pada grand openingnya kontan saja mengibarkan diri sebagai Citra Entertainment Bar. Tentunya pembukaan discko baru ini mengundang tanya, pasalnya setelah dichek usaha bar yang kemudian dalam prakteknya melaksanakan kegiatan diskotik Jakarta, NERACA DIRJEN Pariwisata Joop Ave menegaskan kembali, Indonesia tidak akan mengembangkan pari- wisata seks dan kasino seperti yang dilakukan negara tujuan wisata lainnya dalam upaya meningkatkan arus kunjungan wisatawan mancanegara, karena tidak sesuai dengan budaya yang berakar di masyarakat. "Kita hanya mengembangkan sektor pariwisata sesuai karakte- ristik daerah" kata Dirjen ketika memberikan pengarahan pada pembukaan penataran juru kam- panye inti KNSW (Kampanye Nasional Sadar Wisata), di Jakarta, Senin. MILIK MONUMEN PERS NAMOR Halaman III ISARTCLUB Penataran itu berlangsung 8- 9 Januari 1990, diikuti 55 pe- serta dari Kanwil Deparpostel, Diparda, Instansi terkait dan in- dustri pariwisata di Indonesia. Joop Ave menolak penilaian bahwa pertumbuhan kepariwisa- taan di tanah air berjalan lambat, dibandingkan beberapa negara tujuan wisata lainnya di Asia. Pertumbuhan pariwisata di Indonesia, katanya, berkembang sesuai sasaran yang ditetapkan dan perkembangan itu terkendali miskintenaga-tenaga pemandu wisata profesional. Memang banyak pemandu wisata yang beroperasi diam-diam (amati- ran) disejumlah kota maupun objek-objek wisata, tetapi kehadiran mereka masih menjadi bahan perbincangan banyak kalangan. Bagi Kanwil Pariwisata Sumatera Barat, kenyataan ini merupakan suatu tantangan guna berbenah diri lebih baik menghadapi pembangunan wisata yang tertib dan disiplin tanpa mengurangi arti kebeba- san ini ternyata tidak mempunyai ijin sama sekali. Berdisko: Suasana diske salah satu diskotik Kuta-Bali (Foto: KS/Neraca) Karena bagaimanapun, kemiskinan terhadap tenaga pemandu wisata dan menjamurnya pemandu wisata gelap (terlepas apakah mereka itu merugikan wisatawan yang dipandu atau tidak) merupakan indikasi bahwa profil pemban- gunan wisata suatu daerah be- lum sempurna. Ida Bagus Pangjaya, kepala Biro Humas Pemda Tk. I Bali ketika dihubungi, diskotik Citra dibuka tanpa ijin resmi. Semula menurut keterangan Pangjaya, pemilik usaha itu mengajukan permohonan ijin prinsip bar dan restoran yang mana dalam su- ratnya disebutkan bernama Scor- pio Bar dan Restoran. Namun, dengan telah dita- tarnya sejumlah pemandu wisata muda oleh kanwil Pari- wisata Sumatera Barat baru- baru ini, merupakan langkah gerak maju yang diharapkan mampu mengembangkan dunia kepariwisataan Sumatera Ba- rat lebih baik lagi. Bagi suatu daerah objek wisata, kehadiran pemandu wisata ini perlu, apalagi bila daerah tujuan wisata itu Ijin permohonannya itu sam- pai kini belum dikeluarkan. En- tah bagaimana ijin yang diajukan bulan Mei lalu kemudian diubah menjadi usaha diskotik. Tentang yang terakhir ini Pangjaya menyebutkan pemilik usaha itu baru mengajukan ijin lisan saja melalui Diparda Bali. Tetapi lantaran Pemda Bali hingga sekarang ini belum mengeluarkan ijin diskotik secara resmi, maka ijin mereka ditolak, kata Karo. Humas Pemda Tk. I Bali itu. Yang lain lagi kata Pangjaya, ijin yang semula diajukan oleh pemilik usaha itu pun belum dikeluarkan. Namun yang mengherankan malahan usaha Bar dan Restorannya sudah dio- perasikan, malahan dimessme- diakan. "Sikap seperti ini jelas melanggar peraturan," kata Pangjaya. Tentang instruksi Gubernur Bali yang dikeluarkan 30 Desember 1989 yang ditanda- tangani Wagub.Bali Aspar Indonesia tidak Mengembangkan Pariwisata Seks dan Kasino dengan berbagai aspek, termasuk aspek keamanan. Dikatakannya, dalam memacu perkembangan pariwisata bisa dengan memberikan kemudahan, seperti bebas visa wisata dalam jangka waktu yang lebih lama dan menyiapkan produk pari- wisata sesuai karakteristik asal wisatawan, seperti menyiapkan wisata seks atau judi. ,,Namun hal itu tidak dilaku- kan, karena di satu sisi arus kun- jungan wisatawan meningkat, tetapi di sisi lain dampaknya akan merugikan, karena budaya yang menjadi kebanggaan kita akan sirna, sekaligus menimbulkan kerawanan Kamtibmas," kata Joop Ave. Meskipun bila itu dilakukan maka peningkatan arus kunjung- an sebanyak lima juta orang dalam satu Pelita akan tercapai, tam- bahnya. Dampak lainnya, akan terjadi pergolakan, karena situasi itu tidak diinginkan oleh masya- rakat. Penyerapan Devisa PENGEMBANGAN sektor pariwisata yang diinginkan adalah yang menguntungkan negara wilayahnya luas seperti Sumatera Barat. Masalah terakhir bisa yang dilihat dan tak kalah penting adalah kondisi sosial budaya dan tradisi masyarakat Sumatera Barat dalam mener- ima atau hidup berdampingan dengan wisatawan luar negeri yang mempunyai budaya ataupun tradisi berbeda, yang bahkan mungkin ada yang bertentangan. Guna menjaring wisatawan luar negeri sebanyak-ban- yaknya ke Sumatera Barat, tentu tidak pantas bila harus mengorbankan atau mence- markan budaya-tradisi yang telah ada selama ini. Sebaliknya, budaya-tradisi rakyat daerah juga tidak diingin-kan merugikan arus masuk wisatawan luarnegeri ke Sumatera Barat. Bahkan diharapkan budaya-tradisi itu akan menjadi salah satu pengikat minat para turis me-nyaksikan alam, budaya dan seni rakyat daerah. Dalam hal ini, perlu adanya keseimbangan yang menyeluruh tanpa harus merugikan satu diantara yang lain. 1 Aswin, Pangjaya menilai akan jelaslah bahwa Pemda Bali memang benar-benar serius menangani pe-nertiban. Dalam instruksi yang dikeluarkan menjelang bera- khimya tahun 1989 juga dising- gung soal Pasar Swalayan, pendirian pasar swalayan atau pasar serba ada hendaknya melalui beberapa ketentuan. Yang pada hakikatnya pendirian pasar swalayan dan pasar serba ada (toserba-supermarket) hendakn juga didasari jangan sampai mematikan pedagang keçil disekitarnya. Dalam instruksi tersebut juga diatur berapa radius antara pasar swalayan de- ngan pasar swalayan, dan pasar swalayan dengan toko-toko kecil. Ini jelas untuk memberikan keseimbangan dalam pengga- rapan lahan. Di samping itu pasar swalayan menurut peraturan yang dikeluarkan Gubernur Bali itu menyebutkan semua pemba- ngunan dan pengoperasian pasar serba ada atau swalayan harus memenuhi tata ruang kawasan yang ada. Menurut Pangjaya semua itu dimaksudkan untuk pengaturan tata ruang kota. Pelaksanaan dari instruksi tersebut diserahkan pelaksanaannya kepada bupati se Bali untuk melakukan tindakan- tindakan kepada yang melang- garnya. Dengan terlihatnya gamba- ran dan beberapa masalah yang dihadapi oleh pengem- bangan pariwisata di Sumatera Barat dewasa ini, paling tidak dapat mengelitik kalangan yang berkopetensi untuk memikirkan cara-cara penanggulangan- nya. Pembenahan kegiatan dan bisnis pariwiasta di Sumatera Menurut pengamatan Neraca di lapangan selama ini, sekalipun Pemda Bali bertekad membatasi berdirinya diskotik di kawasan wisata demi menjaga citra Pari- wisata Budaya, tapi toh masih banyak juga disko yang bero- perasi terutama di kawasan Kuta dan Sanur. Banyak bar dan restoran dalam prakteknya mengoperasikan disko. Ini tidak bisa dibantah, karena begitulah keadaannya. Di bali menurut sumber resmi dari Diparda hanya ada 2 disko yang berijin, tetapi ada 22 lebih diskotik yang beroperasi. Begitu juga dengan pasar swalayan. "Untuk menjaga citra pari- wisata Budaya Pemda Bali memang harus mengambil sikap yang tegas bagi yang melanggar ketentuan," komentar Soebandi, wakil ketua DPRD Bali mengo- mentari instruksi yang dikeluar- kan Gubernur Bali itu. (KS) melalui penyerapan devisa, me- nguntungkan daerah karena be- berapa obyek wisatanya dikun- jungi, dan berdampak luas ter- hadap pertumbuhan ekonomi serta menguntungkan masyara- kat sebagai pelaku penunjang utama sektor ini. Indonesia memiliki 1.000 wilayah dengan 1.000 macam wisata, maka pengembangannya disesuaikan dengan spesifikasi daerah tersebut. Melalui paket-paket wisata khusus, akan memiliki ciri khas yang akan tetap dicari oleh wisa- tawan dunia dan lestari, katanya. Secara teknis, kata Dirjen, tu- gas jurkam inti KNSW adalah menyadarkan kalangan pemerin- tah, masyarakat dan industri ten- tang pentingnya sektor ini dikem- bangkan, sekaligus dapat men- jawab atau mengelak dari ber- bagai pertanyaan yang dapat me- nyudutkan. Keberhasilan jurkam ini sa- ngat menentukan mutu pelaya- nan dan kesiapan masyarakat mengembangkan sektor yang berdampak peningkatan ekonomi ini, kata Joop Ave. (12). Barat dinilai suatu hal yang mendesak dan perlu digarap lebih baik dalam waktu dekat ini. Di samping tidak ingin ke- tinggalan oleh daerah-daerah tujuan wisata lainnya ditanah air, tentu Sumatera Barat ingin memberikan andil yang mampu memberikan sumbangan besar bagi devisa negara dan pemba- ngunan nasional keseluruhan. Sebelumnya, pengemba- ngan pariwisata Sumatera Ba- rat lebih banyak diandalkan pada pihak pemerintah daerah dan investor besar. Tetapi sejak beberapa waktu lalu pihak Swasta yang bermodal kepun mulai melibatkan diri, ikut ambil bagian memberikan sum- bangan tenaga dan pikiran dalam mengelola dan mengem- bangkan bisnis wisata serta pelayanannya pada para wisa- tawan. Kehadiran sebuah Yayasan bernama Yayasan Pengemba- ngan Pariwisata Minangkabau (YAPMI) belum lama ini diha- rapkan mampu meningkatkan citra dan promosi wisata Sumatera Barat, bersama- sama dengan pemerintah daerah. Yayasan ini bekerjasama dengan dinas, Kanwil Pari wisata Sumatera Barat dan Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan Sumatera Barat, untuk yang bertujuan menunjang seluruh program wisata pemerintah dan men- cariterobosan-terobosan baru bagipengembangan pariwisata Sumatera Barat. ***