Tipe: Koran
Tanggal: 1996-08-07
Halaman: 10
Konten
4cm HALAMAN 10 Bali Post Rabu Wage, 7 Agustus 1996 Keterkaitan Usaha dan Demokrasi Ekonomi Pengembangan Kawasan Indonesia Timur lebih Berupa "Lip Service" KECENDERUNGAN umum berlanjutnya pengembangan bisnis besar yang semakin mempersempit gerak bagi usaha kecil dan menengah dalam batas-batas tertentu telah menimbulkan sumber-sumber ketimpangan sosial yang makin runyam dan di tengarai dapat menyulut bara terkoyaknya solidaritas nasional. Presiden Soeharto, ketika men- erima para peserta rapat kerja Kerukunan Usahawan Kecil dan Menengah Indonesia (KUKMI) mengingatkan pentingnya bagi semua pihak di Indonesia untuk tidak mem- biarkan persaingan yang merugikan pengusaha-pengusaha menengah, bahkan memati- kan pengusaha-pengusaha kecil, dan hanya menguntungkan pengusaha-pengusaha be- sar. Pengembangan pola keterkaitan usaha antara pengusaha-pengusaha besar, menen- gah, dan kecil yang saling menguntungkan, harus terus dilakukan. Keresahan masyarakat men- genai masih merajalelanya me- nopoli dan oligopoli yang jelas- jelas bisa mematikan pengusaha kecil dan menengah, merupakan reaksi karena masyarakat secara intuitif menyadari kebenaran teori ekonomi yang dapat membukti- kan bahwa suatu monopoli mem- bawa biaya sosial yang tinggi bagi masyarakat (sosial cost). Pola Pembinaan Menyadari dahsyatnya kekua- tan yang dimiliki para pengusaha kecil dan menengah, pemerintah telah menetapkan ancer-ancer agar setiap BUMN yang memper- oleh keuntungan diwajibkan me- nyisihkan 1-5 persen keuntungan tersebut untuk pembinaan pen- gusaha kecil, menengah, dan ko- perasi. Akan tetapi dari pengam- atan yang dilakukan Komisi VI DPR RI, realisasi penyaluran dana pembinaan industri kecil oleh BUMN masih sangat kecil. Dari lebih kurang Rp 217 milyar dana yang terhimpun untuk pembinaan golongan ekonomi lemah, tingkat penyalurannya baru sekitar Rp 49 milyar atau hanya 23 persen. Se- mua itu terjadi, antara lain akibat sistem pembinaan di sejumlah BUMN memang belum terpola secara khusus. Akibat pola pembinaan yang belum tersistem, banyak BUMN yang justru kesulitan menemukan pengusaha-pengusaha industri kecil yang akan mereka bina. Den- gan demikian, dana yang tadinya disisihkan menjadi kurang efek- tif. Di sisi lain, karena pola pem- binaan seperti itu, usaha kecil yang telah dibantu pun kadang tidak menampakkan tahap-tahap pertumbuhan yang lebih menga- rah ke usaha mandiri. Permasala- han ini terjadi mungkin karena BUMN yang ikut diserahi tang- gung jawab membina pengusaha GLOBALISASI sudah men- jadi kata klise yang "wajib" di- cantumkan dalam setiap pidato pejabat ketimbang diresapi se- bagai cambuk untuk berbenah diri. Saya yakin mereka sadar betul akan tantangan yang dihadapi oleh bangsa ini di tengah lingkungan persaingan global yang makin tajam. Sayangnya komitmen pada tingkat kesadaran semata tidak cukup, karena harus diikuti oleh komitmen pada tingkat pelaksan- aan. Syukur jika dilandasi visi, misi, dan tujuan yang jelas dan terjabarkan dalam strategi dan kebijakan. Sinyalemen di atas tak perlu ditelusuri jauh ke belakang, me- lainkan cukup dari perkembangan selama paruh pertama tahun 1996 ini saja. Globalisasi yang menun- tut peningkatan efisiensi, dijawab dengan gerakan kemitraan usaha nasional. Kesenjangan yang kian lebar dijembatani dengan pro- gram-program charity, bukannya dengan membuka akses yang se- luas-luasnya bagi semua aktor ekonomi, Nasionalisme ekonomi diwujudkan dalam sosok mobil nasional dan obsesi menghasilkan pesawat jet, tentunya dengan ber- bagai bentuk distorsi yang ditim- bulkannya.. golongan ekonomi lemah itu sudah terlalu disibukkan dengan urusan intern masing-masing, se hingga porsi penanganan pembi- naan kurang efektif. Untuk itulah, barangkali perlu dicarikan jalan keluar, misalnya dengan menyer- ahkan urusan peyaluran dana yang disisihkan dari laba perusahaan tersebut (BUMN) ke instansi yang memang dapat diandalkan ke- mampuan dan kejujurannya untuk mengaturnya. Yang jelas, pembi- naan tidak hanya berkutat pada bantuan permodalan, tetapi juga menyangkut pembinaan sumber daya manusia, pengenalan infor- masi pasar, dan kegiatan promo- si. Dari berbagai pengalaman membina lebih dari 300 industri kecil yang tersebar di 12 propin- si, PT Pupuk Sriwijaya menarik satu kesimpulan bahwa arah uta- ma pembinaan nampaknya harus pada sumber daya manusia. Jika hal ini terabaikan, bantuan-bantu- an dana dalam jumlah besar yang telah dikeluarkan justru akan mempertinggi tingkat ketergan- tungan. Harus diingat, keberhasi- lan industri kecil akan sangat ber- gantung pada pengusahanya sendiri. Kalau BUMN telah diwajib kan menyisihkan keuntungan yang diperolehnya, apakah hal itu juga akan diikuti oleh bisnis be- sar swasta yang beroperasi di In- donesia? Nampaknya, teori dan gagasan tanggungjawab sosial perusahaan mengingatkan bahwa apabila perusahaan tidak memper- hatikan seluruh faktor yang men- gelilinginya (mulai dari karyawan perusahaan, konsumen, lingkun- gan, sumber daya alam, dan kekuatan ekonomi di sekitarnya) sebagai satu kesatuan yang saling mendukung sebagai satu sistem, maka pada akhirnya akan mem- persulit atau dalam jangka pan- jang akan mengakhiri eksistensi perusahaan itu sendiri. Laba yang tinggi tanpa mempertimbangkan tanggung jawab sosial perusahaan tadi, cepat atau lambat justru men- jadi bumerang. Faktor paling uta- ma dalam sistem itu lagi-lagi ter- letak pada manusia sebagai tulang punggung perusahaan dalam arti sumber karya dan konsumen. Tidak ada manusia, tidak ada pe- rusahaan. Apabila masyarakat sa- kit, otomatis perusahaan akan menerima akibatnya, yaitu sakit Oleh AS Gandhi.S.E. juga atau bangkrut. Penjelasan pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi di mana produksi diker- jakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Ke- makmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang per orang. Interrelasi ant- ara demokrasi ekonomi dan tang- gungjawab sosial perusahaan dalam konteks Indonesia belum jelas dan masih dalam pencarian bentuk. Hal serupa terdapat di hampir seluruh negara berkembang, apabila kalau pen- guasa dan pengusaha pada prak- tiknya belum peka atau sadar dan konsisten dalam menginterpreta- sikan tanggung jawab sosial itu sebagai komitmen untuk turut membina pengusaha kecil/menen- gah yang memerlukan kelangsun- gan hidup dan membantu kelom- pok miskin untuk bisa menolong dirinya sendiri. Keadaan ini san- gat berbeda dengan yang dijump- ai di negara-negara maju yang ternyata konsep tanggung jawab sosial perusahaan dan kepedulian perusahaan akan etika bisnis te- lah berkembang meluas dan pe- sat. Reaksi atau langkah ini setidaknya beranjak dari kritik atas tindakan semena-mena peru- sahaan pada masa lalu, terutama perusahaan raksasa dan multina- sional/ transnasional yang mengeksploitasi sumber daya tan- pa tanggung jawab masa depan dan sosial. Perusahaan raksasa sering menimbulkan polusi ringan sampai berat demi mengejar laba dan maksimalisasi keuntungan. Dalam banyak hal kasus ek- sploitasi hutan di berbagai pulau di luar Jawa dapat dituding se- bagai penyebab berkurangnya habitat suku-suku asli dan makin menciutnya ruang gerak para pel- adang berpindah. Perusahaan be- sar malah menuduh petani ladang berpindah sebagai biang keladi kerusakan lingkungan. melengkapi pada ekonomi negara yang dapat diberikan oleh perusa- haan kecil dan menengah. Karena itu, perlu diletakkan di sini bahwa perusahaan-perusahaan besar membutuhkan perusahaan kecil karena alasan-alasan ekonomi-sebagai pemasok dan pembeli produk/penyedia berbagai jasa, sehingga sektor yang kecil tadi dapat dikategorikan berkemampuan meningkatkan efisiensi ekonomi perusahaan besar. Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa keberhasilan pengembangan pola keterkaitan us- aha antara perusahaan besar den- gan perusahaan kecil/menengah ad- alah paduan antara sedikit mungkin peraturan dengan sebanyak-bany- aknya kebebasan. Lingkungan yang terbaik untuk perusahaan kecil/me- nengah adalah pasar yang relatif bebas yang menawarkan rangsangan dan peluang yang sama kepada se- mua perusahaan. Dalam kaitan ini, program-program khusus dapat me mainkan peranan yang besar, asal- kan tidak mengesampingkan tugas pokok untuk menghapus berbagai hambatan yang umumnya tersem- bunyi di balik sistem perangsang yang ada dan peraturan-peraturan yang berlaku dalam kehidupan ekonomi. Dalam konteks ini lang- kah-langkah penting yang diperlu- kan adalah: (1) penghapusan subsi- di dan perlakuan khusus yang men- guntungkan perusahaan besar dan merugikan perusahaan kecil/ me- nengah; (2) memperluas peluang untuk memperoleh dan meng- gunakan faktor-faktor produksi yang umumnya diperlukan perusahaan kecil/menengah; dan (3) memper- besar jumlah penyalur barang- barang buatan pengusaha kecil/me- nengah. Padahal kalau diamati secara seksama, justru petani ladang ber- pindahlah yang lebih memperha- tikan risiko lingkungan, sementa- ra perusahaan pemegang konsesi tidak mempedulikannya. Tidak terdapatnya keterkaitan usaha di antara mereka, menyebabkan pola kemitraan bisnis yang diharap kan mampu mengurangi distorsi tidak terwujud. Kontribusi Perusahaan-perusahaan besar di negara-negara berkembang mempu- nyai kecenderungan besar untuk memasuki produk-produk primer dan pembantu sebanyak mungkin ke dalam proses produksinya. Inilah salah satu sebab mengapa biaya tetap dan biaya satuan relatif tinggi dan karena itu efisiensi perusahan- perusahaan itu rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan be- sar di negara-negara maju. Namun, dapat saja terjadi di sini, karena im- por dibatasi atau persediaan domes- tik kurang, produk primer dan pem- bantu di pasar domestik tidak terse- dia dalam jumlah memadai (yang membahayakan kelangsungan op- erasionalnya) sehingga karena itu perlu memproduksi barang-barang yang dimaksud. Satu hal yang harus diingat, kecenderungan ini jauh lebih sering disebabkan oleh kenyataan bahwa mereka yang bertanggung jawab untuk mengambil keputusan lit terwujud. mengenai kebijaksanaan pemban- gunan cenderung kurang menyadari Penulis pemerhati masalah sos- arti penting kontribusi yang bersifat ial ekonomi, alumnus UNEJ Globalisasi dan Demokratisasi yang tersisih dari dinamika pe- rubahan, sehingga mereka tidak makin terpuruk. Pidato-pidato dan pencanan- gan berbagai gerakan nasional sekalipun, tak akan mengubah nasib mereka yang tersisih. Yang terpenting adalah menjamin ter- bentuknya mekanisme pember- dayaan, agar kelompok yang ter- sisih tidak makin tertindih atau dimangsa oleh yang kuat. Sejauh ini yang dapat disaksi- kan adalah glamorisme dalam in- dustrialisasi khususnya dan pem- bangunan umumnya. Kita mera- sa tertinggal, lalu berobsesi memacu diri dengan mengede- pankan sosok glamor sehingga seolah-olah kita telah maju. Bah- kan beberapa elit kekuasaan mengklaim, bahwa kita tak tert- inggal dari negara maju sekalipun. Ironisnya, sosok-sosok yang glamor itu menjadi perintang bagi gerak pendulum perubahan ke arah konvergensi internasional. Jadinya, kita makin terbelakang di antara negara-negara tetangga sekawasan sekalipun. Kita hanya puas dan membusungkan dada, sembari mengatakan bahwa kini Globalisasi telah membawa lebih maju dari dulu. Sosok-sos- dampak yang luas terhadap sega- ok yang glamor bukannya makin la bentuk perubahan kehidupan, gesit melejit di tengah kancah per- sehingga tak berlebihan kalau saingan global. Justru sebaliknya, dikatakan bahwa yang tetap ad- mereka kian tamak merenggut alah perubahan itu sendiri. Sudah pasar domestik, dengan berbagai merupakan hukum alam, tidak macam fasilitas dan perlindungan semua kelompok masyarakat me- dari penguasa. Mereka memben- miliki kemampuan yang sama tang dari hulu hingga hilir, malang dalam menghadapi perubahan, melintang dengan menyabet kiri- apalagi dengan intensitas yang kanan, lalu menggelembung tinggi. Adalah tugas pemerintah dalam sosok konglomerasi. untuk memberikan prioritas uta- Globalisasi yang menuntut ma kepada kelompok masyarakat penajaman spesialisasi ditafsirkan MEGANet Denpasar SATU LAGI PERSEMBAHAN DARI KAMI e-FAX Anda bisa mengirim dari E-mail dan diterima oleh Fax KAMI SELALU MEMBERI YANG TERBAIK KEPADA PELANGGAN /MEMBERS Registrasi sekarang juga untuk memperoleh yang terbaik dari kami MEGANet Denpasar Untuk Registrasi Unlimited selama 1 tahun kami memberi free home page keterangan lebih lanjut hubungi Home Page kami: http://dps.mega.net.id E-mail: sales@dps.mega.net.id Telp: 263548-Fax:263727 Alamat: Pertokoan Diponegoro Megah Blok B-12 Jln Diponegoro no 100 Denpasar dengan tuntutan untuk memenuhi segala macam kebutuhan dengan produksi sendiri. Kalau akhirnya mereka menyadari bahwa global- isasi merupakan ancaman bagi bisnis mereka, pengusaha lemah menjadi tamengnya. Bahkan se- mentara kalangan pejabat men- dengungkan, yang paling rentan Oleh Faisal H.Basri Demokrasi ekonomi yang di- harapkan mendorong terwujudnya mekanisme pasar mau tidak mau harus disertai political will pemer- intah untuk tidak memanjakan pe- rusahaan besar dan good will pen- gusaha besar untuk bekerja sama dengan pengusaha kecil/menengah. Tanpa kepedulian semacam itu, cita- cita mengurangi kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi akan su- perusahaan multinasional justru bahu membahu dengan konglom- erat dalam negeri mengeksploita- sikan rente ekonomi di pasar dalam negeri. PROGRAM pengembangan maritim. Kawasan Indonesia Timur (KIT) lebih berupa lip service, menurut pandangan sebagian masyarakat In- donesia, minimal oleh para pe- mukim di KIT yang kurang sabar menunggu perubahan itu sementa- ra pengembangan di kawasan barat terus saja memperbesar jurang ke senjangannya dengan timur. Malah potensi maritim yakni hasil laut seperti ikan dan ikutannya belum diolah secara nyata, tersim- pul dalam berbagai penyataan Dirjen Perikanan hanya sekian persen yang diolah dari potensi lestari. Namun demikian, tentu saja pembangunan KTI ini perlu lebih selektif. Contohnya seperti yang di- Tidak heran jika pada masa- ungkap Prof.Dr. Emil Salim, dalam masa ini seminar tentang pemban- "Sarasehan Syukuran Makassar gunan ke KIT selalu saja menggaung Serui '96" di Ujungpandang akhir dan memberi harapan. Terkadang Juli 1996. gaungan itu begitu mempesona, memberi harapan yang mendebar- kan, tetapi begitu mata terbuka, jus- tru yang terlihat kesenjangan yang melebar. Para pakar ekonomi pun terus saja memberi analisa tentang apa yang harus dibuat bagi KIT, sambil menunjukkan faktor/kondisi obyek- tif yang menjadi pengganjal atau pendorong kemajuan di sana. Paling mencuat pada akhir Juli atau awal Agustus 1996, menjelang 51 tahun HUT Proklamasi Kemer- dekaan RI di mana KIT adalah bagian integral RI-paket tax holi- day untuk investasi ke kawasan tersebut ramai dibicarakan. Kebetulan pada awal Juli 1966 PT.Bank Negara Indonesia (perse- ro) merayakan Tahun Emas (HUT ke-50). Dan pada hari bahagianya itu, 5 Juli 1996, petinggi bank negara ini mengatakan telah menyelesaikan pelaksanaan Corporate Plan II (1991-1995)-sejenis Repelitan- ya BNI. Sebagai bank yang terpercaya dengan sustainable development nya, maka corporate plan BNI tidak hanya sampai di situ. BNI yang mengklaim dirinya telah berkembang sampai pada kon- disi seperti sekarang dan memberi- kan upaya kontribusi dalam penun- jang pembangunan melalui kinerja dan program yang sudah dilakukan, sampai kepada upaya memasuki go public pada awal Repelita-nya yang berikut akan terus melakukan Cor- parate Plan III: 1996-2000. Mungkin pada masa Corporate Plan III BNI, KTI bisa berharap ada setitik embun dari langit jatuh di sahara KTI. Mengapa berharap? Ya, mengapa? Sering diungkapkan beberapa pejabat negara bahwa kondisi obyektif KTI telah menyebabkan wilayah ini terpuruk ke dalam kon- disi tidak ekonomis sehingga jum- lah desa tertinggal di Indonesia ini lebh banyak terdapat di wilayah KTI ketimbang KBI. Dilihat dari satu segi saja, yakni sumber daya alam yang terpencar- pencar menyebabkan potensi di suatu lokasi hanya sedikit dan kalau diolah maka biayanya akan lebih tinggi. Industri skala kecil dan menen- gah adalah salah satu faktor pendor- ong pertumbuhan ekonomi di KIT. Untuk mempertahankan pertumbu- han itu, maka dalam jangka waktu lima sampai 10 tahun mendatang, pengembangan industri kecil dan menengah perlu mendapat prioritas, karena kedua bentuk industri itu pal- ing sesuai dengan kondisi KTI. Pendapat ini diajukannya dalam sarasehan itu dengan pertimbangan bahwa infrastruktur penunjang transportasi laut di wilayah ini masih kurang karena itu perlu dicari ben- tuk indutsri yang biaya angkutannya kecil. Menurut Emil Salim, sebagian besar wilayah KTI adalah laut, dan salah satu kendala utama untuk mengembangkan kawasan ini ad- alah transportasi. Kenyataannya sekarang, infrastruktur penunjang transportasi laut di KTI 'kan masih jauh dari yang seharusnya. Jadi se- baiknya dipilih bentuk industri den- gan biaya transportasinya kecil. Karena itu saya sarankan KTI mempertahankan skala industri kecil dan menengah ini, kata mantan Menhub dan Menteri KLH ini: Setelah melihat kondisi obyek- tif yang menyebabkan KTI disepele kan terutama oleh para investor, per- lu juga dilihat laju pertumbuhan di KTI, seperti yang diungkapkan Emil Salim, dari data 1993, tercatat rata- rata laju pertumbuhan KTI di atas rata-rata nasional. Rata-rata laju pertumbuhan 13 propinsi di KTI adalah 8,5 persen, sedangkan nasional 7,7 persen. kata Emil Salim yang menjelaskan bah- wa kenyataan ini membuat dia op- timis KTI akan mampu mengejar ketertinggalannya. Menurut Emil Salim, sambil mendorong tumbuhnya industri kecil dan menengah, infrastruktur perlu dibenahi kalau infrastruktur sudah beres barulah melihat di bagi- an mana di KTI perlu membangun indutsri berskala besar. tan, ekspansi kredit segmen retail sia (Iperindo) Hermawan Kartow- dan middle akan lebih cepat dari isastro bahwa tanpa kemudahan ekspansi kredit segmen whole sale, dari bank untuk membeli atau sehingga perbandingan pemberian membuat kapal ikan maka pintu kredit kepada segmen retail/middle deregulasi yang sudah dibuka Pe- dan segmen whole sale market pada merintah, hanya akan sia-sia. tahun 2000 menjadi seimbang 50:50, yang saat ini perbandingan- nya 40:60. Retail banking- koperasi nelayan Terhadap pendanaan ini, Wakil Untuk meningkatkan bisnis re- Predisn PT.PAL Indonesia tail banking dan untuk memberi Ir.Sulaeman Wiriadidjaja, memin- pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat, Bank BNI terus mem- buka kantor-kantor cabang baru, baik cabang penuh maupun cabang pembantu di daerah/lokasi strategis yang memiliki potensi ekonomi tinggi di seluruh Indonesia. Gayung bersambut Melihat Corporate Plan III BNI ini, rasanya gayung bersambut kata bersahut tidak jauh bagi pengemban gan KTI, apalagi jika mengacu pada pendapat Prof.Dr.Emil Salim yang menekankan agar KTI mempertah- ankan skala industri kecil dan me- nengah. Apalagi belum lama ini bidang perikanan mendapat hembusan an- gin segar lewat deregulasi yang membolehkan pembelian kapal ikan dari luar negeri, walaupun para ne- layan sesungguhnya masih bertan- ya siapa yang sebenarnya mendap at keuntungan dengan paket dereg- ulasi itu. Jika pengadaan kapal itu men- jadikan para nelayan hanya sebagai buruh nelayan yang akan bekerja untuk nelayan berdasi karena tidak bisa menerapkan pola PIR di mana ada inti dan plasma-seperti pada perkebunan selama ini, maka pembangunan perikanan itu juga bisa sia-sia. Oleh karena itu, tipe kredit masal yang paling baik bagi pengemban- gan masyarakat KTI termasuk ne- layan lewat pola pengembangan pola PIR perikanan yang umum- nya adalah masyarakat KTI, dan para pengusaha menengah bisa mengembangkan industri galangan kapal skala menengah. Yang diperlukan adalah kebera- nian BNI untuk mencari terobosan untuk mengembangkan KTI lewat kredit masal dalam bentuk pola PIR itu. Kalau di darat bisa, kenapa di laut tidak? Deregulasi Perikanan, terutama penghapusan sistem carter kapal asing serta pembukaan impor kapal ikan bekas atau baru, memang dis- ambut gembira banyak pihak tapi disertai rasa waswas, apa bisa ber- jalan dengan baik jika tidak disertai kemudahan pendanaan untuk mem- buat atau membeli kapal. ta agar industri galangan kapal na- sional sebaiknya diberi fasilitas subsidi bunga bank sehingga ke- mampuan daya saing (galangan) menguat. Seruan serupa juga dilantang- kan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Sudwikatmono, bah- wa para nelayan yang membutu- hkan kapal, kesulitan memperoleh kredit bank untuk membeli kapal, sementara pengusaha lain menga- takan syarat mengambil kredit untuk membeli kapal, terlalu be- rat. Di lain pihak bank agak berat mengeluarkan kredit bagi sektor perikanan dengan alasan sektor ini mempunyai risiko tinggi. Pada hal, dengan sedikit tero- bosan dengan kiat-kiat tertentu, pi- hak bank-terutama kini BNI 1946-bisa melihat kemungki- nan untuk memberi kredit masal bagi kelompok nelayan yang ber- gabung menjadi koperasi nelayan. Berarti minimal tiap kapal ad- alah satu koperasi yang beranggo- takan nakhoda dan para awak ka- pal-bisa menjadi penangkap ikan, bisa juga tidak dan para nelayan penangkap ikan. Dengan demikian bukan saja nelayan berhasil mendapat kredit dan sadar berusaha mengembali- kannya secara bersama-sama. Bukan nelayan berdasi yang membeli kapal dan memperoleh untung sedang nelayan penangkap ikan hanya menjadi buruh yang terus terseok-seok di bawah kua- sa nelayan berdasi. Memang jalan masih panjang dan penuh risiko, tapi bankir yang pejuang dan pejuang yang bankir, bisa melihat kesempatan ini se- bagai peluang. Apalagi menurut data Badan Litbang Pertanian yang dibuat se- belum Deregulasi Perikanan, pe- nambahan armada penangkapan di ZEEI, melalui penambahan ar- mada kapal baru 660 unit, peng- indonesiaan kapal kapal berben- dera asing 945 unit dan penggan- tian kapal-kapal tua 157 unit. Dengan penggantian dan pe- Deregulasi itu berisi antara lain nambahan kapal-kapal itu berarti penghapusan sistem carter kapal kemampuan mencapai target ikan asing mulai tahun 2000, dan produksi untuk ZEEI adalah perusahaan perikanan diizinkan 770.00 ton dalam Pelita VI atau mengimpor kapal ikan bekas tapi baru 40 persen dari total pen- harus memprioritaskan produksi angkapan yang diizinkan/TAC dalam negeri. (Total Allowable Catch), 60 pers- Setelah melihat KTI dengan se- hagal kondisi objektif, tentang po- kanya peluang sebagai kon- tensinya dan berbagai kondisi yang sekuensi logis dari globalisasi, menjadikannya disepelekan terma- berarti pengusaha lemah punya Globalisasi yang sepatutnya suk pertumbuhannya yang kiranya akses yang seluas-luasnya untuk bisa diharapkan menjadi salah menjanjikan, perlu dilihat pula usa- mendapatkan bahan baku dengan satu ujung tombak kekuatan bagi ha-usaha yang bisa mendukung, ter- harga yang paling murah dan kual- demokratisasi ekonomi ternyata Belum lagi ketiadaan sarana dan utama kinerja dan program finan- itas yang lebih baik. Mereka tak cuma sekadar harapan. Mereka prasarana yang membuat biaya sial. lagi terbelenggu oleh ketiadaan kembali kepada fitrahnya, yakni menjadi lebih tinggi, apalagi SDM- Kebetulan, kali ini yang mem- Ini berarti dari kebutuhan se- en dimanfaatkan oleh kapal ikan pilihan, atau tidak lagi dihadap- mencari keuntungan sebanyak nya juga tidak menunjang. Bagaim- perlihatkan diri adalah BNI yang kitar 240-250 unit kapal ikan per asing. kan pada pengusaha besar yang mungkin. Pada galibnya memang ana mau dipasarkan? bertahun emas. Strategi usaha lima tahun, baru bisa diimpor kapal be- Sampai sekarang usaha peri- menguasai dari hulu hingga hilir mereka tak perduli dengan ke- Kondisi potensi ekonomi yang tahun kedepan selain terus mengem- kas dari luar negeri setelah meli- kanan laut dalam dan kawasan dengan harga tinggi. Penduduk miskinan, ketimpangan, dan ket- tidak ekonomis itu juga sering dike- bangkan bisnis di bidang corporate hat produksi kapal dalam negeri. ZEEI belum dikelola oleh nelay- menghadapi perubahan adalah miskin, termasuk buruh yang akberdayaan masyarakat luas. luhkan para pengusaha dengan sifat banking, maka Bank BNI akan leb- Kapal impor itu pun hanya boleh an secara modern atau masih ber- pengusaha lemah. Kenyataannya, pendapatannya di bawah upah Yang mereka butuhkan cuma sta- suka melakukan generalisasi. ih meningkatkan kegiatannya di beroperasi di wilayah Zone sifat tradisional. paling tidak di beberapa sektor minimum, bisa membeli kebutu- bilitas yang kokoh, yang men- Potensi hutan kayu tidak bany- bidang retail banking, international Ekonomi Eksklusif Indonesia Bagaimana bisa secara mod- usaha, justru nasionalisme han pokoknya dengan harga yang jamin mereka bisa terus mengeruk ak dibanding Kalimantan dan banking dan investment services, (ZEEI). ern, jika sarananya saja masih tr- ekonomi sempitlah yang mem- keuntungan maksimum. Oleh Sumatera, tapi berapa persen kayu sehingga dapat lebih meningkatkan Keprioritasan untuk melihat adisional. Untuk itu, Ketua Umum buat pengusaha besar memangsa yang serba mahal. karena itu, globalisasi baru akan Irian yang sudah dieksploirasi? perolehan fee based income. produk kapal dalam negeri mem- Induk Koperasi Perikanan Indo- pengusaha kecil. Lantas sejumput memberikan faedah bagi Potensi tambang, memang ter- Penjelasan petinggi BNI itu juga beri kesempatan kepada galangan nesia (IKPI) H.Eddiwan pernah dari hasil rambahan itu mereka Dengan globalisasi, si lemah masyarakat luas kalau ada pencar-pencar. Yang terkonsentrasi menyatakan, Bank BNI,melihat kapal untuk berkembang, tapi re- menyatakan dalam dengar penda- kucurkan kepada pengusaha berharap perusahaan-perusahaan demokratisasi politik. Dan baru pada eksplorasi di PT.Freeport segmen retail banking sangat poten- potnya, galangan juga mengeluh pat dengan Komisi VII DPR, se- lemah atau penduduk miskin multinasional bisa menetralisasi- demokratisasi politik memang dan nikel di Sulawesi. sial di waktu mendatang dengan kesulitan dana membuat kapal bagian besar usaha perikanan dalam bentuk "belas kasihan". kan kekuatan-kekuatan besar di harus dimulai dari dalam diri kita Tapi perlu dicatat, semua poten- makin meningkatnya jumlah peru- ikan seperti halnya para nelayan masih berskala kecil yang dilaku- Maka, cukup beralasan kalau dalam negeri yang selama ini masing-masing. si ini ada di darat. Sedangkan Ka- sahaan/ pengusaha kecil, munculn- mengeluh ketiadaan dana membe- kan secara tradisonal. pengusaha lemah dan penduduk cuma jago kandang. Sayangnya wasan Indonesia Timur, justru ter- ya banyak eksekutif muda dan li kapal. Sebagiaan besar nelayan yak- miskin berharap banyak dari glo- harapan demikian sejauh ini Penulis adalah peneliti senior pencar-pencar dan disatukan oleh makin menigkatnya pendapatan Kesulitan ini dikemukakan ni 65,3 persen dari 354, balisasi. Dengan semakin terbu- nyaris hampa belaka. Perusahaan- pada INDEF Jakarta. laut. Maka sifat keterpencaran itu masyarakat. justru tidak ada di laut, di sektor ●Regi J. Weking pantas, tidak seperti sekarang Benar, terbukti "BICARA IRIT, Ketua Umum Ikatan Perusahaan Khusus dalam bidang perkredi- Industri Kapal Nasional Indone- PASTI HONDA. BICARA HONDA, PASTI PUAS!" Mandra, pemilik Black Astrea. kenyataan lebih berbicara ! Untuk para pecinta motor, hanya teknologi 4-tak HONDA yang dapat membuktikan pe- makaian bensin tetap irit dan kemampuan mesinnya tetap prima walaupun telah dipakai bertahun-tahun. Jadi, kalau mau puas, ya... pakai HONDA! Pengalamannya yang puluhan tahun, tak dapat ditandingi dengan teknologi motor lain! Dijual kembali harganya tetap selangit dan bengkel servisnya tersebar di seluruh Indonesia. ASTRA Distributor tunggal : PT ASTRA INTERNATIONAL HONDA SALES OPERATION JL. H.O.S. COKROAMINOTO NO. 80 DPS TELP. 435338 - FAX. 426198 HONDA Atrea HONDA BLACK ASTREA IMPRESSA RAJA BEBEK 4-TAK TERBARU Rabu Wage, 7 Abad harus Denpasar (B Nengara-n ya padat haru utama seperti ra ini pada ab kanan dari lu Penegasan ters kan Kabulog Dr. kepada wartawan kaan Konferensi punan Ahli Eko Se-Asia (The Sec ciety Agricultur ASAE), di Hotel Tuban, Selasa Konferensi yang Ekkuwasbang Pr akan berlangsung tus mendatang ahli ekonomi per 80 orang Indones hepi Perhimp Pertanian Indone Menurut dia, duduknya seper duduk dunia cuk mengatasi maka "Impor berasny tetapi negara itu untuk memenuhi han pokoknya." "Kalau saja golong pendudu bisa memenuhi kanan pokoknya sudah membant masalah pangan Amang. Selain Cina, 1 Filipina, Bangla Indonesia juga p por beras. Meski nesia maupun n kawasan Asia tel tuk meningkatka taniannya. Dijelaskan, In gerakan revolusi sil swasembad 1988. Meski de gan untuk me swasembada ber sar. Musim kema tahun lalu mem mengimpor bera Menurut dia, mitmen ekono pada awal Ord memulihkan ke yarakat melalui jahteraan masya menyangkut keb 'Karena lebih duduk Indonesia si beras sebag pokok, maka pr menyangkut pe pangan yang cuk harganya bisa d anya. dash O Ketika ditany yang dihadapi Peme dalam Denpasar (Bali Pemerintah d ham BUMN di melihat keadaan ga sekarang ini t ta, tetapi juga di Hal tersebut d tor Ekkuwasbang pertanyaan warta ferensi Perhimpu Se-Asia (The Sec cultural Econom Plaza, Tuban, Sela Dia yang ju BUMN mengata dikhawatirkan d ham BUMN d sekarang minat kan modalnya d "Yang turun Pro BALI Perum Lokasi strategis indah dan hutan Jarak tempu 150 m dari pa 10 menit ke k 15 menit ke k DOOR PRI FASILITA TELEPO Pe C 0778 Bagaimanapun juga HONDA lebih unggul! C11709
