Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Waspada
Tipe: Koran
Tanggal: 2002-02-08
Halaman: 13

Konten


uari 2002 12 hiz WT g yang telah Aku kurniai hau bertamu kepadaKu endapat pahala dari sisi in Abu Ya'la dari Abud- mpat tahun bagi mereka ya yaitu dalam riwayat egitu juga riwayat Ibnu urairah r.a. disebutkan g tambahan satu tahun. juga kita dapat adakan mpat tahun itu diberikan kiranya tidaklah pantas Dahwa penunaian rukun a beberapa imam yang haji itu dapat ditunaikan n dosa melambatkannya atnya. Hanya saja orang empatan baginya untuk Pendapat ini berdalilkan pada tahun kesepuluh ardlukan kepada beliau rus dilaksanakan segera gambil dalil dari Hadits: segera melaksanakannya, esat dan terkadang ada n penunaian ibadah haji telah ada kemampuan Dahlan, Hadits Qudsi, muddin Nasution, M.Ag a IAINSU FAI-UISU 2 Dhon kecil kambing, atau ut, atau puasa sebanyak antara memotong hewan dakan menurut penyebab mereka yang melakukan mata-mata terkait dengan ran atau kealpaan. rang sehubungan dengann taupun umrahnya, yaitu arena tamattu' dan qiran. atas, masih ada ketentuan a dam itu terbagi kepada, an semata-mata), seperti anah haram. Untuk jenis pelanggaran itu dengan engetahui bahwa hal litu ang tergolong perbuatan ian dan memakai pakaian reka yang melakukannya a karena tidak mengetahui di atas secara tidak murni a ditetapkan berdasarkan tlaf atau kepada istimta'. ke dalam kelompok itlaf, stimta'. alau bukan kebanyakan, ra tamattul', maka rasanya pelaksanaannya. Ham tamattu' telah berlaku rihram untuk haji tamattu ebut. Namun, waktu yang 10 Zulhijjah). Kemudian, nnya lebih awal, ia boleh walaupun belum memulai belih hewan, dam itu akan sanaan haji dan 7 hari lagi dapat dikerjakan sebelum eh dilakukanpad hari nahr [tiga hari] itu hendaklah rafah, justru, para jama'ah wa, bagi orang-orang yang membayar dam-nya dengan hajinya sebelum tanggal pada tanggal 6,7, dan 8 pu menyembelih kambing. pada tanggal 8 Zulhijjah. ya pelaksanaan haji, maka ukan segera, jika tertinggal atus sebagai musafir tidak undanya. adam itu haruslah disertai aktu penyembelihan atau an, boleh juga diserahkan halnya dengan puasa dan u kaffarah. Bila dilakukan an sah sebagai pembayaran ah ini, sikap terbaik untuk, menghindari hal-hal yang blong pada kelompok dam li duyuf al-Rahman benar- baik di rumah Allah yang mabrur, berikut segala janji abb al-'alamin. Wa Allahu bn Hajar al-Haitami, 521- i, 469-493. 2002 H. Fahmi Mahyar Drs. Mawardi Lingga Drs. Kasman M. Syukur, S.E Drs. Hamdan Lubis la Drs. H.M. Yunus Lubis Dr. H. Marwan Yahya T.M. Hasbi Dr. Nawir Yuslem, M.A Drs. Ma'ruf H. Hasanuddin, B.B Prof.Dr. H. Abdullahsyah, M.A ng Darwinsyah Psb. S. Ag Drs. Mhd. Yazid Mufti Lbs n H. Martab Kudadiri, M.A Drs. Rosyad Harahap Drs. Askolan, M.A. Drs. H.Asnan Ritonga am H. Syamsuddin ang Drs. Hamdi Aminin Hts. dn Drs. Marahalim Harahap m Drs. H. Muslim Lubis Drs. Kamil Selian M.T. Alhidayah Ikhwal Lubis, B.A Drs. Abdul Ghafur Drs. Khalidin Musa Drs. M. Effendi Barus Drs. M. Bakri Pasaribu Drs.H. Harianto Drs. Yusnan Nasution Drs. H.M. Zain Hamyar dn Drs. Bayanuddin Harahap Drs. Thamrin Butar-Butar in Drs. Selamat Hamzah Drs. Wahid Hasan Darwin Purba, B.A Drs. Sariman Alfaruq Drs. Mario Kesturi. M.A Azhar Fauzi S.Ag H. Turmudi Drs Fahmi Mahyar M. Ali Irsan, S.Ag Y n Drs. Irwan Purba 1 Drs. H.B. Parinduri or Drs. A. Basirun plas Drs. Hayatsyah Amarka Ear Drs. Syahridan L.Tobing an Drs. H. Azhar Sitompul Emri Yulizal Ardi Hasrin Noor Wagiman S.Ag Drs. H. Zulkarnain Guci Fadly Said, S.Ag 4 WASPADA Hukum Menunda Haji Bagi Orang Yang Mampu A. Pendahuluan (Sebuah Wacana Fikih Kontemporer) ULAMA sepakat mengatakan ibadah haji adalah kewajiban setiap umat Islam yang mukallaf dan telah memenuhi kriteria mampu. Namun, mereka berbeda pendapat dengan selamat pergi dan Muhazzab karya al-Syirazi, al- kan indikasi adanya dosa bagi baik perjalanan pergi maupun pulang. Ketiga, kemampuan amaniyah, yaitu kemampuan melaksanakan aktifitas haji dalam beberapa literatur se- perti al-Umm karya Syafii, al- pulang. tentang bentuk kewajiban itu. Segolongan Majmu' karya al-Nawawi, Ni- hayah al-Muhtaj karya al-Ram- li, dan Mughni al-Muhtaj karya Khatib al-Syarbaini. orang yang tidak menyegera- kannya. Namun demikian, ha- dis yang dikeluarkan oleh Tir- mizi ini dipandang sejumlah pengkritik hadis sebagai hadis lemah sebab di dalam sanadnya terdapat Hilal bin Abdillah. Menurut Bukhari sosok pe- riwayat ini adalah seorang yang memunkarkan hadis, oleh se- bab itu riwayatnya tidak dapat diterima. Selain itu, masih dite- mukan sejumlah hadis lain yang mendukung kewajiban se- gera (faur) tersebut, akan tetapi tunjukannya tidak bersifat pasti (qat'i) dan masih dapat diper- debatkan keberadaannya. Dili- hat dari ihtiyat (prefentif) pen- dapat ini memiliki dasar pemi- kiran yang logis dimana ma- nusia tidak dapat memprediksi umurnya untuk tahun beri- kutnya. Demikian pula tidak dapat diramalkan, apakah kondisi ekonominya, keama- man serta kesehatannya pada tahun selanjutnya. Untuk me- nutup kemungkinan terjeru- mus ke dalam pengabaian, maka seyogyanya haji tersebut disegerakan. Dalam mendukung penda- patnya mazhab Syafii menitik- beratkan pada prilaku Nabi SAW, yang tidak menyegerakan melaksanakan ibadah haji. Dalam suatu riwayat disebut- kan bahwa kewajiban ibadah haji disyari'atkan pada tahun keenam Hijrah. Dari tahun tersebut tiga tahun berikutnya Nabi SAW. tidak melaksanakan ibadah haji. Nabi SAW melaksanakan ibadah haji ini adalah pada ta- hun kesepuluh. Kenyataan ter- sebut membuktikan bahwa ke- wajiban haji tidaklah bersifat segera. Sebab, jika kewajiban- Kesalahan Penafsiran Jika ketiga kriteria mampu tersebut ada pada seorang mu- mengatakan ibadah haji wajib disegera kallaf maka kewajiban haji te- kan dan segolongan lagi berpendapat se- baliknya. lah dibebankan padanya. Na- mun demikian ulama berbeda pendapat tentang bentuk kewa- jibannya. Sebagian mengata- kan, kewajiban itu harus segera dilaksanakan namun sebagian lagi membolehkan untuk me- nundanya pada tahun-tahun berikutnya. Kontroversi ini dilatar- belakangi oleh perbedaan dalil dan penanggalan tahun diwa- jibkannya ibadah haji. Dalam relevansi ini C. Snouck Hurg- ronje mencatat, paling tidak enam tahun penanggalan di- syari'atkannya kewajiban haji yang diperdebatkan. Persoalan penundaan haji bagi orang yang mampu di atas merupakan wacana fikih klasik, namun demikian kasus penun- daan haji tersebut tetap saja aktual dan menjadi diskursus masyarakat kontemporer. Hal ini tentunya terkait de- ngan kebutuhan umat terhadap penjelasan berbagai persoalan hukum yang mengitarinya. Tu- lisan ini sesungguhnya menco- ba merekam problema hukum tersebut dan mengemukakan argumentasi masing-masing . pihak seraya menganalisisnya dengan semangat fikih kon- temporer. B. Mampu Dalam Per- "Mengerjakan haji ada- lah kewajiban manusia ter- hadap Allah, yaitu orang- orang yang sanggup melak- sanakan perjalanan ke Baitullah." (QS. 3:97). Tunaikan Haji Raih Insan Sejati I. Pendahuluan Haji sebagai rukun Islam yang ke-5 yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya. Iba- dah ini penuh dengan hik-mah dan ibrah bagi hidup dan kehi- dupan manusia di dunia. Satu diantaranya adalah kesamaan manusia di hadapan Tuhannya tanpa diskriminasi antara siapa yang miskin. Perbedaan hanya seberapa besar ketakwaan kepa- da-Nya (QS. 49:13). t Di sisi lain ibadah haji ada- lah proses seorang manusia un- tuk mencapai manusia sejati sebagai pelampiasan dua potensi yang diberikan Allah kepadanya yaitu potensi sebagai hamba di hadapan Allah (QS. 51:56) na- mun di sisi lain ia juga mempu- nyai potensi sebagai pemimpin di muka bumi (QS. 10:14). Kedua potensi ini merupakan tujuan dari penciptaan manusia. Kedua potensi tersebut tampak ketika seorang muslim mampu melaksanakan ibadah haji sebagai langkah terakhir menuju insan kamil (manusia sejati) yang mampu mengemban dua potensi yang saling berten- tangan hamba sekaligus pe- mimpin. spektif Fikih Haji Mampu dalam istilah fikih disebut istitha'ah. Orang yang mampu dikatakan mustathi. Terma ini mengacu kepada fir- man Allah dalam surat Ali Im- ran ay at 96, "Wa lillahi ala al- nasi hijju al-baiti man istatha'a ilahi sabila." (Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah bagi orang yang sanggup mengadakan perjala- nan ke Baitullah. Demikian juga, di dalam sejumlah hadis ditemukan bahwa lafal yang dipergunakan untuk merefre- sentasikan pengertian mampu adalah mustathi'. Kepemimpinan seorang muslim yang melaksanakan haji paling tidak tergambar dalam mengatur sisi materi atau me- ngatur keuangan sehingga ia mampu melaksanakan ibadah tersebut dan kepemimpinan atas nafsu yang ada dalam diri untuk tidak menghamburkan harta di jalan yang salah. Di sisi lain juga ia sebagai pemimpin harus menjamin kesejahteraan hidup orang yang dipimpinnya (keluarga) selama pergi meni- nggalkan mereka. Masih banyak lagi sifat-sifat kepemimpinan yang tersirat sebelum melaksa- nakan ibadah ini. II. Haji Penguat Iman Pe- nyempurnaan Islam Ibadah haji sebagai rukun Islam, maka ia wajib bagi se- orang muslim lagi yang beriman. Karena masih banyak manusia yang mampu mempercayai rukun iman yang enam namun tidak termasuk orang muslim dan begitu juga sebaliknya. Hal ini disebabkan menuju keisla- man yang murni dan dibarengi dengan landasan iman bukanlah suatu hal yang mudah dibutuh- kan ketakwaan yang sebenar- nya. Ini tercermin dalam al-Qu- ran: "Hai orang-orang yang ber- iman bertakwalah kamu kepada Allah sebenar-benar takwa dan janganlah kamu meninggal se- belum dalam keadaan muslim". (QS. 3:102). Untuk itu, kata istitha'ah (kemampuan) untuk melaksa- nakan ibadah haji janganlah se- lalu terfokus pada kemampuan materi tetapi juga kemampuan spirit. Ibadah haji tanpa landa- san keimanan sia-sia tanpa lan- dasan keislaman adalah kebo- hongan belaka di mana ibadah ini merupakan aplikasi dari ru- kun yang sebelumnya, syahadat, salat, zakat, dan puasa dalam versi yang lebih besar. Zakat ha- nya mengeluarkan harta sedikit, untuk melakukan ibadah haji membutuhkan lebih banyak la- gi, puasa menahan nafsu dan lapar (bersifat jasmani), haji lebih dari pada itu dibutuhkan ketahanan jasmani maupun rohani yang ekstra, dan begitu juga dengan rukun-rukun yang lain. Istitha'ah menurut termino- logi fikih berarti kemampuan untuk sampai ke Makkah. Ke- mampuan itu mencakup tiga hal. Pertama, kemampuan badaniyah, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan keseha- tan jasmani. Kedua, kemampu- an maliyah, yaitu kemampuan biaya perjalanan ke Makkah, Oleh Syaiful Rahmat Panggabean sangkal lagi. Dengan kedua syarat imma- teri ini untuk mencapai haji mabrur tidaklah susah. Untuk itu pantas dinyatakan tiada ba- lasan yang layak bagi haji yang mabrur selain surga. Dengan modal immateri '2 rukun' dalam menunaikan iba- dah haji kesempurnaan islam akan tercapai dan keimanan akan bertambah kuat dengan menyaksikan betapa Maha Be- sar dan Maha Kuasanya Allah dengan segala ciptaan-Nya yang selama ini belum dirasakan. Dengan perasaan yang ka- gum dan sadar bahwa ia sebagai hamba tidak ada apa-apanya di hadapan penciptanya dan seraya berkata: "Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah Kami dari apa neraka". (QS.3:191). Kekuatan iman dan kesem- purnaan Islam yang diraih de- ngan melakukan haji disinyalir oleh Allah melalui firman-Nya yang turun ketika Rasulullah SAW melaksanakan haji wada' (Haji Perpisahan) yakni: "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan agama dan nikmat bagimu dan Ku-ridhai Islam jadi agama bagimu' (QS. 5:3). III. Haji Sebagai Aktuali- sasi Diri (Self Actualization) Abraham Maslow (tokoh Psi- kologi Humanistik yang dikenal dengan hierarki kebutuhan ma- nusia) menyatakan bahwa kebu- tuhan manusia yang paripurna adalah aktualisasi diri sesuai dengan potensinya sehingga menjadi manusia yang otentik. Arti aktualisasi diri ini hampir bersamaan dengan isti- lah-istilah yang dikemukakan tokoh-tokoh Psikologi Humanis- tik lainnya seperti Rogers de- ngan Fully Functioning Person (Kesempurnaan Fungsi Manu- sia) dan Jean Paul Sartre dengan proses meng-ada (to be being). Semua istilah ini mencoba me- ngembalikan manusia pada po- tensi yang sebenarnya (mema- nusiakan manusia) sehingga ia menjadi manusia sejati. Haji sebagai penerapan 2 po- tensi manusia dapat dikategori- kan bahwa ibadah ini sebagai aktualisasi diri dalam habi min Allah dan habi min an-naas. Di mana manusia mencoba meng-ada-kan (to be being) diri- nya di hadapan Allah dengan memenuhi panggilan-Nya ke tanah suci karena ia (mungkin) telah meng-ada sebagai manusia di atas bumi. Dengan demikian ia akan mencapai otentitas dan kesempurnaan diri sebagai ma- nusia (Fully Function Person). Dengan melihat hal di atas penulis melihat berapa banyak muslim yang bertambah dekat dengan Rabb-nya pasca ibadah haji dan betapa banyak pula yang malah kabur dan ngawur. Hal itu disebabkan kedua landa- san utama belum terpatri dalam jiwa dan dirinya. IV. Penutup Maha Suci Allah yang men- ciptakan segala sesuatu dengan berbagai hikmah demikian juga dengan haji. Haji merupakan proses menuju manusia sejati yang mampu memilih dan me- milah kapan ia sebagai hamba dan kapan ia sebagai pemimpin. Ya Allah, aku datang me- menuhi panggilan-Mu Dengan memohon magfirah dan hidayah-Mu Hidupku dan matiku hanya untuk-Mu Ampuni diriku sebagai ham- ba-Mu Bimbing diriku sebagia kha- lifah-Mu Dengan kata lain, dapat di- katakan dengan melaksanakan ibadah ini keimanan seseorang Sehingga sempurna hidup- tidak dapat diragukan lagi dan ku dengan ridha-Mu aplikasi atas rukun islam yang Waallahu'alamu bis lain selain haji tidak dapat di- shawaab. C. Wacana Perdebatan Di dalam literatur mazhab Hanafi seperti Fath al-Qadir karya Ibn al-Humam disebut- kan bahwa kewajiban haji ber- sifat segera (al-faur). Maksud- nya, jika seseorang telah meme- nuhi kriteria mampu sebagai- mana yang telah disebutkan, maka pada tahun itu juga ia wajib melaksanakan ibadah haji. Pendapat ini ditemukan pula dalam al-Mabsut karya Syamsuddin al-Sarkhasi, Ru'us al-Masa'il karya zamakhsya- ri, Bada'i' al-Shana'i karya al- Kasani dan Radd al-Muhtar ka- rya Ibn Abidin. Pendapat serupa juga dijumpai pada mazhab lainnya, seperti mazhab Maliki dan Hambali. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan, mayoritas ulama mazhab berpendapat bahwa kewajiban melaksana- kan ibadah haji adalah bersifat segera bagi orang yang mampu. Lain halnya dengan maz- hab Syafii, kewajiban haji me- nurut mazhab ini tidak wajib segera dilakukan (tarakhi). Artinya, seorang yang telah memenuhi syarat istitha'ah tidak otomatis dibebankan un- tuk segera melaksanakan iba- dah haji. Hal iidapat dilihat di Sebenarnya meletakkan gelar "faham tua/faham muda" yang sudah populer itu, adalah salah. Dengan kata "tua berarti yang lebih lama (lebih awal ada/ lebih awal muncul. Yang "muda" berarti yang lebih baru/yang belakangan ada/lebih belakang muncul. Harus diakui, apa-apa aja- ran Islam ini yang mula-mula/ awal adalah yang tertua. Itulah dia, ajaran-ajaran atau kondisi- kondisi yang ada pada masa Nabi SAW, sahabat. Diantara- mereka, bila ada kematian me- nya adalah bahwa: pada masa reka tidak mengadakan tahli- lan, 3 malam berturut-turut, dan pada hari 40, 100, 1000, dan seterusnya, untuk maksud me- nghadiahkan pahala bacaan pada yang mati. Begitu juga, mereka tidak mengkramatkan/ minta do'a pada kuburan Nabi/ wali-wali, mereka tidak mohon do'a restu/syukuran dengan dilengkapi tepung tawar, atau apabila selesai salam shalat jenazah tidak menambah-nam- bah lagi dengan do'a-do'a (panja- ng), atau mereka bersyalawat tidak dengan imbuhan "saydi- na", atau bila memberang- katkan jemaah calon Haji tidak diiringi azan, atau tidak mem- buat kaifiat shalat Jum'atnya dengan 2 kali azan, dan seba- gainya. JUMAT, 8 FEBRUARI 2002 13 Melaksanakan shahih Apa kata Kebajikan Dunia Dan Akhirat Hal ini diketahui, dimana tidak ada satu riwayatpun yang shaih atau dhaif (lemah) atau maudhu' (palsu) sekalipun, yang memberitakan mereka ada mengamalkan amalan tersebut di atas itu. Karena suatu itu menjadlah aqidah/ibadah, bila/ setelah ada petunjuk dan contoh dari Nabi SAW (kaidah ushul Fiqih). Oleh Dr.Arifin S.Siregar, SpKK tepat disebut faham muda, fa- ham pem-baruan, karena mere- kalah yang memperbarui. Masuknya Islam di Jawa Islam yang masuk ke Indo- nesia (pulau Jawa) sangat ba- nyak tercemar oleh TBC (tahyul, Bid'ah dan churafat). Kenapa ? Islam itu datang ke Indonesia (pulau Jawa), dibawa oleh Sye- ch-syech. Tapi tidak langsung ke pulau Jawa, singgah dulu di Gujarat (India), berbulan-bulan atau bertahun-tahun lamanya. Oleh pedagang-pedagang di Gujarat pada abad ke 13 M, dibawalah ke pulau Jawa. (MC Ricklefs dalam "Sejarah Indo- nesia Modern", terbitan Gajah Mada University Press). Tetapi Prof.Dr.Hamka menyatakan, orang-orang Arab datang perta- ma ke tanah Jawa tahun 674 M. ("Risalah Seminar Sejarah Ma- suknya Islam ke Indonesia" hal 77) dan bertemu penduduk ber- agama Hindu/animisme. Tidak dapat dielakkan, mau tak mau, ajaran Islam itu tercemar de- ngan ajaran Hindu, karena me- nenggang, demi tawar mena- Lalu Pak Kiyai balik berta- war, asal mau masuk Islam. nya: "Apa anda sudah paham Misalnya: Syechnya tidak me- Q.SAl-Ma'un?" Semua serentak ngharamkan babi secara total, menjawab: "Sudah Pak Kiyai!". tapi hanya babi piaraan yang Pak Kiyai bertanya lagi: "Sudah haram, sedang celeng (babi di berapa fakir miskin, anak yatim, hutan) halal. Atau Syechnya anda santuni?". Jemaah menja- membolehkan kumpul baca- wab: "Belum ada Pak Kiyai !". baca, makan-makan (kenduri) di Menjawab Pak Kiyai: "Kalau rumah kematian, hari ke-3, begitu kajian kita QS Al-Ma'un berturut-turut, atau hari ke 40, belum selesai, harus diulang- ke 100, ke 1000, dst, asal Yasin ulang!". Pada pengajian malam yang dibaca, bukan mantera. ke-5 Pak Kiyai bertanya: "Sudah Karena pada agama Hindu upa- ada/sudah berapa anda santuni cara ini ada, tapi dengan baca anak yatim/fakir miskin?". Se- mantera/do'a-do'a Hindu, ka- mua serentak menjawab: "Saya rena berkeyakinan roh yang ma- satu, saya dua, saya lima, dst". ti datang, dewa-dewa turun ke Lalu Pak Kiyai mennyambut : bumi mendengar permohonan "Bagus, bagus, maka sekarang mereka, pada malam-malam kita pindah ke surat yang lain". tertentu itu, ("Kitab Parasit Maka hanya itulah jawaban Akidah" oleh: A.Delmarzdedeq saya bagi anda-anda yang hal.41-47). Tambahan lagi, protes, kenapa itu ke itu juga !!! Syechnya yang datang ke pulau Ada orang berkata: Kenapa Jawa selain tersusupi agama se- anda terlalu peduli dengan ama- tempat di Gujarat, juga tak sa- lan orang lain? Cukup anda dar membawa Hadis-hadis pal- urus amalan anda sendiri. Atau su, lemah, (ketika itu penselek- kenapa diungkit-ungkit shalat sian Hadis belum gencar). orang yang sudah mau shalat. Sayangnya Syechnya kebu- Yang lebih perlu adalah menyu- ru wafat, belum sempat meralat/ ruh orang yang tak mau shalat, membatalkan yang "mulanya" atau mencegah narkoba, dan boleh itu, diajarkan pula oleh sebagainya. murid-muridnya, menyebar ke- mana-mana. Kita jawab: Tahukah anda, orang yang mulia disisi Allah, Munculnya KH. Ahmad adalah orang yang selain yang Dahlan berguna untuk dirinya, juga ber- Melihat ini semua, maka guna untuk orang lain QS Al- timbullah sosok tubuh Kh.Ah- Ashr:".... berpesan-pesan pada mad Dahlan, yang mencoba (menjalankan) kebenaran....!!. Padahal, kenyataan, mere- menumpas TBC, dengan modal Allah benci pada orang yang ka tidak mengadakan pem-ba- keberanian dan jihad, (dimana ruan (tidak membuat Aqidah/ keyakinan pada TBC itu masih lain/egois. tidak memperhatikan orang Ibadah baru), mereka hanya sangat kental melekat dan ke- mengembalikan pada yang lama, yang awal atau mereka tika itu belum pernah ada orang yang menyalahkan). Beliau me- memurnikan yang sudah tidak nyampaikan missinya dengan murni lagi, yang sudah diperba- membentuk wadah "Muham- rui orang, yang ditambah- maddiyah", dan sebagai ujung tambah orang, yang direkayasa, tombaknya: madrasah-madra- dimodifikasi dari aslinya, atau sah, panti asuhan dan kegiatan sudah menjadi "aspal" (asli pal- sosial lain. su). Dan "faham tua" (yang dise- Jadi keliru, bila disebut "Mu- but orang sekarang) itulah yang hammadiyah" adalah pemba- Maka sekarang, orang-or- ang yang tidak mengamalkan amalan tersebut diatas itu, ma- Oleh Drs. Aripin Marpaung dan Husnel Anwar, Mtd. M. Ag orang Yahudi dan Nasrani. Penyerupaan ini merupa- ka merekalah yang tepat dise- but "faham tua", faham yang awal, faham dimasa Nabi SAW, sahabat, tabi'in. Tidaklah tepat, orang-orang yang mengamal- kan tahlilan, dan sebagainya, disebut faham tua, adalah yang cocok disebut faham muda/ka- um muda, karena amalan itu terjadi belakangan/baru timbul. Hal ini perlu diluruskan, dimana ini bukan soal sepele, atau apalah nama. Alasannya, karena dengan nama itu tersirat magnanya, seolah-olah "faham muda"/kaum muda" (penyebut- an orang sekarang itu) assosiasi orang, adalah orang-orang yang mengadakan pem-baruan dari ajaran Islam. Perbedaan pendapat di ka- langan ulama mazhab tentang waktu jatuhnya kewajiban haji berimplikasi kepada perbedaan status hukum yang dikandung- nya. Bagi mazhab Hanafi, Mali- ki dan Hanbali, orang yang te- lah memenuhi kriteria mampu tetapi tidak menyegerakan me- laksanakan ibadah haji maka orang tersebut dikenakan dosa. Jika ia meninggal tanpa melak- sanakan ibadah haji maka ia tergolong orang yang fasik. Berbeda dengan mazhab Syafii, menurut mereka tidak menyegerakan melaksanakan ibadah haji bagi orang yang mampu bukanlah dosa, sebab kewajiban haji itu bersifat ta- wasu'ah (waktunya luas). De- ngan demikian, ibadah haji da- pat ditunda pada tahun-tahun berikutnya setelah tahun di- mana ia mampu melaksana- kannya. D. Tinjauan Analitis Wacana kontroversi fikih di atas telah terlembaga di dalam kitab-kitab fikih. Masing- masing pihak mengemukakan dalil sebagai argumentasi men- dukung pendapatnya. Mazhab Hanafi beralasan dengan hadis Nabi yang berbunyi, "Siapa yang memiliki bekal dan ken- deraan yang dapat menyampai- kannya ke Baitullah tetapi ia tidak melaksanakan hajinya, maka ia mati seperti Yahudi dan Nasrani. "Hadis ini mengindi- kasikan bahwa ibadah haji itu wajib disegerakan. Bagi orang yang mampu tetapi tidak me- laksanakan ibadah haji maka matinya diserupakan dengan Faham Tua, Faham Muda neraka, itu sudah pilihannya. Tak perlu dikasihani. Begitu ju- ga yang narkoba, dsb. Dan tahukah anda, seorang narkoba atau tak mau shalat, itu baru berefek pada dirinya sen- diri. Tapi seorang/ustad yang merasa Akidah/Ibadahnya be- nar, tapi sebenarnya salah, ka- sihan Pak ustad itu, karena ke- salahannya menyebar berantai, terikut banyak ummat atas ke- salahannya, apalagi dosa jema- ahnya juga terpercik kepada ustadnya. Mana yang lebih pen- ting dikaji? haru (membuat Aqidah/Ibadah yang baru) faham muda/kaum muda. Muhammadiyah adalah "pemurni"/mengajak back to ba- sic (kembali pada yang asli yaitu Qur'an dan Hadis). Yaitu me- murnikan ajaran Islam, yang sudah tercemar dengan tahyul, Bid'ah dan churafat, agar tampil kembali seperti asal mula apa- apa ajaran Nabi SAW, sahabat, tabi'in. Itu ke itu juga Adanya tuduhan, kenapa dakwah Dr.Arifin itu ke itu juga, masalah tahlil, tepung tawar, azan shalat Jum'at, qu- nut, mengkramatkan kuburan wali, dsb !!! Jawabnya adalah : pernah suatu ketika KH.Ahmad Dahlan, berhadapan dengan jemaahnya di pengajian, dimana yang dikaji pada malam perta- ma QS Al-Ma'un, malam ke-2 juga Q.S.Al-Ma'un, malam ke-3 QS Al-Ma'un dan malam ke-4 juga QS Al-Ma'un. Maka jema- ahnya protes: "Pak Kiyai, kena- pa yang dikaji, itu ke itu juga, kami bosan?" Kemudian kita ungkit- ungkit (koreksi) shalat orang yang sudah shalat, karena ala- ngkah kasihannya kita pada- nya, sudah capek-capek ia sha- lat, haji berulang-ulang, shalat taraweh, dsb. Rupanya tertolak, gara-gara Bid'ah dan syirik menempel. nya segera (faur) tentu Nabi ti- dak menunda melaksanakan- nya hingga tahun kesepuluh Hijrah. Kalau orang yang tak mau shalat, seandainyalah ia masuk Penanggalan tahun kewaji- ban haji adalah bagian dari khi- lafiyah. Al-Qurtubi berpendapat haji diwajibkan pada tahun ke 3 Hijrah. Pendapat ini diperku- at pula oleh kajian sosio-historis C. Snouck Hurgronje. Sedangkan al-Syirazi dan pengikut Syafii lainnya menga- takan kewajiban itu disyari'at- kan pada tahun ke enam selain itu ditemukan pula pendapat yang lebih ekstrim yang menga- takan telah ada kewajiban haji sebelum tahun pertama Hijrah. Berdasarkan kajian analitis Ibn Qayyim al-Jauzi dalam kitab Zad al-Ma'ad bahwa pendapat yang sahih adalah kewajiban haji jatuh pada haji wida' (seta- hun terakhir dalam hidup Nabi SAW). Dengan kenyataan ini, Nabi SAW tidak memperlambat melaksanakan kewajibannya, sebab sebelum tahun kesepuluh tersebut haji baru disyari'atkan tetapi belum diwajibkan. Hal ini sesuai dengan kepribadian Nabi. sebagai seorang Rasul Tu- han tidak mungkin melengah- kan dan memperlambat kewa- jibannya. Terlepas dari wacana perde- batan ulama di atas, perlu diper- timbangkan bagi mustathi' haji bahwa usia manusia tidak da- pat diprediksi secara pasti. Ma- ut selalu saja mengintai kehi- dupan tanpa pemberitahuan. Menunda-nunda pelaksanaan ibadah haji bukanlah suatu per- buatan terpuji, bahkan bisa menjerumuskan ke dalam dosa, oleh sebab itu maka langkah terbaik yang harus dilakukan adalah menutup pintu dosa dan membuka pintu pahala dengan menyegerahkan ibadah terse- but. Bukankah ini lebih baik?. Dan mana lebih berbahaya ? QS Al-Baqarah 166,167 dan QS.Al-Ahzab 66,67,68 !!. Masalah Furu' Untuk menampik pengkaji- an masalah tahlilan, tepung ta- war, 2 azan shalat Jum'at, 23 ra- kaat shalat taraweh, mengkra- matkan kuburan wali, saydina, meng-azankan naik haji, dan sebagainya, maka sering orang menggunakan kata: furu', (di- antaranya Sdr Dr.Drs.Salim Ad- nan Sp.M,M.Ag Lhoksumawe "Pembaca Menulis", Waspada 29-01-02), sebagai argumentasi, dengan mengatakan itu adalah masalah furu', tak perlu itu dika- ji. Kita tanya, bila itu masalah furu' (ranting, cabang) atau ma- salah sepele, kenapa itu dapat menyebabkan adanya pemisa- han, adanya kubu, adanya ko- tak-kotak ummat ketika ber- Ibadah. Alangkah naifnya mere- ka, bila itu masalah furu' (tak perlu dikaji), tapi mengakibat kan ummat berpisah shalat ta- raweh, berpisah mesjid shalat Jum'at, tidak sama menghadapi kematian, dsb. Janganlah kita dibodoh-bodohi, seperti orang mengatakan: harga tidak naik tapi itu hanya penyesuaian har- ga, ia tidak ditangkap tapi ha- nya diamankan. Dibilang masa- lah furu' (sepele), tapi menjadi tembok kokoh pemisah ummat, yang padahal se-akidah. Jadi apakah furu' atau bukan, masa- lahnya perlu dituntaskan, demi ummat bersatu. Apakah anda senang ummat ini terpecah- pecah berkotak-kotak?! Atau anda sependapat berpecah- pecah itu rahmat, bersatu itu laknat ? yang mengada-ada/menambah- nambah (dalam masalah Aki- dah/Ibadah) adalah Bid'ah, se- tiap Bid'ah adalah sesat, setiap yang sesat di neraka". Allah SWT berfirman dalam Hadits Qudsi: Wahai dunia! Ber- khidmatlah kepada orang yang telah berhidmat kepada-Ku, dan perbudaklah orang yang me- ngabdi kepadamu. Nasyaruddin Al-Bani menu- turkan, dimana Nabi SAW ber- sabda: "Gara-gara wudhu' tak beres, dapat menghalangi orang masuk ke syurga". (HQR al-Qudla'i yang ber- sumber dari Ibnu Mas'ud r.a) Allah SWT, berfirman kepa- da dunia dan memanggil dengan menempatkannya sebagai orang yang berakal. Diperintahkannya agar berkhidmat atau melayani dan meladeni orang yang suka meluangkan atau menghabiskan wkatu utnuk berkhidmat kepada Allah, bersungguh-sungguh beribadah kepada-Nya, memper- banyak amal kebajikan karena Dia semata dalam mencari dan menggunakan dunia, menjauhi larangan-Nya, menggiatkan diri untuk ta'at kepada-Nya, baik yang berhubungan dengan Kha- liq maupun amalan yang berta- lian dengan kepentingan mas- yarakatnya. Bilamana orang itu betul- betul berkhidmat kepada Allah SWT maka dunia ini atau alam ini pasti akan berkhidmat kepa- danya. Kalau ia seorang petani, sawah ladang atau hasil buminya akan subur melimpah dan mu- dah rizkinya. Kalau ia seorang pedagang, akan mudah perun- tungan dalam perdagangannnya, mudah dapat kemajuan dalam perusahaannya, ia mudah mendapat rizki yang halal. Orang yang berkhidmat kepada Allah senantiasa akan menikmati sehat badan, menikmati ketenangan hidup, menikmati kebahagiaan dan kesejahteraan rumah tangga, menikmati kerukunan bertetangga dan lain-lain. Meskipun hidupnya sederhana, akan tetapi hidup dan kehidupannya itu benar-benar mendapat dukungan dan pelayanan dari seluruh kehidupan dunia sekitarnya. Allah SWT telah menundukkan dan menyerahkan dunia ini dengan segala yang ada padanya, juga seluruh langit dengan isinya kepada manusia, untuk diusahakan dan diolahnya, guna memenuhi keperluan hidupnya, dengan berpedoman pada tuntunan Agama Allah. Allah berfirman: Tidakkah kalian perhatikan bahwa Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) kalian apa yang ada di langit dan di bumi dan menyempurnakan untuk kalian ni'mat-Nya lahir dan batin.. (QS. 31 Luqman: 20) Namun yang sangat diutamakan, ialah keseimbangan kehidupan kini di dunia dengan kehidupan kelak di akhirat, sebagaimana firman Allah SWT: "Dan usahakanlah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan) akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah berusaha berbuat kerusakan di (muka) bumi. karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. 28 al-Qashash: 77) Keseimbangan hidup ini sangat tergantung pada niat hati, apakah akan menggunakan dunia ini sebagai jembatan bagi kehidupan di alam akhirat ataukah hanya untuk menghambakan diri pada dunia. Tenni VADILE Dalam Hadits mengenai "niat" yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatthab r.a. sudah kita jelaskan bahwa tiap-tiap amal perbuatan haruslah berlandaskan niat, dan nilai amal yang dikerjakan itu pada sisi Allah tergantung kepada niat orang yang mengerjakannya, yakni kepada Nawaitu-nya. Karena itu, agar kita tetap berkhidmat kepada Allah, niatkanlah pada semua urusan dunia yang kita kerjakan, untuk bekal nanti di akhirat. SAYA BEKERJA KERAS MENGOLAH TANAH PERLADANGAN SAYA HASILNYA, UNTUK ISTRI DAN ANAK-ANAK, BUKAN UNTUK BERFOYA-FOYA. Seorang suami yang membanting tulang mencari nafkah bagi isteri dan anak-anaknya, dengan niat agar isteri dan anak-anaknya tidak bimbang mengerjakan ibadah, agar anak-anaknya tekun menuntut ilmu, maka usahanya itu akan diperhitungkan sebagai amal kebajikan yang akan mendapat pahala dan dimasukkan dalam golongan urusan akhirat juga. Hadits-hadits Nabi SAW mengenai urusan dunia, adalah sebagai berikut: "Barang siapa yang menjadikan dunia ini (pusat) cita-citanya, niscaya Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kepapaan menghantui dirinya serta tidak akan datang kepadanya keduniaan melainkan sekedar apa yang telah ditetapkan. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat itu niatnya, niscaya Allah menghimpunkan segala urusan serta menciptakan kepuasan dalam hatinya sementara dunia datang tunduk kepadanya. Barangsiapa yang bertekad hanya menghubungkan diri kepada Allah SWT semata, niscaya Allah menjamin segala keperluannya, dan memberinya rizki dari yang tidak pernah diduganya. Dan barangsiapa yagn bertekad menghubungkan diri kepada dunia semata, niscaya Allah menyerahkannya kepada dunia itu. Sesungguhnya Allah menjaga dan membatasi hamba-Nya yang Mu'min dari dunia walaupun ia senang kepadanya, sebagaimana kalian menjaga dan membatasi orang sakit dari makanan dan, minuman tertentu. (HR. al-Hakim yang besumber dari Abi Said dengan dla'if. (KHM Ali Usman -HAA Dahlan - Prof Dr HMD Dahlan, Hadits Qudsi, penerbit CV Dipone-goro, Bandung) AKIBAT banjir kiriman yang beberapa kali melanda warga kota Medan dan sekitar- nya sungguh memprihatinkan. Setiap kali banjir telah menelan korban jiwa dan harta yang cu- kup besar. Sikap Islami Menghadapi Bencana Banjir Sampai hari ini juga warga kota Medan masih belum aman dan bahkan di sekitar bulan Ap- ril diperkirakan terancam alni- mo. Untuk menghadapi setiap musibah secara umum dan ben- cana banjir secara khusus, se- orang muslim harus memiliki sikap yang dituntunkan aga- manya. Pertama, seorang muslim memandang bencana banjir ini sebagai peringatan dari Allah SWT, agar manusia sadar akan kelemahan dan kesalahannya. Seorang muslim harus menya- dari bahwa segala kejadian me- ngandung hikmah yang kada- ng-kadang belum diketahui ma- nusia. Dalam Alquran sangat banyak diceritakan bahwa ba- ngsa-bangsa yang durhaka ke- pada Allah atau menolak risa- lah yang dibawa oleh nabi yang diutus Allah, akan ditimpakan berbagai bencana, seperti dite- nggelamkan dengan banjir, di- datangkan binatang yang me- nghabiskan tanaman mereka, dan penyakit kolera. Contohnya cukup banyak dalam Alquran, seperti Kaum Ad, penduduk kota Iram, kaum Nabi Lut, dan negeri Sabak. De- ngan positive thinking, seorang mukmin seharusnya menya- dari bahwa Tuhan tak pernah absen memperhatikan tingkah laku hambaNya. Sekali-sekali diberiNya peringatan agar ma- nusia menyadari kelemahan- nya dan butuhnya kepada Yang Maha Kuasa. Demikian juga bagi para teknolog dan sainstis muslim jangan sampai mempertuhan teknologi. Keyakinan bahwa hasil teknologi modern telah diperhitungkan tuhan mengha- dapi bencana untuk masa ter- tentu. Kedua, kesalahan etis ter- hadap alam. Perlakuan manu- sia yang serakah mengekspo- loitasi hasil hutan tanpa memi- kirkan akibat perbuatannya. Gunung-gunung digunduli dan saluran air dibiarkan tersum- bat. Akibatnya hujan sedikit saja dapat menyebabkan banjir di tengah kota. Air hujan yang turun di bu- kit-bukit dan gunung-gunung yang selama ini sangkut di ba- tang-batang dan urat-urat pe- Oleh DR. H. Ramli Abdul Wahid, MA pohonan sehingga mengendap di perut gunung berbulan-bu- lan, sekarang meluncur dengan lajurnya ke arah daratan yang lebih rendah dan mendadak membentuk lautan di tnegah keramaian kota. Salat hajat hukumnya sun- nat. Salat ini dapat dilakukan dalam dua rakaat saja atau le- bih sampai dua belas rakaat. Caranya adalah seperti salat sunnat biasa. Pada rakaat per- tama sesudah surat al-Fatihah dibaca surat al-Kafirun dan pa- da rakaat kedua surat al-Ikhlas. Akan tetapi, lebih baik jika pada setiap rakaat dibaca surat al- Fatihah, ayatul Kursi, dan surat al-Ikhlas. Lebih bagus lagi jika pada setiap rakaat, ayatul Kur- sinya dibaca tiga kali dan surat al-Ikhlasnya sebelas kali. Atau kita tanya yang tak ngan manusia. pernah dibuat atau diizinkan Niatnya adalah, "Sengaja Nabi SAW, yang berkaitan de- aku salat sunnat hajat dua ra- ngan masalah Ibadah/Akidah, Konstruksi bendungan di- kaat karena Allah Ta'alah. "Se- tapi anda buat, apakah ini ma- rancang sedemikian rupa untuk sudah salat, baik dihadiahkan salah furu/sepele/bukan prinsip tahan menghadapi banjir. Ter- surat al-Fatihah tujuh kali ke- ?! Berarti anda mensetarakan nyata semuanya ambruk kare- na kekuasaan Tuhan di atas se- pada Nabi SAW. Kemudian, di- anda dengan Nabi SAW, sama baca ayatul Kursi tujuh kali dan haknya untuk merekayasa/ gala kemampuan dan perhitu- surat al-Ikhlas tujuh kali. Sete- mencipta Akidah/Ibadah. Ber- lah itu, bacalah doa, Allahumma arti tidak ada gunanya ancaman inni asaluka bi ma'aqidil izzi Nabi SAW: "Seburuknya-buruk- min 'arsyika wa muntaharrah- nya perbuatan adalah mengada- mati min kitabika wa bismikal ada/menambah-nambah, setiap a'zam wa jaddikal a'la wa kali- matikat tammatil 'ammatillati la yujawizuhunna barrun wa la fajirun antushallia 'ala Mu- hammadin wa 'ala ali Muham- madin faqdhi hajatina...(dilan- jutkan dengan hajat dimaksud, seperti minta selamatkan war- ga kota Medan dan sekitarnya dari bahaya banjir dan sebagai- nya). Doa ini dapat dibaca da- Tuhan telah memerintah- kan agar manusia memelihara alam. Tuhan memperingatkan bahwa kerusakan di darat dan di laut sebagai akibat ulah ma- nusia. Akibat kerusakan yang dila- kukan oleh sebagian orang ti- dak akan menimpa mereka saja, tetapi juga dapat menimpa orang banyak. karena itu, para pengusaha hutan dan para peja- bat yang memberi izin usaha hutan hendaknya bertanggung jawab kepada Tuhan dan umat manusia atas tindakan mereka. Ketiga, dalam menghadapi bencana banjir ini, seorang Muslim hendaknya banyak ber- taubat, berdoa, dan salat hajat. Sesuai dengan imbauan Wali kota Medan, agar umat Islam berdoa agar kota ini dihindar- kan Tuhan dari bencana banjir. sudah berlaku itu cukuplah Hendaknya, bencana yang menjadi peringatan dan pela- jaran bagi warga kota ini agar kembali taat kepada Allah dan memelihara saluran-saluran air kota. lam kitab Ihya' Ulumuddin jilid I, halaman 207-208 karya Imam al-Gazali. Doa ini juga dapat disam- bung dengan doa tolak bala, yang dapat dibaca dalam buku Majmu' Syarif, halaman 209 atau Kitab Perukunan Melayu, halaman 45. Menurut Imam an- Nawawi, ketika membaca doa tolak bala, telapak tangan dite- lungkupkan. Demikian dijelas- kan oleh Idris al-Marbawi da- lam kitabnya Bahrul Mazi Sya- rah bagi Mukhtashar Sunan at-Tirmiz. Namun demikian, seandainya seseorang tidak mampu membaca aksara Arab atau tidak menemukan kitab- kitab sumber tersebut di atas, ia boleh saja berdoa dengan bahasa Indonesia atau bahasa yang dipahaminya, baik dalam bentuk tolak bala maupun permohonan selamat. Kemudian, untuk memper- kuat doa, seseorang dapat ber- wasilah dengan amal salih yang istimewa pernah dilakukannya. Misalnya, ia pernah mem- bantu orang yang sangat kesu- litan dan ketika membantu itu ia sendiri dalam keadaan sulit. Maka ia berkata, "Sekiranya Engkau yang Allah mengetahui amalku ini sebagai amal yang berterima di sisi-Mu, mohonlah kiranya Engkau hindarkan warga dan kota Medan ini dari Banjir dan bencana alam lainnya." Hal ini didasarkan hadis Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Nabi menceritakan tentang ke- jadian yang menimpa tiga orang dari umat zaman dahulu. Mereka kehujanan sehin- gga masuk ke sebuah gua. Tiba- tiba, batu besar terjatuh menu- tup lobang gua itu. Masing-ma- sing berwasilah dengan amal istimewanya. Orang pertama berwasilah dengan kebaikan- nya yang mengembangkan gaji buruhnya berupa beras sehing- ga menjadi kerbau. Orang kedua berwasilah de- ngan kebaikannya menyedia- kan susu bagi orang tuanya. Orang ketiga berwasilah de- ngan meninggalkan berbuat zina dengan putri pamannya. Setiap orang dari mereka bermohon dengan wasilah amal masing-masing, batu itu berge- rak sehingga akhirnya mereka selamat keluar dari gua itu. Ke- lengkapan matan dan penjela- san hadis ini dapat dibaca da- lam kitab Fathul Bari, jilid VI, halaman 627 karya Ibn Hajar. Sehubungan dengan ini, Abu Bakar al-Jazairi menjelaskan dalam kitabnya, 'Aqidatul Muk- min, halaman 142-143 bahwa sah berwasilah dengan kebaji- kan dan tindakan-tindakan me- ninggalkan yang haram. 2cm Color Rendition Chart