Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Harian Neraca
Tipe: Koran
Tanggal: 1989-11-14
Halaman: 06

Konten


-Selasa, 14 November 1989 Memformalkan Nonformal DENGAN prihatin harus diakui bahwa koperasi masih belum- menempati posisi yang seharusnya ia duduki, walau telah banyak kemajuan yang dicapai. Dalam kompetisi dengan usaha swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), koperasi masih tertinggal jauh dibelakang. Komentar Menteri Sekretaris Negara Drs. Moerdiono mengatakan hal itu didepan seminar Peningkatan Pemerataan Keadilan Sosial dan ekonomi dalam menyongsong era tinggal landas di kampus Universitas Airlangga di Surabaya akhir pekan silam. Melihat kenyataan belum berkembangnya koperasi dalam bentuk formal, Moerdiono lalu bertanya: Apakah koperasi dalam bentuk awalnya tidak seperti sektor non formal, yang akhir-akhir ini berkembang dengan suburnya itu? Ia menjawab sendiri pertanyaannya itu : Jika sektor non formal bisa juga sebagai embrio koperasi, bagaimana kalau sek- tor nonformal ini diberi peluang dan meningkatkan kemampuan- nya sehingga suatu saat ia bisa menjadi sektor formal yang sama kuatnya dengan sektor formal itu sendiri, seperti usaha swasta dan BUMN. Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan bahwa pereko- nomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan bangun usaha yang sesuai dengan itu adalah koperasi. Karenanya dalam melaksanakan setiap kegiatan ekonomi, harus dilandasi oleh semangat kekeluargaan, semangat kebersa- maan, semangat persatuan dan kesatuan. Jika hendak melak- sanakan amanat UUD 1945 secara konsekuen, bukan separuh- separuh. Memang sulit menterjemahkan asas kekeluargaan ini dalam tata kehidupan sosial ekonomi. Sin Sementara orang masih melihat hak-hak pribadi sebagai sesuatu yang utama, disamping derasnya penetrasi liberalisme yang mendorong menguatnya individualisme. Kebersamaan, kekeluargaan, menjadi mithe-mithe ambigui- tis-antara kepentingan personal dan kebersamaan-yang saling tarik menarik satu dengan lainnya. Orang dihadapkan pada pilihan yang serba sulit, antara kepentingan personal dan kepentingan bersama dalam keluarga. Pada saat itu, terkadang kepentingan bersama dikalahkan ka- rena individualisme yang semakin kuat. Dampak dari itu, lahir keinginan-keinginan ambisius-vested interest-dan menjadi dominan dalam tata cara hidup. Barangkali disini kesulitannya koperasi berkembang. Jika asas kekeluargaan terus menjadi titik sentrifugal dalam mengem- bangkan koperasi, maka kita harus bertarung melawan indivi- dualisme itu. Setidaknya menggiring individualisme itu kedalam lingkar daya magnitis kebersamaan, tanpa meniadakan substansi indi- vidualisme dalam kerangka kebersamaan. Artinya, menjadikan individualisme unsur pendukung utama bagi kebersamaan. Untuk itu individualisme harus diresapi de- ngan semangat kekeluargaan dan kebersamaan. Dalam lingkar magnetisme inilah, individualisme dapat dijadikan pilar bagi bangun usaha bersama didalam asas kekeluargaan itu. an Peringatan Moerdiono tentang berkembang suburnya sektor nonformal, sesungguhnya merupakan ajakan untuk memformal- akan yang nonformal itu. Sehingga tak lagi berwatak individual tetapi menjadi dasar kebersamaan sosial. Sektor nonformal yang tumbuh subur sekarang ini, sesungguhnya adalah salah satu akibat ketidak mampuan kita memantapkan kebersamaan dan memformalkannya dalam ben- tuk koperasi. Padahal, kegiatan sektor nonformal itu sendiri tidak individual tetapi dia merupakan usaha bersama yang berskala kecil, dengan tatalaksana yang paling sederhana. Pada usaha sektor nonformal belum dikenal tatalaksana- manajemen-modern seperti halnya sektor-sektor formal. Karena pengolahan usaha juga masih tradisional; biasanya meneruskan usaha keluarga yang pernah ada. Selalu diusahakan agar usaha itu tidak mati. Usaha itu lalu menampung kerabat dekat dari pemilik. Jika bertambah besar, maka penambahan tenaga kerja diambil dari luar keluarga tetapi masih sekampung dengan pemilik. Dikatakan nonformal, karena penanganannya didasarkan pada ikatan-ikatan premordial dan kekerabatan saja. Tak ada ta- talak-sana formal. Usul Moerdiono untuk memformalkan sektor nonformal itu barangkali dapat dikaji lebih jauh, untuk kemudian dikem- bangkan menjadi formal dalam bentuk koperasi. Jika hendak diformalkan, dia harus dimampukan lebih dulu agar dapat berkembang sehingga mampu mensejajarkan diri dengan sektor-sektor formal yang ada. Kalau memang kita sependapat untuk menerima asumsi Moerdiono bahwa sektor nonformal itu sebagai embrionya ko- perasi. Sebab pada sektor nonformal ini, watak kekeluargaan sangat menonjol dan dominan. Jika kita mendatangi sentra-sen- tra industri kecil yang ada di Jakarta ini, maka jelas kelihatan ciri dan watak kekeluargaan itu. Ada beberapa hal penting yang perlu pemikiran lanjut dari usul Moerdiono itu. Pertama, bagaimana memformalkan sektor nonformal itu sehingga dapat berperan sesuai dengan hakekat pasal 33 UUD 1945, tanpa menghilangkan kreativitas individual yang menjadi pola usaha nonformal itu. Sebab pada sektor nonformal, peranan individu sangat menonjol dan menentukan perkembangan usaha itu. tu Kedua, upaya mendorong perkembangan sektor ini hen- daknya tidak meniadakan peran kreatif individu tetapi sebaliknya peran kreatif itu diberi bobot agar lahir rasa tanggung jawab untuk terus mengembangkan usahanya. Maksudnya, ia tidak merasa perusahaannya diambil alih tetapi justru merasa tertolong. Sehingga aroganisme materialistisnya dapat diarahkan pada pirasa-pirasa humanis sosiologis. Yang dilandasi kebersamaan dan kekeluargaan. Ketiga, perlu ditanamkan kesadaran hidup kekeluargaan, s dalam arti menghayati benar makna kebersamaan itu. Sehingga ada rasa tanggung jawab tentang masa depan bersama; kehen- dak untuk bersama-sama membangun masa depan bersama. Dengan begitu diharapkan koperasi dapat berkembang dan menjadi sistem perekonomian bangsa sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Se'mo ga.**** HARIAN NERACA 15 Ekonomi untuk Kesejahteraan dan Keadilan Sosial 3 Perusahaan Penerbit Pers PT. PERSINDOTAMA ANTAR NUSA Surat Izin Usaha Penerbitan Pers, No. 002/Menpen/ SIUPP/A7 1985 Tanggal 14 Agustus 1985 Bank Terbit Pagi Harga Langganan Tarif Iklan :. BDN Cabang Gambir Jl. Ir. Haji Juanda Rekening Nomor Alamat Redaksi/ Tata Usaha/Iklan : 01316.2.2.11.01.5 • BNI 1946 Cabang Kramat Jl. Kramat Raya Rekening Nomor 002890001 Pengasuh Pemimpin Umum & Pemimpin Redaksi : Zulharmans Pemimpin Perusahaan: Azwiman Noersal Redaktur Staf Ahli • BRI Cabang Khusus Jl. Sudirman Rekening Nomor : 314568235 • Bank Umum Koperasi Indonesia Jl. Letjen S. Parman Rekening Nomor : 041508 . Giro Pos: A. 13350 : Azwar Bhakti, Ferik Chehab, Drs. Peter Tomasoa. : Dr. Anwar Nasution, Dr. Alfian, Drs. Abdul Latief, Tanri Abeng MBA, Sanjoto. MENARIK untuk disimak pendapat D. Goulet yang dikutip oleh A.P. Thirwall dalam buku Growth & Development, with special Reference to Developing Economies yang menyebutkan bahwa ada tiga unsur dasar atau nilai-nilai utama dalam pemba- ngunan yakni pemeliharaan hidup, harga dan nilai pribadi serta kebebasan. Masalah peme- liharaan hidup berhubungan dengan penyediaan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan pendidikan mini- mum. : Jalan Jambrut No. 2- 4 Kramat Raya, Jakarta 10430. : 323969, 337441, 332676 Tromol Pos No. 386 : (021) 3101873 : 46000 NERACA IA Jakarta : P.T. Agrapress Masalah yang berkaitan de- ngan nilai-nilai pribadi mencakup perasaan menghargai sendiri dan merasa bebas dalam menentukan keti- pilihannya, bebas dari daktahuan dan bebas dari kemela- ratan. FORUM - OPINI Sumber Daya Manusia Menjelang Lepas Landas Ketiga unsur dasar tersebut satu sama lain saling kait mengkait, seperti kurangnya rasa menghargai diri serta tidak adanya kebebasan adalah di- akibatkan oleh rendahnya tingkat pemeliharaan hidup dan terpenjara dalam situasi nomi. : 6 X seminggu : dalam kota DKI Jakarta Rp 6.500/ bulan Luar kota tambah ongkos kirim :* Display Rp 3.000 per mm/kolom * Keluarga Rp 2.000 per mm/kolom * Baris Rp 3.000 per baris, minimal 3 baris Jika kondisi seperti ini ber- jalan, maka akan menjadikan siklus berkepanjangan yang pada gilirannya akan menghasilkan sifat fatalisme dan pasrah atau apa yang sering disebut sebagai akomodasi kemiskinan. Siklus seperti ini tidak dikehendaki oleh semua negara, namun negara- negara berkembang senantiasa dihadapkan pada problema se- perti tersebut. rasa eko- Sasaran pembangunan yang dicanangkan sejak dalam Repe- lita I cukup sederhana dan strate- gis karena menyentuh kepenting- an pemeliharaan hidup yaitu mencakup sandang, pangan, per- baikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan kesempatan kerja dan kesejahteraan rohani. Dalam perencanaan pemba- ngunan senantiasa mendasarkan pada kemampuan yang dimiliki saat itu dengan berpegang pada prespektif tujuan jangka panjang. Telepon Fax Telex Setting/Cetak P Isi diluar tanggungan percetakan Surat kabar Ini dicetak di atas kertas produksi dalam negeri ISSN 02 531 81 Kondisi multi bidang/sektoral yang dimaksud mencakup semua sektor pembangunan, termasuk ketenaga kerjaan. Karena itu, upaya pemahaman akan ketenagakerjaan untuk menditeksi potensi pada lepas landas adalah relevan untuk ditin- jau pada masa transisi ini, apalagi bila kita ingin menelaah potensi kebijak- kependudukan serta sanaan/strategi pembangunan ekonomi, maka aspek ketenagak- erjaan merupakan aspek yang cukup serius untuk diamati Permasalahan Dasar SALAH satu ciri Negara sedang membangun adalah kegandrungan menggalakkan program pembangunan. Secara konsepsional, pembangunan itu merupakan suatu proses interaksi dan kait mengkait diantara faktor produksi yang ditinjau dari sisi yang lebih luas yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam, modal, tehnologi dan lain-lain. Keberhasilan pembangunan sejak Pelita I merupakan landasan yang kokoh dari Pelita-Pelita berikutnya. Selama kurun waktu empat Pelita secara umum pem- bangunan negeri ini dapat dikatakan cukup berhasil, maka sepatutnya apabila kita menghar- apkan terciptanya prospek yang lebih baik dimasa depan. Jika kita menyebutkan telah berhasil baik, tidak berarti bahwa sama sekali mulus dan bersih, tetapi tentu saja disana sini masih terdapat pem- borosan, kebocoran, kesalahan investasi dan hal lain yang tidak mengena. Kini proses pembangunan telah berada di ujung jembatan 5 Pelita phase pertama (1969-1994) yang akan masuk pada ini dian- tara para ahli menyebut sebagai phase lepas landas. Pada Pelita V ini dianggap sebagai ujian akhir yang akan masuk ke strata berikutnya. Hasil dari Pelita V ini akan menentukan apakah Indonesia akan bisa lepas landas pada Re- pelita VI atau baik secara total maupun sebagian masya-rakat negeri ini tertinggal di landasan. Tantangan ini memerlukan jawaban yang kongkrit baik dari sisi niat yang kuat maupun dari kerja keras dan kegigihan semua lapisan masya-rakat. Kondisi lepas landas tersebut, bukan hanya bertitik berat pada dimensi ekonomi, seperti apa yang disebut W.W.Rostow, akan tetapi bersifat multi bidang/sek- toral dan regional yang seimbang. Titik berat pemanfaatan dari faktor-faktor tersebut bagi negara maju dan negara berkembang tentunya akan berbeda. Negara maju titik beratnya pada peman- faatan modal dan tekno-logi, dengan struktur produksi lebih bersifat padat modal. Sedang Negara-negara berkembang. khususnya yang penduduk relatif besar, jika menggunakan struktur yang padat modal me-ngundang kerawanan, karena mengabaikan masalah kesempatan kerja se- bagai salah satu jalur pemera- taan. Kebijakan pembangunan yang diarahkan pada pertumbuhan ekonomi melalui impor yang bersifat padat modal, hal mana disatu pihak menghasilkan nilai tambah terbesar, namun di lain pihak sektor seperti ini tidak mengundang penyerahan tenaga kerja yang banyak kerja, namun sektor ini tidak mengundang penyerapan tenaga kerja yang banyak. Industrialisasi dengan tekno- logi tinggi pada dirinya mencer- minkan watak perkotaan dengan dukungan berbagai fasilitas pelancar yang serba mengun- tungkan, atau dengan kata lain memberi kesempatan kepada penduduk perkotaan dan sekitarnya, sementara penduduk pedesaan yang berstruktur po- tensi besar tetapi berpendapatan rendah akan semakin terdesak dan sulit dalam memanfaatkan peluang yang pada gilirannya industri kecil dan home industry di pedesaan lamban berkembang. Hal ini mengundang masalah rumit dan kontradiksi dengan amanat yang tertuang dalam GBHN. Benar kata pembalap terkenal Jackie Stewart bahwa tidak seorang pun di duni ini yang sukses karena usahanya sendiri seratus persen. Semua butuh back-up team atau supporting team. Oleh Dachlan Abdul Hamied untuk periode yang sama mas- ing-masing 8,1% dan 9,6%, sedangkan sektor jasa 32,3% dan 33,1%. Walaupun tingkat per- tumbuhan angkatan kerja per tahun pada REPELITA V disek- tor industri mencapai 6,7% me- lebihi sektor pertanian (2%), sektor jasa (3,5%) dan bahkan seluruh sektor (3%), akan tetapi secara kuantitas kenaikkan itu belum berarti Ketidak seimbang an penyerahan lapangan kerja se- cara sektoral semacam ini meng- akibatkan perbedaan tingkat dan pertumbuhan produktivitas yang cukup menyolok antara sektor pertanian dan sektor lainnya. Per- bedaan produktivitas pada gili- rannya menjadikan perbedaan penghasilan yang besar. Tingkat pertumbuhan pen- duduk yang tinggi dan dengan jumlah yang besar semestinya merupakan potensi besar sebagai modal dasar pembangunan na- sional (lihat GBHN). Namun apabila kebijaksanaan pemba- ngunan ekonomi tidak tepat, akan terjadi sebaliknya yaitu menjadi pemba-ngunan. penghambat Dalam Rancangan REPELITA V disebutkan angkatan kerja tahun 1988 mencapai 74,5 juta orang dan diperkirakan akan meningkat menjadi 86,4 juta orang pada tahun 1993. Seorang jenderal juga butuh prajurit-prajurit yang cakap dan mahir. Hanya saja, sang prajurit sering kita lupakan. Memang, nilai dan arti karyawan peru- sahaan tidak pernah muncul dalam neraca perusahaan. Satu- satunya ukuran yang barangkali bisa menggambarkan kehadiran Pembangunan ekonomi men- stimulir atau merangsang pertum- buhan sektor pendidikan dan melancarkan arus informasi serta komunikasi yang canggih. Pendidikan sendiri, jika pen- Dari jumlah tersebut yang berada pada sektor pertanian pada tahun 1988 sebesar 52,4%, pada tahun 1993 turun menjadi 49,9%. Sementara itu sektor industri HARIAN NERACA mereka hanyalah besarnya gaji, yang dicantumkan dalam ongkos/ biaya operasi rutin. dekatannya ke masa depan, akan memacu proses dan dinamika perubahan. Keaneka ragaman lapangan kerja baru di luar sektor primer, namun dengan terkonsentrasinya di wilayah kota dan Jawa me- nimbulkan tingkat urbanisasi yang tinggi baik dari Desa ke Kota maupun dari luar Jawa ke Jawa. Seorang dari Singapura me- lontarkan kasus menarik. Seperti diketahui, perusahaan di Indone- sia tengah beramai-ramai mem- perbarui identifikasi korporasi (logo). Tidak peduli itu peru- sahaan pasar swalayan, peru- sahaan penerbangan, majalah, dan terutama bank-bank. Semuanya seperti latah menyempurnakan identifikasi korporasi. Sebenarnya tak ada salahnya perusahaan mengubah logo. Umumnya pemilik perusahaan menyadari bahwa "desain grafis" logo baru dapat mem- bawa banyak persepsi baru. Pembaruan seperti itu bisa ba- nyak menolong perusahaan. Sementara orang Desa mengadu nasib dengan mengan- dalkan otot dan yang menuntut ilmu di Kota, orang kota me- nimba kekayaan di Desa berakibat terjadinya perubahan tata nilai rural, semi urban dan urban. Tata nilai agropolitan dan metropolitan mengalami cukup deras dan tragis. Lebih-lebih apabila perkembangan pendidikan tidak mampu mense- laraskan dengan tuntutan kebu- tuhan yang berkembang akan merupakan beban bangsa yang lebih berat. men- Sistem dan bidang pendidikan yang diharapkan memacu kuali- tas manusia yang selalu siap menyerapi zaman dan ciptakan kualitas zaman, tern- yata belum bisa diandalkan. Banyak bidang pendidikan yang tidak relevan dengan tuntutan pekerjaan yang tersedia, semen- tara bidang-bidang yang relevan dalam jumlah terbatas menawar- kan biaya yang begitu besar, jauh dari kemampuan masyar- akat umum. Entah perusahaan ingin melakukan re-positioning di pasar atau malah sekaligus re-launch- ing terhadap produk yang dipro- duksi. Banyak perusahaan yang mengeluarkan biaya ratusan juta rupiah untuk mengiklankan pe- rubahan logo baru dan idealisme di belakangnya. Ini patut dipuji ! Menjual idealisme bukan peker- jaan mudah. Anehnya, tak ada sebuah pe- rusahaan pun yang secara jelas mengiklankan pembaruan logo yang dikaitkan dengan para karya- wan sebagai prajurit perusahaan (anak buah). Padahal, apa arti perusahaan tanpa sang karyawan ? Niela Muid, manajer pemasaran Ramako Group, bercerita bahwa restoran (16%), industri pengo- lahan (14%), pemerintah dan pertahanan (8,5%). Kemudian, apabila kita banding dengan penyerahan tenaga kerja, sektor pertanian masih menempati posisi tertinggi sektor pertanian (52,4%) disusul perda-gangan dan jasa (32,3%), industri pengolahan (8,1%), dll (7,3%). Bahkan sam- pai dengan tahun 1993, diperkirakan sektor pertanian masih yang terbesar dalam angkatan kerja (49,9%) disusul perdagangan dan jasa (33,1%), industri pengolahan (9,6%) dll (7,4%). Proses Pembangunan dan Kesempatan Kerja SALAH satu cara pengkajian tentang kegiatan pembangunan yang berkaitan dengan peman- faatan tenaga kerja di suatu ne- gara adalah dari besarnya output nasional negara tersebut dan seberapa jauh tenaga kerja dapat diserap oleh proses produksi. Untuk mengetahui ukuran out- put nasional, salah satu ukuran- nya adalah Produk Domestik Bruto (PDB), yaitu jumlah "value added" yang diciptakan semua sektor produksi yang ter- libat dalam perekonomian dalam kurun waktu tertentu (biasanya 1 tahun). Naiknya angkatan kerja di sektor industri berbarengan dengan turunnya angkatan kerja di sektor pertanian dan perda- gangan serta jasa-jasa, akan te- tapi posisi itu tidak menjadikan industri sebagai yang paling ber- peran dalam menampung angkatan kerja. Dengan de- mikian, dalam akhir tahun RE- PELITA V masalah tenaga kerja masih tetap dalam keadaan ra- wan. Jerih Payah Anak Buah Harus Dihargai MENURUT teori mana- jemen, seorang manajer di dalam melaksanakan tugasnya tidak bekerja sendiri, melainkan menyuruh anak-buahnya untuk mengerjakan ini dan itu. Jadi prinsip "getting things done through other people" dipegang teguh. satu-satunya jalan untuk mem- buat jaringan radio mereka menjadi visual di hadapan kon- sumen adalah dengan cara mem- perbanyak kegiatan off-air. Dalam kegiatan on-air setiap hari, konsumen hanya bisa mendengar suara penyiar. Tapi, bila para penyiar dapat berke- of touch dan out of reach. Miyamoto Musashi, penga- rang buku strategi perang yang terkenal The Book of Five Rings yang disebutkan sebagai intisari sukses manajemen ala Jepang, menulis: Adalah kewajiban setiap jenderal untuk mengenal betul. seluruh prajuritnya, bila ia punya cita-cita memenangkan perang. Definisi Herbert G. Hicks dan C. Ray Gullett tentang Mana- jemen menyatakan, "Managing the process of getting things done bay and through others" nalan dan ngobrol langsung de- ngan konsumen, fokus visualisasi sang konsumen dapat lebih akrab dan terasa lebih manusiawi. Adalah tragedi dan sejarah yang berulang bila kita selalu Di dalam prakteknya, walau- pun yang bekerja keras itu anak buah, bila tercapai suatu sukses, yang mendapatkan nama baik adalah "sang boss". Hasil pe- kerjaan manajemen memang bukan hasil kerja satu orang saja. Sekarang perhatikan bahwa pada setiap akhir balapan mobil, hanya sang juara yang mendapat kalungan bunga, pujian, sanju- ngan, dan perhatian penuh dari penonton. Namun perlu di- mengerti, kemenangan dan sukses itu bukan sepenuhnya milik sang juara. Setiap kemenangan perang bukan pula milik sepenuhnya sang jenderal. rangkali, inilah yang menjadi faktor terpenting untuk membe- dakan antara pemimpin yang sukses dan dikagumi anak buah dengan mereka yang disebut "yang berkuasa"," Sebaliknya, perusahaan akan terasa sombong, abstrak, dan hi- lang kontak bila tidak pernah mempromosikan karyawannya melupakan mereka. Tapi, ba- (anak buah) kepada konsumen. Perusahaan berdiri selalu dengan cita-cita agar ia bisa abadi dari masa ke masa. Dan setiap usaha memanusiawikan perusahaan selalu membawa hasil yang menakjubkan. Perusahaan akan tampak sebagai makhluk sosial. Motivasi setiap karyawan di tiap bagian dari perusahaan sa- ngat penting. Mereka harus sadar sepenuhnya bahwa tujuan mereka datang tiap hari di peru- sahaanbukan disebabkan oleh suaturutinitas, yang ditandai den- gapembayaran gaji setiap akhbu- lan. Dalam hal pemanfaatan te- naga kerja juga perlu dilihat dari status pekerja. Dengan melihat struktur status pekerja akan seka- ligus melihat berhasil atau ti- daknya pembangunan yang dija- lankan. Semakin banyak jumlah pekerja mandiri (tidak tergantung kepada orang lain), berarti ada kecenderungan peningkatan po- tensi pekerja dalam pemba- ngunan. Menurut hasil sensus 1971, status pekerjaan diklasi- fikasikan dalam 4 kategori yang kemudian dirubah SUPAS 1985 menjadi 5 kategori, yakni beru- saha sendiri tanpa bantuan orang lain, berusaha dengan dibantu dengan anggota rumah tanga (buruh tidak tetap), berusaha dengan buruh tetap, buruh/karya- wan dan pekerja keluarga. Jika memperhatikan pengklasifikasian di atas, bebe- rapa data (perbandingan 1979, 1980, 1985 data BPS) menunjuk- kan bahwa pekerja untuk semua kategori peningkatan kuantitas, tetapi persentase terhadap total pekerja berbeda-beda. Porsi pek- erja yang berusaha sendiri tern- yata menurun dibanding dengan total pekerja, sementara untuk kategori lain terus meningkat. Hal ini menunjukkan ada kelemahan dari pe-kerja Indonesia untuk berusaha secara mandiri, padahal kemandirian itu justru dibutuhkan bagi percepatan pembangunan. Hal ini juga menjadi kendala bagi tahap PELITA V. Dengan melihat meningkat- nya laju pertumbuhan ekonomi (tanpa memperhatikan kemam- puan sektoral), maka akan menai- kan pertumbuhan kesempatan kerja. Pada periode 1971-1980 pertumbuhan eko-nomi sebesar 7,9%/tahun dan memberikan 3% kesempatan kerja sebesa tahun. Pada periode 1983-1988 pertumbuhan ekonoi 5%/tahun hanya memberikan kesempatan kerja 2,1%/tahun. Jika memperhatikan data yang dioleh dari Nota keuangan dan RAPBN 1989/1990 menunjuk- kan bahwa sampai dengan tahun 1987, sektor pertanian masih memiliki output yang terbesar (23,4%) disusul sektor pertam- bangan dan penggalian (16,3%), sektor perdagangan, hotel dan kan data yang diperoleh dari sensus Penduduk (1971 dan 1980) dan Bappenas (1983) diperoleh data bahwa potensi penganggu- ran pada tahun 1971 sebanyak 2,05 juta orang. Tahun 1980 menurun menjadi 0,6 juta orang, akan tetapi tahun 1983 dan 1988 meningkat masing-masing 8,1 juta orang dan 11,4 juta orang. Menurut data terakhir, jumlah tenaga kerja sete-ngah pen- gangguran (bekerja ku-rang dari 35 jam/minggu) saat ini menca- pai 32 juta orang atau 44,4% dari seluruh orang yang bekerja. Ini berarti dalam REPELITA V ini masalah pe-ngangguran masih merupakan masalah Nasional yang cukup rawan. Kemajuan suatu bangsa juga sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakatnya. Jika melihat dari sudut ini sampai dengan tahun 1985, jumlah pe- kerja yang tidak pernah sekolah dan belum tamat SD mencapai 35,4 juta orang (56,12% dari total pekerja). Ini kadangkala dapat menjadi masalah pelik; terutama bila kitamelihat jalur komunikasi yankompleks, pada banyak pe- rusahaan. Distorsi tidak dapat die lakkan, dan anak buah pada ko- tak yang paling bawah sering out Dengan demikian apabila dalam REPELITA V ini diperkirakan pertumbuhan eko- nomi sebesar 5%/tahun nam- banyak paknya akan tidak menyerap kesempatan kerja (diperkirakan hanya 2-3%/tahun). Ini berarti bahwa ketika akhir REPELITA V kondisi kesem- patan kerja masih menjadi masalah besar/nasional. Memperhatikan kesenjangan antara angkatan kerja dan kesem- ditandai kerja yang patan dengan "pengangguran" masih merupakan masalah serius yang dihadapi Indonesia. Berdasar- Pekerja yang berpendidikan SD sebanyak 17,2 juta (27,6%), SMTP 6,6 juta (10,6%) SMTA 4,97 juta (7,9%), diploma dan akademi 470,551 orang (0,75% dan Universitas 326.039 orang 0,52%). Seperti dikatakan Louis B. Lundhorg, pengarang buku The Art of Being an Executive, res- pek bawahan terhadap atasan tidak datang begitu saja. Itu harus Anda upayakan tiap hari. Di dalam praktek sering dijumpai pimpinan yang angkuh, merasa semua sukses adalah miliknya. Dalam hatinya berkata: "Karena sayalah organisasi ini maju". yang kuat dengan dukungan pertanian yang tangguh, kebutuhan sedangkan unsur pokok masyarakat sudah tersedia dan terjangkau oleh masyarakat banyak. Dengan demikian persepsi kita tentang tinggal landas sedikit berbeda dengan Rostow. Kalau Rostow menekankan kepada laju pertumbuhan, maka Indonesia menekankan keseimbangan atau keserasian dan meletakkan pem- bangunan diatas landasan yang kuat. Struktur pendidikan pekerja seperti ini menggambarkan masih lemahnya daya dorong pemban- gunan dari efek pendidikan dan atau teknologi. Sampai dengan tahun 1988, diperkirakan jumlah- jumlah pekerja yang ber- pendidikan Akademi dan Univ- ersitas belum mencapai 1 juta orang, yang tentunya merupakan tantangan bagi masa transisi pem- bangunan. Di bidang penelitian dan pengembangan ilmu penge- tahuan, Indonesia hingga saat ini masih kekurangan tenaga peneliti, padahal jika pemba-ngunan ingin benar-benar dimantapkan perlu ditumbuhkan kembangkannya tenaga tersebut. Kita ambil misal di Jepang dan Amerika Serikat misalnya tenaga peneliti pada setiap 10.000 penduduk adalah 20 sampai 30 orang. Singapura dan Korea Selatan serta Taiwan 20 tenaga peneliti per 10.000 penduduk, sementara Indonesia yang jum- lah penduduknya begitu besar belum mencapai 1 orang per 10.000 penduduk (hanya 1/4 orang per 10.000 penduduk atau 1 orang per 2.500 penduduk). Ini bukti bahwa disamping ku- pro- rangnya tenaga-tenaga fesional, juga kurangnya hasil- hasil penelitian ilmiah yang mendukung pembangunan. Kondisi Kearah Lepas Landas Dalam hubungan dengan konteks tenaga kerja di Indone- sia, memang belum ada indikator yang relevan untuk mengukur kondisinya pada ketika tinggal landas. Kalau berpedoman pada aspek keseimbangan dan kesera- sian, maka pada kurun REPE- LITA V masih akan dijumpai sejumlah masalah yang boleh jadi merupakan paktor yang ti- dak mengkondisikan lepas lan- das tersebut. ISTILAH lepas landas (take off) diperkenalkan oleh W.W. Rostow sebagai tahap ketiga dari konsepnya tentang tahapan pem- bangunan suatu negara. Menurut Rostow, permulaan dari masa lepas landas adalah berlakunya perubahan yang sangat drastis dalam masyarakat seperti ter- bukanya pasaran baru, revolusi politik dan sebagainya. Peruba- han-perubahan tersebut akan menciptakan pembaharuan (inno- vation) dan peningkatan penana- man modal yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan Nasional yang jauh melebihi laju pertumbuhan penduduk sehingga mempertinggi pendapatan perka- pita. Ada tiga kriteria yang digunakan Rostow untuk me- ngukur suatu negara mencapai lepas landas (1) Kenaikan pe- nanaman modal yang produktif dari 5% atau kurang menjadi Produk 10% atau lebih dari Nasional Netto; (2) Berkem- bangnya satu atau beberapa sek- tor industri dengan laju yang tinggi; dan (3) terciptanya suatu rangka dasar politik, sosial dan institusional yang akan men- ciptakan perluasan di sektor modern serta pertumbuhan yang terus menerus. Menurut Presiden Suharto (lihat pidato presiden tanggal 15 Agustus 1987), yang dimaksud dengan lepas landas adalah membangun diatas landasan yang kokoh kuat, beberapa kondisi diberbagai bidang kehidupan seperti bidang ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Di bidang ekonomi, dimana terdapat struktur ekonomi yang seimbang antara bidang industri Masalah besar yang dihadapi adalah rendahnya tingkat pendidikan para pekerja, konsen- trasi terbesar para pekerja di sektor pertanian prosentase para pekerja yang bisa berusaha sendiri ternyata menurun, laju pertumbuhan ekonomi yang re- latif rendah tidak begitu banyak menyerap tenaga kerja, kesen- jangan antara kesempatan kerja dana angkatan kerja, kesenjang- an pendapatan antara penduduk kota dan desa dan atau yang kaya dan yang miskin. Bila indikator lepas landas sebagai "penciptaan landasan yang kokoh kuat" digunakan, maka kebijaksanaan ketenaga kerjaan tersebut harus bisa menciptakan kondisi landasan yang kokoh dan kuat tersebut. Sumbangsih Pemikiran BEBERAPA pemikiran berikut ini kiranya dapat digunakan sebagai sumbangsih alternatif pemecahan, yaitu : 1. Bila memperhatikan sejarah pertumbuhan ekonomi ne- gara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jerman Barat, Jepang dan lain-lain- nya, juga negara-negara yang tergolong dalam NIC's, nam- paknya keberhasilan mereka adalah dalam hal meletakkan dasar modernitas dari sikap dan cara berpikir, menum- buhkan jiwa kewiraswastaan dan tekno-logi. GERAKAN reformasi yang sekarang berlangsung di Eropa Timur menunjukkan kecenderu- ngan semakin meningkat, dan negara-negara Barat menyam- butnya dengan hangat. Gerakan reformasi pertama dipelopori Pemimpin Uni Soviet Mihkail Gorbachev dengan "pe- restroika" (retrukturisasi)-nya, yang kemudian menitup pula ke negara-negara sekutunya di Pakta Warsawa. Pada waktu bersamaan, di Polandia juga terjadi gerakan reformasi yang dipelopori Lech Walesa dengan organisasi bu- ruhnya "Solidaritas." Upaya Lech Walesa yang didukung para pengikutnya, akhimya menghasilkan pemerin- tahan non-komunis pertama di blok komunis. Perkembangan di Polandia sangat berpengaruh terhadap te- Tidak mengherankan sikap tangganya Hongaria. Rakyat demikian itu akan melahirkan Hongaria pun berupaya mende- pimpinan organisasi (perusahaan) sak pemerintah melakukan refor- masi. yang otoriter, yang suka meng- gencet anak buah, sehingga pola manajemen cocok untuk disebut manajemen penggencetan! (JS) Setelah melalui demonstrasi dan rapat-rapat umum yang diikuti ribuan masa, akhirnya pada Dengan perkataan lain bahwa dalam proses pembangunan perlu dilakukan pembinaan di bidang administrasi, teknokrasi, kewiraswastaan, pembaharuan dan invensi. Jika sasaran dan arah seperti ini yang menjadi focusnya maka pendekatan "modal manusia' impele- yang harus menjadi mentasinya. Cerminan dari pendekatan ini adalah tumbuhnya emansipasi diri, inisiatif dan MEDICL partisipasi kreatif. Kebijakan operasionalnya tentunya harus bersifat konpre- hensif dan berada di berbagai bidang. Pembenahan dunia pendidikan dalam bidang edukatif dan peneleitian harus lebih menekankan pada pemben- tukan watak kreatif yang lebih berorientasi pada kualitas. Lebih- lebih apabila pengangguran yang berada dalam kategori setengah pengangguran setiap tahunnya menaik, maka penyesuaian pen- didikan menurut tuntutan lapang- an usaha perlu dikembangkan. Pendidikan non formal yang bersifat kejuruan perlu dikem- bang tumbuhkan disesuaikan dengan potensi ekonomi yang barada di pedesaan. Sebab ter- nyata potensi komoditas yang tersedia di pedesaan banyak diperlukan dan dibutuhkan oleh perdagangan internasional, mis- alnya bakoicot sebagai makanan yang bergizi tinggi di Eropah, sea grace sangat di butuhkan di Italia. Dengan demikian, infor- masi yang akurat serta bimbing- an yang baik dan terarah adalah masalah yang sangat dibutuhkan sekali. Manakala hal ini dikem- bangkan, maka emansipasi diri dan kreasi berlanjut akan cepat tumbuh. 3. Bersatunya para pengusaha modern dalam suatu kelom- pok besar (konglomerat) dimaksudkan sebenarnya agar menjaga efesiensi biaya agar mampu bersaing dipasaran, namun hal tersebut terkadang bisa berdampak buruk pada pengusaha tradisional. Karena itu perlu adanya pera- turan/undang-undang yang men- gatur keberadaan dan peran sosial para konglomerat tersebut disatu pihak dapat menjamin kontinui- tas usaha pengusaha tradisional, juga di lain pihak dapat men- ciptakan ekspansi usaha dan sekaligus kesempatan kerja. Kiranya kita setuju apa yang dilakukan PT Sarinah Jaya mi- salnya dengan menempatkan ruang tertentu bagi pengusaha tradisional seperti tukang Bakso, Mie Ayam, Salon Kecantikan dan sebagainya adalah wujud pen- ciptaan kesempatan kerja. Hal ini mestinya dilakukan pula oleh modern lainnya, pasar-pasar tanpa harus berpikir adanya segmen kompetisi, sebab pasarnya berbeda-beda. 4. Kebijaksanaan MENPORA dalam menyalurkan para sarjana ke desa cukup positif bila ditinjau dari aspek tenaga kerjaan. Karena isyarat yang paling mendalam dari kebija- ksanaan itu adalah memberi- kan motivasi kepada para pemuda untuk cinta pedesaan. Selain itu, memberikan pema- haman bahwa di pedesaan ter- tumpuk berbagai macam potensi yang belum dikembangkan se- cara baik, malah ada yang belum tersentuh oleh pikiran-pikiran moderen. Terlepas dari berhasil tidaknya para sarjana tersebut, terutama dapat bertahan di desa, yang penting bahwa program itu telah membantu memecahkan kesempatan kerja dan pe- ngangguran yang semakin besar jumlahnya. 2. Memberikan perlindungan bagi sektor usaha tradisional (lemah modal) melalui ko- perasi atau sistim Bapak Angkat seperti pada PIR (Perkebunan Inti Rakyat) harus terus dilanjutkan de- ngan penekanan pada aspek 23 Oktober 1989, ketua Parle- men Hongaria Matyas Szue-ros memproklamirkan Hongaria sebagai negara republik yang demokratis. 9 Angin Reformasi Bertiup Kencang di Eropa Timur Ia sekalian juga mengumum- kan undang-undang baru yang demokratis, yang telah disetujui parlemen dan sudah berlaku. Halaman VI Mikhail Gorbachev ketika menghadiri HUT Jerman Timur ke-40, pada 7 Oktober juga mendesak para pemimpin Jertim agar melakukan reformasi yang meliputi politik dan ekonomi. Menurut ADN, kantorberita Jerman Timur, yang dikutip DPA, kantorberita Jerman Barat, per- operasionalnya. Pola atau sis- tim PIR itu memang memiliki resiko saling tergantung, dimana inti bisa saja mem- buat sesuatu kebijakan diluar kemampuan plasma yang akhirnya plasma tetap berada pada posisi lemah dan miskin. Para pekerja di sub sektor peternakan (Keppres 50/ 1981) misalnya terpaksa men- ganggur karena tidak mampu melanjutkan usahanya akibat harga input melonjak terlalu cepat. Langkah tersebut memerlukan dukungan dan kesepakatan Inter- dep serta didukung oleh dana yang cukup. Apabila kedua faktor tersebut lemah dukungannya maka tidak mustahil program MENPORA tersebut bisa beru- sia pendek. 5. Sektor informal yang selama ini biasa menyerap tenaga kerja peralihan sudah semesti- nya mendapat perhatian kare- na ada alasan kuat mengenai hal tersebut terutama dalam distribusi pendapatan yang menguntungkan bagi kaum lemah. Oleh karenanya, perlu penyusunan perencanaan yang terpadu untuk memberi tempat yang strategis bagi sektor informal. Selain itu, perlu dikembangkan kesem- patan yang lebih besar bagi sektor informal dalam menan- amkan modalnya untuk usaha produktif di pedesaan. Penutup POSISI keberadaan tenaga kerja Indonesia dalam pemba- ngunan ekonomi menuju phase lepas landas masih menghadapi ujian-ujian berat. Masalahnya bukan saja pada aspek teknis operasional dari sebuah kebijak- sanaan, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mere- formasi kebijaksanaan-kebijak- sanaan yang lebih strategis. Kalau pertumbuhan ekonomi hanya 5% dalam PELITA V, sementara beberapa aspek dasar dalam uraian butir sebagaimana tersebut diatas belum ter- pecahkan, maka pada Pelita VI nanti landasan yang kuat bagi ketenaga kerjaan belum tercipta atau dalam kata lain agak sulit untuk bisa menyertakan sektor tenaga kerja Indonesia untuk lepas landas yang pada giliran- nya pula akan mempengaruhi lepas landasnya seluruh aspek kehidupan. (DAH/1). mintaan utama yang diajukan dalam rapat-rapat semacam itu antara lain perbaikan suplai ba- rang-barang kebutuhan pokok, pemilihan umum, kebebasan pers dan berkumpul serta hak untuk melakukan pemogokan. Tidak hanya di Jerman Timur, di Cekoslovakia pun terjadi ge rakan-gerakan reformasi yang semakin meningkat. Sabtu, 28 Oktober sekitar 20.000 orang melakukan demons- trasi dai pusat kota Praha. Para demonstran meminta agar Peme- Hanya beberapa hari setelah rintah Cekoslovakia mengadakan kunjungan Gorbachev ke Berlin pemilihan umum. Timur, pemimpin Jerman Timur Erich Honecker, (77) mengun- durkan diri pada 18 Oktober. Para menteri luarnegeri dari negara anggota Pakta Warsawa akhir Oktober mengakhiri pertemuan dua-hari mereka de- ngan seruan agar diambil langkah-langkah untuk menga- tasi adanya blok-blok di Eropa, menghapuskan sisa-sisa perang dasar itu. Sejumlah 60.000 orang dingin dan mengupayakan ker- dilaporkan ikut serta dalam ra- jasama ekonomi Eropa. pat-rapat raksasa pada akhir pekan itu. Sebagai penggantinya Ko- mite Central Partai Komunis Jer- man Timur memilih Egon Kren. Rapat-rapat raksasa diadakan menyongsong perubahan men- Ini merupakan pertemuan tingkat tinggi pertama dari Pakta Warsawa sejak Polandia dipe- gang pemerintah non-komunis. (Syarif Hidayat). * Penulis Pengajar F.E. Uni- versitas Islam As-Syafi'iyah). Sel Ja ny me di NSPREEXA pa di m ju ya Р a m b T