Tipe: Koran
Tanggal: 1997-07-17
Halaman: 04
Konten
Kamis, 17 Juli 1997 Penerbit Pemimpin Umum/Pendiri Wakil Pemimpin Umum Pemimpin Redaksi/ Penanggung Jawab Wakil Pemimpin Perusahaan Managing Editor Sekretaris Redaksi Redaktur Anggota Redaksi Terbit Tarip Iklan Alamat Telepon Perwakilan Jakarta Perwakilan Banda Aceh SIUPP Dicetak Oleh Yayasan SIKAP PRESS. Harta Susanto. Supandi Kusuma. H. Soffyan. H. Ali Soekardi. Joeli Salim. Paulus M. Tjukrono. H. War Djamil. H. Amir Siregar, H. Kaharudin, H. Bahari Effendy, H. Naswan Effendi, Usman Alie, H. War Djamil, Mulyadi Franseda, H. Ismail Lubis, H. Basyir Ahzar, Buoy Harjo, Agus Salim, H. Azmi Majid (foto). M. Hatta Lubis, Mac. Reyadi MS, Budiman Tanjat, A. Rivai Siregar, Hasan Basri Ns, Timbul O. Simarmata, Johan Jambak, Ismugiman, Idris Pasaribu, M. Sulaiman, Ali Sati Nasution, Samil Chandra, M. Nur, Hermansyah, Aswadi, Faisal Fardede, Kwa Tjen Siung. Hendar Tusmin, Anthony Limtan. Seminggu 7 kali. 43 Medan. Rp. 4.500,- per mm/kolom (umum). Rp. 3.000,- per mm/kolom (keluarga). Jalan Jend. A. Yani No. 35 51326 ANALIS IA. Kotak Pos: 1481. Telex No. Fax: (061) 514031, Telegram: ANALISA MDN, Redaksi: 556655 (2 saluran)/511256. Tata Usaha 554711 (3 saluran)/513554. Frans Tandun, Jln. K.H. Hasyim Ashari. No. 43-A Jak. Pusat Tel. 3446609/3844339/3453912 Fax.: (021) 363388, H. Harun Keuchik Leumiek Jalan Tgk. Cik Ditiro 106 Tel. (0651) - 23839. Fax: (0651) 23839. SK. Menpen No. 023/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1985. Tanggal 24 Desember 1985. P.T. KUMANGO Medan (Isi di luar tanggung jawab pencetak). analisa Tajukrencana Musibah di Danau Toba Berulang Lagi PERISTIWA tragis tenggelamnya kapal motor penye- berangan Malahayati - Sabang tahun 1995 yang mema- kan banyak korban, belum lepas dari ingatan kita. Be- berapa hari lalu, kecelakaan laut terjadi pula di perairan pulau Bintan (Riau). Dan Senin (14/7) dini hari, keja- dian yang lebih kurang serupa berlaku di dekat kita, di Danau Toba, danau yang dijadikan objek wisata Suma- tera Utara. Ketiga malapetaka itu bersebab sama. Penum- pang yang diangkut tidak sesuai dengan kapasitas kapal yang celaka. Sepanjang yang kita ketahui, kecelakaan kapal-kapal tradisional milik penduduk di Danau Toba sudah terjadi beberapa kali, walaupun penyebabnya berlainan. Tahun 1955 misalnya, dua kapal milik rakyat itu bertubrukan karena berebut penumpang. Akibatnya, 56 penumpang- nya tenggelam. Tahun 1986, kapal yang mengangkut pu- luhan pelajar sekolah dasar tenggelam pula "Hanya" empat pelajar yang tewas. Tahun berikutnya, sebuah ka- pal lain mendapat musibah. Puluhan penumpang mene- mui ajalnya. Siapapun tahu betapa kondisi kapal-kapal yang diper- gunakan sebagai angkutan penumpang di danau itu. Di- samping "Umur" kapal yang relatif tua, perawatan yang kurang memadai, alat penyelamat seperti yang disyarat- kan sebagai kapal penumpang hampir-hampir tidak ada. Kalaupun ada jumlah dan kwalitasnya jauh dari memuas- kan. Dapat dipahami bila sementara wisatawan manca- negara agak enggan dan gamang naik di kapal-kapal rakyat itu. hanya karena hampir tidak ada pilihan akhir- nya mereka memberanikan diri menumpang kapal, me- nyeberang dari Parapat ke Samosir dan sebaliknya. Kita menyadari, kapal-kapal kepunyaan penduduk se- tempat merupakan satu sumber kehidupan mereka. Je- las, mereka belum mampu untuk memodernisir alat pengangkut tradisional ini. Di sisi lain, kapal-kapal tra- disional itu menjadi daya tarik tersendiri, sudah menya- tu dengan alam dan lingkungan Danau Toba. Kini yang penting adalah, bagaimana menyadarkan para pemilik agar tidak memuat penumpang melebihi dari diizinkan, menyediakan alat penyelamat sesuai yang dengan jumlah penumpang dan tidak berlayar malam hari tanpa dilengkapi peralatan yang cukup untuk itu. Menurut yang kita dengar, kapal motor PELDATA- RI I yang naas itu, hanya dibenarkan membawa penum- pang sejumlah 60 orang. Tetapi, melihat banyaknya kor- ban dan mereka yang selamat, jelas kapal motor itu te- lah menyalahi ketentuan yang ditetapkan. Yang menjadi pertanyaan adalah, siapa yang bertang- gungjawab atas musibah besar itu? Seperti lazimnya, pihak-pihak terkait akan menyelidiki di mana letak sa- lahnya. Barangkali, pemilik dan nakhoda kapal serta syahbandar setempat dimintai keterangan sebelum me- reka yang bersalah diminta pertanggung-jawabannya. Kita harapkan, kecelakaan laut beruntun itu menjadi pengalaman yang sangat berharga untuk dijadikan pela- jaran di hari-hari yang akan datang. Sayangnya, sebagai manusia biasa kita sering lupa dan melupakan peristiwa dan kejadian yang seharusnya lebih mempertebal tekad kita untuk tidak mengulangi kesalahan dan kealpaan yang sama. Surat Pembaca. Perlu Ada Pengawasan Ketat terhadap Pelayaran di Danau dan Sungai SEDIH dan prihatin sekali. Itulah perasaan yang mencuat setelah membaca berita di ber- bagai media massa tentang teng- gelamnya kapalmotor kayu Peldatari di perairan Danau Toba tak jauh dari dermaga Tomok pulau Samosir. Betapa tidak? Justru akibat tenggelamnya kapal tersebut puluhan orang penompangnya menjadi korban. Tewas sia-sia. Lebih dari 70 orang mati tenggelam. Mengapa? Sebab kapal Peldatari tersebut sebenarnya kapasitasnya hanya 60 orang penompang, tetapi malam itu telah ditompangi oleh 200 orang. Coba, kalau ini benar, betapa gegabahnya pimpinan/pemilik kapal tersebut dalam melakukan angkutan air, berlayar di malam hari pula. Jika ini benar, jelas kesalahan ada pada pihak pimpinan maupun pemilik kapal. Namun sebaiknya kita nantikan hasil penyelidikan pihak yang berwenang dalam hal ini. Nama dan alamat harus jelas Sertakan Fotokopi KTP Mengapa bisa terjadi ? Jika mengikuti isi berita yang disiarkan media massa, baik cetak maupun elektronik, ternyata memang sudah terjadi kesalahan harus dengan tegas ditin- manusia yang fatal. Meskipun dak/dilarang. Sebab yang men- kemungkinan tenggelamnya jadi korban dari risiko yang ter- kapal itu disebabkan terjadi jadi adalah penompang, rakyat kebocoran pada dinding kapal, banyak. tetapi faktor kesalahan manusia tak dapat dimungkiri. Begitu pula pengawasan harus kapal-kapal yang mengangkut lebih ketat dilakukan terhadap penompang melebihi kapasitas. Jika perlu, dilarang saja berlayar, justru taruhannya adalah nyawa jumlahnya. manusia yang bukan sedikit ANALISA Lulus dan Naik 100 Persen, Hendaknya peristiwa yang ter- jadi di Tomok ini, tenggelamnya kapal Peldatari, menjadi pela- jaran yang berharga untuk tidak datang, terutama di Danau Toba. terulang kembali di masa-masa TEORIDA R. HASIBUAN Jalan Kartini Pematang Siantar 00000 Haruskah Dibudayakan? (Buat Bapak Ka-Kanwil Depdikbud) "KITA mendapat laporan, rata-rata sekolah memperoleh kelulusan 100 persen dan saya merasa puas karena walaupun sistem komputer kita masih mam- pu untuk memberikan yang ter- baik", demikianlah, antara lain, pernyataan Kakanwil Depdikbud Sumut Drs. H. Soekarno sesaat setelah pengumuman hasil Ebta- Ebtanas SMU dan SMK tanggal 3 Juni 1997 yang lalu. Bagi banyak orang pernyataan itu mungkin dianggap wajar dan biasa-biasa saja. Sebagian besar pendidik dan pengamat dunia pendidikan barangkali menilainya sebagai suatu ungkapan kegem- biraan yang dapat dimengerti. Yang dapat dimaklumi, yang benar dan tepat. Sebaliknya, sebagai salah seorang guru, saya justru merasa kurang mengerti dan kurang dapat memaklumi pernyataan orang pertama dunia pendidikan di daerah kita ini. KOMPUTERISASI? Ada beberapa alasan yang menyebabkan saya merasa kurang mengerti dan kurang dapat memaklumi pernyataan tersebut. Pertama, saya tidak melihat hubungan langsung an- tara penerapan sistem komputer (komputerisasi) pemeriksaan Eb- tanas dengan prestasi (nilai) yang diperoleh siswa. Kedua, tidak ada hubungan langsung antara kom- puterisasi dengan persentase kelulusan siswa. Ketiga, persen- tase kelulusan siswa yang 100 persen, kenyataannya, bukanlah gambaran umum prestasi siswa dalam kita arti yang sesungguhnya. Kelulusan 100 persen hampir disemua SMU dan SMK kita bukanlah sesuatu yang harus dibanggakan apalagi dibesar- besarkan. Fenomena ini justru perlu dievaluasi dan diwaspadai. hasil Komputer adalah teknologi tinggi dan canggih yang memang layak kita sambut dan syukuri kehadirannya dalam kehidupan kita. Dengan kom- puter, manusia dapat melakukan suatu pekerjaan secara lebih cepat, lebih berdaya guna dan lebih berhasil guna. Penghematan waktu, tenaga, pikiran, dana dan sebagainya niscaya dapat dilakukan oleh seseorang atau suatu lembaga. Tentu saja saya menyambut baik prakarsa Kanwil Depdikbud Sumut beserta seluruh jajarannya untuk memulai era komputerisasi Ebtanas di daerah kita ini. Terlebih lagi, kalau tidak salah, masih banyak Kanwil Depdikbud di daerah lain yang belum mam- pu menerapkannya. Saya ikut bangga kendatipun jatah "penghasilan tambahan", saya sebagai pemeriksa Ebtanas men- jadi merosot drastis!. Mekanisasi dan komputerisasi secara otomatis memang bermakna pengurangan tenaga kerja. Harus diterima karena merupakan konsekuensi logis suatu kemajuan. Tetapi mengapa harus dikatakan, walaupun sistem kom- puter kita masih mampu untuk memberikan yang terbaik ?. Tidakkah pernyataan itu ber- makna bahwa dengan penerapan komputerisasi sewajarnya prestasi bahwa siswa menjadi menurun? Menurut pendapat saya prestasi Ebtanas siswa akan tetap saja sama, baik diperiksa secara manual oleh guru maupun dengan memakai komputer oleh petugas di Kanwil Depdikbud. Pemeriksaan dengan komputer tidak akan menyebabkan siswa bertambah bodoh (NEM-nya Pendeknya, guru mengingin- kan anak didiknya pintar dan ca- kap, disamping memiliki adab so- pan santun yang baik atau ber akhlak baik. Namun demikian, Oleh Drs. Novrianto Ratmono JENGKEL Bahkan hal yang paling sering membuat seorang guru jengkel adalah apabila menemukan se- orang anak merokok di lingkung lebih rendah) dan pemeriksaan oleh guru tidak akan membuat siswa kian pintar (NEM-nya lebih tinggi) atau pun sebaliknya ! Bagaimanapun juga komputer hanyalah sekedar alat bantu un- tuk memudahkan proses. Bukan alat untuk menambah atau mengurangi nilai siswa. an sekolah. Kondisi semacam ini membuat seorang guru harus me ngambil tindakan. Biasanya tin- dakan pertama yang dilakukan guru adalah memberikan peringat an sekali atau dua kali. Apabila tetap berlanjut kemungkinan di- berikan sanksi menurut kesalahan yang diperbuat oleh anak didik Persoalannya adalah sudahkah semua peraturan dan prosedur Ebtanas itu dilaksanakan secara baik dan benar ? Artinya apakah para siswa sudah tahu cara mengisi Lembar Jawaban Kom- puter (LJK) sesuai dengan pro- gram komputer. Saya yakin pada umumnya sudah, karena mereka memang disiapkan untuk itu. Jadi tidak ada masalah. Dan hal ini sama juga akan terjadi sean- dainya Ebtanas dikoreksi dengan sistem manual asal saja guru pemeriksa juga telah tahu pasti cara memeriksa yang baik dan benar. Namun demikian, tidak ada salahnya jika pihak-pihak yang berwenang dalam angkutan atau pelayaran di air, khusus sungai dan danau, kembali meng- ingatkan dengan keras para pengelola kapal agar senantiasa berhati-hati dan tidak berbuat gegabah, misalnya dengan mengangkut penompang yang melebihi kapasitas kapalnya. Sebab, hal ini mengandung risiko bahaya yang tinggi. Selain itu juga para aparat keamanan di pelayaran danau dan sungai dapat bertindak lebih awas, berdisiplin, dan tegas dalam bertugas mengawasi pelayaran tersebut. Harus ada tin- dakan yang tepat dan cepat terhadap setiap oknum yang melakukan pelanggaran peraturan maupun ketentuan. Misalnya, jika ada peraturan tidak dibenarkan kapal berlayar di danau pada malam hari, maka Pemberian hukuman pada anak didik oleh guru perlu, ken- datipun kini tidak disukai oleh masyarakat kita. Pemberian hu- kuman, secara paedagogis juga jika ada kapal yang berlayar segalanya terkadang bisa buyar memiliki nilai positif. Hal ini di- karena suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh salah satu pihak. Suasana belajar mengajar bisa terganggu, barangkali karena ada seorang anak yang nakal, atau ju- ga karena ada seorang anak yang suka melanggar aturan. Bisa pu- la karena seorang anak yang ber- buat gaduh alias usil di kelas. sebabkan oleh beberapa pertim- bangan. Pertama, bahwa psiko- logis hukuman dapat menyadar- kan anak dari perbuatan lalai, atau cendrung tidak patuh pada tata tertib dan melanggar keter- tiban di ruangan atau tidak sopan kepada guru. Bagaimana seandainya per- tanyaan tersebut kita susun secara terbalik? Jawaban maksimal yang paling netral adalah belum tentu ! Maksudnya NEM (Nilai Ebtanas Murni) atau hasil Ebtanas Jelaslah sudah bahwa kelu lusan identik dengan nilai STTB, bukan NEM. Angka kelulusan yang tinggi sama sekali tidak paralel dengan NEM yang baik dan berarti tidak otomatis ber- makna keberhasilan Ebtanas. Jawaban yang muncul agaknya Agar lebih jelas, secara ekstrim, cenderung menjadi bertolak dapat saya katakan bahwa belakang. Adakah hubungan seorang siswa yang NEM-nya langsung antara kelulusan siswa rata-rata 3 mungkin saja dengan keberhasilan dalam Eb- dinyatakan lulus. Tentu saja nilai tanas (NEM-nya baik)?. Apakah rapornya (P dan Q) harus tinggi siswa yang lulus pasti mem agar nilai STTB-nya bisa rata-rata peroleh NEM tinggi?. Dapatkah 6. dikatakan bahwa sekolah yang berhasil mencapai angka/persen- tase kelulusan yang tinggi, NEM siswanya cenderung rata-rata tinggi? Jawaban atas ketiga per- tanyaan ini, maaf - terpaksa, negatif. memang tidak sepenuhnya tergambarkan dari lulus atau tidak lulusnya siswa. Dengan lain perkataan, lulusnya siswa tidak berarti perolehan NEM yang tinggi/baik. Dalam kaitannya dengan pernyataan Kakanwil Depdikbud Sumut rata-rata lulus 100 persen tidaklah secara otomatis sama dengan "keber hasilan" Ebtanas. Tentu saja sepanjang kita masih sepakat bahwa angka 6 adalah angka standar (minimal normal) dan angka 5 adalah angka "merah" yang bernilai kurang satu. Bagi masyarakat umum yang tidak berprofesi sebagai guru ataupun pegawai Depdikbud yang berkutut langsung dengan Eb- tanas NEM - Kelulusan siswa, uraian di atas mungkin sekali agak membingungkan. Bukan pula mustahil bahwa guru pun masih bisa bingung karena urusannya memang agak rumit dan tidak sesederhana sekian puluh tahun nan silam. Namun tidak jarang pula emo si sang guru bisa memanas dalam menangani kasus-kasus seperti itu terutama yang telah melanggar aturan yang telah ditetapkan. Namun hubungan antara gu- ru dengan anak didiknya atau dengan orang tua murid, se lama ini sering kita dengar terno- da. Memburuknya hubungan ter- sebut sebagai sebuah akibat dari tindakan guru dalam memberi sanksi atau hukuman kepada anak didik. Walaupun pada ha- kikatnya guru memberikan sanksi atau hukuman terhadap anak di- dik dimaksudkan untuk memper- baiki tingkah laku yang salah, na- mun saat ini masyarakat kita ba- nyak yang tidak menginginkan pemberian hukuman. Kedua, hukuman dapat mem- bangkitkan kemauan sang anak yang lemah, malas dan loyo, su- paya cekatan maupun lincah. Ke- tiga, dengan adanya hukuman, sang anak mengasosiasikan de- ngan pelanggar ketertiban, akan muncul pengertian bahwa ada be- danya berbuat baik dan berbuat buruk. Mengerti mana putih dan mana hitam. Dan yang keempat, pengalaman menunjukkan setiap pelanggar ketertiban sekolah ke- na hukuman. Akan diharapkan timbul perbuatan untuk berlom Agar persoalan ini dapat ditatap secara lebih objektif dan proporsional, ada baiknya untuk mengingatkan (atau menginfor- masikan) hal-hal berikut ini: 1. Setiap siswa yang tamat dari SMU/SMK (dan juga sekolah- sekolah lain pada umumnya) men dapat tiga versi daftar nilai yaitu: NEM, STTB (Surat Tanda Tamat Siswa SMU jurusan IPA dapat saja dinyatakan lulus kendatipun NEM matematikanya atau Fisika atau Biologi atau Kimianya ada lah 2: Suatu STM atau SMIP atau SMTK atau sekolah apa saja yang di nyatakan lulus 100 persen bukan mustahil semua siswanya memper oleh NEM bahasa Inggeris di bawah 4!. Kalau kita menganggap NEM ba-lomba berbuat baik. MALAPRAKTEK Sebagai manusia biasa, se- orang guru kadangkala bisa tidak arif dalam memberikan hukuman terhadap anak didiknya. Banyak kasus malapraktek yang dilaku- kan guru menjadi kasus yang me- nimbulkan keprihatinan dari ber- bagai kalangan. Barangkali para pembaca masih ingat dengan ka- sus di tahun 1994 yang menimpa Ramlas Nainggolan (13) seorang murid SD Negeri 030294 Sigaling- ging, Desa Parbaluan IV, Keca- matan Parbaluan, Dairi Sumate- ra Utara, yang dikabarkan tewas karena dihukum gurunya, Toni dengan hukuman adu kepala. Aki batnya Ramlas, entah karena hu- kuman itu 18 hari sejak hukuman itu diberikan, ia dikabarkan me- ninggal dunia. Bahkan menjadi berita yang menghebohkan di ta- hun 1994. Kasus itupun pada saat itu berbuntut panjang. Banyak tanggapan dari berbagai pihak, termasuk Djauzak Ahmad, Direk tur Pendidikan Dasar Depdikbud, (Editor No.17/tahun VII/20 Ja- nuari 1994). adalah nilai standar berarti keberhasilan atau prestasi siswa harus dilihat dari tinggi atau ren- dahnya NEM yang diperolehnya. Begitu juga dengan berhasil atau tidaknya (lebih tepat bermutu atau tidaknya) suatu sekolah hen- daklah dinilai dari bagaimana NEM siswanya secara umum. Bukan dari angka-angka di STTB, bukan dari kelulusan seorang siswa dan bukan pula darí persentase kelulusan siswa di suatu sekolah. Alasannya, sederhana saja, mayoritas siswa mendapat nilai P dan Q yang lebih tinggi dari nilai R (NEM). Kasus di atas merupakan se- buah contoh kasus malapraktek seorang guru dalam menjalankan tugas di sekolah, yakni dalam me- nentukan hukuman atau sanksi terhadap anak didik. Kesalahan yang sangat tidak diterima masya rakat kita, tampaknya adalah hu- kuman yang bersifat fisik. Bukan lagi rahasia bahwa se- ring sekali selisih antara nilai P atau Q dan R tidak sedikit. Wa- jar saja sekolah-sekolah ramai- ramai lulus 100 persen. Hanya siswa yang teramat sangat parah sekali saja yang terpaksa, ditidakluluskan. Ini prestasi atau prestise ? Tidakkah nantinya ujian negara Ebtanas ini akan kehilangan makna sebagai alat standarisasi dan pemacu prestasi siswa secara nasional? "NEM rendah nggak apa-apa kok, tamat/lulus juga !". Kalaupun NEM dijadikan alat ukur standarisasi bukan pula tan- pa persoalan. Tidak semua pela- jaran memiliki NEM karena masih banyak pelajaran yang tidak diebtanaskan meksipun Eb- tanas telah berlangsung 16 kali. Inilah yang saya anggap diskriminasi antarpelajaran. PPKN diebtanaskan, agama tidak, Sosiologi antropologi diebtanaskan, geografi tidak, bahasa Inggeris diebtanaskan, bahasa asing lainnya tidak. Di SMK bahkan agak lebih aneh lagi: Beberapa mata pela- jaran jurusan/kejuruan yang ber- sifat kunci disatukan hanya men- jadi satu mata uji Ebtanas. Pada mata pelajaran yang ber- sifat pendukung dijadikan mata uji sendiri-sendiri. Nah, siapa yang berani berkata pelajaran yang satu lebih penting dari pada yang lain. PPKN lebih tinggi statusnya dari pada agama, dan sebagainya? Sudah lama saya mengatakan uji semua mata pela- jaran di Ebtanas, atau hapuskan saja Ebtanas! Tapi, siapa yang mau mendengar suara ini. Dari sisi NEM yang muncul jelas tidak ada bedanya karena jawabannya dan kunci-jawaban nya sangat jelas. Bukankah soalnya sama-sama pilihan berganda yang dikenal dengan istilah "objektive test?". Bagaimana dengan yang esei (sebagian kecil)? Sama saja dengan tahun lalu, soal esei tetap diperiksa guru secara manual. Ketika memeriksa tes objektif dan (apalagi) tes esei, guru kan Belajar) dan rapor. Hampir dapat bisa silap. Ya, kalaupun silap dipastikan bahwa angka yang tidak otomatis NEM menjadi lebih tinggi. Bisa juga menjadi tertera di ketiga versi dimaksud tidak sama/berbeda untuk mata lebih rendah. Kesimpulannya, pelajaran yang sama. 2. NEM sekali lagi, NEM tinggi atau ren- dah bukan soal manual atau kom- puter tetapi soal siswa pin- tar/mampu atau bodoh/tidak mampu. Soal aturan dipenuhi oleh segala pihak atau tidak. LULUS 100 PERSEN Adakah hubungan langsung antara keberhasilan siswa dalam Ebtanas (NEM-nya baik) dan kelulusan? Jawabannya, tentu saja, ada. Apakah siswa yang memperoleh NEM tinggi pasti lulus? Belum pasti, namun biasanya begitu. Kalau ada yang tidak begitu, pasti merupakan adalah hasil Ebtanas, dan itu berarti hanya untuk sebagian mata pelajaran (yang dieb- tanaskan) saja. Sebagian lainnya (seperti agama, sejarah, olah raga, dan masih banyak lagi) tidak memiliki NEM karena memang tidak diebtanaskan. 3. STTB adalah daftar nilai yang berisi hampir semua mata pela- jaran. Nilai di STTB merupakan kombinasi dari nilai Catur Wulan 8 (P), nilai Catur Wulan 9 (Q) dan NEM untuk pelajaran yang dieb- pelajaran yang diebtakan (R). tanaskan atau nilai Ebta untuk Rumsus yang dipakai adalah (P kasus langka yang sangat aneh. Dapatkah dikatakan bahwa suatu sekolah yang NEM siswanya rata- rata baik cenderung meraih angka/persentase kelulusan yang tinggi? Jawabannya: Ya !. Ketiga pertanyaan ini memperoleh jawaban positif. Kendatipun pertanyaan ke- Kembali ke soal lulus seratus Jumlah sekolah yang menga dakan tes masuk sangat sedikit, jumlah siswa yang diberhentikan (karena berbagai sebab) sangat kecil, dan persentase siswa yang tidak naik kelas rendah sekali. Alasannya memang sangat beragam, dasar pertimbangannya memang sangat bervariasi, latar belakangnya memang sangat ma- jemuk. Kesimpulannya, sadar atau tidak sadar budaya "siswa harus berhasil", siswa harus naik + Q + 2R): 4. Inilah rumus kelulusan karena nilai STTB-lah tidaknya seorang siswa. 4. Rapor yang menentukan lulus atau adalah daftar nilai yang berisi angka-angka prestasi siswa setiap catur wulan. Rapor catur wulan "diselamatkan", karena persen yang kian digandrungi tidak/dapat mungkin lagi untuk dunia pendidikan kita dewasa ini. Apakah kenyataan ini dapat di- jadikan indikasi kian bermutunya siswa dan sekolah kita ? Bolehkah kualifikasinya "teramat sangat parah sekali". Ketiga arena seleksi yang saya katakan sebenarnya memiliki kaitan antara satu dengan lain- nya. Maksudnya kalau seleksi pertama dapat dilakukan secara relatif ketat maka jumlah yang Bukan pula mustahil bahwa dua pada awalnya mendapat ja- 8 dan 9 berarti prestasi siswa pada prestasi sudah pasti beluang yang dihitung dalam persentase terjaring pada seleksi kedua akan kelas dan lulus 100 persen atau catur. ketidaklulusan adalah yang itu yang diperoleh dari hasil ujian bulanan (serta aktivitas sehari-hari) dan ujian catur wulan. minimal 95, 96, 97, 98 persen", telah menjadi ciri dunia sekolah kita. waban yang agak negatif, se- benarnya ia berkonotasi positif sebagaimana yang tertera pada bagian belakang. Inilah fenomena umum yang hadir dalam dunia pendidikan kita -- khususnya di sekolah-sekolah. Inilah kenya- taan hari ini. ? ! Buktinya, ya itu tadi Terlalu banyak NEM siswa yang dibawah standar. Bukan hanya lima atau lima koma, tetapi juga empat dan empat koma, tiga dan tiga koma, dua dan dua koma, satu dan satu koma atau bahkan sampai nol koma ?. relatif lebih kecil atau sedikit. Karena yang diterima pada suatu sekolah merupakan (calon) siswa yang memang layak tentu saja angka drop-out (keluar atau dikeluarkan) akan rendah. Jika seleksi awal kurang ketat tetapi seleksi kedua (sepanjang tahun ajaran) cukup ketat, tentu ketika kenaikan kelas tidak lagi banyak siswa yang harus tidak dinaik- kelaskan. Ada satu contoh kasus yang menarik kita simak. Harian "Se rambi Indonesia" tanggal 3 Okto ber 1996 memberitakan bahwa Khalid Husein (16) seorang pela- jar SMP Juli, Bireun, Aceh me- ngalami geger otak. Penyebabnya diduga terjadi karena dipukul Jumlah angka di bawah nilai normal itu pasti akan semakin bertambah kalau semua mata pe lajaran diebtanaskan. Bisa saja orang berkata, "Ah, NEM itu kan standar nasional", Bukankah kurikulum yang dipakai juga standar secara nasional. Entahlah kalau soal Ebtanasnya belum memenuhi standar soal yang baik: valid, realible dan objektive. Apapun ceritanya, saya tetap masih berpendapat bahwa lulus 100 persen, bukan otomatis merupakan prestasi yang harus dibanggakan kecuali, barangkali, NEM rata-rata siswa relatif baik atau sekurang kurangnya tidak terjadi perbedaan yang mencolok antara NEM (R) dan nilai rapor (P dan Q). Artinya tidak ada "manuver" kebijakan sekolah oleh seorang gurunya. Akibat dari pemukulan itu, Khalid Hu- sein konon harus dibawa ke Me- dan untuk pengobatan. Peristiwa ini juga mendapat kecaman, kendatipun motif yang benar belum ditemukan, namun tanggapan dari berbagai pihak yang berkompeten telah bermun- culan lebih dahulu sebelum kasus itu diselidiki. Salah satu tanggapan tersebut adalah tanggapan dari Kanis Depdikbud Aceh Utara, Drs.Nurdin Ismail. Melalui ha- rian "Serambi Indonesia" 9 Ok- tober 1996 dia menegaskan, bah- wa tindakan guru yang memukul ataupun yang mengkasari anak didik, apapun alasannya, tak da- pat ditolerir di lingkungan pendi- dikan dan kebudayaan. Kasus ini akhirnya diselesai- kan di meja pengadilan. Sang gu- ru diajukan ke pengadilan. Dan terakhir dikabarkan, bahwa guru tersebut dinyatakan bersalah dan divonis 3 bulan penjara. Menye- dihkan bukan ? Masih banyak kasus malaprak tek seorang guru terhadap anak didik yang menjadi bahan berita dan mengundang keprihatinan ki- ta. Dalam rubrik Peristiwa ta- bloid Nova edisi 486/X-15 Juni 1997 menyajikan sebuah berita dengan judul "Nasib Apes Si Asep". Intinya, gendang telinga siswa kelas I STM Kartika Chan- dra, Bandung, ini pecah akibat di- pukul gurunya. Kini keluarganya minta bantuan pengacara menun- tut pihak sekolah mengganti se- luruh biaya pengobatan. Kasus ini juga berlanjut ke pengadilan. Surat dari Australia Cabai untuk Mengamankan PENJAHAT-PENJAHAT dari Indonesia atau Thailand, karena selama ini tahan makan cabai yang sepedas apa pun, jangan lalu menyangka dapat gentayangan di Australia, hanya karena polisi di negara ini sekarang dipersenjatai dengan alat semprot yang menyem- burkan bahan cabai (capaicum spray) untuk mengamankan pelanggar hukum mengancam. yang Untuk sementara ini, baru perwira-perwira polisi di Negara Bagian Victoria saja yang diper- caya untuk membawa senjata dalam bentuk alat penyemprot mirip seperti wangi-wangian un- tuk menutupi bau badan (deoderant) dan sejenisnya. Memang alat semprot ini masih dalam tahap uji coba, dan dimaksudkan untuk meng- gantikan keterpaksaan langsung menggunakan senjata api yang akibat-akibatnya lebih parah dan bahkan fatal. Lalu, siapakah yang dinyata- kan benar atau salah, memang tergantung pada hasil sidang di pengadilan. Kemudian, harian Menurut kepolisian Negara Bagian Victoria, alat semprot yang menghebohkan ini yang dapat menyebabkan "mangsa nya" buta sementara dan sekaligus menderita rasa sakit yang perih laksana terbakar pada kulit, lambat laun akan dibagi-bagikan secara lebih luas lagi mulai tahun depan. AKHIRNYA DITERAPKAN Program ini akhirnya diterapkan menyusul terjadinya serentetan insiden penembakan dengan senjata api dan peluru tajam oleh alat negara akhir- akhir ini. Guru dan Hukuman Fisik terhadap Anak Didik nya. Oleh Tabrani Yunis SETIAP guru yang melaksa- nakan tugas pendidikan di seko- lah, selalu berharap agar anak di- diknya bisa memahami, mengua- sai materi pelajaran yang diajar- kan kepada anak didik. Karena dalam setiap tatap muka di depan kelas, guru telah membuat target yang ingin dicapai. Sebagai se- orang guru yang tertib adminis trasi, telah menyusun tujuan pem- belajaran yang harus dicapai. Di samping itu, setiap guru berkeinginan pula agar anak di- dik mereka tetap patuh dan taat terhadap segala aturan yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah. Dengan adanya kolusi yang aman di dalam kelas, guru mungkin akan lancar dalam menyajikan il- mu pengetahuan yang diajarkan nya. Antara tahun 1984 dan 1994 30 orang tertembak mati oleh polisi. atas nama demi menolong atau demi rasa sayang dan rasa cinta kepada siswa. Apalagi dengan alasan masa transisi kurikulum. NAIK 100 PERSEN Gejala yang terjadi secara luas dalam proses kelulusan siswa kini seolah-olah bukan lagi berfungsi sebagai alat seleksi. Kalaupun masih harus disebut sebagai alat seleksi ia hanyalah suatu alat seleksi yang sangat longgar. An- daipun ada yang dinyatakan tidak lulus, tentu si anak merupakan siswa yang memang benar-benar (karena sesuatu hal,sakit misalnya) tidak ikut Ebtanas namun namanya telah tercan- tum dalam DPE (Daftar Peser- ta Ebtanas) yang disusun beberapa bulan sebelumnya. Lulus 98 persen boleh jadi sebenarnya (juga) lulus 100 persen. "Medan Pos" 26 Juni 1997 me- maparkan bahwa "Sejumlah sis- wa/siswi di SMEA Jambi, Jalan Pertiwi Medan Tembung, bela- kangan ini resah akibat tindakan beberapa oknum guru yang sering memaki dan bahkan melakukan pemukulan. Penjahat Oleh: Nuim Khaiyath Sebagaimana lazimnya di Australia, setiap kali terjadi in- siden dalam mana alat negara sampai harus melepaskan tem- bakan, maka langsung dilaku kan penyelidikan untuk memas tikan bahwa memang tindakan yang sedemikian itu dapat dibenarkan. Misalnya, kese lamatan sang alat negara akan sangat terancam, atau nya wanya bahkan akan melayang kalau ia tidak melepaskan tembakan. BELAJAR DARI KASUS Mengikuti kasus-kasus dishar- monisasi antara oknum guru de- ngan anak didik di sekolah, se- sungguhnya kita bisa memetik ba- nyak pelajaran. Dalam banyak kasus, kesalahan guru yang dianggap paling fatal adalah apa- bila guru memberlakukan hukum an fisik seperti menyakiti dengan mencubit, memukul atau menam- par dan membogem dan sebagai nya. Apa yang dapat kita petik dari semua kasus pemberian hukuman fisik pada anak didik antara lain, pertama bahwa tindakan membe- rikan hukuman fisik untuk masa seperti sekarang ini, tampaknya memang sudah tidak cocok lagi. Sebaiknya guru tidak ringan ta- ngan terhadap anak didik. Kare- na dari sekian banyak kasus pe- mukulan anak didik, terbukti le- Dari waktu ke waktu ada hasil penyelidikan yang menim- pakan kesalahan ke atas alat negara. Ada yang dituduh terlalu cepat memutuskan untuk menggunakan senjatanya, atau kurang teliti dalam melepaskan tembakan, hingga peluru per- tama yang dimuntahkan sen- jatanya langsung bersarang di bagian badan yang rawan. bih sering terjadi akibat oknum guru yang ringan tangan, suka Sebagaimana biasanya di mana pun dalam masyarakat yang beradab, alat negara diarahkan agar terlebih dahulu melepaskan tembakan per- ingatan, kemudian tembakan yang dimaksudkan untuk melumpuhkan, dan barulah sesudah itu untuk menewaskan. mencubit, memukul dan menyik- sa. Sifat ringan tangan adalah bentuk hukuman fisik. Hukuman fisik dapat menim- bulkan sesuatu yang fatal bagi anak didik dan juga bagi gu ru. Ini sangat tidak disukai oleh anak didik dan kebanyak an orang tua murid. Alasan nya, walaupun dalam dunia pen- didikan masa lalu, menghukum anak didik dengan hukuman fi sik seperti mencambuk tangan dengan rotan, menampar atau menyuruh siswa berdiri se- belah kaki di depan kelas, masih dianggap halal. Menurut seorang perwira tinggi kepolisian di Australia, alat semprot dengan bahan cabai ini telah terbukti 90% am- puh dan sudah sempat diguna kan untuk meredakan insiden penyanderaan, pertengkaran sengit dalam keluarga dan bahkan serangan anjing yang galak. Dimanakah dewasa ini arena seleksi siswa tatkala Ebta-Ebtanas tidak (lagi) merupakan alat seleksi yang representatif? Idealnya ada tiga posisi/arena yang cukup strategis. Pertama, seleksi masuk tatkala penerimaan siswa baru. Kedua, seleksi sepanjang tahun pelajaran. Ketiga, seleksi pada saat rapat kenaikan kelas. Kalau ketiga arena ini dapat berperan maksimal dan efektif. lulus seratus persen ketika Ebta dan Ebtanas, saya pikir dapat dipan- dang sebagai sesuatu yang wajar dan logis. Karena siswa-siswi yang sampai ke arena Ebta - Eb- tanas secara umum memang relatif telah siap secara kualitatif ketat di ketiga arena seleksi dinyatakan tamat dimaksud. Selanjutnya, seba gaimana diulas di bagian awal, Seandainya seleksi masuk dan penjaringan sepanjang tahun ajaran relatif tidak ketat namun tatkala rapat kenaikan kelas pihak sekolah menerapkan stan- dar mutu yang ketat, sudah pasti para siswa akan lebih siap untuk menghadapi Ebta-Ebtanas dan dinyatakan lulus dengan persen- tase yang sangat tinggi. Yang memprihatinkan (atau menggembirakan?) adalah sebagian besar sekolah kita dewasa ini terkesan tidak merasa perlu untuk mengadakan seleksi untuk SMU/SMK. Sekitar 2000 kaleng sem- protan yang masing-masingnya berharga sekitar Rp. 20.000 Ebta-Ebtanas lebih bersifat pembeda nilai ketimbang penen- tuan lulus atau tidak lulus. Sekarang pun ujian akhir ini telah lebih bersifat pembeda nilai ketimbang alat seleksi lulus atau tidak lulus. Hanya saja, sayangnya, perbedaan nilai yang muncul masih sangat senjang (berbeda jauh) antara seorang anak dengan anak yang lain, an- tara satu mata pelajaran dengan yang lain, antara NEM dengan rapor, dan lain-lain. Abdul Wahab Gama di rub rik surat pembaca harian "Seram- bi Indonesia" menuturkan bahwa ketika dia diantarkan oleh orang tuanya kepada Teungku (guru mengaji) untuk belajar mengaji, orang tuanya membawa sebilah rotan yang diberikan kepada Teungku. Rotan itu dimaksudkan agar sang Teungku menghukum si anak kalau ia nakal alias ban del. Namun kini, zaman telah ber ubah, orang tua murid bahkan masyarakat secara umum sudah tidak rela lagi anak mereka disa- kiti kendatipun anak didik itu me- lakukan kesalahan. Guru senan- tiasa akan diajukan ke penga dilan. Oleh sebab itu, sewajarnyalah para guru kita di sekolah belajar dari kasus-kasus malapraktek yang telah terjadi selama ini. Ke- dua, kesalahan guru dalam meng- hukum para siswa akan menim- Halaman 4 bulkan kebencian di dalam jiwa anak didik. Maka apabila ada gu- ru yang suka emosi, suka mema- ki atau memukul, biasanya ia akan mendapat gelar tertentu di kalangan anak didik, seperti isti- lah guru killer, monster dan Mur- dog dan sebagainya. (dua puluh ribu rupiah) telah dibagi-bagikan kepada anggota- anggota kepolisian yang ber. pangkat dari sersan ke atas. Apalagi kalau ada yang me- nimbulkan korban jiwa, oknum guru semacam ini akan disebut se- bagai algojo. Hal yang ketiga yang dapat kita petik adalah ke- pada guru hendaknya bisa lebih arif dan berkepala dingin dalam menghukum anak didik. Sebab bila emosi telah terum- bar dan tumpah, sikap kasar se- bagai manusia akan meluap. Aki- batnya terjadilah pemukulan atau dikatakan dengan istilah penga- niayaan. Kendatipun pada mula- nya hanya sekedar untuk mem- buat sang anak didik bisa sadar akan kesalahannya. Guru tetap Sementara itu, semua ang gota polisi kini sedang dilatih agar mampu menggunakan sem protan cabai ini. Pihak yang mengaku sebagai pemantau segala tindak tanduk pemerintah, agar jangan sampai ada yang melanggar undang- undang, mengatakan, bahan yang digunakan mengandung minyak cabai merah yang sangat menyakitkan, apalagi kalau sampai disemprotkan ke bagian mata. Selama ini, begitu dikatakan, polisi sudah sering kurang hati- hati dalam menggunakan sen- jatanya, dan dengan adanya penambahan satu lagi jenis sen- jata pamungkas, belum menja min bahwa polisi dapat lebih mampu melakukan penga manan. Lagi pula, di Inggeris, misalnya, semprotan mengan- dung minyak cabai merah ini dilarang untuk digunakan alat negara karena adanya kekhawa tiran dapat menimbulkan penyakit kanker, sedangkan di Amerika Serikat, bahan sem- protan ini pernah disangkut- pautkan dengan kematian. Akan tetapi, pihak kepolisian di Australia mengatakan, tidak bisa dibuktikan bahwa bahan ini dapat menimbulkan kema- tian secara langsung, sebagai mana halnya dengan peluru. Dan ini bukan berarti bahwa cabai dapat menimbulkan kanker ◄◄TY.. Nuim Khaiyath adalah wartawan Radio Australia. lulus seratus persen di ujian akhir. Kendatipun tanpa mengadakan penelitian ilmiah yang akurat - hanya berdasarkan tinjauan sekilas melalui pengamatan dan pengalaman-saya, meyakini pan- dangan ini. Kalau tidak 100 persen atau minimal 95 persen seakan-akan sekolah atau guru telah gagal mengajarkan dan mendidik siswa. Inikah misi dan arah pendidikan kita? Entahlah !. Yang jelas setahu saya dunia pendidikan masih memakai prin- sip "reward dan punishment". Imbalan (naik atau lulus) bagi yang baik dan hukuman (tidak naik atau tidak lulus) bagi yang kurang baik. Hukuman itu masih dan senantiasa mengacu pada nilai-nilai pendidikan. Di sisi lain, rasanya semakin sering saja terdengar di masyarakat tentang rendahnya mutu lulusan sekolah kita dan kenyataannya angka pengang- guran juga terus-menerus me- ningkat. Bukan hanya Kakanwil yang perlu merenungkannya, tetapi terlebih-lebih para guru, kepala sekolah dan "pengusaha" lembaga pendidikan kita semuanya. akan berada pada pihak yang dianggap salah. Alangkah menye dihkan hati kita kalau guru harus berhadapan dengan pengadilan dan divonis hukuman penjara. Lalu, bagaimana seharusnya gu- ru menyikapi perubahan tingkah laku dan nilai moral yang kini se- dang berubah? LUWES DAN ARIF Mengingat dalam banyak ka- sus hukuman fisik pada anak di- dik berdampak buruk terhadap guru dan profesinya, guru ditun- tut agar dengan sabar dapat me- nentukan sikap. Memang masa- lahnya bagai buah simalakama. Di satu pihak, guru dituntut agar berhasil dalam mengajar dan da- pat memperbaiki moral anak di- dik, di pihak lain guru tidak di- benarkan menyakiti anak didik. Tuntutan anak didik barang- kali agar guru harus bersikap le- bih supel dalam proses belajar mengajar maupun di luar. Guru harus dapat menimbulkan rasa simpati di depan kelas, supaya anak didik bisa mematuhi segala aturan yang berlaku. Untuk kon- disi dunia seperti sekarang ini, mungkin anak didik lebih menyu kai guru yang bisa bergaul seca- ra supel dengan anak didiknya. Tidak suka memaki dan marah- marah. Apalagi yang namanya memukuli anak didik. Guru yang disukai anak didik di masa kini adalah guru yang pintar atau pandai dalam penger- tian bisa tampil di depan kelas se- bagai seorang guru yang cukup menguasai materi pelajaran, mem punyai banyak variasi gaya (me- tode mengajar yang tidak mono- ton) dalam mengajar, humoris, mengerti kondisi anak didik dan permisif. Namun yang menjadi perta- nyaan kita adalah bisakah guru kita bersikap seperti yang diingin- kan oleh para siswa (anak didik)?. Sementara di era globalisasi ini, (Bersambung ke hal 11) Ka KE IHII B р Se k n k H n n t
