Tipe: Koran
Tanggal: 1986-08-15
Halaman: 09
Konten
Berita Yudha Jum'at, 15 Agustus 1986 HALAMAN IX 41 Tahun Perkembangan Usaha Pertambangan Mineral Dan Minyak Bumi Di Indonesia Oleh: Sahala H. Hutagalung Staf Ahli Dep. Pertamba- ngan & Energi Apakah arti sejarah pertam- bangan mineral dan minyak bumi Indonesia? Tak lain, dikandungnya nilai nilai perjuangan bangsa, pem- bangunan nasional maupun ilmiah. Usahanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peri kehidupan bangsa Indonesia, sudah merupakan fakta sejarah, ukuran keberhasilan perjuangan dan barometer pembangunan na- sional. Ruang lingkup sejarah pertam- bangan mineral dan minyak bumi dengan demikian tidak terlepas dari kaitan lintas sektoral di dalam negeri maupun konteks interna- sional dalam pelbagai aspeknya, mengingat kedudukan serta peranan mineral dan minyak bumi dalam perekonomian Indonesia selama lebih dari satu abad. Lebih jauh lagi, sumber daya mineral dan, minyak bumi adalah kekayaan na- sional yang mempunyai arti ekonomis, strategis dan politis sam- pai sekarang, dan mungkin pula akan tetap demikian jika keadaan teknoekonomis Indonesia di kemu- dian hari memungkinkan. Berbagai perubahan struktural dalam industri primer dan sebagian Sekundar ini, maujpun dalam ber- bagai sektor lain, selama ini terlebih lagi merupakan faktor-faktor yang menyebabkan proses perkem- bangan mineral dan minyak bumi menjadi bagian dari sejarah bangsa Indonesia yang patut dicatat di pelajari. Meskipun sejarahnya begitu luasnya, namun usahanya dapat diuji obyektivitasnya dengan kenyataan. Di sini akan dipaparkan rangkaian fakta sejarah pertam- bangan terpenting sejak tahun 1950 sampai sekarang. Uraian berikut terdiri dari dua bagian. Sedangkan angka-angka produksi minyak dan gas bumi serta mineral dari tahun 1940 sampai 1985, dapat dilihat dalam tabel pada lam- piran. BAGIAN PERTAMA Di sini dipaparkan tahap-tahap perkembangan usaha pertam- bangan di Indonesia dalam kurun waktu yang masih dipengaruhi suasana perjuangan, aspirasi na- sional, masa peralihan dari pola kebijaksanaan Hindia Belanda khususnya di bidang pertambangan sampai tahap perubahan struktural dalam pengelolaan sumber daya mineral dan minyak bumi. Sebelumnya dikemukakan sedikit latar belakang perkembangan usaha pertambangan sebelum tahun 1950. Latar Belakang Kegiatan usaha pertambangan di Indonesia telah dikenal bahkan se- jak permulaan abad ke-18, Omar Slamet bekas pejuang dan pendiri pertama Badan Keamanan Rakyat/BKR di Yogyakarta dan juga sebagai Komandannya Presiden Suharto di Yogya, Kamis kemarin menerima hadiah sebuah rumah dari Presiden Suharto dan Ibu Tien Suharto yang pelaksa- naannya diserahkan melalui Bekas Gubernur DKI Jaya Nolly Tjokropranolo. Omar Slamet Truno dulunya adalah sebagai Komandan BKR dimana Pak Harto waktu zaman tevolusi sebagai bawahannya dan sekarang ini Omar Slamet Truno yang sekarang ini sudah berusia 67 tahun menderita penyakit kencing gula. la Omar Slamet yang sehari- harinya berusaha kecil-kecilan dan mengontrak sebuah rumah kecil di wilayah Pasar Minggu menjelaskan Dr. Armyn Nurdin Kisah Banti Murung dengan Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan waktu itu merupakan daerah yang masih keterbelakang, baik dalam segi sosial ekonomi maupun pen- didikan. Inpeksi Saluran Pernapasan. Dikemukakan pula olehnya, bahwa hampir sebagian besar pen- duduk sekitar terserang penyakit inpeksi saluran pernapasan. Sumber wabah penyakit tersebut diantaranya, dari semprotan obat hama ke pohon-pohon, serta peng- gilingan beras yang terus men- jamur. terutama sesudah Pemerintah Hin- dia Belanda mengonsolidasi kekua- saannya di seluruh Indonesia. Penanganan usaha pertambangan, bersamaan dengan semakin banyak diketahui dan ditemukannya cadangan beberapa tertentu mulai ditingkatkan sejak abad ke-19. Perkembangan ini semakin menarik perhatian para investor Belanda dan asing lain untuk melakukan penyelidikan umum, eksplorasi sampai produksi. Peningkatan kegiatan usaha per- tambangan di Indonesia menjelang akhir abad ke-19, bersamaan dengan peningkatan permintaan pasar akan mineral dan minyak bumi ini malah mendorong Pemerintah Hindia Belanda untuk lebih menggiatkan usaha pertam- bangan. Ini ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan yang mengadakan investasi di In- donesia seperti Dortdsche Petroleum Maatschappy dan Billiton Maatschappy untuk minyak bumi dan timah. Dengan semakin berkembangnya kegiatan investasi di bidang pertambangan di In- donesia menjelang akhir abad ke-19, semakin banyak pula per- masalahan yang timbul, sehingga dirasakan perlu diciptakannya satu kebijaksanaan pertambangan yang jelas. Setelah mengalami berbagai perdebatan sengit, terutama di Parlemen Belanda (Tweede Kamer), akhirnya berhasil dicip- takan dan disyahkan Undang- Hindia Undang Pertambangan Belanda (Indiesche Mynwet) dalam tahun 1899. Oleh karena Undang-Undang ini belum dianggap cukup, maka dalam tahun 1906 dikeluarkan Peraturan Pelaksana (Mynordonantie). Kedua produk legislatif itu kemudian ditetapkan berlaku mulai tahun 1907. Di sam- ping sebagai satu pedoman yang jelas, perangkat kebijaksanaan itu dimaksudkan untuk juga pengamanan sumber daya mineral dan minyak bumi bagi kepentingan kolonial dan usaha pertambangan itu sendiri. Hal-hal penting yang merupakan dasar kebijaksanaan pertambangan Hin- dia Belanda di antaranya ialah sistem konsesi untuk 75 tahun, Upeti (royalty) sebagai iuran pro- duksi, iuran tetap (landrent), Kon- trak 5 A untuk 40 tahun, konservasi dan penggolongan mineral mula- mula dalam dua golongan. Pendiri "BKR" Pertama Dapat EN 1606092 Hadiah Rumah Pemanfaatan hasil tambang secara ekonomis dan politik oleh Pemerintah Hindia Belanda ialah pengembangan pertambangan sambil mencegah cara cara penam- bangan sambil mencegah cara cara penambangan yang kurang tepat dan merusak lingkungan seperti Penduduk Kabupaten Maros, hampir 75 persen mencari nafkah dengan membuka rumah penggil- ingan beras. Sehingga penduduk yang bekerja, mudah terserang dari abu penggilingannya melalui per- napasan (hidung). Begitupun penyemprotan obat hama, pen- duduk melakukannya tanpa mempergunakan penutup mulut. Sebagai seorang dokter, ia berusaha memberikan penyuluhan kepada penduduk agar tidak segan- segan datang ke Puskesmas untuk berobat. Penyuluhan tersebut, kerap dilakukan melalui anak-anak sekolah yang pola pemikirannya sudah ke arah modern. "Usaha tersebut ternyata berhasil", ujarnya: Penyakit serupa juga terjadi menimpa penduduk Kabupaten Batang, Propinsi Jawa Tengah. Dokter Budi Utomo Raharjo selaku Kepala Puskesmas Bawang, yang terpilih sebagai dokter teladan, pada "BY" dan "SK", pemberian hadiah tsb dari Presiden Suharto dan Ibu Tien merupakan obat penyembuh penyakitnya. Karena dalam waktu dekat yaitu tgl.15 Agustus 1986 ini kontrak rumahnya sudah habis dan ia sama sekali tidak mampu untuk memper- panjang kontrakan tsb karena ia mengalami sakit sudah lama. Bahkan sudah beberapa kali dan sampai sekarang masih terus melakukan pengobatan di RS. Gatot Subroto dan ternyata penyakitnya itu masih mengidap ditubuhnya, khusus luka yang ada di kakinya. Pangkatnya terakhir adalah Kolonel (AD), tapi ia sama sekali tidak mendapatkan pensiun sebagaimana layaknya perwira, karena ketika tahun 1950-an ia keluar dari Angkatan Bersenjata Dr. Budi Utomo Rahardjo Dari Hal I kepada "Berita Yudha" mengatakan sulitnya sarana transportasi salah satu hambatan baginya dalam memberikan per- tolongan kepada penduduk setem- pat. "Terkadang saya harus rela ber- jalan sejauh 6 Km, menuju ke rumah penduduk yang sakit. Jika siang tidak terlalu merisaukan, terkadang malam hari dengan cuaca hujan, inilah risikonya", tukas dr. Budi Utomo Raharjo. Masalah memberikan pengertian terhadap penduduk, agar selalu datang ke Puskesmas selalu dilakukan tanpa kenal lelah. Salah satu pola yang ditempuh memben- tuk dana sehat untuk sekolah dan Desa hanya membayar iuran Rp. 50 per bulan. Bagi penduduk ada pula yang membayar dengan cara jimpitan, yakni membayar melalui hasil cengkeh sebanyak setengah Kg per tahun, jika diuangkan sebesar Rp 800,-. "Untuk pembayaran sebesar itu, sudah terlalu besar untuk pen- duduk setempat", urai dr. Budi. 'roofbouw" maupun persiapan menghadapi ancaman luar negeri waktu itu yakni Jepang. Perangkat kebijaksanaan pertambangan Hin- dia Belanda ini senantaisa mengalami perubahan, perbaikan dan penyesuaian menurut keadaan ekonomis, teknologis dan politis, terutama dalam menghadapi an- caman Perang Dunia II. Beberapa tindakan pengamanan yang dilakukan Belanda menjelang masuknya Jepang ke Indonesia tahun 1942 malah menjadi ekstrem dengan membumihanguskan beberapa instalasi minyak bumi di Indonesia maupun menutup sumur-sumurnya yang masih pro- spektif, dengan harapan jangka panjang akan kembali lagi ke In- donesia sesudah Perang Dunia II. Selama pendudukan Jepang di Indonesia, kegiatan usaha pertam- bangan praktis dilakukan secara sporadis dan untuk memenuhi kebutuhan perang. Walaupun ter- dapat kegiatan pertambangan tertentu seperti ekspor bijih nikel ke Jepang dari Sulawesi dan pem- boran minyak, namun kegiatan ini dilakukan bukan untuk pengem- bangan usaha pertambangan tetapi karena keadaan darurat perang. Post Perjuangan Kemerdekaan Namun dari sekian Kepala Keluarga, ada pula yang berobat secara gratis yang setiap bulannya mencapai 100 orang. Ini mau tidak mau tetap diberikan dalam mencip- takan manusia sehat dan sejahtera. "Harapannya setelah terpilih jadi dokter teladan ?", tanya "Berita Yudha", Pengelolaan pertambangan di Indonesia tersendat-sendat selama perang Kemerdekaan karena beberapa lokasi tambang berada dalam dua daerah kekuasaan yang berlainan seperti lokasi tambang minyak bumi Pangkalan Brandan yang berada di daerah Republik In- donesia, Plaju di daerah kekuasaan Belanda. Oleh karena itu, kegiatan rehabilitasi infrastruktur pertam- bangan dan investasi kembali pada umumnya tidak berjalan lancar dan sangat terbatas. Kegiatanrehabilitasi pertambangan mineral dan minyak bumi baru tahun 1950 mulai dilakukan secara efektif oleh modall asing, terutama modal asing per- minyakan. Walaupun tidak semua bekas konsesi minyak bumi dikembalikan kepada pemegang konsensi lama, namun rehabilitasi dan investasi kembali terus ditingkatkan. Akan tetapi, mengingat bahwa rehabilitasi kerusakan sebagai akibat perang membutuhkan tidak sedikit dana, maka untuk meringankan beban in- vestasi ini Pemerintah R.I. memberikan beberapa keringanan fiskal dan finansial tertentu. Perangkat kebijaksanaan pemerin- tah dan yang mengatur memberikan keringanan yang meliputi serangkaian peraturan dan ketentuan ini dikenal dengan "Let-Alone Agreement". Ini berlaku khusus di perminyakan dengan memberikan keringanan fiskal, impor, devisa sampai finan- 161 isl 9 akibat terjadinya salah paham khususnya mengenai politik dengan Amir Syarifuddin (Tokoh PKI). Dan setelah itu ia mengem- bara keluar Jawa dan berusaha un- tuk melanjutkan hidupnya. Waktu revolusi dulu, tutur Omar Slamet Truno dengan suara lantang dan polos mengatakan ketika menyerang Magelang bersama dengan kesatuan-kesatuan dari Yogya yang sampai bisa mengeluarkan Kuda dari Magelang. Hal ini banyak yang menjadi saksi, dimana Tjokropranolo sendiri ada didalam Kesatuan itu, karena BKR Magelang waktu itu kewalahan dan perlu mendapatkan bantuan dari BKR Yogya. Begitu juga waktu merebut kem- bali Yogyakarta, senjata-senjata yang ada di Magelang kita angkut untuk menyerang Yogya. Ketika menunjuk kepada Sakri Sunarto/Putera dari Dr. Sukiman, Omar Slamet mengatakan jelas- jelas bahwa serangan BKR tsb ke Yogyakarta sangat diperlukan, kalau tidak kita hancur. Setelah kita rebut kembali Yogyakarta untuk Jawa Tengah dibentuk AURI yang pertama, dan ketika itu Pak Harto yang mengam- bil Oper, Komandannya di Yogyakarta. Jadi dalam suatu perjuangan satu dengan yang lain hubungan- nya sangat erat sekali, sehingga ketika Pak Harto diberitahu oleh Pak Nolly Tjokropranolo tentang Jakarta, Agustus (BY) Kodoknya lompat ketika ditangkap dan Yohanes (19 th) jatuh terjerembab berikut lampu petromak yang dipegangnya. Peristiwa ini disaksikan oleh tiga orang sahabatnya, yang semula mengira Yohanes terjatuh karena kodoknya lari, ternyata jatuh tak berkutik setelah tenggorokkannya ditikam oleh seorang laki-laki tak dikenal yang datang mendekati korban dengan tiba-tiba. Pihak Kepolisian sektor setem- pat, segera mendatangi tempat ke- jadian pembunuhan itu yang berlangsung pada jam 22.00 Rabu malam di Kp. Kapuk Gg. Pasinan belakang Isti Bhakti Kel. Kapuk Jakbar. Waktu peristiwa terjadi hu- jan yang mengguyur ibukota sehari penuh itu sudah mulai reda, dan terbiasa bagi warga Kp. Kapuk sekitar lokasi kejadian menghabiskan waktu malam yang dingin itu mencari kodok. Tiga orang sahabat korban yang menyaksikan peristiwa itu, ketika di tanya oleh Polisi yang mengusut peristiwa tersebut, tidak banyak memberikan keterangan, mereka hanya melihat sekelebat gerakan orang tak dikenal kemudian menghilang. Demikian pula motif daripada pembunuhan, ketiga saksi tidak mengetahui sama sekali. sial tertentu kepada perusahaan minyak asing. Masih dalam keadaan tak sadarkan diri, korban diangkut oleh "Tidak lain, adanya sarana petugas dibantu masyarakat setem- transportasi yang sangat pat ke RS. Atmajaya. Namun jiwa dibutuhkan". ", jawabnya singkat.(N) Yohanes tak tertolong, karena ia Let-Alone Agreement ini tidak diadakan terhadap usaha pertam- bangan mineral, karena di samping kerusakan infrastruktur mineral tidak begitu parah, juga karena sebagian besar perusahaan perusahaan tambang mineral terdiri dari perusahaan patungan dengan Pemerintah (eks-Hindia Belanda) maupun karena adanya manage- ment contract dengan Pemerintah. Status ini tidak memungkinkan perusahaan-perusahaan tambang i mineral menuntut perlakuan khusus seperti yang dinikmati oleh perusahaan minyak asing. Kebijaksanaan pertambangan Hindia Belanda yang bersumber pada Indiesche Mynwet maupun Mynordonantie selama tahun 1950-an masih berlaku secara for- mal, walaupun sudah diadakan beberapa ketentuan untuk meng- gantikan perangkat kebijaksanaan pertambangan yang lama secara partial. Sistem Kontrak 5 A, penetapan royalty dan iuran tetap, penggolongan mineral, inspeksi tambang dan hal-hal berkaitan pada umumnya masih diterapkan terhadap perusahaan pertam- bangan mineral dan minyak bumi. Semua segi teknis-administratif per- tambangan masih terus tunduk pada kebijaksanaan pertambangan Hindia Belanda yang telah ada, sedangkan aspek-aspek fiskal dan lainnya seperti perpajakan, devisa dan impor tetap tunduk pada Peraturan-perundangan yang berlaku untuk itu. Adapun Kontrak 5 A ini adalah produk Pasal 5 A Indiesche Mynwet yang ditambahkan pada Pasal 5 yang merupakan versi baru dari konsesi, karena masa berlaku daerah Kontrak 5 A ialah untuk 40 tahun sedangkan konsesi untuk 75 tahun. Disamping itu, Pasal 5 ini memungkinkan Pemerintah Hindia Belanda waktu sebelum Perang Dunia II untuk memperoleh bagian keuntungan yang lebih besar dari Kontrak 5 A antara swasta dan Pemerintah ini, dan juga meletak- kan dasar hukum untuk memberi kesempatan bagi perusahaan maupun perorangan untuk melakukan usaha pertambangan. Sedang Cari Kodok Jadi Korban Pembunuhan Perkembangan ekonomi, teknologi dan politik di dalam negeri maupun karena dampak dari perkembangan luar negeri men- jelang akhir tahun 1950-an, mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mengakhiri peranan kebijaksanaan pertambangan Hin- dia Belanda yang masih terus diterapkan. Perkembangan politik dalam negeri yang mulai diwarnai dengan kecenderungan na- sionalisme anti Belanda karena bertepatan dengan perjuangan merebut Irian Barat turut mendesak Tutur Omar Slamet, "Saya merasa bahagia sekali atas perha- tian kekeluargaan Pak Harto dan Bu Tien Suharto yang telah menghadiahkan rumah di Proyek Bumi Harapan Permai Pasar Rebo kepada saya dan keluarga", dan untuk itu tak lupa mengucapkan mengalami pendarahan yang tidak sedikit. Nyaris digorok pakai Clurit Mencoba mempertahankan uang yang hanya dua ribu rp saat menumpang Bajaj di samping Kan- tor Pos Jakarta Kota, Yono Effendi (27 th) nyaris di gorok lehernya oleh penjahat berclurit yang menghampiri bajaj tumpangannya. Peristiwa penodongan yang berlangsung pukul 23.00 Rabu malam tersebut kepergok oleh Patroli Kota Polda Metro Jaya yang segera mengambil tindakan dan pelakunya tertangkap sekalipun mencoba melawan dengan senjata tajam Clurit yang dipergunakan un- tuk menodong korban. AR (26 th) demikian nama pelaku, yang berusaha lari dan melawan itu, akhirnya menyerah dengan menjatuhkan Cluritnya ke tanah setelah petugas memper- ingatkan "ditembak bila lari". Pemerintah untuk mengikis semua yang berbau Belanda, termasuk In- diesche Mynwet. Akan tetapi kesulitannya ialah, bagaimana menyatukan pertimbangan politis ini dengan persyaratan teknis- asministratif dalam mengatur kegiatan usaha pertambangan di In- donesia. Dengan barang bukti hasil ke- jahatan berikut senjata tajam Clurit alat kejahatan, pelaku AR dibawa ke Polda Metro Jaya. Didepan petugas ia mengaku sebagai pengangguran dan tidak dapat mengingat telah berapa kali melakukan hal yang sama. AR hanya memohon ampun kepada yang berwajib, katanya tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, sekalipun harus lebih dulu men- jalani hukuman sebagai pertang- gungan jawab atas perbuatan- nya.(R.27) Dualisme dalam kebijaksanaan pertambangan selama tahun 1950-an sebenarnya tidak hanya disebabkan oleh perkembangan politik anti Belanda, tetapi oleh karena kebutuhan riil dan kesadaran nasional untuk mencip- takan kebijaksanaan pertambangan yang berlaku terhadap perusahaan asing maupun nasional. Perkem- bangan politk yang semakin con- dong ke kiri menjelang akhir tahun 1950-an, mempercepat Pemerin- tah R.I.untuk segera menciptakan Undang-Undang untuk menggan- tikan Indiesche Mynwet. Sebelum nasionalisasi perusahaan Belanda tahun 1957, telah ada perusahaan tambang yang diambil alih oleh Pemerintah R.I. seperti Tambang Timah Bangka, namun demikian na- sionalisasi perusahaan Belanda ini mempercepat dihibahkannya perusahaan tambang yang ter- masuk IBW (Indiesche Bedryven dan Wet) diambilalihnya perusahaan perusahaan tambang yang didasarkan pada management contract dengan Pemerintah. Untuk mengakomodasi perkembangan politik ini, maka dalam tahun 1960 tercipta 2 Undang-Undang yang terpisah untuk pertambangan mineral dan pertambangan minyak bumi. Eksistensi Perusahaan Negara Pertumbuhan perusahaan negara di bidang pertambangan mineral dan minyak bumi dapat dibagi dalam dua kelompok. Satu kelompok meliputi perusahaan per- tambangan negara yang merupakan produk langsung per- juangan kemerdekaan, seperti perusahaan minyak bumi di Sumatera Utara dan Cepu. Kelom- pok lainnya adalah produk penyerahan kedaulatan yang meliputi tambang-tambang yang termasuk dalam IBW maupun yang diambil alih karena kontrak mana- jemennya telah berakhir seperti Tambang Batubara, Tambang Timah dan NIAM (Nederlandsch Indiesche Aardolie Maatsechappy) Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan negara di bidang mineral dan minyak bumi pada hakekatnya bukanlah merupakan produk iklim politik yang condong ke kiri, tetapi sudah merupakan bagian dari strategi per- juangan bangsa Indonesia. Secara konstitusional, perubahan struktural dalam kelem- PENDIRI BKR Pertama: Omar Slamet Truno Jogyakarta dapat hadiah rumah dari Pak Harto dan Ibu Tien Suharto. Nampak dalam gambar Omar Slamet Truno (kanan) sedang menerima kunci rumah dari Bekas Guber- nur DKI Jaya Nolly Tjokropranolo, sebagai pelaksana penyerahan Hadiah Rumah dari Pak Harto dan Ibu Tien Suharto. (Foto: SK).00 keadaan Omar Slamet Truno, maka dengan spontan rasa kekeluargaan tsb timbul dari Pak Harto dan Bu Tien Suharto. terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Harto dan Bu Tien Suharto. Mudah-mudahan apa yang telah dilaksanakan hari ini, kata Omar Slamet menjadi suatu kenyataan terjalinnya rasa kekeluargaan dalam perjuangan itu tetap tumbuh kepada generasi yang akan datang, sebab kita bersatu un- tuk mencapai kemakmuran ini yang akan meneruskan adalah generasi penerus yang perlu mendapatkan penjelasan-penjelasan yang baik. Begitu juga kepada Nolly Tjokropranolo, Omar Slamet mengucapkan terima kasih yang telah mewujudkan apa yang selama ini tidak dikira dan dinyananya sampai berwujud untuk menempati rumah yang besar manfaatnya un- tuk keluarganya. Bekas Gubernur DKI Tjokropranolo ketika ditanya Ibu benci terhadap tingkah laku penja- jah. bagaan yang mengelola sumber daya mineral dan minyak bumi na- sional bersumber pada Undang- Undang Dasar R.I. 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3, yang berbunyi: 2 Baik masyarakat setempat maupun penjajah Jepang sendiri mengenal Gadis Mudjasih ini sebagai guru biasa yang tidak mengerti apa-apa kecuali saudara kandungnya Rd. Sutomo dan Rd. Nurman serta beberapa rekan wanitanya mengetahui sepak ter- jang gadis pendidik ini sebagai pe- juang, bahkan pada masa itu Mud- jasih ditunjuk rekan seperjuangan. nya sebagai Ketua PPI (Pemuda Puteri Indonesia) dimana para ang-, gotanya terdiri kaum wanita berjiwa muda diantaranya Ny. H. Ayip Rughby (Eks Bupati Bogor). Selaku pendidik Mudjasih Yusman pernah diutus pada Kongres Pertama PGRI tahun 1946 di Jakarta mewakili daerahnya Banten yang mencetuskan agar cara kerja organisasinya disusun lebih baik, sebab pada saat itu masih belum sempurna. 3 Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang mengenai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalam- nya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat. Perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara di Pangkalan Bran- dan dan Perusahaan Tambang Minyak R.I. di Cepu telah dioperasikan sendiri oleh tenaga In- donesia sejak perjuangan fisik, karena berada di daerah kekuasaan R.I. Eksistensi PTMSU yang kemudian berubah menjadi PT PERMINA inilah yang merupakan faktor utama mengapa bekas konsesi minyak BPM (Bataafsche Petroleum Maatschap- py) yang prospektif tidak jadi dikembalikan kepada pemegang konsesinya yang lama. Akan tetapi eksistensi PT MSU ini malah men- jadi ajang rebutan di antara beberapa kekuatan politik, ter- masuk kelompok komunis; sehingga dengan alasan demi keamanan negara maka Pemerin- tah R.I. melalui Menteri Perin- dustrian menetapkan penem- patannya di bawah pengawasan Angkatan Darat dalam tahun 1957. PTMSU kemudian menjadi PT PERUSHAAN MINYAK NA- SIONAL (PERMINA). Perkembangan politik dalam negeri yang menyebabkan perubahan kebijaksanaan Pemerin- tah R.I., lebih jauh lagi menyebabkan pula perubahan dalam struktur organisasi usaha pertambangan minetal dengan dibentuknya badan baru yaitu Biro Urusan Perusahaan Tambang Negara (BUPTAN) yang bertugas kordinasi dan mengurus kegiatan usaha pertambangan, termasuk perusahaan-perusahaan yang diambil alih dengan memberikan status hukum tiap perusahaan sebagai PT (Perseroan Terbatas) dalam tahun 1985. Perusahaan- perusahaan yang berada di bawah koordinasi BUPTAN ini antara lain adalah Tambang Batubara Ombilin, Bukit Asam, Tambang Timah Bangka dan Belitung, Tambang Bauksit. Eksistensi dan struktur organisasi BUPTAN dalam tahun 1960 ditiadakan dengan keluarnya Undang-Undang No. 19/1960-ten- tang Perusahaan Negara dan menggantikannya dengan struktur organisasi Badan Pimpinan Umum (BPU) bagi semua perusahaan negara, termasuk perusahaan tam- mengatakan ia sangat bahagia sekali dapat membantu kawan seperjuangan. Ini adalah rasa kekeluargaan yang kuat dari semua pejuang yang waktu itu memang sangat dekat sekali, sehingga rása kekeluargaan tsb tidak bisa hilang, walaupun sekarang ini satu dengan yang lainnya sudah lain-lain jalan hidupnya/usahanya. Yang pokok kata Tjokropranolo, ia hanya memberitahu Pejuang yang satu Kesatuan sekarang ini dalam keadaan sakit dan perlu ban- tuan. Terwujudnya hadiah dari Pak Harto dan Ibu Tien Suharto merupakan Obat yang mujarab bagi Pak Omar Slamet, karena yang tadinya dalam keadaan lumpuh, tapi mudah-mudahan sampai nanti ia akan sembuh seperti sekarang ini dapat berjalan walaupun dengan tongkat pembantu. (r-20) Dari Hal I melalui wanita ini. Pada saat melaksanakan tugas- tugas tersebut, supaya gerak- geriknya tidak dikenal masyarakat maupun penjajah, la selalu menyamar sebagai wanita berkabaya dan berkerudung karena biasanya bila mengajar selalu memakai gaun panjang dan selalu mengatakan sakit sebagai alasan agar tidak bisa mengajar anak didiknya kepada pimpinan sekolah maupun kepada teman-teman sependidikan bila sedang mendapat tugas sebagai kurir penghubung berita. Hal ini dilakukan agar tak dikenal baik oleh pimpinan sekolah maupun rekan-rekannya. Meskipun kini hidup prihatin dan sederhana menanggung beban lima orang hanya dari hasil pensiunan guru, namun tidak keluhan bagi wanita tua karena berpedoman bahwa rezeki dan kesehatan datang dari Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan dalam kesempatan bertemu dengan Reporter anda mengharapkan, apa yang diper- untuk merebut Dalam masa perjuangan Mud- jasih Yusman selalu membantu kakak dan adiknya sebagai juangkan penghubung berita situasi kedudukan maupun keamanan daerahnya kepada para pejuang materi, hendaknya berada di Jakarta, baik para pe- kemerdekaan tersebut dapat dijaga juang Banten maupun pejuang kelestariannya dan juga diharap Jakarta, mereka selalu memberikan Bahasa Indonesia dapat dijadikan informasi keadaan situasi saat itu bahasa Dunia. (Lukman). kemerdekaan dari tangan penjajah yang telah banyak menelan korban dan bang dan minyak bumi. Sebagai konsekuensi undang-undang tersebut, terbentuk 3 BPU Yang terdiri dari BPU Perusahaan Tam- bang Timah Negara, BPU Tam- bang Batubara Negara dan BPU Tambang Umum Negara. Dengan demikian setiap perusahaan tam- bang negara eks-IBW maupun yang berstatus PT menjadi PN (Perusahaan Negara), Di bidang pertambangan minyak bumi juga terjadi perubahan status, PT Permina menjadi PN Permina, PTMRI menjadi PN Permigan (Perusahaan Minyak dan Gas Na- sional), PT Permindo (Perusahaan Minyak Indonesia) sebagai lanjutan NIAM pun menjadi PN Pertamin (Perusahaan Tambang Minyak In- donesia). Sebagai implimentasi UU No. 19/60 inipun dibentuklah BPU Perusahaan Minyak Negara. Masa Peralihan Pengusaha dan pengelolaan sumber daya mineral dan minyak bumi Indonesia mengalami kea- daan yang semakin sulit sejak akhir tahun 1950-an, disebabkan oleh iklim politik anti modal asing yang condong ke kiri maupun keadaan ekonomi yang semakin tidak menentu. Pengetatan lalu lintas devisa, kurs Rupiah terhadap US Dollar yang terus merosot, laju in- flasi yang meningkat terus, semakin mempersulit perluasan investasi. Ini berlaku tidak hanya bagi perusahaan asing, tetapi juga bagi perusahaan negara. Adanya Undang-Undang Prp No.37/1960 tentang Pertam- bangan Umum yang mengatur pengusahaan mineral dan kemu- dian dikeluarkannya Undang- Undang Prp 44/1960 tentang Per- tambangan Minyak dan Gas Bumi, secara resmi menggantikan In- diesche Mynwet yang sudah begitu lama berlaku. Sejak dikeluarkannya kedua undang-undang ini dalam tahun 1960, maka kebijaksanaan pertambangan umum mulai ter- pisah dari kebijaksanaan pertam- bangan minyak bumi, walaupun sebagian materi kedua undang- undang berasal dari undang- undang yang lama. Tahun 1960 in- ilah kemudian yang menjadi titik tolak usaha pertambangan minyak bumi menempuh arah perkem- bangan, yang meninggalkan ham- pir seluruh warisan kebijaksanaan pertambangan Hindia Belanda. Iklim politik dalam negeri yang semakin hangat, dan mulai sangat dipengaruhi kaum komunis dalam permulaan tahun 1960-an, telah mendorong Pemerintah untuk segera setidak-tidaknya mengakomodir segi- hukum dan segi politis kerjasama dengan modal as- ing, terutama di bidang per- minyakan. Untuk mencegah kegagalan penerapan model kerjasama yang baru diperminyakan sambil memenuhi keingingan politik dalam negeri, maka dalam bulan Juni 1963 diadakan perundingan antara Indonesia dengan perusahaan minyak asing di Tokyo. Perun- dingan itu menghasilkan penan- datanganan HEADS OF AGREE- MENT, bahwa kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan ker- jasama dengan modal Kontrak Karya. Dalam bulan September 1963, kontrak ditandatangani an- tara Pemerintah R.I. yang diwakili berturut turut oleh PN PERMINA, PN PERTAMINA dan PN PER- MIGAN dengan 4 perusahaan minyak asing yaitu PT SHELL, PT CALTEX, PT STANVAC dan PANAM OIL CO. Kontrak Karya (Contract of Work) adalah Bagi-Untung ber- dasarkan 60-40% dari pendapatan Bersih (Net Income) sesudah dikurangi biaya operasi yang sebenarnya, tidak termasuk kewa- jiban fiskal. Lama masa kontrak 30 tahun, sesudah berlakunya kontrak secara efektif. Akan tetapi beberapa tahun kemudian PANAM OIL COMPANY menarik diri dari kegiatan operasinya di Indonesia. Model Kontrak Karya ini ternyata tidak juga dapat memberi kepuasan kepada unsur-unsur ekstrem kiri dalam negeri. Menjelang tahun 1965 mereka mendesak Pemerin- tah untuk mengambil alih total modal asing, terutama modal Ing- geris yang diwakili PT SHELL IN- DONESIA Dampak Konfrontasi In- donesia Malaysia terhadap pengambilalihan modal asing ini begitu kuat, sehingga pada tanggal 27 Juni 1965 aktiva pemasaran (marketing assets) dalam negeri PT Shell, PT Stanvac dan PT Caltex diambil alih dengan pembayaran US$ 12,9 juta. Kemudian pada tanggal 1 Januari 1966, seluruh aktiva PT Shell Indonesia juga diambil alih oleh Pemerintah dengan pembayaran sekitar US$ 15 juta. BAGIAN KEDUA Kurun waktu yang direkam di sini ialah perkembangan usaha per- tambangan mineral dan minyak, bumi yang dimulai sejak awal Orde Baru sampai bagian pertama tahun 1980-an, semasa dan sesudah boom minyak dan mineral berakhir. Bagaimana perkembangan mineral, terutama minyak bumi, se- jak permulaan PELITA I mem- punyai peranan yang menentukan dalam pembangunan nasional sam- pai perkembangan harga minyak jatuh US$ 10 per barrel dalam tahun 1986 ini. Masa Orde Baru Laju inflasi sampai mencapai 650%, kurs Rp 10.000 per US dollar diperberat lagi dengan pemotongan nilai Rupiah dari Rp. 1000 menjadi Rp 1, membuat keadaan ekonomi sejak tahun 1964 sampai permulaan tahun 1966 semakin tidak menentu dan berat. Kombinasi 1966 semakin tidak menentu dan berat. Kombinasi an- tara iklim politik yang condong ke kiri dengan keadaan ekonomi yang sudah parah sejak akhir tahun 1950-an inilah yang mempercepat runtuhnya Pemerintah Orde Lama. Dalam kurun waktu 1964 sampai 1966 hampir seluruh usaha per- tambangan mineral dan minyak bumi, praktis mengalami semistagnasi. Keadaan ekonomi dalam negeri yang begitu parah bersama kemelut politis, mencapai klimaksnya sesudah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dalam negeri tahun 1966; sehingga mencetuskan sem- boyan perjuangan Orde Baru TRITURA. Perubahan politik dalam negeri secara fundamental dengan munculnya Orde Baru jelas menimbulkan harapan masyarakat umumnya dan usaha pertam- bangan mineral dan minyak bumi khususnya akan iklim usaha yang lebih cerah. Rehabilitasi perekono- mian dalam negeri bersamaan dengan pemulihan hubungan inter- nasional, terutama dengan Barat, memberikan harapan yang lebih baik lagi. Dikeluarkannya Undang- Undang Penanaman Modal Asing No.1/1967, mulai menggairahkan perhatian modal asing masuk ke In- donesia. Salah satu hasil nyata kebijaksa- naan Pemerintah Orde Baru untuk menggalakkan investasi asing di In- donesia, khususnya di bidang per- tambangan mineral ialah, ditan- datanganinya Kontrak Karya per- tama dalam masa Orde Baru antara Pemerintah dan Freeport Inc. dalam usaha pertambangan tem- baga di Irian Jaya pada tanggal 27 Maret 1967. Kontrak Karya Freeport inilah yang kemudian dikenal sebagai kontrak karya Generasi I, karena memperoleh keringanan fiskal melalui keten- tuan mengenai masa bebas pajak (tax holiday). Dalam tahun 1967 itu juga, Undang Undang Prp No.376/1960 tentang Pertam- bangan Umum diubah dan diper- baharui menjadi Undang-Undang No.11/1967, dengan tujuan untuk membantu memperlancar penanganan kegiatan usaha per- tambangan mineral. Pertambangan minyak bumi juga punya daya tarik yang semakin besar bagi para investor asing, dengan semakin banyaknya per- mohonan untuk beroperasi di In- donesia. Dengan perhitungan bahwa akan lebih besar kemam- puan nasional dalam menghadapi dan menangani modal asing di bidang minyak ini, maka Pemerin- tah menyatukan ketiga perusahaan minyak negara yaitu PN PER- MINA, PN PERTAMIN dan PN PERMIGAN menjadi satu yaitu PN PERTAMINA. Dengan demikian, sejak tahun 1968 hanya ada satu perusahaan negara yaitu PN PER- TAMINA, yang merupakan par- tisipasi dalam kerjasama Bagi-Hasil dengan asing sebagai wakil Pemerintah. Masih dalam tahun 1968, terjadi pula perubahan dalam struktur organisasi perusahaan pertam- bangan negara dengan dibaginya dalam 3 kelompok yaitu PN BATUBARA, PN TIMAH dan PN ANEKA TAMBANG. Adapun Kontrak Karya pertambangan umum ini diadakan antara Pemerintah dan modal asing. Sesudah Freeport, masuk ke In- donesia beberapa perusahaan per- tambangan asing di bidang pertam- bangan mineral antara lain ialah IN- CO untuk pertambangan nikel dan BEMI (anak perusahaan Billiton Maatschappy) untuk pertam- bangan timah dalam tahun 1970-an. Mengingat kenyataan dan pro- spek minyak bumi semakin pen- ting, maka untuk memperkuat kedudukan Pertamina, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.8/1972 mengenai kedudukan dan fungsi PERTAMINA. Kom ponen PERMINA yang maupakan komponen dominan dalam PER- TAMINA dan sebagai perintis Kon- trak Bagi-Hasil mulai mengem- bangkan sistem Kontrak Bagi-Hasil dalam setiap kerjasama kontraktual minyak dengan perusahaan minyak asing dengan terutama didukung oleh UU 8/1972 tersebut. Kontrak Bagi-Hasil yang mem- punyai keuntungan bagi Indonesia, karena pengelolaan sumber daya minyak bumi berada di tangan In- donesia yakni PERTAMINA dengan Bagi-Hasil mulai ber- dasarkan 65-35% sampai dengan 88-12% antara PERTAMINA dan kontraktor asing. Bagi Hasil ini diperhitungkan dari Pendapatan Bersih sesudah dikurangi segala biaya operasi kontraktor asing sebagai jumlah atau persentase tetap (lumpsum). Dengan demikian. bagian terbesar bagi negara ini yang mula-mula meliputi semua kewa- jiban fiskal kontraktor asing, kemu- dian diubah dengan versi baru. Mengingat peranan minyak semakin penting, maka mulai Ren- cana Pembangunan Lima Tahun Pertama minyak bumi tidak hanya dianggap sebagai sumber penghasil devisa yang terbesar, tetapi secara ekonomis dijadikan sebagai jaminan atas pinjaman luar negeri yang hampir seluruhnya melalui IGGI (Inter Governmental Group for Indonesia). Dengan semakin membubungnya harga minyak dunia sejak tahun 1974, maka In- donesia bertambah yakin bahwa minyak bumi dapat dijadikan tulangpungung pembangunan na- sional untuk seterusnya tanpa perlu mengubah struktur organisasi yang telah ada. Akan tetapi musibah PERTAMINA karena hutang yang bermilyar US Dollar pada tahun 1975, sebenarnya sudah cukup menjadi pertanda akan adanya sesuatu yang perlu diperbaiki dalam sistem atau struktur pengelolaan sumber daya minyak nasional. Jika kegiatan usaha pertam- bangan mineral di luar batubara selama tahun 1970-an tidak mengalami kegoncangan yang berarti, maka pengusahaan batubara secara ekonomis sejak permulaan tahun 1970-an hampir, menemui ajalnya, terutama karena persaingan berat dari minyak bumi. Keadaan usaha pertambangan batubara yang sudah parah ini hampir menghasilkan tindakan Pemerintah untuk menutup PN Batubara, karena dianggap tidak ekonomis lagi. Unit usaha di Mahakam telah ditutup tahun 1972, dan sejumlah tenagakerja sudah diungsikan keberbagai uhit Departemen Pertambangan. Akan tetapi kenaikan harga minyak bumi yang terus membubung sejak tabun 1974 akhimya dapat menolong pengusahaan batubara ini dengan dibentuknya satu Proyek Pengem- bangan Pertambangan dan Pengangkutan Batubara Bukit Asam dalam tahun 1978. Kegiatan- nya dibantu antara lain melalui pin- jaman dari Bank Dunia, Kanada, Jerman Barat. Post Boom Minyak Bumi dan Mineral Kenaikan harga minyak bumi yang terus meninggi sampai dengan tahun 1980 turut mempercepat pengembangan kem- bali batubara. Untuk menggalakkan batubara tidak hanya diperlukan dana, tenaga dan teknologi, tetapi juga perluasan organisasi; sehingga PN Batubara dipecah majdi dua perusahaan yaitu PT TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM dan PERUM TAMBANG BATUBARA Untuk Ombilin dan Kalimantan dalam tahun 1981. Sampai sekarang terdapat beberapa kon- traktor asing untuk pertambangan batubara di Kalimantan dan beberapa perusahaan telah men- capai tahap eksplotasi, Sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah mengenai peng- golongan perusahaan negara dalam Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM) dan PESERO, maka 3 badan usaha negara pertambangan umum menjadi Persero yaitu PT Tambang Timah, PT Aneka Tam- bang dan PT Tambang Batubara Bukit Asam. Satu menjadi Perum Tambang Batubara, sedangkan Pertamina berdasarkan Undang-Undang 8/1972 tidak termasuk dalam penggolongan tersebut. V Boom minyak sejak pertengahan tahun 1970-an telah memperkuat keyakinan Indonesia untuk tidak hanya menjadikan minyak bumi sebagai sumber penghasil devisa terbesar, tetapi juga leading growth sector bagi per- tumbuhan ekonomi. Pengaitan minyak bumi dengan19 Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sejak Pelita Pertama telah menjadikan pertambangan minyak dan gas bumi sebagai sumber penerimaan negara untuk mem- biayai roda pemerintah dan pro- gram pemerintah. Minyak bumi sebagai leading growth sector tidak hanya mendorong laju pertum- buhan ekonomi Indonesia, tetapi juga menimbulkan pengaruh samp- ingan yang menguntungkan dalam peningkatan permintaan akan bahan mineral yang meliputi timah, aluminium, nikel dan batubara secara global. Keuntungan tam- bahan ini sampai dengan dua tahun pertama tahun 1980-an benar benar merupakan boom mineral bagi Indonesia. Akan tetapi kejatuhan harga minyak bumi dari US$ 34 menjadi US$ 29,50 per barrel dalam tahun 1982, dan kemerosotan harga minyak bumi terus sampai US$ 10 per barrel dalam pertengahan tahun 1986, cukup membuat hati ciut karena peranan minyak yang begitu dominan dalam perekono- mian Indonesia selama ini. Begitu juga harga timah yang jatuh dari US$ 11.000 per ton menjadi US$ 6.000 per ton dalam permulaan tahun 1986 merupakan tekanan tambahan bagi dampak depresiasi ekonomi dunia yang sudah begitu berat. kelihatannya dampak "Korea Boom" tahun 1950-an agak terlupakan karena adanya Oil Boom ini. Jika trend perkembangan usaha pertambangan mineral dan minyak ini terus menurun sejak permulaan tahun 1980-an, maka per- masalahan timbul lagi dengan Undang-Undang Perpajakan mengenai Penghasilan dan Pajak Bumi dan Bangunan. Instrumen fiskal demikian sebaiknya dilaksanakan dengan tepat, khususnya di bidang usaha pertam- bangan mineral dan minyak bumi, mengingat aspek-aspek tenaga ker- ja maupun luas tanah penam- bangan. Presiden Soeharto barulah dalam bulan Januarii 1986 menyatakan dampak penurunan harga minyak terhadap penerimaan negara didepan DPR/MPR Walaupuna agak terlambat, namun merupakan tindakan yang tepat Ibarat pepatah asing: "lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali". kelihatannya banyak lagi yang perlu dibenahi, khususnya di bidang usaha pertambangan mineral dan minyak bumi, dengan sedikit saja mengambil makna se jarah dan sebagai penjabaran kebi- jaksanaan yang telah digariskan oleh Presiden dihadapan DPR/MPR Adalah sering dilupakan bahwa "sejarah itu berulang kembali" un tuk dan dalam kasus-kasus terten tu, dan baru disadari jika telah terlambat diketahui. Begitu juga di bidang pertambangan mineral, se jarah masa lalu dapat saja terjadi kemudian dalam bentuk dan variast yang berlainan seperti trend perkembangan batubara dalam tahun 1950-an. (BN)
