Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1993-09-05
Halaman: 07

Konten


Color Rendition Chart ER 1993 bis) agai ilma n senjata erangnya ukataka kita seks enyembah arya dan ena kele eluruha n yang & g Achary lnya A batkan engan me keturun asal-usul Wang Acha Acharya ri batang ng. Teta ada unsur nya dan lebih ber in negar maupun d aktiannya guna. Bu Keturunan samping hakti dan ah betapa Karna aupun da ng kereta Adiratia rna tetap a kepada ur Karna bhakti dan ah yang te besarkan ak. Bhakti pakan sa ap seorang itegakkan engaku d ksatrya Lihatlah gagah dan wa dengan g bersinar ngan bajr di kurung mikian ita in Nararya wab kata asena de terbenam akala per erampilan ian di g Demikian utra, ding i Karna d memiliki a menurut Supartha am segala sia punya mudarnya ntuk per- engandal tu. Selain up dalam up punya tak boleh ahwa gaya an menja esin. Ke sa mereka at betapa kota ber- au toh bisa ames tad t mereka -main de- MINGGU, 5 SEPTEMBER 1993 ta pun ha- k-bentuk itu, selain an antar- mbuhkan i mereka di peman- tu. Dalam Mari Ber- mg. Usaha umentasi man tradi ai. Cukup ra dalam Hiilustrasi mana tu- Nampak r, tak ada an anak- mjaran- pi karena an achive esadaran harus di- a mereka ah, mem- entuk per cusi resmi Bila perlu, kuriku- materi juga bisa g meng Lantaran yang mu- un materi aya berce ai dengan jadi deru engan re- ak di ha- esa. Arcana) 20% Okt. 93 DAN Asli) Sajak Budaya Nanoq da Kansas LUKISAN TAK BERBINGKAI hujan sore itu tinggal gerimisnya dua ekor burung saling mematuk berbagai guguran daun di depan jendela di halaman ada yang melintas memunguti sisa-sisa cahaya -siapa? kaukah yang kehilangan waktu? di ruang tamu, seekor laba-laba memangsa sarangnya sendiri di kamar sebelah ada yang terisak pelan-pelan gerimis kali ini tinggal dinginnya dan bayangan itu hitam saja memagut sisa-sisa cahaya dengan sederhana sekali. Putu Fajar Arcana 1990 ANGIN DALAM JIWAKU ●kepada Gk Angin dalam jiwaku berhembus menghanyutkan perahu ke laut --yang jauh Dingin cahaya dalam air memantulkan nasib buruk mengembara ke ruang hidupku Kekasih, bertiuplah ke bilik jantungku agar bisa kusentuh aroma lautmu dan menciumi setiap jejak yang kau gores dalam jiwaku (1993) Cakil dari Lereng lereng Karangasem DERAI MALAM GEA sayang. Andai kamu beri aku satu kesem- patan untuk menjelaskan semua ini. Tentu semua ini akan jelas. Nyatanya, semua ini tetap tak jelas. Tetap muram. Tetap tak tegas. Bahkan terasa ge- tas. Mulai getir. Terasa pahit. Dan harus kuakui, aku mulai ragu. Dan saat itulah kusadari engkau menanti keputusanku. Nah, inilah keputusanku. Meski pahit. Inilah keputusanku. Aku ngerti kamu ragu. Dan itu bukan salahmu. Masa lalu memang mengikat. Apalagi macam masa lalu yang telah kulalui. Begitu mengikat. Ti- dak kusembunyikan kenyataan itu. Tak mudah bagiku untuk berkata, "Aku telah lupa!" tidak mungkin Gea! Aku harus jujur dan tidak ingin membohongimu. Aku mau semua ini dimulai de- ngan kejujuran dan tanpa teka-teki. Tanpa kepura-puraan. Walau memang semua itu mem- buatmu sakit. Membuat gundah. Semoga saja engkau tidak dendam pada kejujuranku itu! Ti- dak mudah, Ge! Tidak mudah untuk bersikap ju- jur. Aku tahu resikonya, aku akan kehilangan kamu. Tetapi itulah bukti kasih sayangku. Tetapi itulah awal keraguanmu! Meski kamu berusaha untuk meyakinkan di- rimu, aku layak untuk kamu percaya. Namun aroma prasangka itu selalu membayangi sorot matamu. Seakan selalu kamu tanyakan, seberapa banyak ketulusan yang kumiliki! Seberapa ba- nyak kesungguhan dan keiklasan yang bisa ku- Bali Post Dari Kantin ke Soal Tulis Menulis BERHUBUNG saya terma- suk mahasiswa yang kurang per- caya kalau lulus mata kuliah ke- terampilan menulis sudah pasti orang bisa menulis, apalagi ka- lau hanya berdasarkan kete- rampilan menyilang", maka saya dan beberapa rekan ter- paksa ngiperin Sunaryono Ba- suki Ks, yang novel-novelnya sempat termuat di beberapa ha- rian, antara lain "Eldorado di Pantai Buleleng pernah dimuat bersambung di harian ini. Kami menggiringnya masuk kantin kampus FKIP-UNUD, Singa- raja, untuk berbincang-bincang perihal bagaimana dia menulis, sebagai selingan daripada be- ngong. Tanggalnya sudah lupa, yang pasti berlangsung sekitar dua tahun lalu. Tidak seperti kebanyakan no- velis yang biasanya tampak bo- hemian, Sunaryono Basuki Ks kelihatannya lumayan rapi de- ngan stelan safari. Hanya kaca- matanya yang semakin tebal saya sedikit membedakannya dengan orang-orang kampus lainnya, selebihnya mengingat kan saya pada kolumnis Abdur- rachman Wahid. Dan salah satu pertanyaan yang sekonyong konyong muncul adalah "Bagai- mana rasanya jadi penulis?" Jadi penulis itu biasa-biasa saja, kata Sunaryono Basuki Ks. Sama seperti pekerjaan- pekerjaan lain, ada senang, ada sedih. Senangnya, kalau tulisan dimuat dan dapat honorarium pula. Sedihnya, kalau tulisan ti- dak dimuat, mau diapakan tu- lisan itu. Mau dibuang sayang, tapi disimpan di dalam laci siapa yang membacanya. Mau direvisi rasanya sulit karena tidak sama mood-ya ketika berlangsung pro- ses menulis tulisan tersebut. Lalu dia bercerita proses itu berlangsung. Sepulang dari "ku- liah" di kampus, misalnya, dia terkadang langsung menyambar mesin ketik, dan langsung menu- rut naluri bercerita yang muncul saat itu. Yang namanya kata- kata tidak problem, "mengalir" begitu saja tanpa ada yang sang- gup menyetopnya. Rangsangan beri! Demi Tuhan, Gea. Matamu itu membuatku selalu sedih. Selalu membuatku tersudut seakan- akan aku telah mengkhianatimu. Aku ingat per- cakapan kita ditelepon hari Minggu yang lalu, meski tanpa pekik, meski mirip bisik, aku tahu, kamu menahan kepedihan hatimu! Dan kamu ter- lalu lembut untuk berterus-terang, betapa sebe- tulnnya engkau tak suka jika aku pergi ke airport untuk menjemput Ningrat. Posisiku memang serba sulit. Serba riskan. Berhadapan denganmu aku menjadi diriku de- ngan segenap masa lalu. Berhadapan dengan ke- rabat aku adalah bagian dari kehidupan. Ningrat adalah kerabatku dan juga masa laluku. Dan itu telah kamu tahu. Setidaknya, aku selama ini menghibur diri, kamu bisa memahami posisiku. Nyatanya engkau tersiksa dengan posisiku itu. Dan kamu terlalu santun untuk memulai pertengkaran. Pertengkaran tidak selalu buruk, Gea. Sesekali pertengkaran akan menolong diri kita untuk lepas dari beban. Setidaknya, pertengkaran akan mem- bersihkan seluruh pernik-pernik dan kerak-kerak yang menyusahkan pernafasan kita. Kamu pilih kebisuan. Tanpa pertengkaran, Justru penghindaran itu yang membuat kamu terkurung oleh amarah. Dan aku tak sanggup un- tuk setiap saat melihatmu mengatupkan bibir me- nahan isak. Sebesar apapun hasrat diriku untuk Oleh Ridwan Arshad untuk memproduksi kata-kata berwujud kalimat-kalimat itu datang dengan sendirinya, tanpa diundang. Proses penulisannya tanpa dirancang terlebih dahulu seperti banyak dianjurkan da- lam teori-teori menulis. Pokok- nya tulis dan jangan coba di- tunda, bisa-bisa naluri itu hilang dan sulit kembali. Kalaulah ada yang disebut planning, itu biasa- nya ada di kepala Mendengar itu, seorang rekan berkomentar bahwa menulis ti- dak segampang itu. Planning itu wajib hukumnya supaya tidak ti- dak melenceng dari subjeknya. Kata-kata? Tidak selalu mau berhamburan keluar atau meng- alir seperti air. Bagaimana mungkin menulis tanpa plan- ning. Turis asing saja kemana- mana patuh pada peta kota. Bila tidak, dia akan tersesat di jalanan. Seorang rekan yang sejak tadi tafakur jadi pendengar, kemu- dian, mempertanyakan arti pen- ting rewrite (menulis ulang) da- lam menulis, yang menurut se- tumpuk teori yang sudah dibacanya justru tidak mungkin lepas dalam proses menulis. Ti- dak selalu, kata Sunaryono Ba- suki Ks. "Saya tidak gemar de- ngan rewrite, lebih bagus ter- baca apa adanya. Sebab rewrite itu bisa merusak originalitas yang muncul pada saat itu. Yang menurutnya merupakan refleksi suasana batin yang pa- ling personal, paling pribadi. Ka- takanlah, suatu anugerah dari Tuhan. Dasar mahasiswa, rekan saya ngotot bahwa rewrite itu pen- ting. Tengok saja E.B. White atau James Thurber (keduanya penu- lis Amerika) paling gemar rew- rite dan merevisi tulisan- tulisannya. Bukan sekali, dua kali, melainkan bisa sampai de- lapan atau sembilan kali - sebe- lum mengetik ulang sebagai ka- rya yang siap "dipasarkan". Sea- kan bernada menggurui sang mahasiswa bilang bahwa pada dasarnya toh menulis itu sum- bernya tiga saja, tidak lebih, ku- rang pun tidak, yaitu: dari peng- alaman pribadi, dari mendengar omongan orang, dan dari mem- baca buku referensi. Dari ketiga sumber itu bisa digabung jadi satu. kanlah "seni" melainkan kete- Akan halnya menulis itu, bu- rampilan biasa. Atau meminjam kata-kata William Zinsser, penu- lis buku laris "Writing with a Word Processor" (Harper & Row, Publisher, New York, 1985) bahwa "Writing is a craft, not an art," lanjut rekan saya itu. Seo- rang penulis, katanya, mesti pu- nya program kerja harian, su- paya terus produktif. Bila tidak, dia bakal mengalami kesulitan uang, sementara dia harus hidup dari menulis. Perkara "ilham itu datang atau tidak, tidak jadi soal. Saya dan para "hadirin" da- lam kantin itu mendengar tanpa berkedip akan "kuliah"-nya yang menarik hati itu. Saya pun mem- beranikan diri bertanya apakah dia pernah menulis. Yang dija- wabnya, "Belum punya mesin ketik!" "Bagaimana kalau penulis itu lagi terserang depresi mental atau, katakanlah, sedang tidak enak badan?" Rekan saya yang belum punya mesin ketik itu ber- tanya lagi. "Apakah hal itu tidak akan mempengaruhi tulisan- nya?" Bisa jadi, kata Sunaryono Basuki Ks. Mengapa tidak jalan- jalan ke toko buku dahulu, atau baca koran, siapa tahu tulisanya rangka sehat badan. Bukankah penulis itu mesti sehat jasmani yang "sakit" akan "sakit" pula tu- lisannya. Dan supaya kembali "segar" perlu refreshing, paling minimal diperlukan bagi seo- rang calon "kritikus" yang bela- kangan ini masih langka. dimuat. Ini semua kan dalam ke- dan rohani. Seorang penulis "Panel" kecil-kecilan itu akhirnya bubar tanpa ketok palu. Namun, sebagaimana hal- nya "panel" ada juga "thesis" yang meski kecil-kecilan. Antara lain begini: Tidak ada "buku pin- tar" bagaimana tiap orang harus menulis. Tiap orang punya meto- denya sendiri-sendiri, yang su- dah barang tentu belum pasti co cok buat orang lain. Oleh sebab itu ada orang me- nulis siang hari, yang lain pada malam hari. Ada orang perlu suasana te- nang, yang lain setel radio. Ada orang pakai tulisan tangan, yang lain langsung pakai mesin ketik. Ada orang merekam suara da- hulu ke tape recorder, yang lain tidak memerlukan a sama se- kali. Ada orang menulis kesim- pulannya dahulu, yang lain tidak bisa menulis alinea kedua bila belum merasa "pas" dengan ali- nea pembuka. Tetapi yang pasti, semua metode itu benar belaka. Sedangkan orang lain hanya tahu bahwa apakah orang sudah menulis atau tidak, itu tergan- tung tulisannya pernah dibaca- nya atau tidak. Lain daripada lum punya mesin ketik, tidak itu, misalnya dengan alasan be- jadi pikirannya benar. Pada akhirnya, toh produk pe- nulis itu bukan melulu tentang "subjek" yang ditulisnya, melain- kan yang tak kalah penting ada- selalu mendampingimu, tetapi haruskah selalu kusaksikan derai kepedihanmu? Keputusanku yang lain meski tanpa dukung anmu. Kemarin aku telah membuat batasan de- ngan seluruh kerabat. Ning at dulu meninggal- kan aku. Dan itu tetap sebuah keputusan. Aku ti- dak mau merubahnya. Seperti dahulu, aku ingin tetap iklas memiliki cuma masa lalu. Bagi Ningrat, sikapku itu mungkin dianggap- nya sebagai sikap pembalasan. Aku tidak perduli. Biarpun mungkin seluruh kerabat akan memihak kepada Ningrat. Tetapi aku siap untuk menang gung semua resiko. Meski mungkin engkau tetap tidak mempercayai ketulusanku dalam memper- kan sikapku ini. Stop Press : LOMBA CIPTA PUISI INDO- NESIA V'93 SANGGAR MI- NUM KOPI BALI: Jumlah puisi yang masuk lebih kurang 610 puisi. Jumlah Penyair: 125 Bogor, Padang, Karawang, Jom penyair, Penyair: 50 kota yakni bang, Lampung, Denpasar, Jambi, Jakarta, Pemalang, Ujungpandang, Medan, Jember, Payakumbuh, Banjarmasin, Su- menep Madura, Negara, Bantul Yogyakarta, Wonosari, Mata- ram, Ngawi, Kentingan Solo, Bandung, Jepara, Šampang, Banjarbaru, Puwokerto, Sura- baya, Bukittinggi, Singaraja, Karanganyar, Cirebon, Bojone- goro, Semarang, Belitung, Mage- lang, Sampang, Malang, Tang gerang, Sumedang, Banda Aceh, Pacitan, Bekasi, Kuningan, Jambi, Praya, Jatinegara, Ta- nah Laut Kalsel, Abiansemal Ba- dung, Pekalongan, Kudus, Lamongan. DICARI 10 (sepuluh) peme- nang yang akan dijadikan puisi wajib dalam Lomba Baca Puisi se-Bali VI93. Babak penyisihan dilakukan bergantian di seluruh kabupaten di Bali: mulai 28 Ok- tober 1993. Babak final dilaku- kan di Denpasar bulan Novem- ber 1993. Lomba kali ini juga me- lakukan babak penyisihan di Mataram Lombok. Finalis dari masing-masing daerah jumlah- nya berbeda-beda, tergantung lah "personality" itu. "Persona- lity" itu bisa terasa seakan penu- lisnya berbicara langsung dengan pembacanya. Penulis itu andaikan tuan rumah, pembaca itu sekadar tamu. Perkara sang tamu betah atau tidak tergan- tung kepada apakah tuan rumah itu menyenangkan atau tidak. Dan semua itu terpulang jua ke- pada kemampuan berbahasa penulisnya. Dapatkah kemampuan berba- hasa itu diajarkan? Bisa ya, bisa tidak. Namun, yang pasti tidak ada hal yang tidak bisa dipela- jari. Yang perlu diingat kembali, bukan soal ejaan, bukan soal gra- barangkali, bahwa menulis itu matika, bukan soal sumber pe- nulisan, dan bukan soal mempro- duksi kata-kata di atas kertas, melainkan "the writer's mind" itu. Dahulu, ketika Ningrat memutuskan hu- bungan. Aku pun sendirian merasakan kepedihan itu. Kini, dalam kondisi yang berbeda, aku ter- nyata harus menghadapi semua ini sendirian lagi. Ya. Semestinyalah aku menghadapi ini, tan- pamu! Sejak dulu kamu memang tidak termasuk dalam hitungan detak waktu. Kamu mengalir bersamaku. Begitu asyik. Menentramkan semua tidurku. Andai Gea! Andai saja kamu beri aku satu kesempatan... (la merunduk dan langit senja pelahan mende- kati batu nisan!). (1993) Cok Sawitri Pada babak final di Denpasar dari jumlah dan mutu peserta. terdapat finalis lebih kurang 75 orang penyair. Dalam Antologi Puisi yang di- keluarkan oleh Sanggar Minum Kopi, di samping 10 (sepuluh) puisi terbaik, juga dimuat bebe- rapa puisi nominasi. Antologi di- cetak sekitar 1.500 eksemplar. Para pemenang Lomba Cipta Puisi akan menerima: SMK Bali Award, dan hadiah menarik dari panitia. Laporan juru gawang SMK Bali Alit Esha Made Adnyana Ole SUBLUK Halaman 7 POSTI SANGGAR POSTI BUDAYA MALAM MINGGU Panggung Telp 63214 PUISI Jln Pulau Serangan 11-B-Denpasar WALAU sebelumnya penduduk desa telah menduga kejadian itu bakal terjadi. Namun tak urung semuanya kaget. Ni Subluk hamil. Ni Sub- luk hamil. Ni Subluk hamil. Siapa yang menya- rangkan bakal manusia di rahimnya? "Benih siap yang kau kandung itu?" suara ayahnya berat. Ni Subluk mengucek mata. "Aku tidak tahu, ayah!" "Tak tahu?" "Iya!" "Aneh!" Namun penduduk desa tak pernah merasakan bahwa kejadian itu merupakan kejadian aneh, se- perti yang dirasakan oleh ayah Ni Subluk. Sebab semua penduduk desa telah tahu, Ni Subluk per- empuan lacur tanpa bayar. "Kenapa kau sampai tidak tahu?" "Sebab laki-laki itu banyak sekali, ayah!" "Banyak?" "Iya!" "Siapa saja?" "I Kumul, I Alal, I Dekil, I Kudeng, I Pengit, I Libing, Gus Yipit, Gus Lengkong, Ngurah Gejir, Gusti Tingkih, Nang Kumis, Nang Bandang, Pan Kacir, Tony, Dedik, John dan banyak lagi yang lainnya, ayah!" Ayah Ni Subluk melotot. Dadanya kembang kempis. Amarahnya tersulut. Kemudian ia beran- jak dengan langkah setengah berlari. "Hai, Mul, kau yang menghamili anakku?" "Bukan!" "Lal, kau yang menghamili Ni Subluk?" "Bukan!" "Kil, kau yang menghamili Ni.........?" "Bukan!" "Ngit, kau yang menghamil.........?" "Bukan!" "Bing, kau yang.......?" "Bukan!" "Gus, kau.......?" "Bukan!" "Ngurah,... "Bukan!" "Bukan!" "Bukan!" "Bukan!" "Bukan!" ?” Tak ada yang mengaku. Ayah Ni Subluk bi- ngung. Sedangkan Ni Subluk sendiri tenang- tenang. Subluk Subluk, apa sebenarnya yang te- lah kau hadapi? Menyambut peresmian Showroom baru Suzuki di Bali... CERPEN TEATER MUSIK TARI "Kita tuntut saja salah satu!" Ayah Ni Subluk "Setujuuuuuuuu!" jawab keluarganya yang mengepalkan tangan. lain. "Tapi, siapa laki-laki yang seharusnya kita tuntut?" "Tentu saja laki-laki yang punya kedudukan tinggi, dan masa depannya jelas-jelas terjamin!" "Iya betul! Tapi siapa laki-laki itu?" "Ngurah Gejir, bagaimana?" "Setujuuuuuuuu!" Di rumah Kelian Banjar, orang penuh sesak menyaksikan berlangsungnya sidang yang me- reka ramalkan bakal seru dan menegangkan. "Saudara Ngurah Gejir, apa benar kau yang menghamili Ni Subluk?" suara Kelian Banjar menggagapkan Ngurah Gejir. "Tidak, pak!" "Tapi menurut pengakuan Ni Subluk, katanya kau pernah "menjelekkan" dia, di rumahnya Pe- kak Kobar, pada waktu Pekak Kobar menyeleng- garakan upacara ngaben!?" Ngurah Gejir diam. Dia memandang semua orang yang berdiri di halaman rumah Kelian Banjar. Tiba-tiba mukanya pucat. Dan nyalinya mengkeret. "Be....... be........ betul, betul, pak!" Penduduk desa bergumam tak karuan menyak- sikan kegagapan Ngurah Gejir. "Kalau begitu tak ada masalah lagi. Ngurah Gejir harus mengawini Ni Subluk!" Ngurah Gejir menunduk seperti ayam terluka di leher. Namun tiba-tiba. "Tunggu dulu, pak! Saya juga pernah "menje- lekkan" Ni Subluk!" I Kumul bicara lantang dari sela-sela kerumunan penduduk desa, sambil ber- jalan mendekati ruang sidang. "Saya juga ikut andil dalam memproduksi be- nih dalam kandungan Ni Subluk!" I Dekil mendekat. "Saya juga.......!" I Pengit nyengir dari liang pintu. "Saya juga!" "Saya juga!" "Saya juga!" "Saya juga!" Dan semakin banyak saja laki-laki yang meng- aku pernah mengadakan hubungan gelap dengan Ni Subluk. Kelian Banjar geleng-geleng. Ayah Ni Subluk menyulut amarah, dadanya kembang kempis. Penduduk bergumam teratur, merasa ra- malannya tepat. Sedangkan Ni Subluk sendiri tenang-tenang saja. Apa yang sedang kau hadapi, Subluk?*** Taman Margarana 1991 YOU ARE NUMBER ONE... SUZUKI MESIN CUCI LEMARI ES WE GIVE YOU FULL-MENU SERVICES AND GIFTS WITH ONLY Rp.5000,- DISC WALKMAN Hanya dengan biaya Rp.5000,- Anda telah mendapatkan layanan pemeriksaan dan begitu banyak hadiah gratis! .GRATIS PEMERIKSAAN .GRATIS T-SHIRT .GRATIS BUSI NGK (4) langsung dipasang .DISCOUNT 50% PLATINA, CONDENSOR . LUCKY DRAW: OVEN MICROWAVE, TV 20', LEMARI ES, MESIN CUCI, DISC WALKMAN, TEA SET SUZUKI, SUZUKI HANGING DOLL, BRAKES TOY, PAYUNG/T-SHIRT Caranya sangat mudah. Bawa STNK asli berikut copynya. Hubungi segera Sdri. Rini. Pendaftaran berlangsung : 23-28 Agustus 1993 BERLAKU 29 AGUSTUS - 30 SEPTEMBER 1993 IN TV20" UBUD C. 1949 PT. UNITED INDOBALI JI. Imam Bonjol 417, Denpasar - Ball Telp. (0361) 62435-62436 4cm OVEN MICROWAVE SUZUKI Caring for Customers C. 2003 2cm