Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1996-02-04
Halaman: 10

Konten


4cm HALAMAN 10 Kelir AA Para Naga Bermusyawarah KINI diceritakan para Naga tengah gundah Semua makanan dan minuman kita sembur dan per- gulana, bersedih hati bercampur putus asa, disebab- ciki dengan bisa, sehingga semua pengayah dan kan para naga dikutuk ibu mereka. Agar terbakar pembantu yang makan minum, mati semuanya. Ya- hangus dalam upacara Yajnasarpa, yang kelak di- jnasarpa pun tidak jadi dilaksanakan, pada waktu laksanakan Maharaja Janamejaya-keturunan hari subhadiwasanya," sergah Naga yang lain den- Pandhawa. Apalagi mereka telah gagal minum gar cepat. amrtha, yang diberikan sang Garuda sebagai pene- bus dan pembebas perbudakan Winata Dewi. Keadaan para Naga waktu itu, seperti peribahasa; telah jatuh dihimpit tangga pula. Demikian, Naga tertua putra Kadru Dewi, tidak tahan didera situasi dan kondisi yang menyedih- kan dan membingungkan itu. Dia kemudian berta- pa, memuja Dewa Brahma dengan khusuknya. Dan Dewa Brahma pun memberikan anugerah untuk menahan bhumi ser- ta tidak mengenal susah. "Seperti dakulah keadaanmu," sabda Dewa Brahma, kepa- da putra Kadru Dewi yang memujaNya, sehingga dia lalu menahan bhumi, ber- nama Naga Anantab- hoga, yang berarti sumber kehidupan yang tak habis-habis- nya. Memang, secara faktual bhumi, adalah sumber kehidupan yang berupa tribhoga, (bhoga, upabhoga, dan paribhoga), yang tak habis-habisnya untuk dinikmati oleh makhluk hidup. "Ah, semua usaha itu akan sia-sia saja. Lebih baik pada waktu Yajnasarpa sedang berlangsung, kita gigit saja Maharaja Janamejaya, sampai ter- bakar hangus. Kalau Maharaja Janamejaya mangkat, siapa yang akan melangsungkan Yajna- sarpa?," kata Naga yang lain dengan nada bertan- ya. Banyak pendapat para Naga dilontarkan dalam musyawarah itu. Tetapi tidak ada yang diterima Naga Basuki sebagai pemimpin para Naga. Kare- BPMNOS Setelah Naga Anantabhoga, men- inggalkan saudara- saudaranya untuk menahan bhumi, kini para Naga yang dip- impin oleh Naga Ba- suki (Vasuki) sedang bermusyawarah. "Sekarang, menu- rut pendapatku, kalau Jaratkaru, yang akan melahirkan seorang putra, ada seorang raja yang abhiseka Maharaja yang akan membebaskan para Naga dari kematian oleh api Yajnasarpa. Janamejaya, trah Pan- dhawa, aku akan menjadi seorang brahmana, yang selalu mendampinginya. Aku akan selalu merapal- kan mantra-mantra pujasanti, untuk menciptakan sua- sana ketenangan dan kedamaian. Kalau Maharaja berkehendak melaksanakan Yajnasarpa, akan kuar- jarkan dharma yang menyimpang, karena Yajnasar- pa itu bukan dharma namanya," ungkap salah seekor Naga dalam musyawarah itu. Nagini Dewi, salah satu saudara wanita para Naga, kemudian diberi nama Nagini Jaratkaru Dewi, yang kemudian akan diperistri oleh brahmana "Pendapatmu itu, kusokong. Aku pun pada waktu itu, akan menjadi seorang Panglima Besar, raja yang berkuasa, yang selalu mendampingi Maharaja. Kalau Maharaja bemiat melakukan Ya- jnasarpa, aku akan halang-halangi. Dengan cara membenarkan dan mendukung pendapat, dan nasi- hat Brahmana yang menghalangi Yajnasarpa (Up- acara Korban Ular) itu. Yajnasarpa tidak mesti di- lakukan dan dilaksanakan," demikian dukungan Naga yang lainnya. Setelah mendengar pendapat dua Naga itu, Naga yang lainnya menjawab: "Ah, pendapat saudara-saudara, tidak masuk akal. Siapa yang dapat menghalang-halangi ke- hendak Maharaja? Keputusan dan sabda Maharaja adalah hukum. Apa pun yang telah diputuskan ma- haraja, mesti berlaku. Maharaja seumpama Hyang Agni, apa pun yang dibakarnya, mesti hangus. Menurut hematku, lebih baik sang Purohito Maha- raja Janamejaya, yang mengusulkan dan akan memimpin serta muput Yajnasarpa digigit, sehing- ga mati hangus, sehingga Yajnasarpa tidak jadi di- langsungkan". "Ah, perbuatan yang seperti itu, akan mengak- ibatkan kita menjadi sengsara, segala usaha dan upaya kita tidak akan berhasil, karena melakukan pembunuhan terhadap Brahma. Lebih baik semua pengayah kita bunuh. Sehingga sang Purohito dan para Wiku yang lainnya, tidak ada yang meladeni dalam persembahan dan pemujaan Yajnasarpa itu. na di antara pendap- at yang sempat dike- mukakan dalam musyawarah para Naga itu, semuanya luncas dari dharma. Kalau dilaksanakan akan membuahkan sengsara. Musyawarah para Naga pada wak- tu itu akhirnya ten- ang. Semua hanyut ke dalam pikiran dan perenungan masing- masing. Dalam sua- sana musyawarah yang bening sepi dan tenang itu, tiba-tiba putra bungsu Kadru Dewi, Naga Ailap- atra, berkata: "Hai, kakak- kakak para Naga semua. Dengarkan dan simaklah penda- patku dengan baik! Dulu, pada waktu ibu mengutuk kita semua agar mati dalam Yajnasarpa, yang dilaksanakan Maharaja Janame- jaya, karena tidak mau memerciki ekor kuda Uccaihsrawa yang berbulu putih mulus itu menjadi hitam. Kita menjadi takut. Kita meminta dipangku ibu Kadru Dewi. Waktu itu Dewa Brahma datang, aku mengikutinya secara diam- diam," lanjut si bungsu, Naga Ailapatra: "Ke- mudian para Dewa datang pula dan bersembah ke hadapan Dewa Brahma": "Kadru Dewi mengutuk putra-putranya agar mati terbakar dalam api Yajnasarpa. Hendaklah paduka Dewa Brahma menjadi saksi terhadap ku- tuk dan supata Kadru Dewi kepada para Naga itu." Kemudian Dewa Brahma, menjawab: "Yang menyebabkan kutuk Kadru Dewi kepa- da para Naga, karena seluruh dunia sangat gaduh oleh perilaku ular itu. Karena makhluk hidup ka- lau digigit, akan mati, karena kehebatan bisanya. Para Naga sepantasnya mati terbakar dalam api Yajnasarpa. Hanya ular dan Naga yang berbudi baik dan luhur, akan terhindar kekuatan api Yajnasarpa. Sebabnya dapat terhindar dari korban api Yajnasar- pa itu, karena ada seorang brahmana bemama Jarat- karu. Sang Brahmana beristrikan Nagini, (Nagagi- ni), sama seperti namanya, yakni Nagini Jaratkaru Dewi. Putra brahmana Jaratkaru dan Nagini Jarat- karu Dewi itulah, yang akan melepaskan para Naga dari kekuatan maut Yajnasarpa. Marilah kita semua berikhtiar melaksanakan bhisama Dewa Brahma itu. Bukankah ada di antara saudara wanita kita yang bemama Nagini Dewi?" Lanjut Naga Ailaptra, "Kenapa namanya tidak ditambah dengan Jaratkaru, sehingga menjadi Nagi- ni Jaratkaru Dewi? Karena menurut pendengaranku waktu itu, brahmana Jaratkaru hanya mau mem- peristri wanita, yang sama-sama bernama Jaratka- ru pula," demikian pendapat Naga Ailapatra, seh- ingga Naga Basuki, pemimpin para Naga menjadi senang mendengarkannya. Ngurah Oka Supartha A Bali Post PRESIASI Minggu Wage, 4 Februari 1996 Minggu Wage, 4 Februar Seni Tradisi Bali, Industri Kultural dan John Lennon diada-adakan. THE Beatles muncul lagi. Berkat kecanggi- keberhasilan Beatles yang bisa hidup dan laris walau tu kalau bicara industri kultural, meski ada kata kul- han teknologi, kelompok musik asal Inggris yang John Lennon sudah mati. Rasanya, kok makin opti- turalnya, lebih tepat nantinya diobrolkan sesama in- sudah bubar dan salah satu anggota kuncinya mis saja. John yang mati saja bisa laris, apalagi seni dustriawan, bukan oleh sesama seniman. Sebab hi- tradisi Bali yang masih hidup dan nyata-nyata bisa tungan seni dan pelestariannya, nasib seniman dan John Lennon yang telah mati - "'dihidup dikemasi. Rasanya, besok-lusa barangkali semua seni masa depan seni tradisi, sebetulnya, memang lebih kan" lagi. Di balik itu, di samping berurusan tradisi akan mendunia. Tinggal menunggu sumber enak diperdebatkan saat duduk di warung kopi, sam- bil mengelus ayam jago. Dan nikmatnya tentu ber- dengan teknologi, tentu campur tangan hitun- (daya) manusianya. Maka taklah mengherankan, apabila kemudian beda dibandingkan bicara seni tradisi di saat men- gan bisnis melancarkan industri musik yang mungkin dalam pikiran kita tidaklah mungkin terasa menjadi sedikit membingungkan, ketika me- onton video klipnya John Lennon. Sebab perband- nyimak ulang pikiran McHale yang asalnya dari ingannya, arah sasarannya, bahkan jauh di balik itu, dunia Industri Kultural. Dia menyatakan, banyakn- banyak benar logikanya yang tidak nyambung. Ke- Menjual yang sudah jelas tak ada "barangn- ya kerancuan dalam dunia kesenian dewasa ini tim- tika berupaya melogiskan, betapa mudah dan lurus ya". Betapa mustahilnya. Tetapi kemajuan mem- bul karena kegagalan para pemimpin kebudayaan mengaitkan pembicaraan seni tradisi dengan indus- berikan jawaban. Semuanya bisa. Bisa diatur. untuk memahami secara pasti, bahwa elitisme dan tri kultural. Padahal pada kenyataannya, cuaca in- Dan nyatanya, berhasil. Kaset, CD sampai pun keabadian telah mati. Berpijak pada logika ini, maka dustri kultural berbeda benar dengan mantram para video klip Beatles laku keras. Beatles hidup bisa ditarik satu analog bukankah hampir semua un- "pawang hujan", beda benar dengan seledetnya seni kembali. Sekaligus membuktikan, dunia kini me- sur dalam seni tradisi Bali adalah wakil dari pilihan Bali, yang larisnya justru karena tidak dengan hi- elitisme tempo dulu yang kemudian menjadi citra tungan industri kultural. Tetapi dengan semangat be- noleh pula pada citra keabadian. Dan anehnya pilihan masyarakatnya. Walau kemudian dalam banjaran. justru diwakili oleh dunia seni pop. Yang perkembangan selanjutnya pilihan kaum elite itu barangkali bagi kubu klasik menilai, betapa berkembang menjadi seni massa. Toh pada mustahilnya seni pop menjadi abadi. Maka tak heran, bila kini semua seni kalau ingin hidup (sebaiknya) berpaling ke industri kultural. CXXXXXXXXXXXXX) CITRA abadi selalu datang dari kaum elite, kaum seni mapan. Dan barangkali bolehlah dikaji dengan tidak dengan mengerutkan kening. Bahwa menurut McHale dalam sebuah esainya yang dikutip dengan manis oleh Alvin Toffler, (Kejutan Masa Depan: 161), "Seluruh kaidah penilaian sastra dan seni yang tradis- ional... cenderung memberi nilai yang tinggi pada ke- abadian, keunikan, dan nilai universal yang lestari pada artifak pilihan."-Standar estetis yang demikian itu, lanjutnya, cukup memadai dalam alam benda keraji- nan tangan dan zaman dimana sejumlah kecil kaum elite menentukan pola selera masyarakat. Namun, kata di standar itu sama sekali tidak mungkin memadai untuk dikaitkan dengan situasi kita dewasa ini, dimana ban- yak artifak diproduksi, disebarkan, dan dikonsumsi secara massal. Produk itu mungkin identik, atau hanya berbeda secara marginal. Sampai berbagi tingkat ter- tentu, benda tersebut dapat dihabiskan, dapat diganti, dan tidak memiliki suatu "nilai" yang unik atau "ke- benaran" yang intrinsik. akhimya, ketika perubahan zaman dan kema- juan teknologi menerjang di semua lapisan sos- ial ekonomi masyarakat, tontonan televisi tum- buh menjadi pesaing kuat dalam apa saja yang dijual dalam taktis dagang industri kultural. Seni tradisi akan (baru ditawarkan) bisa menjadi bagi- an penting dalam kemarakan industri kultural. Tentu dengan bantuan teknologi, televisi dan sumber daya manusia yang mengelolanya. Se- muanya kok begitu manis dalam obrolan. Sep- ertinya, besok semuanya akan bisa akan mengikuti sukses Beatles dan bahkan mengikuti kelaris-manisan telenovela di televisi. Sampai di sini, tentu saja seni tradisi butuh cermin besar untuk menonton televisi dan juga membaca hitung-hitungan industri kultural. Karena kini di Bali, lakon seniman yang ber- salaman dengan industri pariwisata, mau tak mau membawa akibat. Salah satunya adalah suatu kenyataan bahwa kini banyak "artis-artis" kita tidak lagi bekerja untuk sejumlah kaum elite, dan sudah barang tentu mereka tidak mengang- gap serius gagasan bahwa keabadian adalah suatu kebajikan. Berbeda dengan spirit, yang menjadi "isi" seni tradisi Bali, yang berkembang lanta- ran motivasi yang dihembuskan oleh kaum elite, menuju seni massa tetapi strateginya, langkah dan kiatnya adalah abadi. Itu sebabnya, seni tra- disi masih tetap hidup dan sanggup lu- wes keluar-masuk menjadi bagian "konsumsi" keseharian masyarakat Bali. Dan kalaupun kini, katanya, kon- disi seni dan senimannya sedikit mem- prihatinkan apalagi kalau dibandingkan John Lennon yang milyader saat ditem- bak penggemarnya, maka dibutuhkan kemasan (baca:strategi) baru untuk mengelolanya, yakni langkah-langkah Logis, bila menuju industri kultur "beberapa" tokoh Bali yang perhatian terhadap seni, memperhitungkan logi- ka menuju ke tahap yang demikian. Hanya, akankah itu menolong seni tra- disi Bali, ataukah sebetulnya hanya akan melahirkan, garis-lekuk baru, dan ten- Lalu bagimanakah dengan seni tradisi Bali yang kabarnya "bisa" dikemasi dengan teknologi? Akan kah kelak menjadi lahan makmur bagi apa yang dise- but secara bahasa besar, bagian dari industri kultural? Apalagi bila dibandingkan dengan maraknya budaya menonton televisi, yang ternyata dibangun dari bany- aknya penayangan telenovela dan film-film import. Dan bandingannya, kalau kungfu yang di-dubber itu bisa laris manis lalu kenapa arja, gambuh, drama gong tidak? Apakah tidak terbuka kemungkinan bagi seni tradisional untuk memberikan keuntungan yang luar biasa apabila dikemasi dengan teknologi mutakhir, dipromosikan dengan manajemen modern dan (barangkali) bila di-dubber dengan bahasa yang di- mengerti secara universal? Demikian logisnya, di sana bisa, di sini mengapa tidak. Tinggal memprofesional- kan manajemen yang sudah ada. Pasti bisa. Industri kultural, yang kini ditawarkan bagi seni tra- disi Bali jadi menarik justru ketika dibanding-banding- kan dengan budaya massa. Apalagi ketika menyimak Cok Sawitri Kritik Dalam Kejutan Seni Instalasi temporer yang memanfaatkan ane- kritik tajam. Oleh Budisantoso Budiman MENGGURATKAN sketsa tadi berubah menjadi sebuah karya kemasyarakatan di Lampung lewat seni rupa yang memiliki banyak karya seni rupa instalasi cukup men- makna, menghibur, berhias dan ber- gagetkan banyak orang. Seni rupa cermin dari sketsa masyarakat instalasi merupakan karya seni kon- sekaligus melontarkan sindiran dan ka benda-multimedia yang ber- Hasilnya bisa dinikmati dalam padu sehingga menghasilkan wujud Pameran Lukisan dan Elperimen- tertentu. Sepuluh seniman Lampung tasi Seni Rupa di ruang pamer dan membuktikannya dengan keberani- pelataran terbuka Taman Budaya an membuat gebrakan, mencoba Lampung (TBL) di Bandar Lam- memasyarakatkan seni kontempor- pung, di pertengahan bulan Januari er multimedia yang berbasis pada yang lalu. persoalan kemasyarakatannya. Bagi para seniman, instalasi yang Mereka memanfaatkan segala berpameran di ruang terbuka yang benda yang ada, bahkan barang- di musim menghujan ikut terkena barang yang sudah terbuang, seper- tumpahan air itu, bukan hanya prob- ti kursi reot, kaleng bekas, kayu lem kemasyarakatan yang mampu Di bawah kayu yang kesakitan lapuk, keranda usungan mayat, kar- disketsakan, bahkan kritik tajam dan itu bercecer bibit padi yang seper- tinya juga tak akan berkesempatan ton dan kertas dilengkapi karya sindiran pun bisa mengalir deras. Hutan Rusak tumbuh membesar, terancam mati lukisan atau patung tertentu. Di tangan para seniman yang Contohnya, kerusakan hutan karena tanahnya sudah tak karib bereksperimentasi itu, benda-benda yang sudah parah dan melewati dengan tetumbuhan lagi. Hutan di Lampung memang juga mengangkat isu nasional dan dicapai negara-negara maju, namun Roma Siregar dengan karyanya yang harus ditapaki jalannya untuk "Gila" menggapai kemajuan peradaban Selain isu lokal, para seniman itu dunia yang diimpikan seperti sudah ambang batas, disketsakan secara global. kita juga harus bersaing dengan apik oleh Subardjo dalam "Cerita makin terancam, berbagai belitan Kritik terhadap penyalahgunaan bangsa di Asia sendiri, Afrika mau- Tentang Hutan". Pelukis yang lahir persoalan terus menghantui. Pada- tahun 1958 dan gencar berpameran hal dari hutan itulah gajah bisa ber- wewenang, arogansi kekuasaan, dan pun Amerika. Di luar semua isu dan persoalan sejak 1981 hingga sekarang itu main sepak bola ala Lampung men- korupsi yang marak akhir-akhir ini, memperlihatkan pohon kering ker- jadi terkenal, begitu pula simpanan ditampilkan oleh Atuk Lewat kemasyarakatan itu, ada dua karya seni instalasi yang agak "nyeleneh" ontang yang sakit tengah dibalut aneka satwa dan tetumbuhan unik- "Goro-Goro". Dengan menempelkan potoko- yaitu karya Dana E. Rachmat ("Ek- perban dan diberi infus penyambung indah. Selain Subardjo, sembilan seni- pi berita tentang kritik dari Kosgoro splorasi Imajiner Seorang Dana") hidupnya. Karya yang cukup mencolok man lain menampilkan satu karya yang menjadi headline di harian yang penuh nuansa abstrak dan ima- dan tampaknya menjadi primadona seni rupa instalasi, yaitu Atuk Kompas edisi Kamis, 16 November jiner tanpa bentuk baku yang jelas. Begitu pula "Pembakaran" dengan pengaturan letaknya di ten- (Goro-Goro"), Dana E. Rachmat 1995, Atuk memperlihatkan betapa gah ruang pamer lukisan itu bisa ("Eksplorasi Imajiner Seorang bau asap kemenyan yang terus karya Eddy Suherli yang sungguh- Dana"), Damsi ("Bangun Tidur"), mengepul di bawahnya seperti sungguh menghadirkan peristiwa mudah dilihat pengunjung. dan Eddy Suherli ("Pembakaran"). membakar dan kian memanaskan kebakaran dengan kayu dan tumpu- Juga tampil Bambang Suroboyo berita tadi. kan kaleng yang terbakar mengepul- ("Nyigau"), Igoen Gunamo ("Sen- Di sela potongan berita itu, tam- kan asap. Ada lagi karya yang agaknya da Gurau"), Joko Irianta ("Seusai pak pula lukisan, tokoh pewayangan Hajatan"), Yen Joenaidy ("Dilem- Buto Cakil yang agaknya menampil memiliki nilai simbolik dari Igoen ma di Sudut Simalakama"), dan kan wajah kekuasaan, dan ditata apik Gunamo, pematung yang juga pe- di bawahnya tokoh punakawan Se- lukis yang sering mendapat pesan- mar sebagai simbol rakyat kebany- an lukisan tokoh atau pejabat. akan. Pergeseran Estetika Cerpen-cerpen Gde Aryantha Soethama Kalau dibiarkan, akankah Buto Cakil memangsa Semar dan bisa berbuat semena-mena seenaknya. SAJ MIN ●I Ketut Suwidja TERMINAL UBU Agus Saudaraku Agus Agus Vrisaba Di sini terminal pember Terminal awal tancap ga dengan kaki kaki ku atau gemetar Perseneling disintuh dengan tangan tangan Saudaraku Agus merenungkan perjal semoga tanpa akhir kata penyanyi pop k Sementara aku merenur apa saudaraku sowan ke Gunung Ardilaya mendengarkan sebuah lagu gaib tersembunyi bagaika kegaiban hatimu kini Karet Tanah Kusir Menyapa mereka yang dibelenggu keadaan dunia nyata dan akl Aku menuntunmu dan mengikuti jejakmu kemanapun Saudara Memandangi celanamu yang longgar dan topi peneduh dengan bekal ala k ketika memasuki hutan cemara Kunang-kunang kemer dan sinar sinar war menyusuri pandang ketika aku menelus dalam desah bagai atau semak dan ran bagai himbauan an di hutan hutan beto Tawangmangu dan Agus Saudaraku Agus Agus Vrisaba Malam gerah dan mala di terminal ini sam dibentuk oleh kead Menurut sekehendak-h bakul jamu atau w atau perempuan gedongan sama saj sebagai mahluk te terinfeksi oleh zam Senantiasa tak pua seperti berkah disar Kini hatimu perih mendengarkan lantunan lagu lirih dari Warung Nasi R Sementara sopir so dan kenek kenek abg terkencing kencing di ban ban mobil sama saja Mengantar gelisah menggerakkan kak ke mana saja ingin IDK Raka Kusum PESTA PURN menari dalam cahaya kami menyanyi bahagi di tangan kanan bulan di tangan kiri bumbung mengitar purnama pesta! kami pesta! pesta ini wahai! pesta dewa mabuk ketika pu siapa mengusik kami jadi bulan mabuk diguyur tuak dari man pesta! kami pesta! menari dalam cahaya kami menyanyi bahag sampai purnama menj kami sampai kami pur pesta! kami pesta! RANTANG maka diantar itu dibiar ali. Walau sehari rutnya belum mer akan dimakan dan dimin barang yang ia prioritaska jok kamar (tangan kirinya .-dat sedangkan yang sebelah lagi tergele- tak Kini mereka berusaha makin Alemas di atas lutut) Senyum Keranda Igoen lewat "Senda Gurau" bu- kan menampilkan tawa dan senyum, Demi Rupiah melainkan mengedepankan keran- Fenomena beban berat yang da pengusung mayat berbalut kain PERGESERAN estetika cer- adalah cerpen ringan (tetapi tidak antha tidak berlatar budaya etnik jang pariwisata oleh investor luar. yang singkat, dinamis, tanpa men- mendadak. Prosesnya sudah mu- harus bisa dipikul manusia demi beralaskan tikar, lengkap dengan Oleh Darma Putra Kisah konflik generasi muda den- inggalkan kesan keindahan. Kare- lai sejak pertengahan 1980-an, lembaran rupiah juga disketsakan payung penahan panas yang siap pen-cerpen Gde Aryantha Soetha- pop, tidak cengeng). Dalam ked- Bali. Masalah yang diungkapkan ma terjadi dengan jelas dalam dua ua kumpulannya, kekhasan cerpen pun bukan masalah etnik Bali teta- gan generasi tua karena sebab- na ceritanya tentang adat, sosial, ketika dia mulai menulis kolom oleh Yen Joenaidy dalam "Dilem- berangkat membawa sang mayat ke kuburnya. dekade terakhir ini. Cerpen-cer- Aryantha terletak pada gagasan- pi masalah manusia pada umum- cara tentang dinamika pemban- sebab kesenian tradisional yang budaya Bali, kosa kata dan kon- tentang adat, budaya, agama di ma di Sudut Simalakama." Yen yang sebagai pelukis pemah "Senda Gurau" di keranda karya pen yang ditulis periode 1980-an, nya yang segar, naif, dan terk- nya, cinta, sedih, dan pengalaman- gunan pariwisata di pulau terse- sakral, terungkap dalam cerpen sep budaya Bali banyak masuk. koran Karya Bhakti dan Bali Post seperti terlihat dalam kumpulan adang aneh menurut ukuran kebi- pengalaman hidup. but yang membuntungkan nasib "Terompong Beruk". Generasi Secara keseluruhan istilah-istilah Tahun 1985, Bali Post edisi Ming- beberapa kali pameran di Lampung, Igoen hendak mempertentangkan cerpen "Daerah Baru" (1984) dan asaan padahal sebenarnya tidak. Ketiga, cerpen Aryantha yang penduduk. Novelet Suzan (dimuat muda menjual terompong yang itu bisa menyatu, tidak menggang- gu, muncul dengan rubrik "Se- Jambi, dan Pekanbaru itu menampil kenyataan kehidupan yang penuh hari-hari" (hal. 2), rubrik dengan kan sosok lelaki dewasa bertopi ko- kepalsuan, senyum di antara kepedi- "Tak Jadi Mati" (1984), kebany- Secara umum ciri-ciri cerpen ditulis era 1980-an tampil dengan majalah Sarinah, Juli-Agustus tidak fungsional itu dan hendak gu kelancaran cerita. Mengapa Bergeser? tulisan interpretasi terhadap adat, piah merah-putih yang terlihat men- han yang sehari-hari mendera menu- akan mengungkapkan konflik du- Aryantha tahun 1980-an adalah bahasa yang sangat lancar, men- 1988) juga merupakan perkecual- membeli gong kebyar untuk per- Pergeseran estetika itu terjadi budaya, dan agama Hindu. Tahun gangkat beban di pundak, bahu, dan sianya. nia domestik umum yang bisa ter- sebagai berikut. Pertama, struk- galir, jernih, dan gampang di- ian karena berbicara tentang situ- tunjukan turis. Semua karya seni instalasi mul- Beberapa ciri dari cerpen-cer- baik karena sebab-sebab personal 1986 rubrik tersebut menjadi tangannya sekaligus. jadi di masyarakat mana saja, se- tur cerita sangat sederhana. Semua tangkap tanpa kehilangan rasa in- asi sosial Bali dalam berinteraksi Padahal kedua kakinya terikat timedia yang berbaur dengan pulu- dangkan cerpen-cerpennya yang cerita memiliki konflik yang tung- dah. Kalimatnya singkat-singkat, dengan dunia modern lewat salu- pen periode 1990-an ini adalah maupun karena alasan sosial. Per- "Oh, Bali" (hal. 3), isinya sama sebagai berikut. Pertama, struk- tama, sebab sosial ditandai karena disajikan dengan gaya sastra, rantai besar. Dia pun harus berjalan han lukisan koleksi Roma Siregar ditulis periode 1990-an seperti gal. Tak ada yang berbelit-belit, jitu mengekspresikan pikiran dan ran pariwisata. yang dimuat Kompas ("Tembok tidak ada yang rumit, kompleks. perasaan. Di sinilah kelebihan Ciri Umum tur cerita kompleks, tidak linier. pada era 1990-an Bali kerap digon- menyajikan topik-topik menarik; di lampu merah dengan tanah ber- di TBL itu, terasa sekali mengejut- Puri", "Mandi Api", "Mati Salah Cerita bermula dengan penge- Aryantha sebagai pengarang. Cerpen 1990-an Konfliknya banyak, susul meny- cang isu atau konflik sosial yang dari isu sosial budaya kecil terlu- batu yang tajam siap manusuk, dan kan dunia seni rupa di Lampung. Selama ini, perupa Lampung Pati") mengungkap kisah aneka nalan tokoh atau persoalan, lalu Kelebihan ini masih terbukti Awal tahun 1990-an Aryantha usul, sehingga lebih semarak dan berkaitan dengan adat, dampak pakan sampai masalah kasta yang di kakinya nampak pula lukisan konflik yang merefleksikan situ- menanjak dengan adanya konflik, dalam cerpen Aryantha yang dit- banyak menulis cerpen, beberapa memikat. Konflik demi konflik pariwisata, dan polemik tafsir aja- peka. Tulisan kolom seperti "Oh, mungil nisan kuburan yang seperti memang dinilai mulai melangkah asi sosial Bali dewasa ini. Perbe- dan berakhir dengan berakhirnya ulis era 1990-an. Dia tidak men- di antaranya muncul di Kompas. bermunculan. Konflik satu usai ran agama yang terjadi secara koin- Bali" sempat diteruskan lewat mengingatkan bahwa sosok itu siap maju menyejajarkan diri dengan penyair maupun seniman tari yang daan yang terang terasa dari sana konflik. Persoalan selesai atau galami kesulitan apa pun dalam Cerpen "Tembok Puri", misaln- konflik lain yang berkaitan mun- sidental. Masalah tersebut banyak rubrik "Bolak Balik Bali" yang mencapai maut. Zaman yang edan, disketsakan sudah melanglang ke kancah nasion- adalah, cerpen dekade 1980-an dilepas tanpa solusi. Alur cerita menuangkan idenya dalam bahasa ya, mengisahkan duka hati Kadek cul. Cerita banyak yang meng- muncul di media massa. Ada berita dimuat harian Nusa Tenggara mengungkapkan tema umum, uni- lancar, tidak rumit, dan cenderung Indonesia, sebuah kelebihan yang Sumerti setelah menikah dengan gunakan teknik sisipan petanda anggota banjar yang ditolak men- mulai tahun 1994 (1996 hilang oleh Rome Siregar yang dikenal se- al maupun mancanegara. bagai kolektor seni rupa sekaligus versal, bisa terjadi di mana dan mudah diikuti. Penerapan teknik dimiliki karena dunia kewar- Anak Agung Ngurah Parwata adanya flash back (sorot balik). gubur mayat di kuburan, ada yang lagi). Perkembangan atau perubah- pimpinan Sanggar Seni Sakti Asri maju dengan membuktikan dirinya pada siapa saja, sedangkan cerpen sorot balik yang ringkas-ringkas tawanan yang ditekuninya. karena perbedaan orientasi kelu- Konflik dan plot yang kompleks kena sanksi sepekang (tidak diajak bisa menampilkan karya hasil eks- era 1990-an kontekstual dan nya- tidak membuat cerita menjadi ru- Dua naskah drama yang diter- arga mereka masing-masing ten- itu membuat tema tergarap secara ngomong oleh warga desa), ada an konsep kepengarangan meru- Graha Bandar Lampung. Di mata Rome, kegilaan tergam- perimentasi seni rupa. ta merefleksikan situasi sosial mit. Dalam beberapa hal cerita bitkan sendiri yang berjudul tang kasta. Masalah kasta juga dalam, sehingga cerita tidak tera- petani yang kecewa tanahnya diam- pakan hal yang biasa. Pada ka- Menurut Eddy Suherli yang juga terasa sangat ringan atau encer. "Langit Dibelah Dua" (1984) muncul dalam cerpen "Bohong" sa ringan, encer namun padat dan bil untuk proyek pariwisata, dan sus Aryantha, langkah untuk bar dalam "Gila" yang menampilan Kedua, tema dan latar cerita yang memuat "Langit Dibelah yang mengekspresikan perilaku serius. seterusnya. Sebagai wartawan dan menulis cerita yang lebih sosok bertopi ala militer yang ber- ikut berpameran, pada tahun 1989- Cerpen 1980-an bersifat umum, artinya tidak se- Dua" dan "Pulau Penyu" juga basa-basi dalam menghormati or- Kedua, tema cerita serius, sastrawan, kepekaan Aryantha kongkret dengan latar belakang jalan di himpitan tumpukan berita an, sedikitnya sudah ada keberani- Dalam kumpulan cerpen cara khusus menyandarkan cerita bertema masalah umum. "Langit ang yang merasa berkasta tinggi, gaya realistik, dan latar (setting) tersentuh. Dia sadar bahwa ada ban- sosial Bali yang jelas terbukti tentang Ramalan di Tahun Tikus an dari tiga seniman di sana untuk "Daerah Baru", Aryantha Soet- pada kultur Bali atau adat tradisi Dibelah Dua" mengungkapkan Cerpen "Mandi Api" dan "Joged jelas-jelas Bali, merefleksikan di- yak persoalan dalam masyarakat memberikan arti positif. Karya- 1996 bahwa banyak orang akan jadi mencoba menampilkan eksperi- mentasi seni itu, namun mandek hama menulis cerpen berjudul etnik tertentu. Semua cerita terke- kisah seorang gadis bernama Ikun Timuhun" berkisah tentang peno- namika sosial budaya, adat, dan Bali yang selalu aktual, yang selalu karyanya mendapat perhitungan gila. secara nasional, terbukti terpil- Selain kliping dari harian Kompas, kemudian. "Anak" yang mengisahkan kon- san bisa terjadi di mana saja, pada yang takut menghadapi masa lakan warga desa terhadap inter- tradisi masyarakat Bali dewasa mengundang tanda tanya. Kedua, sebab personal ditan- ihnya cerpen "Mati Salah Pati" Rome juga mencuplik berita di hari- Kini sekitar tujuh tahun selepas- flik suami-istri tentang anak. Si siapa saja. Kesan itu diperkuat depan. Drama "Pulau Penyu" di- vensi dan eksploitasi potensi desa ini. Pelaku-pelakunya orang Bali. istri (Siki) rindu sekali akan anak juga dengan nama-nama tokoh lukiskan di Pulau Serangan, meru- (kesenian dan panoramanya) un- Ada tokoh bernama Pekak dai dengan makin matangnya Ary- dalam antologi "Lampor" (Cer- an satu-satunya di Lampung, Lam- nya, seni kontemporer multimedia yang lahir dari rahimnya, sedang yang umum, seperti istri, suami, pakan perkecualian, karena berbi- tuk pembangunan fasilitas penun- Landuh, Ketut Saplug, Anak antha Soethama sebagai penga- pen Pilihan Kompas, 1994); juga pung Post dan surat kabar mingguan di Lampung bangkit kembali meraih impiannya untuk tak kalah unjuk kan si suami (aku), berfikiran bah- Sardan, Rangkid, Rat- Agung Ngurah Parwa- rang sejalan dengan pengalaman- secara internasional; "Seekor setempat, Tamtama. DALKAM Tampak mencolok judul berita gigi dengan seniman instalasi na- wa anak itu bisa juga berupa se- na, Latif, Kadir, Nar- ta, Made Sumerti, nya membaca, bergaul dengan Ayam Panggang" dan "Tembok buah perusahaan, yang lahir dari ti, Wati, Bram, Sisi. Nyoman Sasih, orang luar, dan menyaksikan lang- Puri" diterjemahkan ke dalam "Wanita, Alkohol, dan Judi di Ban- sional yang sudah dikenal kondang BARU Pedanda Pemogan, sung berbagai gejolak budaya di bahasa Inggris di Australia ber- jar Lampung" Tamtama serta di negeri sendiri maupun di man- gagasan. Dalam kumpulan cerpen Namanya tidak khusus Tak Jadi Mati", dia ada menu- Bali (Made, Nyoman, Wayan Rindjin, Made masyarakat Bali. Ketika muda, sama karya Putu Wijaya, Budi "Jamu Galian Disiplin": Ces pleng canegara. Ledang, Ketut Geria, semasih menjadi mahasiswa, dia Darma, Leila S Chudori, Nh bila diminum 10 botol sehari seu- Kepala TBL, H. Mentosir, BBA, lis cerpen "Sehat-sehat" (1982) Ida Bagus....). Walau- mur hidup yang merupakan iklan berpendapat pameran yang menja- yang mengisahkan konflik-konf- pun ada nama Bali dan seterusnya. Nuan- tidak memilih menulis cerita se- Dini, dan lain-lain. Aryantha sudah memasukkan layanan masyarakat tentang Gera- di kesempatan berdialog antara sen- lik suami-istri tentang keadaan seperti Ketut Kacut sa Bali sudah tersirat rius yang mengangkat persoalan sehari-hari. Si suami dikisahkan (nama alias Aryantha dari judul cerita seper- adat di Bali, barangkali karena diri dalam fashion karya realis- kan Disiplin Nasional (GDN) kerja iman dan masyarakat itu disadari mengatakan istrinya sakit saat sekarang), nama itu ti "Kubur Wayan pengetahuannya untuk itu belum tik, serius, kontekstual. Naman- sama harian Kompas dengan Forum masih memiliki banyak kekurangan. "Namun semuanya diharapkan bisa berbasa-basi dengan kawan la- hanyalah nama biasa Tanggu", "Mati mencukupi, lagi pula masalah itu ya pun terangkat. Melihat kuat- Indonesia Advertising. Rome seperti mempertanyakan dimanfaatkan sebagai kegiatan manya, padahal si istri sakit ber- yang tidak mengand- Salah Pati", "Tembok tergolong sensitif. Makin banyak nya pengaruh lingkungan Bali Puri", dan seterusnya. buku yang dibaca, makin banyak pada karya-karyanya yang tera- bisakah ditemukan jamu ces pleng banding dan inovasi perjalanan mau- baring di rumah. Istrinya pun ters- ung muatan sosial ter- Ketiga, dalam hal bergaul dengan orang non-Bali, khir, tampaknya Aryantha akan untuk benar-benar menegakkan di- pun kegiatan seni rupa di Lam- inggung menuduh suami tidak ju- tentu. Latar atau set- pung," katanya. ting cerita bahasa dan gaya ber- makin banyak terjadi gejolak aki- tetap berada di jalur sastra kon- siplin nasional. jur. Isu global sendiri, diguratkan Persoalannya adalah, apakah Nada dasar cerpen dalam ked- demikian. Penyebutan tutur, Aryantha tampa- bat interaksi nilai modern dan tr- tekstual Bali. Sukses sastrawan knya tetap kuat. Ke- adisional di Bali, makin terasah Panji Tisna, Nyoman Rasta oleh Bambang Suroboyo, seniman eksperimentasi yang cukup berani ua kumpulan di atas sama, yakni nama kota Denpasar jernihan bahasanya kepekaan Aryantha untuk menu- Sindhu, Putu Wijaya, adalah lukis pemilik sebuah pondok seni dari puluhan seniman Lampung itu sama-sama berbicara tentang du- hanyalah sebagai masih menonjol seh- lis dinamika tersebut. karena karya-karyanya yang ber- ynag sehari-hari sering tampil ek- bisa diimbangi dengan apresiasi nia domestik, masalah rumah nama, tanpa muatan Proses Ancang-ancang bicara tentang akar kultur sentrik itu, lewat "Nyigau", masyarakat, mengingat banyak yang ingga cerpen-cerpen- tangga, hidup bertetangga, sosiologis yang spesi- nya enak dibaca, ter- Pergeseran konsep estetika masyarakat Bali. Akankah Ary- Peta bumi Indonesia terpampang bertanya-tanya wujud apakah yang masalah persahabatan. Cerpen- fik. Pendek kata, cer- ungkap dalam bahasa Aryantha tidak terjadi secara antha bisa menyusul mereka? dengan anak tangga di bawahnya dilihat mereka. cerpen dalam kedua kumpulan itu pen-cerpen awal Ary- Bali. Ciri Umum juga Mandi Api LANGIT DIBELAH DUA SARLANTRA NETRU Gde Aryantha Soethama JADI MA TAK " ia asyik mengu- nyah alur pikiran- nya dan menelan apa saja yang se- dang ia Kamar 13 Pe Peng satu ini masih berusia tiga p bilan tahun ia mesti dikuru pamannya sendiri akiba warisan. Enam bulan waktu selama itu pula pada kepasra jalanan nasib. Mau berkomer telanjur menjadi bubur. Da peristiwa naas itu terjadi id tahu bahwa bakal jadi seor wa ia akan hidup di penjara Di sanalah waktu berhenti li harus berakhir karena sega kabut. Kehidupan di luar te ditelan sebagai komik; dunia yataan yang sama sekali ha Kenyataannya hanyalah apa rinya di dalam kurungan. Itu Lembaga Pemasyarakatan. Lelaki kurus bermata ce 2cm Color Rend Rendition Chart