Tipe: Koran
Tanggal: 1996-02-18
Halaman: 10
Konten
4cm HALAMAN 10 Bali Post A PRESIASI Minggu Pon, 18 Februari 1996 Minggu Pon, 18 Februa Kelir AA Brahmana Jaratkaru yang Suka Menolong BERDASAR- KAN cihnakatha Sang Hyang As- tadasaparwa dalam pem- bahasan materi cihnakatha pe- wayangan, ter- kandung unsur atita dan anaga- ta, sehingga bila kurang cermat akan menimbul- kan kebingun- gan. Hal itu dis- ebabkan oleh pengungkapan unsur dan ma- Leluhur Bhagawan Jaratkaru yang tergantung di teri tampil sep- puncak bambu petung, karena putus keturunannya, erti cerita untuk melaksanakan pitrapuja berbingkai. Tetapi gaya penulisan Sang Hyang Bhratakatha itu memiliki alasan, yakni agar cihnakatha menjadi runtut. Begitupun tulisan peway- angan yang disajikan dalam beberapa bu- lan ini, seperti berbingkai pula, agar riwayat dan cihnakatha para Naga menjadi runtut pula. Ada seorang brahmana bernama Jarat- karu. Jaritik sayam ity dhuh. Jarat, berarti; keruntuhan, karunikasyatad bhayam artin- ya, berbudi belas kasihan, selalu memberi pertolongan kepada orang lain, terutama kepada orang yang berada dalam keadaan susah dan ketakutan. Uniknya, Brahmana Jaratkaru sendiri memiliki postur tubuh yang menakutkan, sehingga menakutkan siapa saja yang melihat dirinya. Akan teta- pi penampilan Brahmana Jaratkaru itu, yang menakutkan agaknya sesuai dengan watak pengeleburnya. Dikisahkan kini, teringatlah dia kepada dirinya, yang bernama Jaratkaru, takutlah dia akan kesengsaraan hidup. Karena itu, sejak kecil dia selalu bertapa. Di waktu Maharaja Parikesit dikutuk Bhagawan Srunggi, agar digigit Naga Taksaka, di saat itu pula Bhagawan Jaratkaru mendapatkan anugerah Hyang Widhi, dapat pergi ke se- gala tempat, kemana pun dia mau. Bah- kan sampai ke tempat suci dan kahyan- gan pun dia dapat mencapainya. Demiki- anlah, hingga suatu ketika, Bhagawan Jaratkaru bepergian, dan sampailah dia ke Ayatanasthana, tempat yang berada di antara Neraka dan Sorga. Di Ayatanast- hana inilah tempat penyeleksian atman, berdasarkan amal perbuatan semasa hidupnya di madyapada, untuk ditentukan vonisnya, apakah atman bersangkutan akan masuk sorga ataukah neraka. Dikisahkan, tatkala Bhagawan Jaratka- ru lewat di kawasan Ayatanasthana, tam- pak olehnya atman leluhurnya yang kurus kering tergantung di bambu petung, yang pangkalnya sedang digigiti oleh banyak tikus. Saat itu Sasih Kankang (musim ke- marau yang berkepanjangan), sehingga atman leluhurnya yang kurus kering itu menjadi amat kehausan. Sedangkan di bawah pokok bambu petung (Dendrocala- mus asper) itu, menganga jurang yang amat dalam dan di dasar jurang itu, tam- pak samar-samar air terjun yang menjadi anak sungai yang mengalirkan air jernih menyejukan. Tetapi anak sungai itu, penuh dengan bebatuan yang mengerikan, seh- ingga kalau pokok bambu petung itu tum- bang karena terus digigiti tikus, atman-at- man yang tergantung di puncak bambu pe- tung akan jatuh ke dalam jurang. Betapa tergiris hati Bhagawan Jaratkaru menyaksikan keadaan atman leluhurnya, yang tersiksa dengan keadaan yang amat mengerikan. Pada waktu itulah Bhagawan Jaratkaru, bersembah: BPM menganga ju- rang yang tak terduga dalamn- ya?" Lanjut sem- bah Bhagawan Jaratkaru "Keadaan Bhat- ara Kawitan yang seperti ini, amat menggiris dan menyakitkan hati hamba sebagai warih Bhatara Kawitan. Kalau boleh, hamba akan menolong dan membebas kan Bhatara Kawitan semua dari keadaan yang mengeri- kan ini. Sejak kecil (kanak-kanak) sampai saat ini, hamba terus melakukan tapa sa- madi, sehingga berhasil mendapatkan anugerah Hyang Widhi. Demi mencapai keberhasilan tapa dan samadi itu, sampai saat ini hamba tetap melakukan suklabrah- macari, tidak pernah beristri dan berputra." Tambah sembah Bhagawan Jaratkaru, "Tetapi bila begini kenyataannya, seolah- olah tapa samadi hamba tidak menjadi tang- gungan penebus dosa leluhur hamba dan hamba sendiri. Demi membebaskan leluhur dari keadaan neraka seperti ini, serta dapat pula pulang ke Sorga, hamba rela menyer- ahkan separuh dari hasil tapa samadi ham- ba, sebagai sadhana penebus Bhatara Kaw- itan, agar dapat pulang ke Sorga bersatu dengan atman leluhur lainnya." Demikian Bhagawan Jaratkaru mengakhiri sembahy- ang kepada atman Bhatara Kawitannya, yang tergantung di puncak pokok bambu petung itu. Menanggapi sembah Bhagawan Jarat- karu, Bhatara Kawitannya, berkata "Ya, ter- ima kasih atas kehendak budi baik anda itu. Tetapi perlu diketahui, sebabnya kami men- derita seperti ini, karena keturunan kami putus. Tidak ada yang melaksanakan ke- wajiban pitrapuja. Lanjut Bhatara Kawitan Bhagawan Jarat- karu menjelaskan, "Ada warih (Pretisantana) hamba, yang abhineka Bhagawan Jaratka- ru, sejak kecil sampai saat ini terus melaku- kan tapa samadi, sehingga berhasil menda- patkan kebebasan (moksha), sehingga dia dapat pergi kemana saja. Tetapi kalau han- ya dengan hasil tapa samadi itu tetapi tan- pa keturunan suputra yang melanjutkan tu- gas dan kewajiban pitrapuja, tidaklah dapat membebaskan leluhurnya dari neraka. Sep- erti nasib kami ini, leluhur (Bhatara Kawi- tannya) tergantung di puncak pokok bam- bu petung." Lanjutnya, "Kalau dapat, tolong sampai- kan kepada Bhagawan Jaratkaru, agar dia mau beristri dan berputra suputra sehingga kami bebas dari Ayatanasthana ini, sehing- ga dapat pulang ke Sorga bersatu dengan atman leluhur yang lainnya." Demikian Bha- tara Kawitan Bhagawan Jaratkaru menga- khiri keterangan dan permintaannya. Men- dengar keterangan dan permintaan Bhat- ara Kawitannya seperti itu, maka Bhagawan Jaratkaru, bersembah, "Baiklah Bhatara Kawitan semua. Hamba inilah Bhagawan Jaratkaru, warih Bhatara Kawitan. Kalau itu menjadi persyaratan, agar dapat pulang ke Sorga, hamba akan menikah untuk menda- patkan putra suputra, yang kelak melanjut- kan tugas-tugas pitrapuja, sehingga Bhat- ara Kawitan dapat pulang ke Sorga, bersatu dengan atman leluhur yang lainnya. Tetapi, tunjukkanlah jalan, agar hamba mendapat- kan seorang istri yang namanya sama pula, yakni Jaratkaru. Kelak dari dialah akan lahir seorang suputra, yang akan dapat meneb- us leluhur dari alam neraka, dan selalu me- nolong makhluk yang kena hukum dari raja, dalam hidup dan kehidupannya di madya- "Bhatara Kawitan, apakah kiranya yang menyebabkan Bhatara Kawitan tergantung di puncak pokok bambu petung, yang pangkalnya terus menerus digigit tikus-tikus pada." siang malam, sedangkan di bawah sana Ngurah Oka Supartha T Pameran Lukisan Dosen STSI di Museum Neka Warna Lokal yang tak bisa Diabaikan ak sampai di situ saja, tahun 1976 Universitas Sebelas Maret mela- hirkan pula jurusan seni murni. Sederetan perguruan tinggi seni juga bermunculan di Padang, Medan, Ujungpandang, dan Den- pasar. Ada pun di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar agaknya masih tergolong muda. Jurusan seni rupa, setelah Pro- gram Studi Seni Rupa dan Desain (PSSRD) Unud, berdiri sejak tahun 1989 lalu. Suatu usia yang masih tergolong muda. Gaung mereka pun belum banyak didengar. Belakangan ini, ketika para pendidik rajin ber- pameran di ibu kota, kecenderungan itu pun meram- bah ke pelosok daerah. Dosen-dosen pameran di Bandung, Surabaya, Malang hingga di Bali. Agaknya, dosen yang juga berpredikat sebagai seniman ini tak bisa melepaskan naluri berkary- anya. Setiap saat pasti lahir karya-karya yang penuh inovasi, sebagaimana ilmu yang mereka peroleh di perguruan tinggi seni terdahulu. Kecenderungan berpameran di kalangan pen- didik seni rupa tersebut bergema pula di Bali. Ter- catatlah nama-nama yang telah mempunyai jam terbang pameran cukup tinggi, di antaranya Nyo- man Gunarsa, I Nyoman Marsa, Bendi Yudha, Murdana, Cok Mas Astiti, Rai Kalam, Rinu, Sukaya, Ebi Hutagalung, dan Wayan Karja. Mere- ka tak hanya berkutat di Bali, tetapi juga meram- bah Jakarta, bahkan luar negeri. Akhirnya Sabtu (17/2) kemarin, 23 pengajar STSI Denpasar mengawali aktivitas seni tahun ini dengan barpameran di Museum Neka, Ubud. Se- belumnya, mereka juga telah meraih sukses den- gan berpameran bersama di Galeri Rudana, Desember hingga Januari lalu. Karya-karya yang diketengahkan perupa muda itu berupa lukisan, relief, dan patung. Jumlahnya sekitar 60 buah karya. Debut mereka kali ini benar-benar patut diberi acungan jempol. Kendati rata-rata masih muda, karya-karya dosen STSI Denpasar ini sungguh mengejutkan. Boleh dibilang lain dari yang lain. Kendati sibuk mengajar, mereka tampaknya aktif berkarya. Buktinya pameran di Museum Neka ini. Kehadiran karya cukil Saryana berjudul "Topeng" misalnya, menyajikan kematangan. Rona-rona wajah manusia dikawinkan sehingga membentuk komposisi yang padat. Sejumlah tan- gan berpacu seolah-olah ingin menggapai kepi- awaian Saryana. Sedangkan I Wayan Karja mempunyai kelebi- han imajinasi. Lukisan "Gerak Tari Topeng" dis- ajikan benar-benar bergerak. Ada wajah mener- awang dan gerakan tangan yang ekspresif. Sama juga halnya dengan karya Drs. I Wayan Mudana yang menggambarkan badai. Suasana yang diha- KETIKA sanggar-sanggar dan organisasi kesenian merebak, setelah Indonesia merdeka beberapa tahun silam, kelahiran lembaga- lembaga pendidikan seni di tanah air tampaknya tak bisa diabaikan. Tumbuhnya Fakultas Teknik Universal pada tahun 1947 dengan pengajaran seni rupa di Bandung (kini ITB) sebagai buktinya. Tahun 1950 di Yogyakarta lahir pula Akademi Seni Rupa Indonesia. Yang lain juga mengikuti, seperti Akademi Seni Rupa Surabaya dari tak ketinggalan di Jakarta, berdiri Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). dirkan benar-benar bergejolak. Alam seakan-akan berputar disapu keganasan alam. Warna dan ko- mposisi yang menyatu, menggiring mata kita pada suatu gerak dinamis. Berkaitan dengan hari valentine, Drs. Ketut Murdana menyertakan karya "Kasih Sayang". Warna yang sejuk nyatanya melahirkan kesan yang tenang pula. Dua wanita saling berpelukan, yang digambarkan Murdana, menyiratkan kita pada naluri kaum hawa yang memang bertaburan kasih sayang. Kepiawaian wanita juga ditonjolkan oleh Drs. I Wayan Kondra dengan menghadirkan "Pe- nari Legong" dan Drs. I Made Mertanadi menyu- guhkan "Akivitas Wanita Bali". dipadati wajah-wajah yang menerawang dan mam- pu membangkitkan keangkeran. Sementara Drs. AA Gede Yugus menelusuri tentang dunia kehidu- pan. Karya lain yang menyuguhkan keragaman media dalam berkarya adalah "Tri Datu" ciptaan Drs. I Wayan Suardana. Bentuk-bentuk ragam hias yang terkandung dalam bebantenan Bali dituang- kan ke dalam bidang datar, sementara bingkainya yang berukir membatasi Tri Datu tersebut. Suatu kreativitas yang menawarkan kebebasan dalam berkarya seni di zaman modern ini. Karya lain yang patut diberi catatan adalah "Bersemi" karya Mertana Mandala, "Relief Wayah-wajah Manu- sia" nya Drs. Nengah Wirakesuma, dan "Yang Terpilih" ciptaan I Gede Yosef. Selain seni lukis, para dosen STSI juga meny- ertakan karya relief garapan Dra. Ni Kadek Karu- ni bertajuk "Arung Samudera". Juga dipajang patung-patung dengan sontekan tangan yang penuh kreativitas. Kendati pun boleh dibilang 'melenceng" dengan patung-patung karya seni- man Bali lainnya, garapan dosen STSI ini benar- benar menawarkan suatu bentuk yang misterius. Simak saja karya I Made Gerya, S.Sn. dengan "Kekuasaan Alam Misteri", karya I Nyoman Suardina, S.Sn. dengan "Tapa" atau karya I Gus- ti Ngurah Agung Jaya berjudul "Cupak" Menurut pengamat seni Jean Couteau, bagaim- ana pun latar belakang Bali tak bisa terlepas dari karya-karya para dosen STSI ini. Ada kalanya mere- ka mengungkap topeng atau pretime-pretime yang diolah secara dekoratif. Ada pula gambar yang memakai struktur ruang Bali dengan komponen sim- bolis-simbolis. Dan akhirnya ada usaha dari mere- ka mengungkapkan arketif-arketif bawah sadar yang bisa menghantui kebaliannya orang Bali. Hal yang tak pernah berubah, mungkin tam- Jean Couteau menyimpulkan hal yang paling pak pada diri Drs. I Made Bendi Yudha. Alumnus tampak pada pameran tersebut adalah "cengkera- ISI Yogyakarta ini mulai menemukan jati dirinya. man" dunia visual Bali terhadap hampir semua Hal itu bisa disimak pada lukisan "Nyegara Gu- karya. Beberapa seniman tetap melihat Bali se- nung". Bentuk-bentuk geometris dirangkai secara bagai Bali, sedangkan yang lain mencari identi- cermat sehingga terciptalah seonggok bentuk yang tas Bali dalam ramuan simbol atau penampilan menyerupai gunung. Di kakinya, ada riak-riak air sadar atau bawah sadar. Dengan demikian napas- dan di atasnya terdapat planet atau benda-benda napas lokal seolah-olah melekat pada diri seni- luar angkasa. Rata-rata, karya Bendi Yudha me- man dan memang sulit diabaikan. Mereka lahir, mang menonjolkan ketekunan dan keseriusannya besar dan mungkin juga akan mati di Bali. Jadi melahirkan sebuah suasana. Sebagai pecinta alam warna lokal itu tetap melekat pada diri masing- semesta, ia banyak melukiskan keagungan ciptaan masing seniman. Yang Mahakuasa. Ketua STSI Denpasar Prof. Dr. I Made Ban- Kondisi berbeda dihadirkan oleh Drs. I Made dem menambahkan para dosen yang berpameran Ruta dengan "Imaji Pintu Rusak". Suasana gaduh tersebut masih tergolong sangat muda. Mereka pun bercampur sesak mudah ditangkap dari karyanya. berhak mengembangkan kreativitas, tak hanya di Di satu sisi ada warna putih berkontur kelam dan lingkungan kampus, tetapi juga di luar, dengan terkadang menyembul warna kuning tipis yang cara berpameran di galeri atau di museum-muse- justru menambah nilai "magisnya". Kesan sama um. "Selain pemikir, kita juga perlu seniman yang juga terbetik dari karya Drs. I Wayan Gulendra. penuh kreativitas dan mengabdi bagi perkemban- Tamatan ISI Yogya ini banyak menyingkap ek- gan seni rupa di Tanah Air," katanya menambah- spresi topeng. Setiap bidang kanvasnya memang kan. Doflank Suyadnyana KEPIAWAIAN DAN MISTERI Drs. I Wayan Kondra dengan karyanya "Pe- nari Legong" (atas) mengangkat ten- tang kepiawaian wanita, sementara I Made Gerya, S.Sn dengan karya pa- tung berjudul "Kekuasaan Alam Mis- teri. Kedua karya itu merupakan bagi- an dari sekitar 60 karya dosen STSI Denpasar yang dipajang di Museum Neka, Ubud. BPM Hadirnya Burung-burung di Sekitar Wanita A KIBAT penampilan tim kesenian Bali di Paris beberapa waktu lalu, te- lah tersita imajinasi pelukis wanita asal Belanda bernama Therese Steinmetz. Itu terjadi, selama pertunjukan berlang- sung, telah menyibukkan Therese kepada keasyikan mem- buat sket-sket penari legong, yang lincah menari dengan busa- na spektakuler dan menyita ima- jinasinya. Usai menonton per- tunjukan itu, Therese bergegas pulang ke Belanda, mengurung diri di studio, melukis keelokan penari wanita Bali. Nah, hasil imajinasi yang ter- sita itulah, kini berupa tiga lukisan penari Bali yang bersa- ma 21 lukisan aneka wajah ser- ta gaya wanita, dipamerkan di Sanur Beach Hotel. Pameran yang dibuka pakar seni lukis Bali, dr. A.A. Made Djelantik, Jumat pekan lalu itu dan ber- langsung sampai 27 Februari mendatang. LAHIR UNTUK MENJADI SUPERIOR Rp 65 juta (OTR) THE NEW 1000 U CC 328 Pameran Pertama 306 PEUGEOT KUNJUNG 24 SERVIS PRIMA PT. KITA MOTOR PEUGEOT AUTHORIZED DEALER & WORKSHOP JI. Imam Bonjol 234 Denpasar - Bali Telp. (0361) 484976, 483871, 483151 Fax. 483339 C.423 itu sudah pula ber- rade wajah wanita itulah yang wanita dalam kanvas Therese pameran di Belgia, menjadi ciri khas pameran mengesankan citra wanita Prancis, Jerman, sekaligus karya-karya Therese. Timur, agaknya benar walaupun dan Amerika. "Or- Yang menggelitik, mengapa tidak untuk semuanya. Lukisan ang Barat juga ter- mesti wanita? Adakah itu kare- wanita berbaju tebal dari bulu pesona oleh figur na Therese pelukis wanita? domba misalnya, identik dengan wanita Timur," ujar Bukan karena saya wanita wanita Barat, bukan wanita Kasper Fruitema tetapi karena saya ingin mengek- Timur dari daerah yang tropis. seolah memaklum- spresikan rasa keindahan, kecan- Lebih lanjut Djelantik ber- kan keterpesonaan tikan," tukas Therese singkat. pendapat bahwa dalam lukisan barat pada timur, Tetapi, bukankah rasa keindahan Therese hendak disampaikan se- yang sudah 36 kali itu terpencar juga dari alam yang cara langsung apa yang dirasa- ke Bali dalam 18 hijau, asri, berbunga? "Saya tidak kan, "Tanpa bermaksud menu- tahun terakhir serta menggambar alam karena sulit angkan suatu pemikiran atau kali ini ikut mem- mendapat pengakuan. Banyak pe- maksud lain di luar apa yang dia prakarsai kegiatan lukis mengangkat panorama nikmati sendiri dari objek yang Therese berpame- keindahan alam ke atas kanvas, digambarkan." Kalau toh ada ran di Bali. orang tidak cepat bisa membeda- simbol dalam kanvas Therese Ramai kan," kilah Therese dalam per- simbol itu pun sesuatu yang uni- Kehadiran cakapan dengan Bali Post di Sa- versal, yakni hadirnya burung- Therese berpame- nur Beach. Therese memilih burung di sekitar wanita. ran di Bali pekan- menggambar wanita selain untuk Burung sebagai lambang ke- pekan ini, ikut mer- memenuhi tuntutan obsesinya, bebasan, kedamaian dipajang amaikan peristiwa juga untuk mencari pengakuan dalam satu nada harmoni dengan gelar lukisan yang dengan cepat. banyak terjadi di Bali. Hotel Bali narsa, wanita sebagai lambang kecan- Khas tikan, ketenangan, yang juga se- Menurut dr. A.A. Made cara lebih jauh berarti kedama- Cliff menggelar Djelantik, kekhasan karya-karya ian. "Sebagai seniman, saya lukisan karya Gu- Therese adalah coraknya yang sangat memerlukan kedamaian, Museum realistik (sesuai dengan kebena- kebebasan berkarya, seperti bu- Puri Lukisan Ubud ran) namun sekaligus memberi- rung-burung itu," katanya mem- memamerkan hasil kan kesan yang tidak real. "Itu beri alasan tepat, mengapa lomba lukisan terjadi karena lukisannya bukan Therese dalam menggambar anak-anak Ubud mencerminkan kesungguhan, wanita tidak pernah memakai dan lukisan wanita tidak seperti nyata," nilai model, tidak bermaksud melukis Bali, Museum Djelantik saat membuka pame- wanita dari etnik tertentu. Begi- Neka memamerkan ran itu. Lukisan wanita Therese tu pun dalam melukis legong lukisan dosen Se- memang tidak berangkat dari pun dia bergerak berdasarkan kolah Tinggi Seni model, tetapi mengucur dari imajinasi saja, dia tidak BPM/ 1st Indonesia Den imajinasinya. Oleh karena itu, mengkopi foto. Makanya Sebelum di Bali, karya-karya di Belanda, orang-orang Indone- pasar, dan banyak lagi yang lain. wanita yang dilukis tidak mudah lukisannya yang berobjek le- Therese dipamerkan di Eras- sia yang sempat menikmati Kali ini, Therese menampil diidentifikasi sebagai wanita gong Bali tidak mendekati citra mushuis di Jakarta, "Ini perta- lukisannya, selalu mengatakan kan 21 lukisan realistik, yang dari etnik atau bangsa tertentu. legong tetapi menonjolkan ke- ma kali saya berpameran di In- padanya bahwa kanvas-kanvas semuanya menampilkan objek Mengenai kesan Kasper bahwa san keindahan wanita. (dap) donesia," tutur Therese, pelukis Therese memancarkan citra es- wanita dalam aneka bentuk dan sekaligus penyanyi, yang men- tetis atau artistik Indonesia. Se- gaya. Ada dua gadis santai di gaku berdarah Indonesia lanta- dang menurut penggemar seni pantai, empat wanita berpelukan ran nenek moyangnya di masa lukis dari Swis, Kasper Fruite- dengan sinar mata kuat, wanita lalu katanya, ada keturunan In- ma, dibandingkan citra Barat, berbaju bulu domba hendak ke donesianya. image wanita Timur mendomi- pesta, wanita lambang dewa per- Masih menurut pengakuan- nasi lukisan karya Therese, yang tiwi dalam mitologi Yunani, le- nya, setiap kali dia berpameran selain di Belanda, Therese yang gong Bali, dan sebagainya. Pa- melukis sejak usia sekolah dasar DIGIFINE JVC Car Stereo DIGIFINE JVC Car Stereo DIGIFINE DIGIFINE JVC JVC Car Stereo Gelyaz Musik Kawula Muda 1 Set Tape JVC KS-RT 70+ CD Changer JVC 12 Disk 1 Pe Cross Over Coustic XM-3 1 PC Power JVC 4 Ch KS-A154 1 Set Mid Range Coustic HT-605 VI 2 Pcs) - 1 Set Tweeters Coustic (2 Pes) 1 Pc Power Coustic 2 Ch Amp - 360 V 1 Set Sub Woofer Coustic 10 (2 Pes) Rp. 2.900.000,- - GRATIS!!! Biaya Box, Kabel, dan Seting HADIAH Selama Promosi untuk paket diatas Kami Juga Menyediakan Paket - Paket yang Lebih Menarik DIDUKUNG OLEH : PT. CENTRAL AUDIOSINDO UTAMA Jangan Percaya Dahulu. Kami jamin anda pasti puas, Datang dan Buktikan sendiri Ke: VISA MasterCard @ Sumber Jaya Audio Car Audio Acessories JL. WR. SUPRATMAN 11/B 1-2 TELP. (0361) 264279 DENPASAR BALI DIGIFINE JVC JVC Car Stereo JVC Car Stereo DIGIFINE DIGIFINE DIGIFINE JVC Car Stereo BPM/ Ist Penari Bali, salah satu lukisan Therese Steinmetz. Bukan le- C366 gong itu benar yang penting pesona wajah wanita. Wajah-wajah wanita memang ciri khas karya pelukis Belanda ini. SERIBU JENDELA- puis antisipatif" gaya cagcag B Yudana, S.H., Prof. Dr. Ge Drs. Gde Artawan dan Drs. AGENDA KAN Minggu Sore, 18 Fe BAREREM PUISI PADEPOKAN TI Pengundang Putra Minggu Sore 18 Feb Via TVRI OPEMENT SANGGA Arahan N Rabu Malam 21 Feb GRADAG GR KELIR RA Pengundang Ba Jln Anggrek Dua No. Perumnas Baler Ba Kamis Malam, 22 Fe MALAM TALIS DAN RENUNGA Markas Any Karya Koordinator dan Pe OPESTA PU KODYA DE Sepanjang Tukad Ba OPESTA SENI GAYA BALI U Tepat 392 THN, OPESTA SENI SER 88 TAHUN PUP Tukad Kaliur OPESTA SEN MENIMBAN Jaga di Taman DIA tak tahu kenapa it di. Dia juga tak tahu ken ran seperti itu telah meny menjadi bagian di dalam erti juga di hari-hari yan hari-hari ini, di hari-hari s menikmati saja segalanya dan terus. "Terkadang se mesti dipertanyakan," ka dirinya sendiri," Terkada tak mesti berarti apa-apa. segala sesuatu itu selalu apa? Benarkah?" la mele ya ke alam raya. Begitulah, dia sendiri t dengan dunia ini. Seperti bertemu dengan seseorang , tengah berjalan, suatu ha "Benarkah aku teng depanmu?" tanyanya k tersebut. "Kenapa kamu menya dan milikmu sendiri?" kat ya, kini juga balik bertany la diam untuk sesaat. P meluncur begitu saja da Kata-kata yang telah tera sebuah kalimat, nyatanya hanya sebagai seorang y untuk mengeluarkannya angkasa yang menampu menumpahkan hujan. Sep yang berbaris rapi yan manusia di dalamnya... dia! Seperti itulah... "Maukah engkau me kata-kata dari mulutku?" "Tentang apa?" "Maukah? Mau?" Oh, mengapa begitu be sebuah permintaan! Sem terus berjalan, terus mere air? Lihatlah, kini ia diam ia menatap lawan bicar wajah yang lain. Dengan tidak biasanya. Tangannya pung kesepuluh jari-jemar liat-geliat seperti hendak diri, tetapi tak mampu. D itu muncul kembali! Bayan lama ini terus menguntitny ia pergi: sebuah lukisan bergerak dahsyat dan berk bil menudingnya, "Kamu Kamu punya warna yang mu!" Ah, seandainya saja i kata kepada bayangan te 2cm Color Rendition Chart
