Arsip
Halaman Artikel
Creative Commons License

Jika anda mendapati gambar tidak sesuai dengan spesifikasi data (salah tanggal dan atau salah penomoran halaman), posisi gambar landscape, satu gambar terdapat dua halaman, kualitas gambar kabur, anda bisa melaporkan data tersebut agar segera diperbaiki dengan menekan tombol laporkan.

Kata Kunci Pencarian:

Nama: Bali Post
Tipe: Koran
Tanggal: 1996-02-18
Halaman: 11

Konten


4cm 2cm Pon, 18 Februari 1996 kan DAN MISTERI Drs. I dengan karyanya "Pe- (atas) mengangkat ten- an wanita, sementara I S.Sn dengan karya pa- "Kekuasaan Alam Mis- arya itu merupakan bagi- r 60 karya dosen STSI ng dipajang di Museum BPM Vanita mita dalam kanvas Therese ngesankan citra wanita mur, agaknya benar walaupun k untuk semuanya. Lukisan nita berbaju tebal dari bulu nba misalnya, identik dengan mita Barat, bukan wanita mur dari daerah yang tropis. Lebih lanjut Djelantik ber- dapat bahwa dalam lukisan rese hendak disampaikan se- a langsung apa yang dirasa- "Tanpa bermaksud menu- kan suatu pemikiran atau sud lain di luar apa yang dia mati sendiri dari objek yang ambarkan." Kalau toh ada bol dalam kanvas Therese bol itu pun sesuatu yang uni- sal, yakni hadirnya burung- ung di sekitar wanita. Burung sebagai lambang ke- asan, kedamaian dipajang am satu nada harmoni dengan ita sebagai lambang kecan- an, ketenangan, yang juga se- lebih jauh berarti kedama- . "Sebagai seniman, saya gat memerlukan kedamaian, ebasan berkarya, seperti bu- g-burung itu," katanya mem- i alasan tepat, mengapa erese dalam menggambar nita tidak pernah memakai del, tidak bermaksud melukis nita dari etnik tertentu. Begi- pun dalam melukis legong m dia bergerak berdasarkan ajinasi saja, dia tidak engkopi foto. Makanya isannya yang berobjek le- mg Bali tidak mendekati citra ong tetapi menonjolkan ke- keindahan wanita. (dap) இம BPM/ Ist herese Steinmetz, Bukan le- wajah wanita. Wajah-wajah lukis Belanda ini. Minggu Pon, 18 Februari 1996 BPM SERIBU JENDELA- puisi kampus STKIP jantung Singaraja merayakan HUT-nya dengan pembacaan puisi "alternatif dan antisipatif" gaya cagcag Bali Utara dengan KELIR di panggung. Tak ketinggalan para pakar dan sesepuh STKIP Prof. IGN Yudana, S.H., Prof. Dr. Gede Widja, Drs. Ketut Seken, M.A., (depan). Dari Karangasem penyair Raka Kusuma, Drs. Hardiman, Drs. Gde Artawan dan Drs. IGP Antara (belakang) berdaya kembali menemukan greget kreatif di kampus 11 Februari yll... AGENDA KANTONG APRESIASI '96 Minggu Sore, 18 Februari'96, pukul 18.00 Wita BAREREM PUISI RAMADHAN BUKA PUASA PADEPOKAN TIS BAREREM NEGARA.... Pengundang Putra Khan, Jin Arjuna Dua No. 5 Minggu Sore 18 Febrauri'96, pukul 17.05 WITA Via TVRI Studio Denpasar OPEMENTASAN LAWA LAWA SANGGAR GITA SURABI Arahan Mas Ruscitadewi Rabu Malam 21 Februari '96, pukul 19.00 WITA OGRADAG GRUDUG FEBRUARI'96 KELIR RAJER BALI BARAT Pengundang Bayu Hening Semesta dkk Jin Anggrek Dua No. 58, telp 40823 (0365) Negara Perumnas Baler Bale Agung Negara Jembrana Kamis Malam, 22 Februari '96, pukul 19.00 WITA MALAM TALI SILATURAHMI SYUKUR DAN RENUNGAN TEATER KENE 8 THN Markas Any Karya Ofset, Pusat Kota Negara Koordinator dan Pengundang Agoes Beniq dkk. OPESTA PUISI ULANGTAHUN KODYA DENPASAR RAYA'96 Sepanjang Tukad Badung, JAGA tanggal mainnya OPESTA SENI DERMAGA BULELENG GAYA BALI UTARA PUNYA CAGCAG Tepat 392 THN, SAR, 30-31 MARET 1996 ●PESTA SENI SEROMBOTAN KLUNGKUNG 88 TAHUN PUPUTAN KLUNGKUNG.... Tukad Kaliunda, 27-28 April 1996 OPESTA SENI BANGLI BANGKIT MENIMBANG 792 THN BANGLI Jaga di Taman Bali Bangli 11-12 Mei'96 BUPATI Nanoq da Kansas Bali Post A PRESIASI Dari Parade Puisi Bali Utara HALAMAN 11 IDUL FITRI DUA HARI LAGI PERCAKAPAN HATI Empat Sajak Syukur dari Singaraja KAMPUS SERIBU JENDELA WILLIAM Shakespeare boleh saja merajut kalimat apalah artinya sebuah nama", tapi nama akan terasa indah dan penuh makna bila te- lah mengalirkan sebuah cerita, apalagi jika nama itu telah sekian lama bersembunyi di balik mega usia yang telah merangkai senja. Kini tanah De- wata dikejutkan oleh sebuah nama yang di era enampuluhan menorehkan tinta emas dalam khasanah budaya pulau khayangan, pasti para penggiat budaya tanah Dewata akan mengenal sebuah kota yang berselimut di balik kesejukan bukit Bedugul. Adalah Singaraja kota penuh cer- ita dengan suhunya yang panas, kini kembali me- manaskan pentas budaya tanah Dewata. Kembali ke Singaraja akan terkenang sederetan nama yang mulai dijemput senja, namun nama-nama itu akan kembali merangkaikan waktunya dengan kegia- tan budaya seperti pembacaan puisi, prosa, atau- pun pentaskan lakon drama seperti yang pernah terjadi di tahun enampuluhan adalah Prof. Dr. Gde Widja, Drs. Ketut Seken, M.A., Drs. IGP Ant- ara, MPD, Prof. Yudana, S.H. dan Drs. Hardi- man. Rupanya sehari menjelang Dies Natalis III STKIP Singaraja, mereka seakan-akan telah sep- akat untuk melepas baju", kesehariannya yang terus berkutat dengan otonomi kampus, dengan kepiawaiannya mereka bacakan sajak-sajak bert- abur makna dalam percakapan hati kampus seri- bu jendela. Pembuka sajak di malam yang penuh historis itu adalah I Gde Widja dengan ekspresi yang san- gat dalam ia berhasil membacakan sajak-sajak terjemahan dari bahasa Inggris yaitu sajak Teach- er yang benar-benar mencerminkan beliau sebagai seorang pendidik juga sebagai penyair. Setelah keheningan suasana yang diciptakan oleh Gde Widja dengan membacakan sajak guru kemudian berturut-turut IGP Antara, Ketut Sek- en, Hardiman, dan Yudana ikut pula membaca- kan sajak-sajak dengan gayanya masing-masing beliau berhasil membawa komunitas sastra di Sin- garaja ke alam intuitif dan kontemplatif. Kalau I Gde Widja membacakan sajak guru maka Ketut Seken tak ketinggalan pula dalam mengasah ek- spresinya lewat "Nyanyian Angsa" karya Ws Rendra, akhirnya turut menyemarakkan dan mem- bakar para hati sesepuh Singaraja untuk saling be- rekspresi lewat sajak. Ada suatu siratan makna yang mendalam ketiga Ketut Seken membacakan Nyanyian Angsa dengan dibawakannya tanpa emosional namun sangat rasional dan menjiwai makna yang terkandung dalam sajak Nyanyian Angsa hal inilah yang membuat Audience berde- SAYA pernah berangan-angan pati yang mampu menuntun rakyat- punya bupati yang mirip dengan Pra- nya kepada hal-hal yang suci. Seor- bu Yudhistira. Seorang bupati yang ang bupati yang senantiasa menduku- arif bijaksana menyamai para Dewa ng serta menyumbang pembangunan Kahyangan. Seorang bupati yang tempat-tempat ibadah tanpa mesti senantiasa mulia pikiran-pikirannya, melalui proposal yang digagah- kata-katanya maupun tingkah lakun- gagahkan atau birokrasi yang bukan ya. Seorang bupati yang paham den- main ruwetnya. Teman saya yang satu gan sungguh-sungguh terhadap ini sangat percaya bahwa hanya den- rakyatnya, terhadap wilayah kerjan- gan kembali kepada agamalah ke- ya, kedudukannya maupun kekua- hidupan ini akan bisa tenteram. Di saannya. Paham dengan sungguh- mana tidak akan timbul lagi peperan- sungguh tentang penderitaan, ke- gan, kejahatan dan sebangsanya. Di ada lagi sensor-sensor yang ke- cak kagum. Belum selesai keterpukauan audience saat itu lagi-lagi suasana menjadi hening ketika Yudana, IDK Raka Kusuma, Wayan Artawa dan Hardi- man menyuguhkan sajian alternatif dalam pem- bacaan sajak dengan alunan langgam yang ber- bau mantra dan mistis IDK Raka Kusuma dan Wayan Artawa kedua penyair dari Karangasem ini berhasil menghipnotis audience Singaraja den- gan membacakan sebuah sajak karya Gde Ar- tawan yaitu sajak "Nyanyian Depan Kelir III," dengan pancingan nyanyian depan kelir III yang kental dengan irama lontar rupanya telah meny- engat Hardiman untuk membacakan sajak-sajak Panutan, dengan kekuatan vokal yang masih bu- lat Hardiman berhasil memancing Yudana un- tuk menggetarkan dan memekakkan vokalnya den- gan diiringi petikan gitar akhirnya Yudana kemba- li ke masa muda dan sajak perburuan salah satu sajak karya Gde Artawan semakin menghangat- kan suasana akhirnya Yudana menutup pe- nampilannya dengan membacakan sebuah sajak karya Sunaryono Basuki Ks, yang dimulai alu- nan siulan akhirnya semakin menyatukan komu- nitas sastra di Singaraja dalam percakapan hati. Dari serangkaian pembacaan sajak kali ini se- lain dari para sesepuh yang memang menjadi pe- meran utama malam itu juga meluncurkan kekua- tan-kekuatan vocal dari tunas-tunas yang siap meretas mereka adalah teratai yang siap merang- kai warna kehidupan dengan sajak-sajak. Dan se- bagai warna baru dari parade puisi ini juga digu- lirkan tembang-tembang balada dari Yone Indarto dan kawan-kawan yang berhasil menyatukan war- na balada dengan isi sajak yang dibacakan di malam itu, dan ini menjadi sisi lain yang sangat menarik karena perpaduan ini telah memberikan warna baru bagi Singaraja untuk memanaskan suhu budaya di Bali. Kalau ABRI punya slogan kembali ke barak (Back To Basic) dan Pecinta Alam Kembali ke Alam (Back To Nature) maka Singaraja kembali bersajak, dan dengan kembalinya para sesepuh Singaraja untuk bersajak maka episode ke dua te- lah dibuka, dan kini Singaraja sedang memban- gun kepunden sajak Bali Utara, maka tunas-tunas yang mulai bermekaran akan turut jua dalam menanam pohon puisi di Bali Utara di tiap padang waktu, walaupun gemintang enggan melukis lan- git serta awan gemawan terus menggendong waktu namun Singaraja belum berhenti mainkan lagu. Asep Syahmid Yang agak runyam adalah sahabat miskinan, kejahatan, keterbelakangan, mana kedamaian akan terwujud, seh- kanak-kanakan. Seorang bupati saya yang senang berjudi. Dengan DENPASAR rana untuk mencapai keadilan yang seadil-adilnya. Kedamaian yang sed- amai-damainya. Teman saya yang jadi seniman yang menghargai seni sebagai se- jujur dan lugu ia berangan-angan pu- buah ungkapan paling jujur dari hati nya bupati yang juga senang berjudi. nurani manusia yang tidak dapat di- Sehingga segala bentuk dan kegiatan belenggu oleh lembaga apa pun karena merupakan hak asasi manu- sia yang paling hakiki. Seorang bu- pati yang percaya bahwa kesenian adalah alat untuk mengembalikan judi tidak usah dilarang. Tidak lagi ada penggerebekan terhadap para penju- di yang tengah mempertaruhkan hidupnya pada lembaran kartu-kartu, dadu-dadu, pada nyawa seekor ayam manusia kepada kemanusiaannya. jago, pada pertandingan sepak bola, Paman saya yang tinggal di desa pada pertarungan tinju dan yang lain dan menjadi petani, berangan-angan nya. Sahabat saya itu percaya, judi ad- punya bupati yang juga berasal dari alah sebuah cerminan bahwa setiap or- petani. Sehingga bupati itu akan be- ang bebas menentukan jalan hidupn- nar-benar paham dan dapat merasa ya sendiri tanpa merasa terganggu kan bagaimana beratnya memaha- maupun mengganggu yang lainnya. mi kemauan alam, bagaimana rasan- Menurutnya, judi mengajarkan orang ya berpanas-panas, berhujan-hujan agar mampu menerima kalah dan demi sepiring nasi atau uang SPP menang sebagai dua kenyataan yang anak-anak dapat terbayar pada wak- saling berlawanan sebagai satu kesatu- tunya. Seorang bupati yang benar- an bagian takdir. ketakberdayaan, kemajuan, kekayaan ingga rakyat tidak perlu merasa was- maupun kejayaan. Seorang bupati was, takut yang tidak pada tempatnya, yang paham dengan sungguh-sung- curiga dan yang semacamnya. Bag- guh tentang politik, peraturan-peratu- inya, agama adalah satu-satunya sa- ran, hukum-hukum maupun undang- undang. Pendek kata, saya berangan- angan punya bupati yang persis sep- erti seorang bupati yang sedang me- merintah dalam keinginan saya. juga menyimpan angan-angan yang Tetangga saya agak lebih sederha- lain. Ia berangan-angan punya bu- na. Ia berangan-angan cukup punya pati yang menjunjung tinggi nilai- bupati yang berasal dari kalangan nilai seni budaya. Seorang bupati olahragawan saja. Paling tidak bupati yang tanpa banyak komentar mau yang senang dan cinta pada kegiatan membangun sarana-sarana berkes- olah raga.Agar seluruh rakyat dibang- enian yang memadai, sehingga sen- kitkan gairahnya melalui program- iman yang masih kere-kere program olah raga yang teratur, seh- semacam dirinya itu tidak perlu lagi ingga seluruh rakyat menjadi sehat jas- pusing-pusing mencari tempat yang maninya. Tetangga saya itu sangat ideal setiap kali mau mengadakan percaya bahwa di dalam badan yang pementasan, baca puisi, berdiskusi sehat akan bersemayam jiwa yang dan yang sejenisnya. Tidak perlu lagi benar cinta lingkungan, cinta batang Begitulah. Agak rumit juga keli- sehat pula. Menurutnya, jika jiwa terhambat oleh hal-hal sepele sep- dan kuncup-kuncup pepohonan, se- hatannya. rakyat benar-benar sudah sehat, oto- erti misalnya sewa gedung yang tak hingga tidak perlu lagi ada pen- Untunglah sejarah cukup pin- matis segala sesuatunya akan menja- terjangkau, pajak pementasan, biaya gosongan sawah demi lapangan tar. Sejarah tak pernah memihak di sehat. Dengan kesehatan prima, keamanan, pengurusan izin yang golf, tidak perlu lagi ada penyula pada satu sisi. Sejarah tak pernah segala program pembangunan akan berbelit-belit dan seterusnya. Seor- pan tanah-tanah pertanian menjadi memilih seseorang yang mirip terlaksana dengan lancar dan berhasil ang bupati yang percaya bahwa den- kawasan real estate dan yang se- Prabu Yudhistira, seorang olahr- sesuai harapan bersama. gan kesenian segala kekotoran dun- bangsanya. Tidak perlu lagi ada agawan, seorang seniman, penju- Teman saya yang suka pada hal- ia bisa dibersihkan, sehingga tidak pembakaran terhadap tanaman-tan- di, pendeta atau petani untuk men- hal kerohanian dan spiritual, beran- perlu lagi ada pencekalan terhadap aman tertentu yang tiba-tiba diang- jadi bupati. Sejarah senantiasa gan-angan punya bupati yang benar- para seniman, tidak ada lagi pem- gap tidak menguntungkan lagi bagi memilih seorang manusia untuk benar taat pada agama. Seorang bu- bredelan terhadap karya seni, tidak perekonomian. menjadi seorang bupati. Itu saja. DIA tak tahu kenapa itu mesti terja- beginilah kira-kira bunyinya: "Biar saja di. Dia juga tak tahu kenapa perputa- aku sendiri. Bukankah kesendirian mem- ran seperti itu telah menyeretnya untuk buatku menjadi yang lain? Membuatku menjadi bagian di dalamnya. Dan sep- lebih tampak dan tidak tertenggelam- erti juga di hari-hari yang kemarin, di kan? agipula, kenapa menghin- hari-hari ini, di hari-hari selanjutnya, ia dar dari kesendirian, dari sesuatu di BANJIR PUISI HUT Kodya Denpasar yang ke EMPAT pada tanggal 27 Februari 1996 KEBANJIRAN SAJAK DAN CATATAN, maka Edisi COMING ON AGE IN DENPASAR akan kita gelar dua minggu berturut- turut tanggal 25 Februari 1996 dan 3 Maret 1996. Sementara itu acara PES- TA PUISI KODYA UL- ANGTAHUN di Tukad Ba- dung masih terus dijajagi/ dirembug.... Mohon para peminat Apresiasi dan para pengarang bersabar. Redaksi POSBUD Matematika yang Lain sangsi. "Menurutmu, bagaimana?" menikmati saja segalanya. Terus, terus mana seseorang justru akan lebih jelas lakukan pekerjaan yang sama. Ia raba dan terus. "Terkadang sesuatu itu tak sosok dan keinginannya?" Tapi semua dan ia telusuri sekujur tubuhnya. Ia mesti dipertanyakan," katanya kepada itu jadi kelu di mulutnya. Dan ia tak men- dirinya sendiri," Terkadang sesuatu itu geluarkan kalimat-kalimat itu kepada tak mesti berarti apa-apa. Atau memang bayangan yang ada di depannya. la bi- segala sesuatu itu selalu berarti apa- arkan saja bayangan itu mencabik-cabik apa? Benarkah?" Ia melempar matan- pikirannya. ya ke alam raya. Begitulah, dia sendiri tak tahu benar dengan dunia ini. Seperti juga ketika ia tersebut. "Kenapa kamu menyangsikan tubuh dan milikmu sendiri?" kata yang ditan- ya, kini juga balik bertanya. rimu?" Cerpen: Imtihan Taufan "Aku melihatmu dan... tidak, tidak, pada puncaknya, berjuta-juta benih gen- aku tidak melihatmu!" erasi berikutnya berserakan di lantai, "Kau yakin? Engkau tidak salah? Be- yang merayap dan yang pada akhirnya narkah itu terjadi padaku?" menjadi sampah di selokan? Atau juga Sejak itu mereka tidak saling percaya di hari menjelang pemilihan itu, di mana "Mereka memilih garis akhirnya sendiri," desisnya. AIR KEMULIAAN pedang muadzin menghunus keping jiwa di antara kepak langkah yang berenang di danau tabu dalam masa berdebu kini fajar syawal gelindingkan aksara al qur'an lewat gema takbir penutup Ramadhan ketika air kemuliaan menggenangi parit parit dosa maka serumpun taubat akan menyapu luka PADANG DOA Dibahu senja ku pertanyakan selubung keraguan yang terus mengaksara dan mengalirkan rawa rawa alpa padahal bentangan waktu kian memburu isyarat tuntas namun masih ada napas yang berendam dalam alpa berpulanglah ke padang doa saat gelisah jalarkan napsu gulita bila tak ingin terpatung diberanda nista kini bersama hari yang fitri berpulanglah ke padang doa sebelum bunga kemboja jadi teman setia SAJADAH LEBARAN Lampu suci mendamarkan gagap hati di hari yang fitri gema takbir gaungkan puja pada sutradara agung lewat hamparan sajadah di kebahagiaan lebaran sajadah lebaran merumput di tegalan yang menjemput pintu maap sajadah lebaran melukis lantai surau hujan relief doa pupuskan kebimbangan jiwa Asep Syahmid Asep Syahmid LAGU KEMENANGAN Asep Syahmid menanglah namanya yang memeluk kita ketika fajar menerbitkan idul fitri semesta raya mendendangkan kebesaran sang Pencipta kita telah belajar tak membanggakan kemewahan di hari-hari yang kita tapaki tak ada lagi lelah seperti saat kita berusaha menghayati diri tak ada juga desah seperti ketika kita mengasah rasa lagu kemenangan telah meredam lelah dan desah dan mengubahnya menjadi senyum-senyum syair-syairnya terus saja mengalir menjelma bunga-bunga di bibir-bibir allahu akbar mu dan kita bisa saling bercakap- cakap." Ia ketawa. Yahya Umar "Mengikuti kata-katamu, maksud- " mu?" Begitulah, waktu itu ia jadi tak bert- "Bukan. Tapi mengikuti suara mulut- anya macam-macam. Ia hanya menga- ku." ngguk-anggukkan kepalanya seperti be Sesaat orang itu diserang kembali nar-benar mengerti dan tak membantah- oleh sebuah kebingungan. Tapi ia men- istana dan kuil yang beku dan dingin. nya. la jadi tenggelam begitu saja. Dan coba untuk tersenyum. Mungkin dalam Kelak, mereka menemukannya kembali bayangan itu, saat itu juga, hadir dan pikirannya, sia-sia saja ia memperdebat- meski lewat film dan cerita orang-orang mengangkang di depannya. Membekukn- kan sebuah bahasa. la merasa, bahwa tua juga buku-buku tebal berhuruf kanji ya erat-erat. "Kau mesti sendiri dan jan- bahasa seringkali mencelakakan dirin- maupun latin. gan bertanya dalam kebingunganmu!" ya. Bahasa tak lebih dari sebuah mata Bayangan itu, astaga! Bayangan itu- pisau yang berkilat-kilat dan menyeram- lah yang muncul dan tak terencanankan, kan. "Apa yang mesti kudengarkan da- Di jazirah Arab, juga kota-kota di kerap hadir dan hadir. "Aku tak mengerti dengan dirimu, satu sama lain. Sesuatu yang ada tapi semua orang seperti air bah yang men- Eropa dan Amerika, lelaki-lelaki berhi- Bayangan itu, seperti yang masih tapi aku mencoba untuk mengerti saja, Sejenak ia tersentak. Pertanyaan itu tidak ada. Sesuatu yang tidak ada tapi galir dari gunung menggenangi jalan dung mancung dengan cambang yang terekam dalam kepalanya, pernah senyum ia. bertemu dengan seseorang saat mana ia menyadarkan dirinya. Astaga, begitu ada. Lantas kekecewaan menyerangnya dan lapangan-lapangan terbuka; men- lebat, menaruh nyawanya di dalam mo- menghadirkannya gambar-gambar sep- "Itu lebih baik. Zaman sekarang, ba- tengah berjalan, suatu hari. jauhkah kepalanya telah terbang? Ia dengan garang. la pergi setelah itu, men- garak tanda-tanda gambar dan janji- bil, kemudian meluncur dalam kecepa- erti ini: makanan, pakaian dan juga tem- hasa adalah juga pembunuh yang bisa "Benarkah aku tengah berada di perbaiki letak kerah bajunya. Ia tatap cari tempat yang sepi, tempat di mana janji dari mulut-mulut sang pemimpin tan tinggi menemui gedung-gedung yang pat tinggal terpajangkan di etalase-eta- melahirkan korban di mana-mana." depanmu?" tanyanya kepada orang kembali lawan bicaranya. Terasa be- ia benar-benar merasa dirinya ada seu- yang terkadang tak dikenal betul siapa dituju untuk mencari jibril di sana demi lase penuh dengan air liur di sekeliling- "Seperti yang hendak terjadi pada nar kini, kalau seseorang ternyata se- tuh-utuhnya. Ia lari dari bising suara. dia, namun begitu saja bisa dipercayai sebuah keyakinan atas segala penin- nya. Plastik-plastik tumbuh di mana- kita..." ia menyindir. dang berdiri di hadapannya. Tapi kera- la ingin segalanya menjadi ada; dalam bagai kedua orangtua yang tengah ber- dasan yang beranak-pinak. mana. Berjuta-juta manusia terhanyut Mereka pun memulai acara yang guan itu masih saja menciptakan ru- hal ini adalah ia! Maka ditemukanlah baring sekarat di tempat tidur sambil "Seperti sebuah cita-cita... seperti dalam air ludahnya sendiri dan mereka sudah lama dinanti-nantikan itu. Dari angan kecil bagi ketidakpercayaannya tubuh dan dirinya tengah menangis di menyelipkan pesan-pesan terakhir dirin- cita-cita," decaknya berenang menjadi plastik, menjadi zat- kesepakatan yang dihasilkan, diambil la diam untuk sesaat. Pertanyaan itu atas dirinya yang tengah saling ber- dalam kamar mandi. Kakinya berdarah, ya? Begitulah sesuatu itu? Atau sesuatu Dan dalam waktu yang tak begitu zat kimia yang telah bercampur dengan sebuah kesimpulan bahwa: yang perta- meluncur begitu saja dari mulutnya. hadap-hadapan dengan orang lain. Ia kepalanya bernanah dan kelaminnya itu memang tak perlu diperdebatkan lan- alma, seseorang di Amerika diketahuin- sayur-mayur, kemenyan dan kain batik. ma, bertugas untuk bicara lebih dahulu Kata-kata yang telah terangkai menjadi jadi ingat, suatu kali, ia pernah men- menebarkan bau abad. "Bisakah bunuh taran ia tak jelas lagi garis pemisahnya ya lewat sebuah pemberitaan yang gen- Tubuh dan senyum, juga tangisnya men- dan yang mendengarkan, akan mengikuti sebuah kalimat, nyatanya membuatnya galami kejadian seperti ini. Waktu itu diri menjadi sebuah cita-cita seperti lay- dan segalanya menjadi remang-remang? car, berangkat ke langit setelah peluru- jadi lain. Anak-anak berdandan, perem- apa yang diupayakan oleh pihak yang hanya sebagai seorang yang bertugas menjumpai seseorang di satu tempat. aknya keinginan menjadi seorang as- Atau bagai seseorang dalam sebuah ka- peluru itu muntah dan cairan kimia yang puan-perempuan berdandan, lelaki-lela- pertama. untuk mengeluarkannya saja. Seperti la pun bertanya dengan kalimat yang tronot atau seorang tiran?" Ia teriak dan mar gelap di mana ia hanya bisa mera- memabukkan, menemaninya sebagai ki berdandan. Langit menjadi sesak oleh "Satu ekor harimau, lima ekor gajah, angkasa yang menampung awan lalu sama: "Benarkah aku tengah berada mengirim kawat kepada dunia. Lagi-lagi ba-raba dan berteriak-teriak mencari tangga yang tinggi agar cepat sampai... manusia dan situasi. Udara dan debu empatpuluh lima ekor ayam kampung, menumpahkan hujan. Seperti besi-besi di depanmu?" tanyanya waktu itu sam- ia harus terkapar sendiri. Apa yang dil- cahaya? yang asing bentuknya, telah masuk ke berapa jadinya!" yang berbaris rapi yang membatasi bil mengucek-ucekkan matanya. Orang ihat dan dirasakannya tak lebih dari- Lama kepalanya tercenung. Lama dalam setiap rumah, yang datang dari "50 ekor!" yang ditanya tersebut lantas men- pada seonggok daging yang serasa baru mulutnya memilih katup. Inikah remang- TETAPI, sungguh, ia benar-benar tak tempat-tempat yang jauh dan terkirim le- "Satu ekor harimau, lima ekor lem- jawabnya dengan tenang: "Aku tidak tadi pagi diterimanya, yang terkirim dari remang itu? Inikah gelap itu? Inikah se- mengerti dengan dirinya sendiri! Apala- wat pergaulan dan ekonomi. "Aku ad- bu, tiga puluh lima ekor ayam tahu. Aku sendiri tidak yakin apakah supermarket yang bangkrut atau tempat- suatu yang berarti apa-apa itu? Inikah gi seseorang yang ada di depannya alah ideologi yang diam-diam merayap menggelepar-gelepar digenangi darah aku juga tengah berhadap-hadapan tempat penjagalan hewan nun jauh di sesuatu yang tak berarti apa-apa itu? sekarang, kembali bertanya kepadanya, ke dalam tubuh dan kepalamu!" damp- di mana yang limanya lagi lenyap begi- denganmu!" Dan sekarang! Sekarang, sana. Sesuatu yang tak berarti apa-apa. Lagi-lagi ia tak bisa menjawabnya. "Apa yang mesti kudengar dari mulut- rat bayangan itu. tu saja, berapa jadinya?" apakah kejadian itu akan terulang Sesuatu yang hambar. Atau, benarkah, la ingin menghabiskan riwayat hidup- mu!" Suara itu memekakkan telinganya. kembali pada dirinya? Betapa kacau terkadang sesuatu itu tak perlu berarti nya waktu itu! Sehabis-habisnya! Dan Seperti disapu angin suara itu. Satu- Gambar-gambar yang dihidangkan di "Satu ekor harimau mengaum keras dunia pribadi! la mengumpat. apa-apa - seperti juga rok-rok perem- orang-orang Jepang, negeri Matahari satu gambar-gambar masa yang lewat depannya, memusingkan kepalanya. Ia mencakar-cakar dan yang lainnya "Apakah jasadku telah musnah?" 'pe- puan yang tersingkap bukan lantaran Terbit itu membias di kepalanya; Pas- hadir dan terus hadir kembali. coba meronta sekuat tenaga sampai menggelepar-gelepar digenangi darah, air? Lihatlah, kini ia diam kembali. Kini kiknya pada dirinya sendiri. angin yang menghiasi lembaran-lemba- ifik dan lebah-lebah besi, lelaki-lekaki Pernah, dalam sendiri dalam se- jatuh terkapar berapa jadinya!" ia menatap lawan bicaranya dengan Dirabanya sekujur tubuhnya waktu ran kertas berwarna biru dan layar-la- sipit pendek dengan dengus napas bau buah ruang- ia tiba-tiba saja ingin bi- "Hei! Apa yang mesti kudengar dari wajah yang lain. Dengan wajah yang itu. Dan dnegan semangat yang menya- yar televisi? Atau seperti para politikus kaisar dan lautan asap hitam di cara kepada seseorang. Lalu tak begitu mulutmu!" Sampai berbusa mulut mereka berd- tidak biasanya. Tangannya yang menam- la, ia telusuri terus jengkal-jengkal itu yang selalu bicara di depannya, di cakrawala! lama, dalam keinginannya tersebut, ia Tiba-tiba tersadar kembali. Seseor- ua. Tapi apa yang diinginkannya ter- pung kesepuluh jari-jemarinya, mengge- fisiknya. Ya, ia jadi yakin kembali kalau mana keyakinan diam-diam menjadi "Tradisi Shogun! Tradisi Samurai! hadirkan seseorang di depannya. Ia ang yang sedari tadi menunggunya un- hadap orang yang ada di depannya liat-geliat seperti hendak melepaskan ternyata tubuhnya masih tetap ada. Lalu karatan dan akhirnya kepercayaan Kehormatan di tangan sendiri menentu- ucapkan salam dan mulailah terasa tuk bicara, jadi tak sabaran. "Bicar tersebut, tak juga sesuai dengan apa diri, tetapi tak mampu, Dan bayangan sambil tersenyum cerah, ia mengabar- harus lari kembali kepada kitab-kitab kan pilihan mati lewat restu kaisar!" bagaimana ia tengah berhadapan den- alah!" yang terjadi. Diam-diam, bayangan itu itu muncul kembali! Bayangan yang se- kan hal itu kepada orang yang dijump- suci dan epos-epos tentang dewa-dewa Kalimat sejarah dari areal Pasifik gan orang lain. Ia mengatur napasnya. Seperti meng- muncul kembali. Dan tentang garis akhir lama ini terus menguntitnya ke manapun ainya itu. yang agung? Atau sesuatu itu memang dan zaman-zaman yang telah lewat tern- "Engkau ada tapi aku tidak," kata or- ingat-ingat sesuatu, ia pun tersenyum itu, tentang ketakmengeritannya tentang selalu berarti apa-apa? Seperti juga ke- giang. Dan perut-perut pun robek di atas ang yang ada di depannya. memandang lawan bicaranya. tika seseorang dengan diam-diam men- kebanggaan dan kehormatan. Dan ka- "Benarkah?" ia sangsi seperti sedi- "Baiklah. Aku cuma ingin engkau genap-endap menuju kamar mandi dan pal-kapal pun bertabrakan di langit men- akala. mengikuti saja sapa-apa yang pengusung kelaminnya, menggosok-gos- jadi santapan air asin dan kisah-kisah Orang itu mengangguk. "Tapi itu hendak kuucapkan dari mulutku, okkannya bersama gambar-gambar di bagi anak-cucu yang kemudian tidak penting. Yang penting adalah kau katanya, kini dengan ketenangan kepala dan langit-langit di atas, di mana menyelinap di balik menara-menara bisa menghadirkanku dalam keinginan yang penuh. manusia di dalamnya... Seperti itulah dia! Seperti itulah... "Maukah engkau mendengarkan kata-kata dari mulutku?" tanyanya. "Tentang apa?" "Maukah? Mau?" Oh, mengapa begitu berulang-ulang sebuah permintaan! Sementara waktu terus berjalan, terus merembes seperti ia pergi: sebuah lukisan hitam yang "Lihatlah, tubuhku masih ada, masih bergerak dahsyat dan berkata-kata sam- ada! Kau?" kini ia mulai cemas. bil menudingnya, "Kamu sendiri, kini! Kamu punya warna yang lain di kepala- mu!" Ah, seandainya saja ia mampu ber- "Aku?" "Ya, kau!" Kini orang yang ada di hadapannya kata kepada bayangan tersebut, maka itu bertanya pada dirinya sendiri. Ia "50 ekor!" "50 ekor!" dirinya, muncrat kini. Imtihan Taufan JL. HOS Cokroaminoto Gg. Bhinneka II/3 Mataram-NTB Color Rendition Chart